Tabel 2.5 Ukuran kristal bambu setelah pra-perlakuan biologis
Gambar 2.6 Spektra XRD bambu setelah pra-perlakuan dengan TV A inokulum 10 dan B inokulum 5 pada berbagai waktu
inkubasi
Ukuran kristal selulosa dalam bambu bervariasi pada bidang kisi 101, 10- 1 dan 002. Berdasarkan Tabel 2.5 tampak bahwa ukuran kristal selulosa
terbesar terdapat dalam bambu tanpa pra-perlakuan pada bidang 002 yaitu 5.59 Inokulum
Waktu inkubasi
days Ukuran kristal nm
D 101 D 10-1
D 002 D 040
5.46 8.71
5.59 129.39
5 15
8.04 -
5.47 17.45
30 17.79
- 5.57
64.70 45
- 23.40
7.40 258.83
10 15
7.96 4.30
5.64 25.88
30 13.84
- 5.61
25.46 45
10.68 -
5.47 19.39
A
B
nm. Nilai ini lebih tinggi daripada serat batang rami, jerami gandum dan kapas telah dilaporkan pada penelitian sebelumnya Gumuskaya dan Usta 2002;
Gumuskaya et al. 2003. Tidak terdapat perubahan yang signifikan pada ukuran kristal pada bidang kisi 002 dari bambu setelah pra-perlakuan kecuali sampel
dengan inokulum 5 yang diinkubasi selama 45 hari. Ukuran kristal pada bidang kisi 040 menunjukkan panjang daerah kristalin. Perlakuan jamur dapat
mengurangi panjang kristalin dari sampel kecuali pada sampel dengan inokulum 5 selama 45 hari.
Pra-perlakuan biologis telah terbukti memberikan pengaruh terhadap perubahan karakteristik lignin dan karbohidrat. Selain pra-perlakuan biologis, pra-
perlakuan gelombang mikro termasuk ramah lingkungan dan berpotensi dapat memperbaiki ketercernaan substrat sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas
enzim dalam proses hidrolisis. Waktu iradiasi yang singkat berpotensi mempercepat proses pra-perlakuan biologis yang cenderung membutuhkan waktu
inkubasi yang lama. Pengaruh daya dan waktu iradiasi gelombang mikro terhadap perubahan karakteristik bambu akan didiskusikan pada Bab 3.
2.4 Simpulan
Pra-perlakuan biologis dengan TV terhadap bambu dan perubahan karakteristik yang ditimbulkannya telah dievaluasi dalam penelitian ini.
Selektifitas delignifikasi tertinggi dicapai dengan waktu inkubasi selama 30 hari. Meskipun terjadi penurunan intensitas pita dari spektrum FTIR, pra-perlakuan
jamur tidak menyebabkan terbentuknya gugus fungsional baru pada bambu. Dalam pra-perlakuan biologis terhadap bambu, lignin syringil dengan reaktivitas
yang lebih tinggi lebih berpengaruh daripada lignin guiacyl terhadap perubahan strukturnya dan pra-perlakuan biologis menyebabkan perubahan intensitas ikatan
hidrogen. Terjadi peningkatan indeks kristalinitas bahan, hal ini terkait dengan kehilangan fraksi amorf setelah delignifikasi oleh jamur. Berdasarkan mikrograf
SEM, setelah pra-perlakuan sampel menjadi lebih rapuh, dan hal ini terlihat dari terurai dan rusaknya sebagian serat. Selanjutnya, selama inkubasi 30 hari, pra-
perlakuan ini menghilangkan elemen minor silikon dan fluorin, serta menyebabkan transformasi struktur kristal monoklinik I
β
selulosa menjadi struktur triklinik I
α
3. PERUBAHAN STRUKTUR LIGNIN DAN SELULOSA BAMBU BETUNG SETELAH IRADIASI GELOMBANG
MIKRO : PENGARUH LAMA IRADIASI DAN DAYA GELOMBANG MIKRO
3.1 Pendahuluan
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki ketercernaan substrat terhadap penetrasi enzim dan salah satu metode pra-perlakuan ramah lingkungan
yang menarik dikembangkan adalah pra-perlakuan gelombang mikro. Pemanasan yang cepat, selektif dan bersifat volumetrik melingkupi substrat pada bagian polar
dapat mem bangkitkan “hot spot” dengan bagian polar. Hal ini dapat mendorong
lebih terbukanya struktur substrat dan memperbaiki luas daerah permukaan dan porositas substrat Conde-Mejía et al. 2012; Chen et al. 2011; Hu dan Wen 2008;
Zhang et al. 2007. Perlakuan ini juga memfasilitasi terjadinya kehilangan hemiselulosa, degradasi lignin, rusaknya ultrastruktur selulosa untuk meningkatkan
suseptibilitas enzimatis bahan berlignoselulosa Nomanbhay et al.2013; Hu dan Wen 2008; Xiong et al. 2000; Azuma et al. 1984.
Kombinasi iradiasi gelombang mikro dengan berbagai bahan kimia seperti alkali, hidrogen peroksida pada berbagai bahan berlignoselulosa telah dilakukan
pada bahan non kayu seperti jerami gandum Xu et al. 2011; Hu dan Wen 2008, bagas tebu Binod et al. 2012; Azuma et al. 1984, switchgrass dan bermuda grass
Kheswani 2009, jerami padi Ravoof et al. 2012; Sing et al. 2013a,b; Sing et al.2014; Azuma et al.1984, tongkol jagung Pang et al. 2012, rice hull Azuma et
al.1984 dan kayu daun jarum Azuma et al. 1985. Studi lebih jauh pada pra- perlakuan gelombang mikro mengindikasikan bahwa terjadi kehilangan
hemiselulosa dan lignin pada substrat setelah pra-perlakuan berkontribusi lebih mudahnya proses hidrolisis substrat sehingga memperbaiki rendemen gula
pereduksinya. Pra-perlakuan alkali berbantu gelombang mikro pada bambu untuk dihidrolisis menjadi gula pereduksi telah dilakukan oleh Nomanbhay et al. 2013.
Berdasarkan penelitian ini terjadi peningkatan gula pereduksi sebesar 5.8 kali setelah pra-perlakuan.
Penggunaan bahan kimia dalam pra-perlakuan gelombang mikro berpotensi menyebabkan efek samping membahayakan terhadap lingkungan, oleh karena itu
diperlukan tahap netralisasi sebelum hidrolisis enzimatik. Penelitian ini merupakan pendekatan melalui penggunaan iradiasi gelombang mikro tanpa bahan kimia untuk
mempersingkat waktu proses karena tidak diperlukannya tahap netralisasi. Dari sudut pandang pemilihan jenis pra-perlakuan yang ramah lingkungan maka pra-
perlakuan gelombang mikro dalam medium air pada bambu termasuk dalam kategori ini. Lebih lanjut, studi secara detail perubahan struktur bambu yang terjadi
setelah pra-perlakuan gelombang mikro dan kemungkinan pengaruhnya terhadap ketercernaan substrat belum dilaporkan dalam studi sebelumnya. Evaluasi
perubahan struktur pada bambu setelah pra-perlakuan dalam berbagai daya dan waktu iradiasi akan menjadi dasar untuk penentuan kondisi pra-perlakuan terpilih
pada tahap selanjutnya.
3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Bahan
Pra-perlakuan gelombang mikro ini juga menggunakan serbuk bambu berukuran 40-60 mesh yang berasal dari pohon bambu segar berusia 2 tahun dari
kebun bambu Pusat Penelitian Biomaterial LIPI, Cibinong, Bogor, Indonesia.
2.1.2 Metode
3.2.2.1 Pra-perlakuan Gelombang mikro
Pra-perlakuan ini menggunakan gelombang mikro oven SHARP P-360J S yang diatur pada frekuensi 2450 MHz dan output daya 1100 W. Sebanyak 1 g
sampel kering kadar air 7.46 dimasukkan dalam tabung teflon, kemudian ditambahkan 30 ml aquades air destilasi sehingga mencapai nisbah bahan dan
larutan 1:30. Selanjutnya sampel tersebut diaduk dengan magnetik stirer pada stirer plate selama 15 menit dan kemudian diiradiasi gelombang mikro pada daya 330,
550 dan 770 W selama 5-12.5 menit. Substrat hasil pra-perlakuan kemudian segera dimasukan dalam bak yang berisi air es selama 15-20 menit dan kemudian disaring
untuk memisahkan bagian fraksi padat pulp dan fraksi cair hidrolisat.
3.2.2.2 Morfologi, Perubahan Karakteristik Selulosa dan Lignin 3.2.2.2.1 Pengukuran Komponen Kimia
Pengukuran komposisi komponen kimia dilakukan pada sampel tanpa pra- perlakuan kontrol dan sampel dengan pra-perlakuan gelombang mikro. Metode
penentuan komponen kimia dan kehilangan beratnya mengikuti metode pada bab 2.2.2.2.1
3.2.2.2 Analisis XRD pada Bambu
Berdasarkan data intensitas difraksi dari analisis XRD maka indeks kristalinitas bahan diukur dengan difraktometer menggunakan radiasi Cu K
α
0.15406 nm pada 40 kV dan 30 mA Shimadzu XRD-700 MaximaX series. Sampel ditempatkan dalam holder glass, dianalisis pada suhu ruang, discan dan
intensitas disimpan pada sudut 2Ɵ theta dari 10 to 40
o
pada 2
o
per menit. Indeks kristalinitas setiap sampel diperoleh dengan formulasi dari Zhao et al. 2006 dan
Focher et al. 2001.
3.2.2.3 Penentuan Struktur Kristal Selulosa Alomorf
Struktur kristal selulosa alomorf monoklinik dan triklinik ditentukan dengan fungsi dari z-Diskriminan yang dikembangkan oleh Wada et al. 2001. Pemisahan
selulosa Iα and I
β
dibangun dari d-spacing dua ekuatorial d-spacing: 0.59-0.62 d
1
and 0.52-0.55 nm d
2
. Nilai z 0 mengindikasikan tipe alga Iα, kaya struktur
triklinik dan z 0 yang mengindikasikan tipe kapas dan flax tumbuhan tingkat tinggi yang didominasi oleh struktur monoklinik I
β
.