Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro al-Islami terhadap perilaku keagamaan masyarakat kampung Banyusuci Bogor Jawa Barat

(1)

PENGARUH PONDOK PESANTREN UMMUL QURO AL-ISLAMI TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN MASYARAKAT

KAMPUNG BANYUSUCI BOGOR JAWA BARAT

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh Samsul Bahri 101032221715

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PONDOK PESANTREN UMMUL QURO AL-ISLAMI TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN MASYARAKAT

KAMPUNG BANYUSUCI BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat sebagai syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial ( S.Sos ) dalam Sosiolaogi Agama

Oleh Samsul Bahri 101032221715

Dibawah Bimbingan

Prof. DR. H. M. Bambang Pranowo, MA. Nip : 150170055

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENGARUH PONDOK PESANTREN UMMUL QURO AL-ISLAMI TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN MASYARAKAT KAMPUNG BANYUSUCI BOGOR JAWA BARAT telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 07 Mei 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Sosiologi Agama.

Jakarta, 07 Mei 2008 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Dra. Hermawati, M.A. Dra. Jauharotul Jamilah, M.Si. NIP: 150227408 NIP: 150282401

Anggota,

Dr. Masri Mansoer, M.A. Dra. Ida Rosyida, M.A. NIP: 150244493 NIP: 150243267

Pembimbing,

Prof. Dr. H. M. Bambang Pranowo, M.A. NIP: 150170055


(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah segala rasa syukur penulis panjatkan pada Allah SWT atas nikmat yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang banyak menitikan perjuangannya untuk memberikan contoh betapa berharganya suatu perjuangan dan semangat.

Merupakan kebahagian dan kebanggaan tersendiri bagi penulis, setelah sekian lama berkutat dalam penyelesaian skripsi ini. Walau banyak jatuh bangun, namun berkat orang-orang di sekitar yang selalu memberi perhatiannya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Karya ini merupakan persembahan pengabdian sebagai seorang siswa, persembahan rasa syukur sebagai seorang anak, mudah-mudahan menjadi kebanggaan untuk semua. Berkat dukungan dari semua pihak, karya ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungannya, yaitu:

1. Kedua orang tua tercinta H. Matalih dan Hj. Rosyidah, dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril, materil dan do’a yang selalu dipanjatkan untuk kesuksesan penulis yang begitu besar dan tak terhingga. Semoga Allah SWT memberikan balasan, rahmat dan magfirah-Nya kepada mereka.


(5)

2. Prof. DR.H.M. Bambang Pranowo, MA, sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya.

3. Dr. H. M. Amin Nurdin, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dra. Ida Rosyidah, MA, selaku Ketua Prodi Sosiologi Agama dan Ibu Jaharatul Jamilah, M. Si., selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Agama terima kasih atas bimbingannya.

5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat serta seluruh petugas perpustakaan UIN dan FUF, atas ilmu dan bantuannya yang sangat berguna bagi penulis sehingga banyak memberikan kemudahan selama menjalani perkuliahan.

6. KH. Helmi Abdul Mubin, Lc, sebagai pimpinan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, yang telah memberikan ijin kepada penulis sehingga skripsi ini tak mungkin selesai tanpa bantuan beliau.

7. Rekan dan rekanita seperjuangan yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan baik, dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis tidak dapat menyebutkan nama rekan


(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penerapan kalimat serta isinya, oleh karena itu penulis mohon maaf atas segala kekurangannya, dan sekiranya dapat memakluminya.

Akhir kata dengan kerendahan hati, semoga pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, senantiasa mendapatkan limpahan karunia Allah SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amiin.

Jakarta, Mei 2008


(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... i

Daftar Isi... iv

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah ... 1

Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

Metode Penelitian ... 7

Sistematika Penelitian... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pondok Pesantren... 11

Pengertian Pondok ... 11

Pengertian Pesantren ... 13

Fungsi Pondok Pesantren ... 15

Tujuan Pondok Pesantren... 15

Perilaku ... 16

Pengertian Perilaku Agama... 16

Pengertian Masyarakat ... 22

Fungsi Agama bagi Masyarakat ... 23

Dimensi-dimensi Keagamaan ... 27 A. B. C. D. E. A. C. D. 1. 2. 3. 4. B. 1. 2.


(8)

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN SUBYEK PENELITIAN Latar Belakang Pendidikan, Ekonomi dan Keagamaan Masyarakat di Sekitar Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami RW. 04/04 Kampung Banyusuci ... 31 Obyek Penelitian... 35 Visi dan Misi Didirikannya Pondok Pesantren

Ummul Quro Al-Islami... 46 BAB V DEKRIPSI HASIL PENELITIAN

Kondisi Keagamaan Masyarakat Banyusuci Sebelum Adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami ... 48 Kondisi Keagamaan Masyarakat Banyusuci Setelah Adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami ... 53 Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami terhadap perilaku Keagamaan Masyarakat di kampung Banyusuci ... 57 BAB V PENUTUP

Kesimpulan ... 60 Saran-saran... 62 DAFTAR PUSTAKA

Lampiran-lampiran A.

B. C.

A.

B.

C.

A. B.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pesantren merupakan sumber tipologi yang unik dari suatu pendidikan yang telah berusia ratusan tahun, sejak sekitar tiga abad silam. Ia merupakan asal muasal lahirnya lembaga pendidikan yang penting di tengah masyarakat.1

Istilah pesantren diambil dari kata santri, yang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia istilah tersebut mempunyai dua pengertian yaitu:

1. Orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh, orang shaleh.

2. Orang yang mendalami pengajian dalam agama Islam dengan berguru kepada orang alim.

Dari makna tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan suatu tempat dimana seseorang mendalami dan mempelajari ilmu agama kepada seorang alim untuk dapat menjadi orang yang taat beribadah, sholeh.

Dewasa ini perkembangan pesantren begitu pesat dari desa-desa pedalaman bahkan ditengah-tengah kota metropolitan sekalipun. Image sebuah pesantren sebagai lembaga pendidikan non formal yang berarti hanya

1


(10)

mempelajari ilmu-ilmu agama, khususnya kitab kuning semakin lama semakin berubah seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pesantren saat ini, telah dapat mengkombinasikan antara kurikulum berbasis agama dengan kurikulum berstandar nasional bahkan mungkin internasional sekalipun, sehingga generasi-generasi islam masa depan mampu siap terjun kedalam masyarakat, tidak hanya sebagai da’i atau tokoh agama yang dapat menyejukkan hati. Melainkan juga sebagai ilmuan yang memiliki cakrawala pengetahuan yang luas tidak hanya bidang agama tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan umum yang dibutuhkan di masyarakat.

Eksistensi sebuah pesantren sangat ditentukan oleh figur kiyai, yang memimpin pesantren tersebut. Jika seorang kiyai yang memimpin satu pesantren memiliki jiwa materialistis, maka pesantren dapat diprediksikan umur keberlangsungannya. Sebaliknya, jika kiyai pemimpin pesantren memiliki kepribadian sosial yang tinggi dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan masyarakat maka pesantren tersebut akan cepat mengalami perkembangan.

Pesantren juga sebagai wadah penyebaran Islam yang diharapkan dapat terus menerus mewariskan upaya memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan dari pengalaman sosial masyarakat lingkungannya. Dengan kata lain pesantren mempunyai keterkaitan yang erat dengan lingkungannya.

Kebanyakan pesantren juga berfungsi sebagai komunitas belajar keagamaan yang sangat erat dengan lingkungan sekitar yang sering menjadi wadah pelaksanaannya. Dalam komunitas pedesaan tradisional, kehidupan


(11)

keagamaan merupakan suatu bagian yang terpadu dengan kenyataan sehari-hari dan tidak dianggap sebagai sektor yang terpisah. Begitu pula tempat-tempat upacara keagamaan sekaligus merupakan pusat kehidupan pedesaan, sedangkan pimpinan keagamaan juga merupakan sesepuh yang diakui di dalam lingkungannya.2

Jadi hubungan antara pesantren dan komponen yang ada didalamnya sangat erat, khususnya dengan lingkungan sekitar (masyarakat). Dengan adanya pesantren, masyarakat bisa menggali ilmu-ilmu agama, tapi terkadang mereka yang tinggal disekitar pesantren justru mempunyai sikap yang acuh terhadap adanya pesantren. Mereka enggan belajar atau menuntut ilmu di pesantren, malah sebaliknya. Kebanyakan orang yang datang ke pesantren berasal jauh dari wilayah pesantren. Ini menandakan bahwa masyarakat di sekitar pesantren belum tentu mempunyai gairah yang tinggi untuk belajar, apalagi ikut mengembangkan pesantren di lingkungannya.

Namun demikian ada juga masyarakat yang merespon secara positif terhadap datangnya pesantren, karena dengan adanya pesantren masyarakat bisa menuntut ilmu dan bisa juga memetik keuntungan dengan mengadakan transaksi jual-beli untuk kebutuhan santri yang ada di dalam pesantren. Kebanyakan koperasi pondok pesantren (kopontren) barang kebutuhannya disuplai oleh masyarakat, terutama berupa bahan makanan. Hal ini karena permintaan yang tinggi sedangkan kopontren tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga

2


(12)

kopontren mengadakan kerjasama dengan masyarakat sekitar. Maka terjalinlah rantai perekonomian, masyarakat sebagai produsen, pesantren sebagai distributor dan santri sebagai konsumen. Dengan adanya kegiatan tersebut semua pihak saling memetik keuntungan. Pesantren juga memberikan pengaruh sosial kepada masyarakat dengan merubah status masyarakat sekitar pesantren menjadi masyarakat yang mempunyai kegiatan-kegiatan yang berarti untuk kelangsungan hidup mereka.

Kehadiran pesantren sebagai wadah untuk memperdalam agama, juga sebagai wadah penyebaran Islam yang diharapkan dapat terus menerus mewarisi dan terus memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan dari pengalaman sosial masyarakat lingkungannya. Tidak sedikit orang di kota maupun di desa yang belum mengenal agama sehingga banyak terjadi tindakan-tindakan asusila atau penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma agama.

Fungsi tersebut mengindikasikan bahwa pesantren harus berperan dalam perkembangan masyarakat sekitarnya, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Hal itu karena pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan dan lembaga sosial kemasyarakatan yang tumbuh secara diam-diam di pedesaan maupun di perkotaan.3

Kini banyak pesantren-pesantren modern yang mulai bermunculan, yang ditandai dengan bangunan-bangunan yang megah dengan kualitas yang bagus.

3


(13)

Bangunan yang megah mulai dibatasi dengan tembok-tembok pagar yang tinggi, yang berfungsi membatasi kehidupan pondok pesantren dengan masyarakat sekitar.4 Namun di mana pun pesantren itu berada sesungguhnya diharapkan dapat melaksanakan kewajibannya untuk peduli dengan masyarakat sekitarnya.

Figur Kyai, Santri dan seluruh perangkat fisiknya yang menandai sebuah pesantren senantiasa dikelilingi oleh sebuah kultur keagamaan. Kultur tersebut mengatur perilaku seseorang serta membentuk pola hubungan antara warga masyarakat bahkan hubungan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Dengan kata lain pesantren dengan figur Kyai, Santri dan seluruh perangkatnya berdiri sebagai jawaban terhadap panggilan keagamaan dan kebutuhan akan pengayoman. Secara pelan-pelan pesantren berupaya mengubah dan mengembangkan cara hidup masyarakat di sekitarnya.

Kehadiran pesantren sebagaimana digambarkan diatas juga terjadi di kampung Banyusuci Kecamatan Leuwiliyang Kabupaten Bogor yang menjadi sasaran penelitian ini. Sebelum datangnya pesantren, kehidupan di kampung ini diwarnai dengan sangat kurangnya pengetahuan tentang agama. Hal ini dapat terlihat pada kondisi kehidupan sehari-hari, sebagai contoh banyak terlihat ibu-ibu maupun remaja putri yang kurang memperhatikan aurat mereka ketika sedang melakukan kegiatan di sungai seperti mencuci dan mandi. Berangkat dari kenyataan seperti itu, maka yang menjadi fokus permasalahan dari penelitian ini

4

Proyek Peningkatan Pesantren, Pola Pemberdayaan Melalui Pesantren, Depag, Jakarta, 2001, h. 3


(14)

adalah peran Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dalam mempengaruhi perilaku keagamaan masyarakat Banyusuci.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, tampak bahwa pembahasan yang berkaitan dengan pengaruh pondok pesantren terhadap perilaku keagamaan masyarakat sangat luas. Agar lebih fokus maka penelitian ini ditekankan pada aspek “Pengaruh Kyai dan Santri Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami terhadap perilaku keagamaan masyarakat sekitarnya”. Berdasarkan fokus tersebut dan supaya menghasilkan pembahasan yang sistematis, terarah dan jelas, maka penulis menjadikan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami di Kampung Banyusuci, Bogor, Jawa Barat sebagai sasaran penelitian.

Pesantren ini dipilih terutama karena lokasinya yang relatif mudah dijangkau dari tempat penulis berada. Berdasarkan alasan yang telah diperoleh maka rumusan permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami khususnya Kyai dan santri terhadap perilaku keagamaan masyarakat Kampung Banyusuci Bogor.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penulisan ini terbagi dalam dua kategori, yaitu: 1. Tujuan umum


(15)

Memberikan pemahaman terhadap masyarakat atas pentingnya pendidikan pesantren.

Memberikan sumbangan masukan bagi keharmonisan hubungan antara pesantren dan masyarakat di sekitarnya.

Tujuan khusus

Adapun secara lebih khusus tujuan penulisan adalah:

a. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program strata I (satu) pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat pada Jurusan Sosiologi Agama.

b. Untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Sosial. c. Untuk memperluas khazanah keilmuan.

d. Untuk mengetahui pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro terhadap perilaku keagamaan masyarakat di Kampung Banyusuci Bogor.

Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah field research yakni penelitian lapangan yang dilakukan di Kampung Banyusuci Bogor. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari


(16)

orang atau perilaku yang diambil.5 Penelitian dilakukan melalui kegiatan deskriptif analisis, sebagai upaya memberikan penjelasan serta gambaran komprehensif tentang pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami terhadap kehidupan keagamaan masyarakat di Kampung Banyusuci Bogor.

Penelitian kualitatif di sini maksudnya adalah penelitian yang mempunyai latar belakang alami dan peneliti sendiri berperan sebagai instrumen inti. Studi yang di lakukan adalah studi deskriptif dimana data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata atau gambaran keadaan dari pada dalam bentuk angka-angka. Penulis berusaha menggambarkan fenomena yang ada di Kampung Banyusuci Bogor dan menggambarkan konsep yang ada dengan menghimpun fakta dan data yang relevan serta memaparkan secara mendalam sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai kegamaan masyarakat di Kampung Banyusuci Bogor Jawa Barat terhadap pengaruh pondok pesantren Umul Quro Al-Islami.

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, cet ke-2 tahun 2002.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Kampung Banyusuci RT. 04, RW. 04 Leuwimekar Leuwiliang Bogor. Alasannya adalah lokasi yang relatif

5

Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. 1999), cet.5 h. 83


(17)

mudah dijangkau dari tempat peneliti berada serta Pondok di mana penulis belajar.

3. Subyek Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Subyek utama penelitian ini adalah penulis sendiri yang melakukan pengumpulan data dengan tehnik sebagai berikut:

a. Wawancara

Yakni penulis memperoleh keterangan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penulis dengan responden yang menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).6 Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis melakukan wawancara dengan beberapa pihak, penulis mendapatkan jawaban dari 7 orang yang dianggap berwenang atau mengetahui masalah yang sedang diteliti.

b. Observasi pengamatan langsung

Yakni pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala dan obyek yang diteliti.7

Untuk memperkaya data dan interpretasi, penelitian ini juga menggunakan data sekunder dan kepustakaan sebagai penunjang.

6

M. Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), cet. 2 h. 182 7


(18)

Sistematika Penulisan

Secara garis besar penulisan skipsi yang bejudul “Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat Kampung Banyusuci Bogor” ini disusun kedalam beberapa bab yang terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN : Menerangkan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA : Menerangkan beberapa pengertian pondok pesantren seperti tujuan pondok pesantren dan fungsi pondok pesantren. Dan pengertian perilaku, seperti pengertian perilaku, pengertian prilaku agama, pengertian masyarakat, fungsi agama bagi masyarakat serta dimensi-dimensi keagamaan.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN SUBYEK PENELITIAN : Menerangkan tentang latar belakang pendidikan, ekonomi dan keadaan masyarakat di sekitar Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, subyek penelitian serta Visi dan Misi didirikannya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami.

BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN : Membahas tentang kondisi keagamaan masyarakat Banyusuci sebelum adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, kondisi keagamaan masyarakat Banyusuci setelah adanya


(19)

Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dan analisa pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami terhadap perilaku keagamaan masyarakat di kampung Banyusuci.

BAB V PENUTUP : Dalam bab penutup ini berisi mengenai kesimpulan dan saran-saran.


(20)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pondok

Pesantren

1. Pengertian Pondok

Istilah pondok sebenarnya berasal dari kata funduk dari bahasa Arab yang artinya hotel atau asrama.8 Pada zaman dahulu ada beberapa orang yang menuntut ilmu agama tinggal di satu tempat/pondok, apakah itu di rumah Kyai atau di pondok pesantren yang khusus dibuat untuk tempat tinggal para santri.

Dalam bahasa Indonesia nama pondok dan pesantren sering dipergunakan juga sebagai sinonim untuk menyebut "Pondok Pesantren", namun yang lebih ditekankan disini adalah pengertian dari pondok itu sendiri. Pondok adalah suatu tempat untuk kediaman bagi para santri atau siswa dimana terjadi proses belajar dan mengajar. Adapun penggabungan kata ini sesuai dengan sifat pesantren yang di dalamnya terdapat dua unsur komponen yang saling berhubungan satu sama lain yaitu merupakan sarana pendidikan keagamaan dan sarana kehidupan bersama dalam suatu kelompok belajar yang berdampingan secara berimbang.

Pondok atau asrama bagi para santri merupakan ciri khas tradisi pesantren yang diwariskan turun temurun sebagai tempat pencarian ilmu agama. Dulu,

8

H. M. Yacub, M, Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung : Angkasa 1984), h. 65


(21)

yang membedakan sistem pondok pesantren dengan luar pesantren adalah bahwa sistem pondok pesantren masih berbentuk tradisional dalam segi tempat, seperti di masjid, di rumah-rumah para kyainya. Dari segi pelajaranpun, pondok pesantren lebih cenderung pada pembelajaran kitab-kitab klasik/salafi lain halnya dengan sekolah luar. Namun, dewasa ini dari segi fasilitas dan materi pembelajaran sudah hampir sepadan yang masih membedakan adalah kitab-kitab klasik serta hubungan antara guru dan murid yang lebih dominan karena berada dalam satu lingkungan selama 24 jam.

Alasan utama mengapa pesantren harus menyediakan asrama atau pondok bagi para santri.9

- Kemashuran seorang kiyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam yang dapat menarik santri-santri yang jauh untuk dapat menggali ilmu dari kiyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama menyebabkan para santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap didekat kediaman kiyai.

- Hampir semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan yang cukup untuk dapat menampung santri-santri, maka dengan demikian perlulah adanya suatu asrama atau pondok khusus bagi para santri. - Adanya sikap timbal balik antara kiyai dan santri, dimana para santri

menganggap kiyai sebagai orang tuanya sendiri begitu pula kiyai

9

Zamakh Syari Dhofier, Tradisi Pesantren, StudiTentang Pandangan Hidup Kiyai, (Jakarta: LP3ES 1985), h. 46-47


(22)

menganggap santrinya sebagai titipan Tuhan yang senantiasa harus dilindungi.

Pondok tempat tinggal santri wanita biasanya dipisahkan dengan pondok santri pria, selain dipisahkan jauh dari rumah kiyai dan keluarganya juga dengan masjid dan ruang-ruang sekolahnya. Adapun keadaan kamarnya tidak jauh berbeda dengan asrama pria.

2. Pengertian Pesantren

Pondok pesantren sering juga disebut sebagai lembaga pendidikan tradisional yang telah beroperasi di Indonesia sejak sekolah-sekolah pola Barat belum berkembang. Lembaga pendidikan pesantren memiliki sistem pengajaran yang unik.

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pengertian “tradisional” dalam batasan ini menunjukkan bahwa lembaga ini hidup sejak ratusan tahun yang lalu dan telah menjadi bagian yang mendalam dari sistem kehidupan sebagian besar umat Islam di Indonesia, yang merupakan golongan mayoritas, dan telah mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perjalanan hidup ummat.10 Jadi, pengertian tradisional disini sebatas sumber-sumber hukum dan kitab-kitabnya. Sedangkan, metode pengkajian serta relevansi permasalahan yang terjadi

10


(23)

dianalogikan dengan sumber-sumber terdahulu agar tetap tidak menyimpang dengan ajaran dasar Islam. Sebagai contoh, gandum dianalogikan dengan beras karena memiliki unsur yang sama. Bukan “tradisional” yang berarti tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, pondok pesantren saat ini tidak bisa dikatakan tradisional, sebab telah mengalami perubahan sistem menjadi modern. Seperti adanya pembelajaran umum dan juga bahasa asing.

Kembali kepada istilah pesantren, yang di maksud pesantren ialah lembaga pendidikan Islam yang umumnya dilaksanakan dengan cara klasikal. Pengajarnya seorang yang menguasai ilmu agama Islam melalui kitab-kitab agama Islam klasik (kitab kuning dengan tulisan Arab, dalam bahasa Melayu kuno atau dalam bahasa Arab). Kitab-kitab itu biasanya hasil karya ulama-ulama Islam (Arab) dalam zaman pertengahan.

Pesantren adalah sebuah lembaga yang sangat penting untuk tetap memposisikan manusia pada dimensi spiritual. Kehadiran pesantren berfungsi sebagai wadah memperdalam agama dan mengamalkan atau terus memelihara kontinuitas tradisi Islam dan terus menerus mewariskannya kepada generasi berikutnya.

Jadi pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan agama, mengamalkan ajaran Islam secara mendalam, juga merupakan lembaga penyiaran agama dan lembaga keagamaan bagi masyarakat di sekitar pondok pesantren itu sendiri.


(24)

3. Fungsi Pondok Pesantren.

Pondok pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama.

a. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren menyeleggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi) dan pendidikan non formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu ulama- ulama fiqih, hadist, tafsir, tauhid dan tasawuf yang hidup diantara abad 7-13 Masehi. Kitab-kitab yang dipelajarinya, meliputi: tauhid, tafsir, hadis, fiqih, tasawuf, bahasa Arab (nahwu, sharaf, balaghah dan tajwid), mantiq dan akhlak. b. Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak dari berbagai lapisan

masyarakat muslim, tanpa membeda-bedakan tingkat status sosial, ekonomi, dan latar belakang orang tua mereka.

c. Ditengah komplek pesantren dapat dipastikan ada bangunan masjid, masjid tersebut berfungsi sebagai masjid umum. Selain sebagai tempat belajar para santri untuk menuntut ilmu agama juga sebagai tempat bagi masyarakat umum untuk beribadah. Masjid sering kali digunakan untuk menyelenggarakan majlis ta'lim (pengajian) diskusi-diskusi keagamaan dan sebagainya oleh masyarakat umum dan para santri.

4. Tujuan Pondok Pesantren

Tujuan pondok pesantren pada dasarnya membentuk manusia bertaqwa, mampu untuk hidup mandiri, ikhlas dalam melakukan suatu perbuatan, dengan


(25)

membela kebenaran Islam. Selain itu tujuan didirikannya pondok pasantren pada dasarnya terbagi dua hal:

a. Tujuan khusus, yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh Kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.

b. Tujuan umum, yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia berkepribadian Islam yang mampu dengan ilmu agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan agamanya.11 Sehubungan dengan ketiga fungsi pesantren tersebut, maka pesantren memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya, dan menjadi rujukan moral bagi masyarakat umum, terutama pada kehidupan moral keagamaan.

B. Perilaku

1. Pengertian Perilaku dan Agama

Perilaku adalah suatu tindakan rutin yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motifasi atau kehendak untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan dan hal itu mempunyai arti penting bagi dirinya. Sebagimana yang diungkapkan Weber, bahwa yang dimaksud perilaku adalah pelaku hendak mencapai suatu tujuan atau ia didorong oleh motifasi entah itu

11

H.M. Arifin dan Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (PT. Raja Grafindo Perkasa, 1996), h. 44


(26)

berupa perenungan, perencanaan, pengambilan keputusan dan sebagainya, serta entah kelakuan itu terdiri dari intervensi positif ke dalam situasi positif atau sikap yang sengaja tidak mau terlibat.12

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tingkah laku itu sama artinya dengan perangai, kelakuan dan perbuatan. Tingkah laku dalam pengertian ini lebih mengarah kepada aktivitas dan sifat seseorang.13

Di dalam kamus “Kamus Umum Bahasa Indonesia” perilaku dapat juga dikatakan dengan kata tingkah laku. Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa menyatakan bahwa, perilaku adalah setiap cara reaksi atau respon manusia, respon makhluk hidup terhadap lingkungannya, perilaku adalah aksi, reaksi, terhadap rangsangan dari luar.14 Selanjutnya Singgih D. Gunarsa menyatakan pula bahwa, perilaku manusia dengan segala tindakannya ada yang mudah untuk dilihat, tetapi ada juga yang sulit untuk dilihat dan hanya bisa diketahui dari hasil atau akibat dari perbuatan. Kecuali itu, perilaku ada yang tertutup atau terselubung (covert behavior) dan ada perilaku terbuka (overt behavior), yang termasuk perilaku tertutup antara lain; aspek-aspek mental meliputi persepsi, ingatan dan perhatian. Sedangkan perilaku terbuka adalah perilaku yang langsung dapat dilihat seperti; jalan, lari, tertawa dan lain-lain.15

12

K. J Veeger, Realitas Sosial, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 1993), h. 171 13

Ramayulis, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Kalam Mulya, 2002), h. 82 14

Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, (Jakarta: BPK Gunung Mulya,1995), h. 5

15


(27)

Dr. Kartini Kartono, juga mengatakan bahwa perkataan perilaku atau perbuatan mempunyai pengertian yang luas sekali. Yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motorik saja seperti berbicara, berjalan, berlari, berolahraga, bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berfikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalam bentuk tangis, tawa dan seterusnya. Kegiatan berfikir dan fantasi, misalnya tampak positif belaka namun kenyataannya kedua-duanya merupakan bentuk aktifitas psikis atau jiwani.16

Menurut Budiarjo, tingkah laku itu merupakan tanggapan atau rangkaian tanggapan yang dibuat oleh sejumlah makhluk hidup. Dalam hal ini tingkah laku itu walaupun harus mengikutsertakan tanggapan pada suatu organisme, termasuk yang ada di otak, bahasa, pemikiran, impian-impian, harapan-harapan dan sebagainya, tetapi ia juga menyangkut mental sampai aktivitas fisik.17

Dengan kata lain tingkah laku atau perilaku merupakan perangai, kelakuan dan perbuatan atau aktivitas dan sifat seseorang yang menyangkut mental dan aktivitas fisik.

Pesantren sebagai lembaga keagamaan, berusaha menciptakan generasi-generasi Islam yang memiliki imtaq (iman dan taqwa) yang tinggi, serta membekali mereka dengan pengetahuan agama sehingga dapat berinteraksi dengan lingkungan sesuai dengan norma-norma agama yang diajarkan dengan

16

Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung: Mandar Maju, 1996), h. 3 17


(28)

berakhlak mulia seperi baginda Rosulullah Muhammad SAW. Sehingga tutur kata dan tindakannya dapat menguntungkan diri sendiri dan orang lain.

Dalam mendefinisikan agama terkadang akan mengalami kesulitan. Kesulitan ini lebih disebabkan karena agama itu merupakan hal yang bersifat abstrak, karena agama menyangkut sistem kepercayaan, sistem nilai atau norma dan sistem ritus, dimana setiap agama mempunyai pola dan komponen yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Sehingga ada beberapa alasan mengapa kemudian istilah agama ini menjadi sulit untuk didefinisikan. Beberapa alasan tersebut, antara lain:

a.Karena pengalaman keagamaan itu soal batiniah dan sangat subyektif serta bersifat individualistik.

b.Tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih dari pada pembicaraan soal agama, maka dalam pembahasan arti agama selalu ada emosi yang kuat sehingga sulit memberikan arti kata agama itu.

c.Konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertian agama sehingga kerap kali ada perbuatan tujuan diantara para ahli tentang makna agama itu.18

Dari segi bahasa, yang dimaksud dengan agama di dalam kamus “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah suatu yang berhubungan dengan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan

18


(29)

Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Di samping itu, agama juga dikenal dengan istilah din dan religi yang pada umumnya dianggap memiliki pengertian yang sama dengan agama. Dalam terminologi Arab, agama biasa disebut dengan kata al-Din atau al-millah. Sebagaimana agama, kata al-Din mengandung berbagai arti. Al-Din atau al-millah yang berarti “mengikat”, maksudnya adalah mempersatukan segala pemeluknya dan mengikat dalam suatu ikatan yang erat.19 Al-Din juga berarti undang-undang yang harus dipatuhi, namun al-Din yang biasa diterjemahkan dengan “agama” menurut guru besar Al-Azhar Syaikh Muhammad Abdullah Badran, adalah menggambarkan suatu hubungan antara dua pihak di mana pihak yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada yang kedua. Dengan demikian, agama merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Hubungan itu terwujud dalam sikap batin serta tampak dalam praktik ibadah atau ritual yang dilakukannya, untuk kemudian tercermin dalam sikap dan perbuatan keseharian individu tersebut.20 Al-Din yang berarti agama itu bersifat umum, artinya tidak ditujukan kepada salah satu agama tertentu.21 Selain itu, kata agama juga dapat disamakan dengan kata religion (Inggris) atau religie

19

Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1952), h. 50 20

Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Masyarakat, (Bandung : Mizan, 1997), h. 210

21


(30)

yang keduanya berasal dari bahasa Latin religio dari akar kata religare yang memiliki arti “mengikat”. 22

Bahkan menurut kamus sosiologi, pendekatan terhadap pengertian agama (religion) mencakup tiga aspek yakni:

a.Menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual.

b.Merupakan seperangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri.

c.Idiologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural. 23

Maka, uraian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa, agama merupakan seperangkat peraturan atau undang-undang yang dapat mengikat manusia untuk dijadikan pedoman dalam hidupnya. Agama dianut oleh manusia untuk mengatur perikehidupan didunia ini, agar menjadi teratur dan selaras sesuai dengan tuntutan-tuntutan yang ada dalam agama. Sehingga tidak menimbulkan kekacauan.

Sedangkan perilaku agama adalah tingkah laku manusia yang diatur ataupun berdasarkan norma-norma agama sehingga tidak menyimpang yang dapat merugikan orang banyak ataupun diri sendiri.

2.Pengertian Masyarakat

Dalam studi masyarakat, individu tidak dipandang sebagai orang tersendiri tanpa hubungan lain. J. L. Gillin dan J. P. Gillin, menamakan masyarakat

22

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 6 23


(31)

sebagai kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Sedangkan menurut Auguste Comte, masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangannya tersendiri.24

Manusia dapat membentuk kepribadian yang khas bagi manusia, sehingga tanpa adanya kelompok manusia tidak akan mampu untuk dapat berbuat banyak dalam kehidupannya.25

Secara ringkas kumpulan individu dapat disebut sebagai masyarakat jika telah memiliki atau memenuhi empat syarat utama, yaitu : (a). Dalam kumpulan manusia harus ada ikatan perasaan dan kepentingan. (b). Mempunyai tempat tinggal atau daerah yang sama dan atau mempunyai kesatuan ciri kelompok tertentu. (c). Hidup bersama dalam jangka waktu yang cukup lama. (d). Dalam kehidupan bersama itu terdapat aturan-aturan atau hukum-hukum yang mengatur perilaku mereka dalam mencapai tujuan dan kepentingan bersama.

Dengan demikian, berarti masyarakat bukan sekedar kumpulan manusia tanpa ikatan, akan tetapi terdapat hubungan fungsional antara satu sama lainnya. Setiap individu mempunyai kesadaran akan keberadaannya di tengah-tengah individu yang lainnya. Sistem pergaulan didasarkan atas kebiasaan atau lembaga kemasyarakatan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan.

24

Dikutip oleh Abdul Shani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, (Pustaka Jaya, 1985), h. 46

25


(32)

Manusia tidak dapat hidup sendirian secara berkelanjutan tanpa mengadakan hubungan dengan sesamanya dalam bermasyarakat. Jadi masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan atau sistem nilai yang sama dan sebagian besar melakukan kegiatannya dalam kelompok tersebut.

C. Fungsi Agama Bagi Masyarakat

Pemahaman mengenai fungsi agama tidak lepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakatnya. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan analitis, dapat disimpulkan bahwa, tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dapat dikembalikan pada tiga hal yaitu: ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan.26 Untuk mengatasi itu semua manusia lari kepada agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan yang definitif dalam menolong manusia. Dengan kata lain, manusia memberikan suatu fungsi tertentu kepada agama.

Berbicara lebih lanjut mengenai fungsinya, agama sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan serta pemeliharaan masyarakat. Artinya bahwa dalam mengatur kehidupan sosial, agama memiliki kekuatan untuk memaksa

26


(33)

dan mengikat masyarakat untuk bisa mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Di pihak lain, agama juga berperan dalam membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para anggota masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka.27

Agama selain mempunyai peranan dalam masyarakat sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat dan melestarika, ia juga memiliki tanggung jawab untuk meluruskan kaedah-kaedah yang buruk serta penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh umat manusia di muka bumi ini. Di samping itu agama juga berfungsi sebagai pengajaran dan bimbingan yang tidak bisa diperankan oleh lembaga-lembaga yang profane. Masih banyak fungsi-fungsi agama yang tidak bisa terhitung bagi kehidupan manusia di dunia ini.28

Di sisi lain agama juga mempunyai beberapa fungsi bagi masyarakat, antara lain :

1. Fungsi Edukatif

Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas mengajar dan tugas bimbingan. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya baik di dalam upacara keagamaan,

27

Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 36 28


(34)

khotbah, pendalaman rohani dan lain-lain. Untuk melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti: Syaman, Dukun, Kyai, Imam, Nabi. Mengenai yang disebut Nabi ini dipercayai bahwa penunjukannya dilakukan oleh Tuhan sendiri. Kebenaran ajaran mereka yang harus diterima dan yang tak dapat keliru, didasarkan atas kepercayaan penganut-penganutnya, bahwa mereka dapat berhubungan langsung dengan “yang gaib” dan”yang sakral” dan dapat ilham khusus darinya. Agama-agama mempunyai pusat-pusat pendidikan yang di kenal dengan nama pondok, asrama, pesantren, biara dan lain-lain.

Kunci keberhasilan pendidikan kaum agamawan terletak dalam pendayagunaan nilai-nilai rohani yang merupakan pokok-pokok kepercayaan agama. Di antara nilai yang diresapkan pada anak didik ialah:makna dan tujuan hidup, hati nurani dan tanggung jawab, Tuhan, hidup, kekal, ganjaran atau hukuman yang setimpal dengan perbuatan yang baik atau yang jahat.29 2. Fungsi Penyelamatan

Setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang maupun sesudah mati. Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama, karena agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan yang terakhir, yang pencapaiannya

29

Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat; Pendekatan Sosiologi Agama, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 38-39


(35)

mengatasi kemampuan manusia secara mutlak, karena kebahagiaan itu di luar batas kekuatan manusia.

Dalam fungsi ini berarti agama mempunyai fungsi ekslusif bagi manusia: a. Agama membantu manusia untuk mengenal “yang sakral” dan

berkomunikasi dengan-Nya.

b. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang “salah” dengan Tuhan, dengan jalan pengampunan dan penyucian.

3. Fungsi Sosial Kontrol

Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya, terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok, karena:

a.Agama secara instansi, merupakan norma bagi pengikutnya

b.Agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (kenabian).30

Apabila dua persyaratan diatas terpenuhi maka manusia merasa bahagia yang intinya tidak lain ialah menemukan (kembali) dirinya sendiri terintigrasi dengan tertib alam fisik dan dunia sakral yang telah dirusak dengan langkah yang salah.31

30

Ramayulis, Pengantar Psikologi Agama, h. 40 31


(36)

D. Dimensi-dimensi Keberagamaan

Berbagai fenomena sosial banyak ditimbulkan oleh agama diantaranya berupa stuktur sosial, pranata sosial dan dinamika masyarakat. Dalam masyarakat majemuk atau plural, jika kita perhatikan, ekspresi agama yamg dianut oleh manusia sangatlah bervariasi dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini tentunya mengasumsikan bahwa agama-agama yang ada memiliki perbedaan pula dalam menjalankannya. Nampak bahwa perbedaan-perbedaan atau variasi-variasi itu bersifat sangat mendasar dan dapat pula dikatakan bahwa variasi itu amat terinci dan sangat jelas antara satu dengan yang lainnya. Namun begitu, diluar perbedaan dan variasi yang bersifat khusus dalam keyakinan dan praktek ibadah tersebut, nampaknya terdapat konsensus umum dalam semua agama di mana keberagamaan itu diungkapkan. Konsensus umum ini menciptakan seperangkat dimensi inti dari keberagamaan itu.

Menurut Glock dan Stark ada lima dimensi yang dapat dibedakan, di mana di dalam setiap dimensi aneka ragam kaidah dan unsur-unsur yang lainnya dari berbagai agama dunia dapat digolong-golongkan, dimensi-dimensi itu antara lain: keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan agama dan konsekuensi-konsekuensi.32

32

Robertson Roland, ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1993), h. 295


(37)

1. Dimensi keyakinan: Dimensi ini berisikan pengharapan-pengharapan di mana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi dalam agama dan tradisi yang sama keanekaragaman keyakinan itu seringkali terjadi.

2. Dimensi Praktek Agama: Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua aspek penting pertama ritual, berkaitan dengan seperangkat upacara-upacara keagamaan, perbuatan religius formal dan perbuatan-perbuatan mulia yang diinginkan oleh semua agama agar dilakukan oleh penganutnya. Kedua berbakti atau ketaatan, hampir sama dengan ritual akan tetapi memiliki perbedaan penting. Ketaatan dan ritual bagaikan ikan dengan air. Aspek komitmen ritual sangat formil dan bersifat publik, tetapi disamping itu semua agama yang dikenal mempunyai perangkat tindakan persembahan dan kontemplasi personal yang relative spontan, informal dan khas pribadi.33

3. Dimensi pengalaman: Dimensi ini berhubungan dengan pengalaman-pengalaman religius, yakni persamaan persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami oleh seorang pelaku atau yang oleh suatu kelompok

33


(38)

keagamaan (atau suatu masyarakat) dianggap melibatkan semacam komunikasi, betapapun halusnya, dengan suatu esensi mulia, yakni dengan Tuhan, dengan realitas tertinggi, dengan kekuasaan transendental.34 Tegasnya, ada kontras-kontras yang nyata dalam berbagai pengalaman tersebut yang dianggap layak oleh berbagai tradisi dan lembaga keagamaan dan agama juga bervariasi dalam hal dekatnya jarak dengan prakteknya. Namun setiap agama memiliki paling tidak nilai minimal terhadap sejumlah pengalaman subyektif keagamaan sebagai tanda kereligiusan individu.35 4. Dimensi pengetahuan agama: Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa

orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi keagamaan mereka. Dimensi ini berkaitan erat dengan dimensi keyakinan, karena pengetahuan tentang sesuatu yang diyakini merupakan prasyarat yang diperlukan bagi penerimanya. Namun pada hakekatnya, keyakinan tidak selalu berasal dari pengetahuan, demikian pula tidak semua pengetahuan agama dihubungkan dengan keyakinan terhadap agama itu. Seseorang bisa saja memegang teguh suatu keyakinan tanpa benar-benar memahaminya, artinya keyakinan dapat timbul atas pengetahuan yang sedikit.36

34

Robertson Roland, ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, h. 296 35

Robertson Roland, ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, h. 297 36


(39)

5. Dimensi konsekuensi: Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari kehari. Disini terkandung makna ajaran “kerja” dalam pengertian teologis.37

Hampir senada dengan yang dikemukakan oleh Glock dan Stark ini, Harjana berpendapat bahwa sistem atau struktur agama itu terdiri dari empat segi yakni: eksistensial, intelektual, institusional dan etika.38 Segi eksistensial menjelma dalam iman dan kepercayaan, dengan iman ini manusia membangun pandangan dunia world view dan sekaligus sebagai sumber dan penyangga hidup. Segi intelektual menyangkut bagaimana penganut agama memahami Tuhan, kitab suci, hakikat iman, ibadah dan moralitas yang terbentuk dalam pernyataan-peryataan, ungkapan-ungkapan, tulisan-tulisan dan simbol-simbol. Segi institusional berkenaan dengan kelembagaan dan pengorganisasian agama. Sedangkan segi etika mengungkapkan iman dan kepercayaan kepada Tuhan dalam perilaku. Iman kepada Tuhan ini tidak hanya mempengaruhi unsur batiniyah tetapi juga perilaku lahiriyah.39

Dalam bahasa lain disebutkan bahwa seperangkat dimensi inti dari keberagamaan itu terdiri dari dimensi intelektual, spiritual, mistikal dan

37

Robertson Roland, ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, h. 297 38

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung : Rosdakarya, 2001), h. 20

39


(40)

institusional.40 Pada intinya dimensi-dimensi tersebut memberikan implikasi yang seperti apa kemudian seseorang itu memahami keagamaannya sangat sukar untuk ditentukan secara hirarki.

40


(41)

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN SUBYEK PENELITIAN

A. Latar Belakang Pendidikan, Ekonomi dan Keagamaan Masyarakat di Sekitar Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami RW. 04/04 Kampung Banyusuci

Kampung Banyusuci merupakan salah satu kampung yang berada di bawah naungan Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Kampung Banyusuci terletak disebelah selatan dari kantor Kecamatan, luasnya sekitar 4,6 hektar. keadaan Kampung Banyusuci masih cukup asri, karena dikelilingi oleh beberapa sungai serta pohon-pohon yang cukup rindang sehingga terlihat seperti daerah perbukitan.

Sebagian besar masyarakat Banyusuci merupakan penduduk asli yang turun temurun bertempat tinggal di daerah pemukiman yang dialiri anak sungai Cigatet. Meskipun sebagian besar warga yang bermukim di kampung ini adalah penduduk asli, namun keadaan mereka tidak semapan para pendatang. Para pendatang menguasai hampir sebagian besar aspek kehidupan di kampung Banyusuci. Meski demikian, jarang sekali terjadi konflik di antara penduduk asli dan pendatang. Hal ini disebabkan mereka sudah berbaur dan menyatu dengan masyarakat dan menjadi keluarga besar masyarakat kampung Banyusuci yang satu sama lain saling melengkapi. Selain itu wilayah pemukiman kampung Banyusuci sudah cukup padat. Adapun jumlah


(42)

masyarakat Kampung Banyusuci RW. 04 RT. 04 berjumlah 336 Jiwa adapun jumlah laki-laki 180 Jiwa dan jumlah perempuan 156 Jiwa.

Untuk mengenal lebih dalam masyarakat Banyusuci, berikut ini rangkuman dari hasil wawancara terhadap beberapa orang warga setempat tentang latar belakang kehidupan mereka:

1. Latar Belakang Pendidikan

Secara garis besar masyarakat Banyusuci sangat menjunjung tinggi nilai pendidikan. Mereka bercita-cita menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin, akan tetapi keadaan ekonomi memaksa mereka untuk mengubur impiannya memiliki anak lulusan perguruan tinggi. Rata-rata remaja kampung Banyusuci hanya mampu menamatkan sekolah sampai SD dan SMP atau Tsanawiyah saja.

Sebagian kecil dari remaja Banyusuci ada yang menamatkan sekolah sampai perguruan tinggi. Mereka adalah remaja-remaja yang memiliki orang tua berkemampuan ekonomi di atas rata-rata, ada juga anak-anak yang sekolah sampai SMU atau Aliyah dari kalangan masyarakat biasa.

Bagi remaja yang menamatkan SMP atau Tsanawiyah pada masyarakat Banyusuci merupakan sebuah kemajuan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Para orang tua penduduk kampung Banyusuci sangat jarang yang sampai tamatan SD, mayoritas mereka berhenti dari sekolah setelah naik ke kelas 3 (tiga) atau 4 (empat) SD. Bagi mereka sekolah


(43)

hanya sarana untuk belajar baca dan tulis, setelah cukup menguasai kedua keterampilan tersebut, mereka merasa sudah cukup.

2. Latar Belakang Ekonomi

Letak geografis kampung Banyusuci yang hanya 1 (satu) kilometer dari pasar kecamatan memudahkan masyarakatnya mencapai pusat jual beli tersebut. Hal ini mendorong penduduk Banyusuci untuk bekerja di pasar sekalipun ada sebagian masyarakat yang bertani namun pada akhirnya mereka membawa hasil pertaniannya ke pasar.

Mayoritas penduduk kampung Banyusuci yang bekerja di pasar adalah para petani, pedagang kaki lima dan penjual asongan. Mereka tidak mampu menyewa kios di pasar karena tidak mempunyai modal. Bagi mereka berjualan bukan untuk memperkaya diri tetapi untuk memehuhi kehidupan sehari-hari. Bisa mendapatkan keuntungan yang cukup untuk memenuhi keperluan dapur dan jajan anak sudah merupakan berkah bagi mereka. Setiap hari para petani, pedagang kaki lima, dan penjual asongan tersebut berangkat ke pasar pagi-pagi dan setelah ashar mereka akan kembali. Dagangan yang mereka bawa ke pasar adalah buah-buahan yang didapat dari hasil panen dan dari para tengkulak. Jeruk merupakan komoditas utama diselingi dengan buah-buahan musiman seperti rambutan, cimpedak, dan duren.


(44)

3. Latar Belakang Keagamaan

Seluruh penduduk kampung Banyusuci beragama Islam. Mereka memiliki prasarana keagamaan yang memadai seperti masjid, musholla, dan majelis ta'lim. Acara-acara keagamaan yang diadakan di tempat peribadatan dipimpin oleh beberapa tokoh ulama, mereka adalah lulusan pesantren salaf. Para tokoh ulama agama yang biasa di panggil ustadz adalah para pendatang yang memperistri gadis Banyusuci selain itupula ada beberapa tokoh ulama yang berasal dari kampung tersebut.

Setiap minggu diadakan berbagai macam pengajian baik itu untuk ibu-ibu, bapak-bapak, dan remaja. Antusiasme masyarakat Banyusuci terhadap pengajian sangat besar terutama di kalangan ibu-ibu. Mereka membentuk kelompok pengajian yang beranggotakan beberapa orang ibu. Kelompok ini tidak hanya menghadiri pengajian di kampung Banyusuci saja, bahkan mereka menghadiri pengajian di kampung-kampung tetangga.

Para bapak dan remaja secara konsisten mengadakan tahlilan atau pembacaan rawi di musholla setiap malam Jum'at. Dalam acara ini mereka sengaja berkumpul untuk mengirim doa kepada arwah keluarga, kerabat, dan sesepuh yang telah meninggalkan mereka ke alam baka.

Meski kebanyakan penduduk Banyusuci taat beragama, bukan berarti kampung ini terbebas dari aktifitas maksiat. Ada sebagian penduduk yang hobi judi pancing, mereka membayar sejumlah uang untuk mengikuti lomba pancing


(45)

yang hadiahnya disediakan oleh pihak pengelola pemancingan ada juga yang melakukan judi sabung ayam dan lain-lain. Hal ini terjadi sejak lama.

B. Subyek Penelitian

1. Sejarah Singkat Berdirinya Pondok Pesanten Ummul Quro Al-Islami 41 Berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dimulai sejak awal tahun 1993 di mana pada waktu itu dalam tahap pencarian lokasi yang tepat untuk lembaga pendidikan pesantren yang ideal. Pada mulanya pemilihan lokasi adalah di Kampung Setu desa Leuwimekar. Karena ada kendala dengan pengadaan air untuk MCK, meskipun pondasi bangunan sudah selesai digali terpaksa diurungkan. Pada akhirnya mencari lokasi kembali dan menemukan lokasi di kampung Banyusuci Desa Leuwimekar. Daerah ini dikelilingi sungai Cigatet, yang merupakan muara dari sungai Cianteun. Lokasinya tidak jauh dari pusat kota kecamatan yang berjarak kurang lebih 800 m dari jalan protokol Jasinga – Bogor.

Pada tanggal 21 Juni 1993 M atau 1 Muharram 1414 H, mulailah tonggak awal sejarah berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, dengan ditandai peletakan batu pertama pondasi Masjid Jami` Umml Quro yang dilaksanakan oleh semua pegawai Muspika (Camat, Danramil dan Kapolsek) dan sebagian besar alim ulama disekitarnya serta sejumlah ulama dari Jawa Timur. Secara resmi pendidikan ini mulai beroperasi tepatnya pada

41


(46)

tanggal 10 Juli 1994 dan dibuka secara resmi oleh perintisnya dan disaksikan oleh seluruh staf pengajar, pengurus dan seluruh santri pertama waktu itu.

Pemilihan lokasi tersebut sungguh sangat tepat, karena melihat kondisi pendidikan masyarakat kampung tersebut yang sangat minim, dan tidak memenuhi wajib belajar 9 tahun. Minimal pesantren ini menjadi penggerak untuk menyadarkan masyarakat sekitarnya untuk menimba ilmu dan pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja hal sangat menggembirakan. Hasilnya sampai sekarang sudah banyak yang melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi setelah menamatkan jenjang pendidikan dasar (SD/MI), termasuk ke Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami. Namun masih ada sebagian masyarakat yang belum sadar untuk menyekolahkan anaknya agar menjadi manusia yang cerdas, beriman dan bertaqwa kepada Allah sehingga sebagian masyarakat disana justru lebih mendukung putra-putrinya untuk berdagang.

KH. Helmy Abdul Mubin, Lc sebagai pimpinan dan sekaligus sebagai perintis pesantren, dalam hal pencarian dana laksana menjemput bola untuk membebaskan tanah, membangun masjid, asrama dan sarana MCK. Sehingga tanah yang dibebaskan mencapai kurang lebih 1,5 ha dari para darmawan baik berupa hibah, infak, shodaqoh dan zakat. Artinya semua yang ada di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dari umat untuk umat, bahkan dana yang keluar juga banyak dari dana pribadi pimpinan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami.


(47)

Pembangunan fisik Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami telah dimulai secara tepat pada tanggal 21 Juni 1993 M, diawali dengan pembangunan Masjid Jami` dan kediaman pimpinan sementara dari bilik, karena beliau sudah pindah dari Pondok Pesantren Darul Rahman Jambu Sibanteng Leuwiliang. Kemudian disusul dengan asrama santri semi permanen di samping juga membangun kediaman pimpinan yang permanen, dilanjutkan dengan pembanguanan MCK permanen baik putra maupun putri. Untuk sementara asrama putri diletakkan di ruang tamu pimpinan yang memuat sekitar 25 santriwati. Pembangunan terus berlanjut sampai sekarang, seiring dengan banyaknya santri yang berminat untuk belajar di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami. Perkembangan itu bisa diklasifikasikan menjadi: 1) Pembangunan asrama dan ruang belajar 18 ruang, 2) Pembangunan asrama dan ruang belajar sementara 21 ruang, 3) MCK 6 unit, 4) Masjid dan perluasannya sampai sekarang (2 lantai) 1 unit. Pembangunan secara fisik terus akan dibenahi sampai betul-betul layak huni dan layak pakai untuk sebuah lembaga pendidikan yang efektif.

Secara resmi Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami mulai beroperasi pada tanggal 10 Juli 1994, dengan pimpinan KH. Helmy Abdul Mubin, Lc. Beliau alumnus Madinah University, Saudi Arabia. Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami ini berdiri di bawah naungan Yayasan Ummul Quro, sekaligus sebagai pusat dari lembaga lain yang ingin dikembangkan di kemudian hari.


(48)

Yang melatar belakangi berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami adalah karena adanya kesadaran serta niat pengabdian terhadap Masyarakat untuk mengamalkan ilmu agama yang bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah SWT, mencerdaskan bangsa serta dapat membekali generasi masa depan dengan Iman dan Taqwa dan ilmu pengetahuan agar dapat meminimalisir usaha-usaha yang digencarkan oleh para misionaris dan orientalis dalam rangka mengikis nilai-nilai Islam melalui ghazwatul afkar. Selain itu, karena tuntutan dan permintaan kaum muslimin kepada pendiri untuk mendirikan suatu wadah pendidikan yang bernuansa Islam namun dapat bersaing dengan dunia luar dan yang terakhir adalah turut serta mencerdaskan dan mensukseskan program pendidikan wajib belajar pemerintah.

Semangat yang tinggi untuk merintis pesantren ideal semacam ini berangkat dari pengalaman beliau pada masa belajar di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo, yang penuh kegetiran untuk membantu para dhuafa', sekaligus pengalaman beliau dalam memimpin Pondok Pesantren Darul Rahman cabang Jambu Sibanteng Leuwiliang selama 11 tahun, sekaligus beliau banyak menyusun buku pegangan materi berbahasa Inggris. Dari sini terlintas di benak beliau keinginan untuk mendirikan pesantren yang memadai sebagai tempat untuk menyalurkan keinginan umat Islam dalam mempertahankan nilai-nilai Islam dan syariatnya


(49)

Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami bersifat independen dan untuk semua golongan, maksudnya adalah tidak berafiliasi pada salah satu organisasi keagamaan manapun dan tidak melibatkan diri dalam aktivitas- aktivitas politik aktif. Jadi pondok ini untuk semua umat Islam dan milik semua umat yang betul-betul berminat untuk tafaqquh fiddin, supaya sesuai dengan salah satu jiwa kepesantrenan, yaitu "Berpikir Bebas" dengan tetap berdasarkan kepada nilai-nilai keagamaan yang kental, sehingga tertanam jiwa optimisme yang besar.

2. Tujuan berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami

Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami sebagai lembaga pendidikan sekaligus sebagai proyek masa depan umat, maka harus bisa menunjukan keseriusan dalam pengkaderan umat supaya lembaga ini bisa melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kepentingan umat, dunia dan akhirat.

Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami bukan hanya peduli pada iman, ilmu dan amal saja, akan tetapi didalam seluruh asfek kehidupan bisa diterapkan dalam kondisi apapun dan dalam perkembangan zaman yang semakin menggelobal ini. Untuk bisa menatap pada pendidikan yang ideal maka pesantren telah merumuskan tujuan institusional yang sangat diprioritaskan sebagai berikut:


(50)

− Mempertahankan mundzirul qoum (orang yang memberi peringatan kepada umat) dalam segala sektor

- Mempertahankan pemimpin muslim yang luas pengetahuan agamanya dengan memiliki mental keterampilan yang baik.

- Mempertahankan guru-guru agama Islam yang luas keislamannya dan tidak ekstrim.

b. Tujuan Khusus

- Mendalami ilmu-ilmu agama Islam secara luas dan mendasar.

- Melatih dan membiasakan mu'amalah (pergaulan) yang baik dan benar, baik dengan sang Khaliq atau sesama mahkluk serta lingkungan sekitarnya.

- Melatih kepemimpinan dan manajemen yang tangguh dan bertanggung jawab melalui organisasi santri (Organtri) dan media lainnya.

- Melatih mengajar yang baik dan berbicara dengan bahasa Arab dan Inggris dan bisa menyampaikan dakwah islamiyah dengan dua bahasa baik lisan maupun tulisan dengan baik dan benar.

- Pelatihan keterampilan dan ketangkasan melalui kursus-kursus, seperti: kursus komputer, jurnalistik, dan keterampilan-keterampilan lainnya.


(51)

Dari tujuan tersebut di atas, maka para santri Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dituntut untuk bisa mengarah kepada tuntutan zaman dan dapat memenuhi tuntutan masyarakat setelah menjadi alumni. Tuntutan masyarakat adalah teori dan prakteknya, maka segala kegiatan yang ada di pesantren, baik itu intra maupun ekstra diwarnai dengan suasana yang islami dalam artian segala kegiatan hanya untuk ibadah.

3. Riwayat Singkat Pimpinan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami adalah salah satu lembaga pendidikan yang ada di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Pondok Pesantren Ini berlokasi di Kampung Banyusuci RT. 04 RW. 04 Desa Leuwimekar Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Pondok ini didirikan oleh KH. Hemi Abd Mubin, Lc yang di lahirkan di Madura pada tanggal 23 maret 1956 dari pasangan Abdul Mubin dan Musarah, beliau adalah anak pertama dari dua bersaudara dan adiknya bernama Izzati.

KH. Helmi Abd Mubin, Lc melangsungkan pernikahan pada tahun 1984 oleh seorang wanita yang bernama Fatimah Nursalim (adik ipar dari KH. Syukron Ma'mun) yang kemudian memiliki dua putri yang bernama Nuril Izzah Dan Ummu Hafsoh. Beliau adalah alumnus Gontor yang kemudian melanjutkan studinya kesalah satu perguruan tinggi di Madinah Saudi Arabia di Islamic University Madinah.

KH. Helmi Abd Mubin, Lc telah dibantu oleh berbagai pengalamannya mengenai asin garamnya mendidik santri. Sebenarnya sejak tahun 1987


(52)

beliau sudah berangan-angan ingin mendirikan sebuah pesantren, kemudian hasratnya baru terwujud pada tahun 1993. dengan modal Bismillah Beliau membangun Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dengan dana Rp. 250.000.- yang berlokasi di Banyusuci, sebelumnya Beliau mempunyai enam lokasi untuk Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami namun atas saran Guru Beliau dari enam lokasi tersebut tanah yang paling timur yaitu Banyusuci yang menjadi pilihannya.

Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, demikian Beliau menamakan Pesantren ini. Nama ini sengaja diambil dari nama lain di Kota Suci di Mekkah sebagai tabarukan dengan harapan semoga pendiri dan pembantu-pembantunya memiliki niat suci dan Pesantren ini dikunjungi Umat Islam dari seluruh Dunia.

a. Faktor Pendukung

Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami di Kampung Bunyusuci Desa Leuwimekar berdiri sejak tahun 1993 tetapi mulai beroperasi pada tahun 1994. Banyak faktor yang menjadikan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami cepat berkembang seperti sekarang ini dengan total santri kurang lebih 2000 orang. Salah satu faktor yang sangat signifikan adalah pengalaman pimpinan Pesantren yang telah mengajar diberbagai Pondok Pesantren Moderen, Beliau adalah tamatan Gontor yang telah mencicipi pengalaman menjadi pengajar dialmamaternya selama satu tahun kemudian menuruskan pengabdiannya di Pondok Pesantren


(53)

Al-Amien. Beliau menyebrang ke Jakarta untuk menambah pengalaman mengajarnya, pesantren yang dituju adalah Pondok Pesantren Darul Rahman yang kebetulan dipimpin seorang Kiayi asal Madura. Selama mengajar di Pondok Pesantren tersebut Beliau menimba pengalaman dengan mengajar di SMP Al-Azhar Kemang.

Selain mengembangkan ilmu dengan mengajar. Beliaupun mengembangkan diri dengan meneruskan studinya di Universitas Madinah hingga mendapatkan gelar Lc. Setelah lulus dari Madinah Beliau kembali ke Jakarta dan meneruskan pengabdiannya di Pondok Pesantren Darul Rahman. Dengan modal pengalamannya dimadinah Beliau mendapatkan kepercayaan dari pimpinan Pondok Pesantren Darul Rahman pusat, Beliau di percaya untuk memimpin Pondok Pesantren Darul Rahman cabang Bogor tepatnya di Leuwiliang.

Setelah 10 tahun memimpin Pondok Pesantren Darul Rahman dengan prestasi yang cukup membanggakan Beliau mampu menjadikan Pondok Pesantren Darul Rahman sebagai Pondok Pesantren terbesar di Bogor barat, inilah yang menjadi dasar berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, setelah bertahun-tahun mengurusi Pesantren lain Beliau berkeinginan untuk mendirikan Pesantren sendiri.

Selain faktor pengalaman pimpinannya. Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami juga berkembang karena letaknya yang strategis dan mudah di akses dari arah manapun. Dengan letak geografis di dataran


(54)

tinggi para santrinya juga disuguhi pemandangan alam yang indah di pinggiran sungai Cigatet dan Cianten. Selain pemandangan yang indah Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami juga terletak tidak jauh dari pusat perdagangan Pasar Leuwiliang dan Terminal Leuwiliang.

Faktor terakhir yang mendukung perkembangan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami adalah biaya yang terjangkau oleh semua kalangan Rp. 250.000.- perbulan santriawan dan santriwati mendapatkan makan tiga kali dalam sehari, bimbingan belajar oleh ugru-guru yang mayoritas bermukim di Pesantren serta asrama yang memadai tempat para santri tinggal.

b. Faktor Penghambat

Pada awal berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami banyak sekali faktor yang menghambat perkembagan Pesantren ini terutama faktor ekstern dari sebagian masyarakat sekitar Pondok. Mereka secara terang-terang menentang pendirian Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dengan memblokir jalan masuk Pesantren dan meruntuhkan jembatan yang menghubungkan pesantren dengan wilayah perkampungan. Hal ini mereka lakukan kerena ketidak tahuan mereka akan Misi dan Visi Pesantren, mereka beranggapan dengan adanya Pesantren Moderen akan merusak tatanan keberagamaan yang sudah mengakar dalam masyarakat.


(55)

Tidak hanya sampai di situ, gangguan secara halus pun juga dilancarkan dan yang menjadi sasaran adalah para santri baru, baik berupa gangguan makhluk halus yang membuat mereka tidak betah untuk belajar dan menetap di pondok pesantren. Selain faktor di atas yang telah disebutkan, juga dikarenakan adanya tokoh masyarakat sekitar yang merasa tersaingi eksistensinya dimasyarakat dengan kedatangan orang baru yang lebih dalam dan matang ilmu pengetahuannnya.

Selain dari faktor masyarakat itu sendiri, yang lebih penting dan merupakan faktor penghambat adalah belum tersedianya sarana MCK yang memadai serta air bersih, sehingga mereka harus bersusah payah melewati ilalang yang cukup tinggi dan sawah-sawah untuk mandi dan mencuci. Terlebih pada malam hari di mana alat penerangan masih terbatas. Bagi seorang murid yang baru mengalami keadaan seperti ini pasti akan terkejut dan kaget dibandingkan apa yang mereka rasakan di rumah dengan fasilitas yang serba lengkap, air bersih yang selalu mengalir setiap hari, serta tempat bermain dan bergabung dengan teman-temannya tanpa adanya aturan-aturan yang harus mereka laksanakan dan taati.

Faktor lain yang tidak kalah beratnya yang menjadi hambatan bagi perkembangan Pesantren adalah minimnya dana yang dimiliki


(56)

memiliki banyak santri pada tahun-tahun pertama berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, sehingga pimpinan sempat meminjam uang ke beberapa orang untuk keperluan pembangunan.

C. Visi dan Misi Didirikan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami 1. Visi Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami

Visi Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami sebagaimana telah dirumuskan oleh pimpinannya bahwa Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami adalah lembaga iqamatuddien yang berupaya mencetak generasi mutafaqqih fiddien, ahli zikir dan ahli fikir yang memiliki motivasi semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengharapkan ridho-Nya. Selain itu juga memiliki kompetensi dasar penguasaan ilmu agama (al-ullm at-tanzilliyah) dan ilmu-ilmu alam (al-ullum al-kauniyah) dengan menerapkan fungsi kholifah di atas bumi yang tercermin dalam sikap proaktif, kreatif, inovatif untuk manfaat sebesar-besarnya bagi manusia dan seluruh alam.

2. Misi Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami

Untuk mewujudkan Visi sebagaimana dirumuskan diatas, pimpinan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami telah menetapkan Misi Pondok Pesantren sebagai berikut:

a. Mendidik pribadi muslim yang berkualitas imaniyah, ilmiah dan amaliyah serta mampu melaksanakan da'wah ilal-khoir, amar ma'ruf


(57)

dan nahi munkar. Yang berarti bahwa terciptanya generasi muslim yang memiliki keimanan, ilmu pengetahuan, serta menjadi teladan dalam tingkah laku sehingga mampu mengajak pada kebaikan dan mencegah kemunkaran.

b. Mencetak pribadi unggul dan trampil berbahasa Arab dan Inggris secara lisan dan tulisan, karena dua bahasa tersebut merupakan bahasa internasional yang digunakan seluruh dunia baik dalam ilmu pengetahuan maupun produk-produk barang dan jasa.

c. Membentuk generasi moderat dan toleran yang mampu hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai pemersatu umat.

d. Mewujudkan dan mengembangkan lembaga pendidikan berkualitas, terjangkau oleh semua lapisan masyarakat dan menjadi munzirul qoum, sebab banyak lembaga pendidikan saat ini yang hanya dijadikan lahan bisnis tanpa memperhatikan rakyat kecil maka Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami tampil dengan mengedepankan kualitas dan biaya yang terjangkau.


(58)

BAB IV

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

A. Kondisi Keagamaan Masyarakat Banyusuci Sebelum Adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami

Lingkungan di luar pesantren dinamakan masyarakat, mereka mungkin bisa berada di sekitar lingkungan pesantren atau berada di wilayah lain dimana pesantren itu berada. Dimanapun pesantren itu berada, maka sudah menjadi kewajiban untuk menjadi peduli pada kondisi masyarakat sekitarnya. Idealnya memang sebuah lembaga pondok pesantren memiliki upaya-upaya untuk mengembangkan masyarakat sekitarnya. Sehingga pada daerah-daerah yang terdapat pondok pesantren diwarnai oleh keberdaan pesantren tersebut.

Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan telah lama dilaksanakan oleh intuisi ini, namun sejalan dengan perkembangannya, maka peran lembaga inipun meluas. Tidak hanya bergerak dibidang pendidikan saja, tetapi juga di bidang sosial masyarakat dan penyiaran agama, karena kebaradaan pesantren biasanya berpengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap pembentukan watak masyarakat sekitar.

Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dalam pengaruhnya untuk merubah perilaku keagamaan masyarakat Kampung Banyusuci melalui beberapa upaya diantaranya dalam bidang pendidikan, baik formal maupun non formal,


(59)

dalam bidang da’wah melalui pengajian dan peringatan hari besar Islam, serta dalam bidang sosial.

Sebelum berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami masyarakat Kampung Banyusuci merupakan salah satu masyarakat yang kurang agamis, akan tetapi mereka telah mengenal ajaran agama dengan baik walaupun pada dasarnya pengetahuan ajaran agama mereka belum begitu mendalam.

Pada taraf pengetahuan rukun Iman dan rukun Islam, mayoritas masyarakat Kampung Banyusuci mengetahui dengan baik, tentang Tuhan mereka, jumlah Nabi yang wajib diketahui, macam-macam shalat wajib, sunnah dan lain-lain. Tetapi pengetahuan tentang implementasi dari ibadah yang mereka lakukan terkadang belum diketahui sepehuhnya. Seperti contoh: mereka mengetahui bahwa shalat itu wajib, tetapi tata cara mengerjakan shalat dan hal-hal yang harus dilakukan sebelum shal-halat, seperti wudhu kurang begitu di mengerti, begitu juga ha-hal yang membatalkannya dan tidak membatalkannya selain dari yang keluar dari dua lubang.

Jika dilihat dari keadaan masyarakat Kampung Banyusuci sendiri, hal-hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor:

1. Faktor ekonomi, dimana rata-rata keadaan perekonomian masyarakat Kampung Banyusuci adalah menengah kebawah, sehingga untuk melanjutkan anak-anak mereka kesekolah yang lebih tinggi menjadi manusia seutuhnya menjadi terhambat.


(60)

2. Faktor pendidikan, minimnya generasi-generasi yang dapat meneruskan estapet para Ulama untuk dapat mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat banyak.

3. Faktor lingkungan, yang memang rata-rata masyarakat Kampung Banyusuci tidak mengenyam pendidikan sehingga banyak waktu kosong dan kekosongan tersebut yang pada akhirnya dapat menimbulkan hal-hal yang negatife, kriminal bahkan tindakan-tindakan asusila yang melanggar norma agama.

Kebiasaan-kebiasaan buruk ditengah-tengah masyarakat seperti mandi dikali di tempat terbuka baik tua maupun muda-mudi, jelas akan berdampak negatife bagi semua pikah, tidak hanya pada kalangan tua bahkan generasi mudapun akan mudah terjerumus kedalam tindakan asusila tersebut. Maka tidak heran, jika terdapat pernikan dini atau MBA (married by accident) apalagi ditambah dengan minimnya pengetahuan agama yang mereka miliki.

Rasa sosial keagamaan yang ada pada masyarakat Kampung Banyusuci kurang tertanam dalam kehidupan mereka. Hal ini antara lain disebabkan oleh usaha-usaha dan karya pendahulu mereka dan sampai sekarang ini dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya, sehingga mereka kurang memiliki fanatisme pada agama.

Rasa percaya diri dan keyakinan terhadap Allah kurang tertanam dalam tingkah laku dan perbuatan mereka sehari-hari yang senantiasa tidak diwarnai


(61)

dengan nilai-nilai keagamaan sebagai contoh mandi tanpa berbusana ditempat terbuka, judi sabung ayam, judi pancing dan sebagainya.

Sarana-sarana keagamaan tidak cukup dan kurang memadai. Adapun lembaga pendidikan kurang tersebar di Kampung Banyusuci, pada prinsipnya ada beberapa majlis ta’lim dan madrasah diniyah itupun kurang peminatnya. Mereka lebih mementingkan kepentingan atau kebutuhan yang bersifat duniawi.

Masyarakat Kampung Banyusuci lebih antusias melakukan kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan (yang bersifat menghibur) seperti acara perayaan kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dibarengi dengan acara hiburan seperti dangdut dan yang lainnya. Sedangkan pada kegiatan sosial keagamaan masyarakat kurang merespon, hanya golongan bapak-bapak dan ibu-ibu yang mau mengikuti, ironisnya para ustadz di kampung tersebut masih sedikit dan keilmuannya pun relatif kurang. Mereka tidak menggunakan media da’wah yang komperhensif, sehingga masyarakat Kampung Banyusuci kurang tersentuh dengan ajaran-ajaran keagamaan karena metode yang digunakan adalah metode tradisional yang tidak mengikuti perkembangan zaman.

Banyak sekali kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Banyusuci seperti: pengajian, baik yang dilakukan di rumah atau di majlis ta’lim, biasanya pengajian tersebut dipimpin oleh seorang ustadz atau ustadzah yang memberikan penjelasan tentang masalah keagamaan yang terdapat dalam kitab suci Al-qur’an dan Hadits Nabi, serta penjelasan tentang tata cara beribadah yang baik dan benar. Akan tetapi masyarakat disana kurang


(62)

merespon program tersebut, terbukti kurangnya kaum ibu, bapak dan remaja untuk menghadiri kegiatan tersebut, dikarenakan kesibukan mereka untuk mencari kebutuhan ekonomi keluarga mereka.

Sangatlah jelas permasalahan agama yang diajarkan oleh para pengajar hanya dijadikan sebagai kegiatan yang mempunyai arti tanpa adanya pengaruh yang tertanam dalam hati mereka. Namun mereka yakin bahwa agama yang diajarkan menghimbau ummatnya agar berperilaku baik, baik dengan Tuhan maupun dengan ciptaan-Nya. Artinya pemahaman agama disini dapat dilihat dari tiga dimensi keagamaan yang pada dasarnya ada lima akan tetapi penulis hanya menekankan tiga dimensi saja antara lain dimensi keyakinan, dimensi pengetahuan dan dimensi ibadah.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, “masyarakat Kampung Banyususci meyakini bahwa Allah itu ada dan mengetahui segala macam yang ada di langit dan bumi beserta isinya. Sebaliknya jika kita tidak meyakini dengan adanya Allah maka disebut kufur dan masyarakat Kampung Banyusuci percaya akan malaikat-malaikat, Nabi-nabi dan Rosul-Rosul Allah, serta qodho dan qodar yaitu ketentuan Allah berlaku bagi manusia.”42

“Masyarakat Kampung Banyusuci mempunyai pengetahuan tentang keagamaan bahwasanya mereka telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, kalimat itu sangat penting yang merupakan syarat bagi seorang muslim dan juga pengakuan hamba terhadap Allah dan Rosulnya serta mereka tahu kewajiban-kewajiban selain mengucapkan dua kalimat syahadat seperti sholat, zakat, puasa dan haji.”43 “Ibadah itu dibagi dua ibadah mahdho dan goiro mahdho, bahwasanya Allah mewajibkan sholat fardu lima waktu yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun walaupun dalam keadaan sakit yang parah. Sholat mempunyai banyak pengaruh bagi perilaku seseorang dalam kehidupan

42

Wawancara pribadi dengan Asep Umar, warga Kampung Banyusuci, Bogor 20 Mei 2008 43


(63)

sehari-hari, orang yang menjalankan sholat dengan khusyu dan benar akan mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”44

Pada umumnya masyarakat harus mengetahui macam-macam zakat yang diwajibkan, contoh zakat fitrah yang dikeluarkan pada saat bulan suci ramadhan dan mengetahui hakekat puasa bahwa puasa adalah menahan rasa haus dan lapar dan segala hawa nafsu, disamping kewajiban puasa ramadhan ada juga puasa sunnah seperti puasa senin dan kamis dan lain-lain.

Bagi masyarakat Kampung Banyusuci yang mampu (mempunyai kelebihan harta) wajib hukumnya melaksanakan haji ke Baitullah dan berharap akan menjadi haji yang mabrur dan dari keterangan diatas dapat diukur kesempurnaan ibadah seseorang.

B. Kondisi Keagamaan Masyarakat Banyusuci Setelah Adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami

Kondisi keagamaan masyarakat Kampung Banyusuci setelah adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Perubahan itupun menyentuh segala aspek kehidupan seperti pendidikan, perekonomian, dan kegiatan-kegiatan keagamaan. Ini merupakan keuntungan bagi kehidupan masyarakat Kampung Banyusuci terbukti dengan adanya beberapa orang tua kampung tersebut yang menyekolahkan anaknya pada

44


(64)

sekolah-sekolah agama yang ada di sekitanya, bahkan ada beberapa orang tua yang menyekolahkan anaknya di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami.

Banyaknya masyarakat Kampung Banyusuci yang antusias menyekolahkan anaknya di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dikarenakan:

1. Biaya yang relatife murah dengan tetap menjaga kualitas pendidikan yang dapat menciptakan generasi-generasi Islam penerus bangsa. 2. Sitim pendidikan dengan perpaduan salafi dan moderen, sehingga

masyarakat Kampung Banyusuci berpikir bahwa alumni-alumni Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dapat menghadapi masa depan diera globalisasi dengan Imtak dan Imtek.

3. Jiwa sosial yang tinggi kepada masyarakat sekitar dari pimpinan Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, sehingga menarik simpati masyarakat, seperti pembagian zakat kepada orang-orang yang tidak mampu disekitar Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami khususnya Kampung Banyusuci, pembagian daging dari hewan kurban bahkan membebaskan biaya santri-santri yang memang tidak mampu dari segi biaya untuk tetap belajar di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami.

Masalah etika berpakaian bagi kaum ibu dan remaja putri telah mengalami perubahan dan peningkatan kearah yang lebih baik. Sekarang kebanyakan para wanita disekitar lingkungan pesantren khususnya pada


(65)

masyarakat Kampung Banyusuci telah menggunakan busana tertutup dan berjilbab, padahal sebelumnya mereka menyukai pakaian-pakaian yang tidak menutupi aurat. Hal ini merupakan awal perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Proses perubahan secara bertahap merupakan hal yang biasa ditemui oleh para pembaharu. Islampun ketika datang tidak serta merta diterima khalayak ramai, tapi membutuhkan proses yang cukup panjang. Sebagai contoh, pada awal-awal berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, kebutuhan air di Pesantren masih cukup minim sehingga hal-hal seperti wudhu pada setiap shalat, sebagian santri harus berwudhu dikali.

Dengan sering adanya kegiatan keagamaan dalam pesantren, masyarakat Kampung Banyusuci terbiasa diperlihatkan aktivitas keagamaan yang dilakukan oleh para santri, hal itu mempengaruhi peningkatan aktivitas ibadah mereka kepada Allah SWT. Ini terealisasi dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat yang secara tidak langsung meniru kegiatan-kegiatan keagamaan yang mereka lihat dalam lingkungan pesantren.

Apalagi dengan adanya beberapa santri yang kini telah menjadi ustadz dari kalangan warga Kampung Banyusuci sendiri, memberikan suasana baru bagi mereka, sebab dapat dijadikan panutan dan teladan karena ustadz tersebut dari warga Kampung Banyusuci.

Para ustadz yang mengajar di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami yang berasal dari Kampung Banyusuci akan dapat lebih mudah mengajarkan ilmu-ilmu agama karena telah mengetahui karakteristik masyarakat tersebut,


(66)

sebab, semakin kita mengetahui karakteristik seseorang, semakin mudah kita mencari jalan untuk dapat masuk kedalam kehidupan mereka. Namun, sebaliknya semakin kita tidak mengenal adat istiadat mereka semakin sulit kita menyampaikan da’wah yang diinginkan.

Setelah berdirinya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami perilaku tersebut lambat laun mengalami perubahan perubahan yang sangat drastis. Sebagian pemuda yang awalnya kurang berperilaku baik menjadi lebih baik karena sering bergaul dan belajar dari para santri dan sebagian dewan guru yang berada di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami.

Bagaimanapun juga pondok pesantren merupakan wadah untuk belajar dan mempraktekkan kegiatan-kegiatan ibadah. Semakin sering masyarakat diberikan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan keagamaan lambat laun perubahan sikap, mental dan tingkah laku akan menjadi lebih baik dan itu yang diharapkan dari Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami.

Dari segi ekonomi setelah adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami keadaan masyarakat sangat membaik, ini terbukti dari yang awalnya mereka bermata pencaharian bertani dan berdagang, kini sebagian dari mereka ada yang menjadi tenaga pengajar, buruh bangunan, binatu dan menjual makanan di kopontren.


(67)

C. Pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat Kampung Banyusuci.

Sebagaimana yang diuraikan di atas, data-data yang diperoleh terutama data-data yang berkaitan dengan pengaruh Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami terhadap perilaku keagamaan masyarakat Kampung Banyusuci dapat ditafsirkan bahwa setelah adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami perilaku keagamaan masyarakat sekitar jauh lebih baik dibanding sebelum adanya Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, hal ini dapat dilihat dari beberapa faktor:

1. Ekonomi.

Peningkatan perekonomian masyarakat sekitar Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami khususnya masyarakat Kampung Banyusuci sangat signifikan, baik dari peningkatan penghasilan yang tidak tetap menjadi tetap baik itu menjadi karyawan di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami, misalnya menjadi petugas kebersihan, tukang bangunan, petugas binatu bagi santri dan para ustadz di Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami dan ada juga yang menjadi pengajar.

2. Budaya.

Budaya keagamaan masyarakat sekitar mengalami perubahan dan peningkatan baik dari kualitas keagamaan yang pada awalnya kurang memiliki daya tarik untuk diikuti menjadi mengalami gairah untuk mengikuti kegiatan tersebut, sehingga langkah demi langkah masyarakat


(68)

mulai mengamalkan ajaran-ajaran Islam baik dalam hal berbusana maupun kebiasaan-kebiasaan yang berlandaskan Islam.

3. Pendidikan.

Dalam hal pendidikan masyarakat sekitar Pondok Pesantren Ummul Quro Al-Islami khususnya masyarakat Kampung Banyusuci mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini dapat dilihat dari banyaknya anak-anak sekitar Pesantren khususnya Kampung Banyusuci yang taraf pendidikannya rendah menjadi lebih baik terbukti dengan semakin banyaknya para orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya baik itu ke sekolah umum ataupun sekolah agama.

4. Keagamaan.

Mengenai keagamaan, masyarakat Kampung Banyusuci banyak mengalami peningkatan pemahaman agama, yang pada awalnya hanya mengikuti ajaran agama hanya pada pokoknya saja dalam hal ini bisa dikatakan pemahaman mereka salafi yang menimbulkan fanatisme pada aliran tertentu menjadi terbuka wawasan pemikiran mereka tentang aliran yang sebelumnya mereka tidak tahu sama sekali. Dalam pengetahuan agama mereka juga mengalami peningkatan dengan adanya pengajian yang diadakan dengan pengajar dari pihak Pesantren maupun dari santri kelas akhir yaitu kelas enam, dari kegiatan tersebut dapat dilihat adanya penambahan-penambahan pengetahuan keagamaan melalui pengajian-pengajian yang mengkaji berbagai masalah tentang agama.


(1)

DIM : Sebagai manusia yang diciptaka Tuhan kita wajib menerima dan menyakini takdir Allah.

SB : Percayakah anda dengan kehidupan lain setelah mati? DIM : Ya saya percaya

PENGETAHUAN

SB : Tahukah anda arti dari dua kalimat syahadat?

DIM : Ya, saya tahu Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

SB : Apakah anda memahami makna dua kalimat syahadat dengan baik?

DIM : Dua kalimat syahadat wajib hukumnya bagi setiap orang yang mau memeluk Islam.

SB : Menurut anda, seberapa penting dua kalimat syahadat bagi ummat Islam? DIM : Sangat penting karena itu adalah pengakuan terhadap tuhan dan juga

nabi-Nya

SB : Tahukah anda tentang rukun Iman?

DIM : Ada enam : 1. Iman kepada Allah, 2. Iman kepada malaikat, 3. Iman kepada kitab Alquran, 4. Iman kepada rosul, 5. Iman kepada hari akhir, 6. Iman kepada Qodho dan Qadar.

SB : Ada berapa rukun Iman yang anda ketahui? Sebutkan? DIM : Ada enam.

SB : Apakah anda memahami makna dari rukun Iman? DIM : Ya, saya memahaminya.


(2)

SB : Apakah anda menyakini rukun Iman tersebut?

DIM : Ya, saya berusaha memperbaiki diri saya untuk terus menjalankan rukun iman dan islam

SB : Sudahkah anda menjalankan keyakinan anda terhadap rukun Iman dalam kehidupan anda sehari-hari?

DIM : Tentu saja sudah. Karena itu suatu kewajiban SB : Tahukah anda tentang rukun Islam?

DIM : Ya, saya tahu.

SB : Ada berapa rukun Islam yang anda ketahui? DIM : Ada lima

SB : Apakah anda memahami makna dari rukun Islam? DIM : Ya, saya sangat paham

SB : Apakah anda menyakini rukun Islam tersebut? DIM : Ya, saya meyakini

SB : Sudahkah anda menjalankan rukun Islam dengan baik dan benar? DIM : Insya Allah

SB : Apakah anda tahu tentang cara membaca Al-Qur’an?

DIM : Insya Allah saya mengetahui ilmu dan cara membaca Al-Quran. IBADAH

SB : Apa yang anda ketahui tentang shalat fardhu?

DIM : sholat fardhu itu adalah sholat wajib yang harus dilaksanakan pada setiap orang.


(3)

SB : Sudahkah anda menjalankan shalat fardhu dengan baik dan benar?

DIM : belum semua. Tapi saya akan terus memperbaiki dengan sebenar-benarnya. SB : Selain shalat fardhu, apakah anda juga mendirikan shalat sunnah?

DIM : kadang shalat dhuha, kadang sholat tahajjud. SB : Shalat sunnah apa yang biasa anda jalankan? DIM : Shalat tahajud dan dhuha saja.

SB : Apakah shalat mempengaruhi perilaku anda sehari-hari? sebutkan contohnya? DIM : da. Saya merasa malu entah pada keluarga atau orang lain ketika mau

melakukan sesuatu yang tidak burulk. Tetapi rasa malu itu tidak ada sebelum sholat.

SB : Apa yang anda ketahui tentang zakat?

DIM : Ahm…zakat itu kewajiban agama yang harus dilaksanakan. SB : Ada berapa zakat yang anda ketahui?

DIM : Ada 2, zakat fitrah dan zakat maal.

SB : Menurt anda, seberapa besar manfaat zakat bagi ummat Islam? DIM : Sangat membantu orang yang dibawah garis kemiskinan. SB : Apa yang anda ketahui tentang puasa?

DIM : Puasa itu wajib.

SB : Selain puasa wajib, apakah anda juga menjalankan puasa sunnah? DIM : kadang-kadang.

SB : Puasa sunnah apa saja yang anda jalankan? DIM : Kadang puasa senin kamis.


(4)

SB : Seberapa besar manfaat puasa bagi ummat Islam? DIM : Membuat badan menjadi sehat.

SB : Apa yang anda ketahui tentang haji?

DIM : Haji itu pergiu ke baitullah untuk beribadah dengan menjalankan semua rukun-rukunnya.

SB : Apakah anda sudah menjalankan ibadah haji? DIM : Belum.

Ttd,


(5)

(6)