37 Dari gambar tersebut terlihat bahwa daya dukung tanah disekitar permukaan
tanah 0-7 meter memiliki daya dukung yang rendah dimana jenis tanah pada kedalaman ini adalah tanah kohesif. Daya dukung tanah mulai meningkat pada
kedalaman sekitar 9 meter dibawah permukaan tanah dimana pada sekitar kedalaman 9 meter ini jenis tanah merupakan tanah nonkohesif. Dalam hal ini
terlihat bahwa tanah nonkohesif memiliki daya dukung yang lebih mengandalkan tahanan ujung dari pada tahanan geser. Daya dukung ini selanjutnya menurun mulai
dari kedalaman sekitar 22 meter dari permukaan tanah. Tanah pada kedalaman ini merupakan tanah kohesif yakni jenis Silt Cemented Hard. Meskipun tergolong
tanah kohesif, tanah ini dinilai cukup keras sehingga diprediksi bahwa tidak terjadi penurunan atau amblesan pada struktur di kemudian hari. Namun meskipun begitu,
besarnya penurunan yang mungkin terjadi harus tetap diperhitungkan.
Pilar P40 yang ditinjau berada disekitar titik uji DB27 sehingga daya dukung yang lebih menggambarkan titik rencana pondasi pilar P40 adalah daya dukung
pada titik DB27. Daya dukung ini diperhitungkan menggunakan tiga nilai referensi koefisien adhe
si α dari Reese Wright, Kulhawy, serta Reese Oneil. Perbandingan daya dukung ketiga referensi tersebut ditampilkan pada Gambar 16.
Gambar 16 Perbandingan daya dukung izin tanah 3 referensi faktor Adhesi Dari perbandingan tersebut dipilih daya dukung yang paling kritis yakni daya
dukung menggunakan referensi koefisien adhesi dari Kulhawy. Daya dukung tertinggi tersebut terdapat pada kedalaman 22 m dengan daya dukung izin sebesar
5210,541 kN. 2. Perhitungan Daya Dukung Tanah Menggunakan Data Uji Laboratorium
Daya dukung tanah berdasarkan data uji laboratorium ini ditentukan berdasarkan persamaan Meyerhoff, Terzaghi, serta Thomlinson untuk jenis daya
dukung ujung tiang, sedangkan untuk jenis daya dukung friksi ditentukan berdasarkan Metode Alpha dari Thomlinson yang telah dimodifikasi oleh Borms.
Data hasil uji laboratorium yang tersedia pada proyek ini terbatas pada kedalaman 23,5 meter. Perhitungan ini didasarkan pada jenis tanah pada umumnya c-
∅ Soils. Tabel hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan metode tersebut di atas
dijabarkan pada Lampiran 2, sedangkan daya dukung ujung tiang ketiga metode dari Terzaghi, Meyerhof dan Thomlinson ditampilkan pada Gambar17
.
1000 2000
3000 4000
5000 6000
5 10
15 20
25 30
DA Y
A DU
KUN G
IZIN T
A N
A H
KN
KEDALAMAN M Reese Wright
Kulhawy Reese ONeil
38
Gambar 17 Perbandingan daya dukung ujung DB27 Rekap daya dukung izin tanah menggunakan data hasil uji laboratorium
ditampilkan pada Tabel 9. Tahanan ujung Qp yang digunakan dalam hal ini adalah tahanan ujung dari Metode Meyerhof. Hal yang mendasari pemilihan ini adalah
tahanan ujung Metode Meyerhof lebih besar dari pada metode lainnya sehingga memiliki besaran yang lebih mendekati perhitungan daya dukung ujung tiang
menggunakan data Bor.
Tabel 9 Rekap daya dukung izin tanah data Uji Laboratorium titik uji DB27
Kedalaman m
Deskripsi tanah Qp
kN Qs
kN Qult
kN Qall
kN 1-1,5
Lempung silt, merah coklat, medium
327,00 56,41
272,25 83,23
5-5,5 lempung silt, kuning,
medium 658,25
329,51 738,47
202,22 9-9,5
Pasir hitam, very dense 716,85
624,32 1068,49
272,92 13-13,5
Silt cemented, hitam, hard 690,81
860,50 1289,02
314,94 23-23,5
Silt cemented, abu-abu, hijau, hard
1556,79 2224,51
3158,30 756,17
Hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan Uji Laboratorium ini menghasilkan kapasitas daya dukung yang jauh lebih rendah dari pada hasil
perhitungan daya dukung izin menggunakan data Uji Bor. Perbandingan daya dukung izin tersebut ditampilkan pada Gambar 18.
Gambar 18 Perbandingan daya dukung izin uji Bor dan uji Laboratorium
0,00 300,00
600,00 900,00
1200,00 1500,00
1800,00
5 10
15 20
25 Qp
k N
Kedalaman m Meyerhof
Terzaghi Thomlinson
1000 2000
3000 4000
5000 6000
5 10
15 20
25 30
DA Y
A DU
KUN G
1 T IA
N G
M KN
KEDALAMAN M Uji Bor
Uji Lab
39 Perbedaan ini disebabkan oleh kurang lengkapnya data hasil pengujian
laboratorium yang dimiliki dalam proyek ini. Data laboratorium yang tersedia lengkap hanya mencakup tanah pada kedalaman sekitar 7 meter di bawah
permukaan tanah yang merupakan jenis tanah kohesif sedangkan pada kedalaman dibawah 11 meter dari permukaan tanah sampai dengan kedalaman 22 meter,
lapisan tanah adalah tergolong nonkohesif. Pada kedalaman 22 meter sampai dengan kedalaman 30 meter jenis tanah kembali merupakan tanah kohesif.
Perhitungan di atas menggunakan asumsi bahwa parameter hasil pengujian laboratorium adalah seragam untuk semua jenis lapisan tanah sehingga
menghasilkan daya dukung tanah yang tidak menggambarkan keadaan tanah sesungguhnya. Dari grafik terlihat bahwa untuk jenis tanah kohesif kedalaman 0-
7 meter dan kedalaman 22-30 meter daya dukung tanah yang terhitung menggunakan data laboratorium cenderung mendekati hasil perhitungan
menggunakan data uji Bor, sedangkan pada kedalaman 7-22 meter terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara kedua metode ini. Berdasarkan hal tersebut,
maka hasil perhitungan daya dukung tanah menggunakan uji laboratorium tidak dapat digunakan dalam perencanaan ini, sehingga dalam hal ini digunakan kapasitas
daya dukung 1 tiang dengan diameter 1,2 m menggunakan data uji bor yakni sebesar 5210,541 kN dengan kedalaman pondasi 22 m.
4.2.2 Analisis Pembebanan pada Pondasi
Pembebanan yang direncanakan bekerja pada pondasi ini mengacu pada RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan. Beban yang
diperhitungkan dalam hal ini adalah berat sendiri struktur, beban mati tambahan, beban lalu lintas berupa beban lajur “D”, gaya rem, gaya aliran air, beban akibat
benda hanyutan, beban angin, beban gempa, serta tekanan air akibat gempa. - Berat Sendiri Struktur
Berat sendiri struktur yang diperhitungkan adalah berupa berat sendiri struktur atas, kepala pilar pier head, pilar, serta pile cap. Hasil perhitungan berat
sendiri struktur ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10 Berat sendiri struktur
Jumlah Volume m
3
Berat Jenis Berat kN
Struktur Atas Slab
2 268,65
25 kNm
3
6716,33 Deck Slab
2 81,76
25 kNm
3
2044,10 Balok
Prategang 10
- 32,48 kNm
11637,58 Diafragma
48 -
3,88 kNm 186,24
Struktur Bawah
Pilar 1
408,07 25 kNm
3
10201,68 Kepala Pilar
1 284,87
25 kNm
3
7121,81 Pile cap
1 1199,52
25 kNm
3
29988 Total Berat Sendiri
67895,75
- Beban Lajur Beban lajur yang diperhitungkan untuk jembatan bentang panjang adalah
jenis beban lajur “D”. Beban lajur ini terdiri dari beban tersebar merata UDL serta
40 beban garis KEL. Untuk bentang jembatan lebih dari 30 m, intensitas beban UDL
q dihitung menggunakan persamaan berikut: = , +
74 = ,
Dengan mengalikan intensitas beban UDL terhadap luas pengaruh beban tersebut didapat beban UDL sebesar 4302,81 kN untuk satu jalur kendaraan. Beban
KEL diambil sebesar 49 kNm dengan faktor beban dinamis sebesar 40 sehingga beban KEL yang terhitung adalah 996,42 kN untuk satu jalur kendaraan. Hasil
perhitungan beban lajur “D” untuk β jalur kendaraan ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11
Beban Lajur “D”
Arah Beban Besar Beban
Satuan Vertikal P
10598,46 kN
Horizontal Vy 423,94
kN Momen My
10450,08 kN.m
- Beban Tambahan Hasil perhitungan beban tambahan ditampilkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Beban tambahan
Beban Mati Tambahan
Tebal m
Lebar m
Panjang m
Jumlah Berat Jenis
Berat kN Lap aspal dan
overlay 0,1
15,3 35,83
2 22 kNm
3
2412,08 Railing, lights
- -
35,83 2
0,5 kNm 35,83
Instalasi ME -
- 35,83
2 0,1kNm
7,16 Air Hujan
0,05 16,3
35,83 1
9,8 kNm
3
286,17 Total
2741,25
- Gaya Rem
Besar beban akibat gaya rem diambil sebesar 5 dari beban lajur “D”. Beban lajur “D” yang diperhitungkan dalam hal ini merupakan beban lajur UDL dengan
intensitas maksimum yakni 9 kNm
2
serta beban KEL tanpa faktor beban dinamis. Untuk kondisi dua jalur didapat gaya rem seperti Tabel 13.
Tabel 13 Beban akibat gaya rem
Arah Beban Besar Beban
Satuan Vertikal P
21,53 kN
Horizontal Vy 539,02
kN Momen My
13286,86 kN.m
- Gaya Aliran Air dan Beban Benda Hanyutan Gaya aliran air yang dipertimbangkan dalam hal ini merupakan gaya seret
nominal. Arah aliran yang dipertimbangkan diasumsikan tegak lurus terhadap pilar sehingga koefisien seret Cd adalah sebesar 0,7. Dari hasil perhitungan dengan
menggunakan informasi berupa kecepatan aliran sungai sebesar 5,83 mdtk serta
41 tinggi muka air banjir sebesar 2,4 m didapatkan beban yang bekerja adalah beban
horizontal Vx sebesar 113,73 kN dengan momen Mx sebesar 533,95 kN.m. Gaya akibat benda hanyutan dihitung menggunakan koefisien seret Cd
sebesar 1,04. Kedalaman minimum benda hanyutan diasumsikan sebesar 1,2 m dibawah muka air banjir dengan panjang hamparan sebesar 17,9 m setengah
bentang jembatan sehingga beban yang terhitung adalah 376,48 kN untuk beban horizontal Vx serta 1541,68 kN.m untuk momen Mx.
- Beban Angin Beban angin dihitung menggunakan persamaan berikut:
= , 75
Koefisien seret Cw yang digunakan adalah 1,25. Beban angin yang terhitung untuk kondisi layan maupun ultimit ditampilkan pada Tabel 14.
Tabel 14 Beban angin
Layan di bawah pile cap Ultimit di atas pile cap
Vertikal P
38,39 55,28
Horizontal Vx
174,87 251,81
Vy 62,59
90,13 Momen
Mx 2981,41
5174,56 My
1003,96 1445,70
- Beban Gempa Beban gempa dihitung berdasarkan beban gempa statis ekuivalen
menggunakan Persamaan 76 berikut serta dijabarkan pada Tabel 15 : = ℎ × ×
76 Tabel 15 Beban gempa
Keterangan Besar
Satuan Kekakuan Struktur Kp
1149876 kNm
Faktor tipe bangunan S 1,225
Faktor Kepentingan I 1,2
Waktu getar T 0,35
dtk Koefisien geser dasar C
0,18
Beban gempa yang terhitung adalah sebesar 18690,55 kN arah horizontal Vx dan Vy serta momen sebesar 18690,55 kN.m Mx dan My yang bekerja di bawah
pile cap.
- Tekanan Air Lateral Akibat Gempa Dengan perbandingan bh2 digunakan Persamaan 77 berikut:
= , × ℎ × × ×
× ℎ × −
×ℎ
77 = , × , × , × , ×
× , × −
× ,
= ,
42 Dengan dimensi tiang yang sama maka beban horizontal yang bekerja pada
arah X dan Y adalah sama. Momen yang terhitung akibat beban ini adalah 203,07 kN.m.
- Kombinasi Pembebanan Keadaan Batas Layan Kombinasi beban yang digunakan didasarkan pada prinsip keadaan batas
daya layan Kombinasi 1-6 serta tegangan kerja dengan persentase kelebihan tegangan sebesar 50 Kombinasi 7. Kombinasi 7 ini merupakan penjumlahan
aksi-aksi beban mati serta beban gempa dimana beban gempa ini tidak diperhitungkan dalam kombinasi keadaan batas layan Kombinasi 1-6. Kombinasi
tersebut ditampilkan pada Tabel 16 sedangkan penjabaran terhadap kombinasi- kombinasi tersebut ditampilkan pada
Lampiran 7 .
Tabel 16 Kombinasi beban kerja keadaan batas layan
P kN Vy kN
Vx kN My kN.m
Mx kN.m Kombinasi 1
81256,98 962,96
377,26 23736,94
1613,12 Kombinasi 2
81256,98 962,96
0,00 23736,94
0,00 Kombinasi 3
81283,85 1006,77
122,41 24439,71
2515,41 Kombinasi 4
81283,85 1006,77
612,61 24439,71
4591,04 Kombinasi 5
81295,37 1025,55
419,97 24740,90
4631,26 Kombinasi 6
70675,38 62,59
419,97 1003,96
4631,26 Kombinasi 7
70637,00 18733,80
18733,80 164869,38
164869,38
- Kombinasi Pembebanan Keadaan Batas Ultimit Beban pada keadaan batas ultimit ini diperhitungkan pada dasar pile cap.
Kombinasi pembebanan yang direncanakan ditampilkan pada Tabel 17 sedangkan penjabaran terhadap kombinasi-kombinasi tersebut ditampilkan pada Lampiran 8.:
Tabel 17 Kombinasi beban kerja keadaan batas ultimit
P kN Vx kN
Vy kN MxkN.m
My kN.m Kombinasi 1
112909 302,1731
1841,483 6209,475
44461,33 Kombinasi 2
112862,9 1733,326
42726,49 Kombinasi 3
112862,9 735,3084
1733,326 3113,442
42726,49 Kombinasi 4
112909 302,1731
1841,483 6209,475
44461,33 Kombinasi 5
112824,2 18733,8
19496,89 164869,4
183679,5 Kombinasi 6
93746,97 735,3084
3113,442
4.2.3 Desain Pondasi Grup
Pondasi sebagai tiang tunggal dalam perencanaan ini memiliki daya dukung izin sebesar 5210, 541 kN. Daya dukung izin satu tiang ini diperoleh dari dimensi
tiang bor tunggal dengan diameter 1,2 m dan panjang 22 m. Untuk dapat menahan pembebanan yang bekerja, pondasi ini harus direncanakan berupa pondasi grup.
Pemilihan dimensi pondasi grup yang tepat didasarkan pada metode Trial and Error dengan menggunakan prinsip distribusi beban yang bekerja kurang dari daya
dukung 1 izin tiang.
Untuk tiang dalam grup perlu dipertimbangkan efisiensi grup sebagai akibat adanya pemakaian bersama elemen tanah dalam menahan beban struktur atas. Dari