Simpulan Produksi Gula Pereduksi Melalui Rekayasa Proses Pra-perlakuan Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schult.f))

3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Bahan Pra-perlakuan gelombang mikro ini juga menggunakan serbuk bambu berukuran 40-60 mesh yang berasal dari pohon bambu segar berusia 2 tahun dari kebun bambu Pusat Penelitian Biomaterial LIPI, Cibinong, Bogor, Indonesia.

2.1.2 Metode

3.2.2.1 Pra-perlakuan Gelombang mikro

Pra-perlakuan ini menggunakan gelombang mikro oven SHARP P-360J S yang diatur pada frekuensi 2450 MHz dan output daya 1100 W. Sebanyak 1 g sampel kering kadar air 7.46 dimasukkan dalam tabung teflon, kemudian ditambahkan 30 ml aquades air destilasi sehingga mencapai nisbah bahan dan larutan 1:30. Selanjutnya sampel tersebut diaduk dengan magnetik stirer pada stirer plate selama 15 menit dan kemudian diiradiasi gelombang mikro pada daya 330, 550 dan 770 W selama 5-12.5 menit. Substrat hasil pra-perlakuan kemudian segera dimasukan dalam bak yang berisi air es selama 15-20 menit dan kemudian disaring untuk memisahkan bagian fraksi padat pulp dan fraksi cair hidrolisat. 3.2.2.2 Morfologi, Perubahan Karakteristik Selulosa dan Lignin 3.2.2.2.1 Pengukuran Komponen Kimia Pengukuran komposisi komponen kimia dilakukan pada sampel tanpa pra- perlakuan kontrol dan sampel dengan pra-perlakuan gelombang mikro. Metode penentuan komponen kimia dan kehilangan beratnya mengikuti metode pada bab 2.2.2.2.1

3.2.2.2 Analisis XRD pada Bambu

Berdasarkan data intensitas difraksi dari analisis XRD maka indeks kristalinitas bahan diukur dengan difraktometer menggunakan radiasi Cu K α 0.15406 nm pada 40 kV dan 30 mA Shimadzu XRD-700 MaximaX series. Sampel ditempatkan dalam holder glass, dianalisis pada suhu ruang, discan dan intensitas disimpan pada sudut 2Ɵ theta dari 10 to 40 o pada 2 o per menit. Indeks kristalinitas setiap sampel diperoleh dengan formulasi dari Zhao et al. 2006 dan Focher et al. 2001.

3.2.2.3 Penentuan Struktur Kristal Selulosa Alomorf

Struktur kristal selulosa alomorf monoklinik dan triklinik ditentukan dengan fungsi dari z-Diskriminan yang dikembangkan oleh Wada et al. 2001. Pemisahan selulosa Iα and I β dibangun dari d-spacing dua ekuatorial d-spacing: 0.59-0.62 d 1 and 0.52-0.55 nm d 2 . Nilai z 0 mengindikasikan tipe alga Iα, kaya struktur triklinik dan z 0 yang mengindikasikan tipe kapas dan flax tumbuhan tingkat tinggi yang didominasi oleh struktur monoklinik I β .

3.2.2.4 Ukuran Kristal Selulosa

Untuk mengestimasi daerah kristalin yang terdiri dari bidang kisi 101, 10- 1, 002, 040 dari pola difraksi pada analisis XRD dilakukan mengikuti formulasi dari Ahtee et al. 1988.

3.2.2.5 Karakterisasi Morfologi SEM-EDS

Analisis morfologi dari bambu sebelum dan setelah pra-perlakuan dilakukan dengan SEM JEOULEO. Sampel bambu kering dimasukkan dalam stub menggunakan sputter canter dan kemudian dipindai pada tegangan 15 kV dengan working distance 10 mm untuk mendapatkan gambar dengan SEM pada pembesaran 10.000 kali. Analisis perubahan elemen penyusun bambu setelah pra- perlakuan dilakukan dengan bantuan EDS. Jenis dan persentase relatif kandungan unsur pada sampel ditentukan berdasarkan hamburan elektron sampel dari sinar-X yang ditangkap oleh detektor dan kemudian dipetakan dalam bentuk unsur berdasarkan perbedaan energi yang diterima.

3.2.2.6 Analisis Gugus Fungsi dengan Analisis FTIR

Analisis FTIR FTIR ABB MB 3000 dilakukan untuk mendeteksi perubahan gugus fungsi dan mengobservasi pola degradasi pada sampel setelah pra-perlakuan gelombang mikro. Analisis ini dilakukan dengan detektor pada resolusi 16 cm -1 dan 5 scan setiap sampel. Serbuk bambu kering sebanyak 4 mg dicampur dengan 200 mg KBr grade spektroskopi dengan mortar, kemudian dibungkus dan ditekan dengan tekanan 5000 psi untuk menghasilkan pelet untuk dianalisis. Pola spektrum IR tinggi puncak dan luas dari spektrum dianalisis dengan software Horizon MB dengan mode absorbansi pada daerah bilangan gelombang 4000-700 cm -1 . Perubahan intensitas relatif pita sebagai karakteristik karbohidrat dan lignin kemudian dianalisis dengan metode Pandey Pandey dan Pitman 2003.

3.2.2.7 Analisis Data

Semua percobaan penentuan perubahan komponen kimia dilakukan 3 kali ulangan dan hasilnya disajikan dalam bentuk rata-rata. 3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1 Pengaruh Pra-perlakuan Gelombang mikro Terhadap Komponen Kimia Bambu Sebagai komponen struktural pada dinding sel dari bahan lignoselulosa, holoselulosa terdiri dari hemiselulosa polimer dengan stuktur bercabang dan selulosa rantai lurus merupakan sumber gula yang dapat dihidrolisis menjadi gula yang selanjutnya dapat difermentasi. Namun, kehadiran polimer lignin yang berasosiasi dengan karbohidrat menyebabkan lebih sulitnya proses degradasi selulosa menjadi monomer gula. Iradiasi gelombang mikro dalam berbagai kondisi daya dan lama iradiasi dapat memfasilitasi perbaikan luas permukaan, pelunakan substrat, peningkatan porositas substrat karena hilangnya bagian amorf lignin dan hemiselulosa dan perusakan dinding sel Conde-Meija et al.2012.