Tinggi Muka Air Banjir Sungai

6 30 menit, 60 menit, dan data hujan jam-jaman. Kemudian persamaan regresinya dapat didekati dengan beberapa rumus seperti rumus Talbot, Ishiguro, dan Sherman. Jika data hujan jangka pendek tidak tersedia dan yang tersedia adalah data hujan harian maka persamaan regresi kurva IDF dapat diturunkan dengan Metode Mononobe. Bentuk umum dari persamaan Mononobe adalah sebagai berikut: = × 17 Keterangan: I : intensitas hujan rencana mm X24 : tinggi hujan harian maksimum atau hujan rencana mm t : durasi hujan atau waktu konsentrasi jam Dengan menganggap sungai sebagai saluran terbuka, maka pada aliran sungai tersebut berlaku persamaan Manning. Persamaan Manning ini selanjutnya dapat diturunkan untuk mendapatkan ketinggian muka air pada kondisi debit rencana menggunakan data profil penampang sungai. Persamaan Manning adalah sebagai berikut: = × × × 18 Dimana: Q : Debit air sungai m 3 dtk A : luas penampang basah sungai m 2 R : jari-jari hidrolis m S : kemiringan sungai Untuk jembatan yang berada pada sungai yang mengalir, perlu diperhitungkan pengaruh aksi aliran air pada pilar jembatan. Aksi tersebut menimbulkan gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar. Berdasarkan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, gaya seret ini dapat dihitung berdasarkan kecepatan aliran menggunakan persamaan berikut: Tef = . × × × 19 Dimana: Vs : kecepatan air rata-rata ms untuk keadaan batas yang dikaitkan dengan periode ulang banjir CD : koefisien seret Ad : Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran m 2 dengan tinggi sama dengan kedalaman aliran

2.2 Jalan Tol

Berdasarkan Standar Konstruksi dan Bangunan No.007BM2009 Departemen Pekerjaan Umum tentang Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol , jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tol. Jalan bebas hambatan untuk jalan tol secara fungsi harus berupa jalan arteri primer atau kolektor primer. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama 7 dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna, sedangkan jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Dengan mempertimbangkan kondisi topografi dan lahan, jalan tol dapat berbentuk jalan dengan jalur utama pada permukaan tanah, jalan layang dengan jalur utama diatas tanah, jalan dengan jalur utama pada lintas bawah, jalan terowongan dengan jalur utama di dalam tanahair, jembatan, maupun kombinasi hal-hal tersebut diatas. Kelas jalan bebas hambatan untuk jalan tol didesain dengan jalan kelas 1, tetapi untuk kasus khusus dimana jalan tol tersebut melayani kawasan berikat ke jalan menuju dermaga atau ke stasiun kereta api, dimana kendaraan yang dilayani lebih besar dari standar yang ada, maka harus didesain menggunakan jalan kelas khusus. Standar kelas jalan ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi, dimensi kendaraan dan MST Kelas Jalan Fungsi Jalan Dimensi Kendaraan Maksimum yang Diizinkan Muatan Sumbu Terberat yang Diizinkan ton Lebar mm Panjang mm Tinggi mm 1 Arteri dan Kolektor 2.500 18.000 4.200 10 Khusus Arteri 2.500 18.000 4.200 10 Bagian-bagian jalan secara umum meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan. Ruang-ruang tersebut dipersiapkan untuk menjamin kelancaran dan keselamatan serta kenyamanan pengguna jalan disamping keutuhan konstruksi jalan. - Ruang manfaat jalan diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, lereng, ambang pengaman, timbunan, galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap jalan. - Ruang milik jalan diperuntukan bagi ruang manfaat jalan dan pelebaran jalan maupun penambahan lajur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan tol dan fasilitas jalan tol. - Ruang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan. Batas ruang pengawasan jalan bebas hambatan untuk jalan tol adalah 40 meter untuk daerah perkotaan dan 75 meter untuk daerah antarkota, diukur dari as jalan tol. Dalam hal jalan tol berdempetan dengan jalan umum ketentuan tersebut diatas tidak berlaku. Komposisi penampang melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol terdiri dari jalur lalu lintas, median dan jalur tepian, bahu, rel pengaman, saluran samping, dan lerengtalud. Standar tipikal penampang melintang untuk jalan tol tipe layang elevated ditampilkan pada Gambar 1. 8 Gambar 1 Tipikal potongan melintang jalan bebas hambatan untuk jalan tol layang elevated sumber: Standar Konstruksi dan Bangunan No.007BM2009

2.3 Bentang Alam dan Daya Dukung Tanah

Tahapan paling awal dalam merencanakan sebuah jembatan adalah peninjauan terhadap kondisi bentang alam dimana jembatan tersebut akan dibangun. Peninjauan bentang alam ini dimaksudkan untuk evaluasi terhadap rencana awal posisi penempatan jembatan serta untuk menentukan posisi terbaik dimana pondasi jembatan akan ditanam. Peninjauan bentang alam dilakukan secara visual dengan mendatangi lokasi rencana jembatan ataupun melalui data sekunder terkait keadaan alam lokasi tersebut. Hal-hal yang harus diperhatikan secara visual adalah kondisi topografi lokasi, misalnya kondisi lereng, kondisi sungai, kondisi pembangunan yang berkaitan dengan sosial dan budaya, dan sebagainya. Peninjauan bentuk topografi ini dimaksudkan untuk mengevaluasi perencanaan awal dari segi keamanan struktur jembatan dimasa mendatang serta biaya yang dibutuhkan berdasarkan pemilihan letak strategis struktur tersebut. Selain bentuk topografi, pengamatan visual juga dilakukan untuk menentukan prediksi awal ragam jenis tanah dilokasi tersebut. Tanah lumpur dan batuan keras cenderung dihindari sebagai tanah dasar pondasi. Tanah lumpur sebagai tanah dasar pondasi dihindari karena dapat menyebabkan penurunan yang relatif besar sehingga membahayakan struktur tersebut. Tanah lumpur juga cenderung memiliki kapasitas daya dukung yang rendah. Batuan keras yang dihindari dimaksudkan sebagai bongkahan batuan yang tidak dapat ditembus oleh pondasi sehingga pondasi tidak dapat masuk ke dalam lapisan tanah. Selain itu, lokasi yang terdapat patahan geologi juga tidak dapat digunakan sebagai lokasi penempatan jembatan. Berdasarkan pengamatan visual terhadap jenis tanah dan bentuk topografi ini, kemudian ditentukan rencana titik dimana pondasi jembatan tersebut akan ditanam. Selanjutnya pada titik rencana ini, dilakukan pengamatan lebih mendetail untuk 9 mendapatkan informasi mengenai keadaan tanah di titik rencana tersebut. Pengamatan secara mendetail ini dilakukan dengan beberapa metode penyelidikan tanah. Tanah terdiri dari lapisan-lapisan berurutan dalam arah vertikal, kecuali untuk tanah sangat muda, lereng yang sangat tidak stabil, atau bahan yang secara kimia tidak bereaksi dengan bahan lain, misal pasir kuarsa Pedoman Konstruksi dan Bangunan PU 2006. Dalam Luthfi 1973, disebutkan klasifikasi tanah dalam sudut pemandangan teknik, yakni: - Batu kerikil gravel - Pasir sand - Lanau silt - Lempung clay : organik atau inorganik Golongan batu kerikil dan pasir sering kali dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive, sedangkan golongan lanau dan lempung dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir halus atau bahan- bahan yang cohesive. Dalam Unified Soil Clasification System USCS, suatu tanah diklasifikasikan kedalam tanah berbutir kasar kerikil dan pasir jika lebih dari 50 tinggal dalam saringan nomer 200, dan sebagai tanah berbutir halus lanau dan lempung jika lebih dari 50 lewat saringan nomer 200 Hardiyatmo 1992. Sifat tanah berbutir kasar terutama bergantung pada ukuran butirannya sedangkan pada tanah berbutir halus lebih tergantung pada komposisi mineralnya. Pada tanah berbutir halus, batas plastisitasnya lebih menunjukkan sifat tanah tersebut dari pada ukuran butirannya. Lebih lanjut, Hardiyatmo 1992 menjelaskan, suatu hal yang terpenting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Tergantung pada kadar airnya, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Atterberg 1911, memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis, dan batas susut. Batas cair LL didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Batas plastis PL didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu presentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3.2 mm mulai retak-retak ketika digulung. Batas susut SL didefiniskan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu presentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanahnya. Batas mengenai indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesinya diberikan oleh Atterberg terdapat pada Tabel 3. Tabel 3 Indeks plastis, sifat, macam tanah, dan kohesi berdasarkan Atterberg PI Sifat Macam Tanah Kohesi Nonplastis Pasir Nonkohesif 7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian 7-17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif Sumber : Hardiyatmo 1992