Satelit TERRA dan AQUA

satelit NOAA adalah resolusi spasial yang rendah. Satelit NOAA memiliki resolusi citra sekitar 1.1 km x 1.1 km. Dalam luasan 1.21 km 2 tersebut kita tidak dapat mengetahui lokasi kebakaran secara persis. Selain itu, jika jumlah titik kebakaran dalam satu luasan lebih dari satu titik, akan tetapi luasan tersebut akan tetap diwakili oleh satu titik hotspot yang berada tepat di tengah luasan persegi tersebut. Penentuan luasan areal terbakar dengan menggunakan data hotspot satelit NOAA sebaiknya tidak dilakukan karena akan menyebabkan bias yang cukup besar Thoha 2008. Sifat sensor yang sensitif terhadap suhu permukaan bumi ditambah dengan resolusinya yang rendah menyebabkan kemungkinan terjadinya salah perkiraan titik panas, misalnya cerobong api dari tambang minyak atau gas yang sering kali terdeteksi sebagai titik panas. Oleh karena itu diperlukan analisis lebih lanjut dengan melakukan overlay penggabungan antara data titik panas dengan peta penutupan lahan atau penggunaan lahan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis SIG serta melakukan cek lapangan ground surveying Adinugroho et al. 2005.

2. Satelit TERRA dan AQUA

Satelit TERRA yang beroperasi pada siang hari dan AQUA beroperasi pada malam hari yang membawa sensor MODIS Moderate Resolution Image Spectroradiometer . MODIS mengorbit bumi secara polar yaitu dari utara menuju selatan pada ketinggian 705 km dan melewati garis khatulistiwa pada pukul 10:30 waktu lokal Thoha 2008. MODIS mempunyai cangkupan lebih luas dari pada sensor AVHRR sebesar 2.33 km dengan resolusi spasial yang lebih baik. Selain itu MODIS mempunyai jendelakanal spektral yang lebih sempit dan beragam. Produk MODIS dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu produk pengamatan vegetasi, radiasi permukaan bumi, dan tutupan lahan. Hasil pencapaian dari produk MODIS antara lain pendeteksian kebakaran hutan, pendeteksian penutupan lahan, dan pengukuran suhu permukaan bumi Thoha 2008. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 band 36 panjang gelombang. Satu eleman citranya mempunyai 250 m band 1-2, 500 band 3-7 dan 1000 m band 8-36 Chrisnawati 2008. Indonesia merupakan negara tropis yang sangat dipengaruhi oleh faktor radiasi matahari dan curah hujan tinggi. Kejadian kebakaran hutan dan lahan sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau pada bulan Agustus-Desember curah hujan mengalami peningkatan sehingga jumlah hotspot di daerah tersebut berkurang bahkan tidak ditemukan sama sekali. Keadaan ini menyatakan bahwa peningkatan dan penurunan jumlah hotspot berkaitan dengan penurunan dan peningkatan curah hujan Syaufina 2008.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2011, diawali dengan tahap pengumpulan data yang dilakukan di Desa Sepahat, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Privinsi Riau. Pengolahan data dan analisis data dilakukan di Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor hingga bulan September 2012.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Sebaran hotspot Satelit NOAA-18 di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau periode tahun 2008-2010 yang diperoleh dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. b. Digital data sebaran hotspot satelit TERRA-AQUA di Desa Sepahat Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau periode tahun 2008-2010 yang diperoleh dari Center for Applied Biodiversity Science CABS. c. Data Curah hujan di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau periode tahun 2008-2010 yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkalis.

2. Alat

Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah seperangkat unit komputer yang dilengkapi dengan software yaitu MINITAB 15 untuk pengujian korelasi, Arc View 3.3 untuk mengolah dalam format Sistem Informasi Geografis SIG, serta MS Excel untuk pengolahan grafik dan tabulasi.