27 Tabel 11. Hasil uji kualitatif dekstrin pada dua puluh produk minuman bubuk komersial berbasis
kedelai
Usia konsumen
Sampel Sumber protein
Sumber karbohidrat Uji kandungan dekstrin
pewarnaan dengan larutan lugol
Kesimpulan uji kandungan
dekstrin 0-1 tahun
A Isolat protein kedelai
Sirup glukosa padat, maltodekstrin
Merah kecoklatan Positif
B
a
Isolat protein kedelai Sirup jagung padat
Merah kecoklatan Positif
C Isolat protein kedelai
Tepung jagung terhidrolisat, sukrosa
Kuning kecoklatan Positif
D Isolat protein kedelai
Sirup jagung padat, sukrosa
Merah kecoklatan Positif
E Isolat protein kedelai
Sukrosa, sirup glukosa padat,
maltodekstrin Merah kecoklatan
Positif 1-3 tahun
F Isolat protein kedelai
Sukrosa, sirup glukosa padat,
maltodekstrin Merah kecoklatan
Positif G
Isolat protein kedelai Tepung jagung
terhidrolisat, sukrosa Kuning kecoklatan
Positif H
Isolat protein kedelai, susu skim
Sukrosa, maltodekstrin
Merah kecoklatan Positif
Diatas 3 tahun
konsumen biasa
J Kedelai
- Tidak menghasilkan warna
- Negatif
M Kedelai
- Tidak menghasilkan warna
- Negatif
N Kedelai
- Tidak menghasilkan warna
- Negatif
O Kedelai
- Tidak menghasilkan warna
- Negatif
P Kedelai
- Tidak menghasilkan warna
- Negatif
S Kedelai
Madu Merah kecoklatan
Positif T
Kedelai Gula, tepung mata
beras Biru-kehitaman
Positif Diatas 3
tahun konsumen
khusus I
b
Kedelai, susu skim Maltodekstrin
Merah kecoklatan Positif
K
b
Kedelai Sukrosa, maltose
Biru Positif
L
b
Isolat protein kedelai Fruktosa
Tidak menghasilkan warna -
Negatif Q
b
Isolat protein kedelai, whey protein
- Tidak menghasilkan warna
- Negatif
R
c
Isolat protein kedelai Sukrosa, sirup
glukosa padat maltodekstrin
Merah kecoklatan Positif
a
Sampel sudah tidak ditemukan dipasaran.
b
Sampel ditujukan untuk konsumen yang sedang berdiet.
c
Sampel berupa susu formula lanjutan untuk anak berusia 3 tahun ke atas.
3. Analisis gula sederhana dan oligosakarida pada dua puluh produk minuman
bubuk komersial berbasis kedelai
Komponen gula sederhana pada minuman bubuk komersial dapat berupa fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Komponen tersebut dapat berasal dari bahan baku, yaitu kedelai dan isolat protein
kedelai, atau berasal dari bahan yang ditambahkan pada produk. Fruktosa, glukosa, dan sukrosa merupakan komponen gula yang terdapat pada kedelai sehingga produk olahannya pun dapat
mengandung komponen tersebut. Sedangkan pada produk minuman bubuk, pada umumnya komponen gula sengaja ditambahkan sebagai bahan pemanis. Kandungan fruktosa, glukosa, dan sukrosa pada
dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai dapat dilihat pada Tabel 12.
28 Tabel 12. Kandungan gula sederhana dan oligosakarida pada dua puluh produk minuman bubuk berbasis kedelai berdasarkan basis kering
Usia konsumen
Sampel Sumber protein
Sumber karbohidrat Fruktosa
mgg Glukosa
mgg Sukrosa
mgg Rafinosa
mgg Stakiosa
mgg Total oligosakarida
mgg 0-1 tahun
A Isolat protein kedelai
Sirup glukosa padat, maltodekstrin ttd 26.44±0.67
6.29±0.27 ttd
ttd ttd
a
B Isolat protein kedelai
Sirup jagung padat ttd
37.16±0.28 7.38±0.30
ttd ttd
ttd
a
C Isolat protein kedelai
Tepung jagung terhidrolisat, sukrosa
ttd 37.76±1.13
77.86±0.84 ttd
ttd ttd
a
D Isolat protein kedelai
Sirup jagung padat, sukrosa ttd
38.34±1.17 89.76±0.55
ttd ttd
ttd
a
E Isolat protein kedelai
Sirup glukosa padat, sukrosa, maltodekstrin
ttd 32.02±1.50
85.99±0.70 ttd
ttd ttd
a
1-3 tahun F
Isolat protein kedelai Sirup glukosa padat, sukrosa,
maltodekstrin ttd
33.90±0.81 91.78±0.78
ttd ttd
ttd
a
G Isolat protein kedelai
Tepung jagung terhidrolisat, sukrosa
ttd 38.70±1.24
91.37±0.86 ttd
ttd ttd
a
Diatas 3 tahun
konsumen biasa
H Isolat protein kedelai, susu skim
Sukrosa, maltodekstrin ttd
17.28±0.12 137.10±1.02
ttd ttd
ttd
a
J Kedelai
- 1.87±0.10
2.62±0.28 37.39±0.30
4.50±0.55 16.86±0.42
21.36±0.97
b
M Kedelai
- 2.11±0.36
2.26±0.29 40.50±0.62
5.85±0.10 21.59±0.22
27.44±0.32
c
N Kedelai
- 2.21±0.17
3.40±0.18 40.75±1.80
4.44±0.26 16.55±0.26
20.99±0.52
b
O Kedelai
- 1.87±0.23
2.38±0.15 41.78±1.10
6.80±0.68 18.86±0.24
25.66±0.92
d
P Kedelai
- 1.87±0.34
3.20±1.65 41.24±0.72
5.16±0.08 19.42±0.97
24.58±1.05
d
S Kedelai
Madu 15.32±0.21
15.34±0.65 20.12±0.36
0.50±0.08 1.48±0.36
1.98±0.44
e
T Kedelai
Tepung mata beras, gula ttd
16.46±0.48 123.54±0.88
2.96±0.29 8.70±0.83
11.66±1.02
f
Diatas 3 tahun
konsumen khusus
I Kedelai, susu skim
Maltodekstrin ttd
17.48±0.14 26.93±0.64
0.23±0.08 0.68±0.22
0.91±0.3
ea
K Kedelai
Sukrosa, maltose ttd
15.02±0.82 115.44±0.91
6.32±0.32 18.58±0.89
24.90±1.11
d
L Isolat protein kedelai
Fruktosa 69.16±1.64
1.23±0.05 6.27±0.19
1.39±0.33 ttd
1.39±0.33
ea
Q Isolat protein kedelai, whey
protein -
0.53±0.08 0.74±0.06
5.86±0.08 0.66±0.06
ttd 0.66±0.06
ea
R Isolat protein kedelai
Sirup glukosa padat, sukrosa, maltodekstrin
ttd 36. 35±1.32
92.79±0.73 ttd
ttd ttd
a a-f
Sampel dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α=0.05 Total oligosakarida merupakan penjumlahan dari rafinosa dan stakiosa
ttd: tidak terdeteksi
29 Kandungan fruktosa pada minuman bubuk kedelai sangat dipengaruhi oleh bahan baku dan
bahan lain yang ditambahkan. Sampel yang menggunakan isolat protein kedelai sebagai sumber protein pada umumnya tidak terdeteksi adanya kandungan fruktosa kecuali pada produk L yang
ditambahkan fruktosa sebagai pemanis 69.16±1.64 mgg dan produk Q 0.53±0.08 mgg. Sedangkan pada produk yang menggunakan kedelai sebagai sumber proteinnya kandungan
fruktosanya berada pada kisaran 1.87 – 2.21 mgg, namun kandungan fruktosa pada produk S dapat mencapai 15.32 ± 0.21 mgg. Hal ini disebabkan pada produk S ditambahkan madu pada komposisi
produk. Menurut Ratnayani at al. 2008 komponen utama pada madu adalah fruktosa dan glukosa. Kandungan fruktosa pada madu dapat mencapai 41 sedangkan kandungan glukosanya dapat
mencapai 28. Kandungan glukosa dan sukrosa pun sangat dipengaruhi oleh bahan baku dan bahan lain
yang ditambahkan. Produk yang menambahkan maltodekstrin mengandung glukosa yang lebih tinggi dari produk tanpa penambahan maltodeksrin dan meningkat dengan penambahan bahan pemanis lain
berupa sirup glukosa padat, sirup jagung padat, dan tepung jagung terhidrolisat. Menurut Chaplin dan Buckle 1990 pembuatan bahan pemanis tersebut meliputi proses hidrolisis pati secara kimia atau
enzimatik dan tingkat mutunya ditentukan oleh tingkat konversi pati menjadi komponen glukosa yang dikenal dengan dextrose equivalent DE, sehingga komponen utama pada sirup glukosa padat, sirup
jagung padat, dan tepung jagung terhidrolisat adalah gula pereduksi seperti glukosa. Kandungan glukosa pada produk yang ditambahkan pemanis berupa sirup glukosa padat, sirup jagung padat, atau
tepung jagung terhidrolisat berada pada kisaran 26.44 - 38.34 mgg. Produk tanpa penambahan bahan pemanis kandungan glukosanya berasal dari bahan baku yang digunakan berupa kedelai sehingga
kandungan glukosanya lebih rendah, yaitu pada kisaran 2.26 – 3.40 mgg. Sukrosa merupakan bahan yang biasa ditambahkan pada produk bubuk sebagai pemanis
sehingga akan mempengaruhi kandungan sukrosa pada produk akhir. Kandungan sukrosa pada produk dengan bahan baku kedelai tanpa penambahan sukrosa berada pada kisaran 37.39 – 41.78 mgg dan
produk dengan bahan baku isolat protein kedelai berada pada kisaran 5.86 - 6.27 mgg. Kandungan sukrosa tersebut berasal dari bahan baku kedelai atau isolat protein kedelai yang digunakan sebagai
sumber protein produk. Sedangkan produk yang ditambahkan sukrosa, kandungan sukrosa pada produk jauh lebih tinggi yaitu berada pada kisaran 77.86 – 123.54 mgg.
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa produk yang ditujukan untuk konsumen usia 0-1 tahun tidak terdeteksi adanya fruktosa, sedangkan kandungan glukosanya berada pada kisaran 26.44-38.34
mgg, dan kandungan sukrosanya pada kisaran 6.29-89.76 mgg. Pada konsumen usia 1-3 tahun pun tidak terdeteksi adanya fruktosa, dengan kandungan glukosa dan sukrosa yag lebih tinggi, yaitu
glukosa pada kisaran 33.90-38.70 mgg dan sukrosa pada kisaran 91.37-91.78 mgg. Produk yang ditujukan untuk konsumen diatas 3 tahun konsumen biasa, pada umumnya mengandung gula
sederhana yang mirip dengan kedelai, yaitu fruktosa pada kisaran 1.87-15.32 mgg kecuali pada produk H dan T tidak terdeteksi kandungan fruktosa, glukosa pada kisaran 2.26-17.28 mgg, dan
sukrosa pada kisaran 20.12-137.10 mgg. Perbedaan terjadi karena adanya penambahan sumber karbohidrat produk seperti madu, tepung mata beras, dan gula. Pada produk yang ditujukan untuk usia
diatas 3 tahun konsumen khusus kandungan gula sederhananya sangat bervariasi akibat penambahan sumber karbohidrat pada produk maltodekstrin, sukrosa, fruktosa, dan sirup glukosa padat.
Kandungan fruktosa pada produk usia diatas 3 tahun konsumen khusus berada pada kisaran 0.53- 69.16 mgg kecuali pada produk I, K, dan R tidak terdeteksi kandungan fruktosa, glukosa pada
kisaran 0.74-36.35 mgg, dan sukrosa pada kisaran 5.86-115.44 mgg. Tabel 12 juga menunjukan hasil analisis oligosakarida terhadap minuman bubuk berbasis
kedelai dengan menggunakan HPLC. Pengukuran kandungan oligosakarida dilakukan pada dua batch
30 produksi yang berbeda. Hasil analisis kandungan oligosakarida dua puluh produk minuman bubuk
berbasis kedelai batch I dan II dapat dilihat pada Lampiran 3 dan 4. Hasil batch I dan II kemudian dilakukan pengujian dengan menggunakan uji independent t-test dan menunjukkan bahwa kandungan
oligosakarida antara sampel batch I dan II tidak berbeda nyata pada taraf α = 0.05 untuk semua sampel, sehingga hasil batch I dan II dapat digabungkan dan dicari rataannya sebagai hasil kandungan
oligosakarida rata-rata Tabel 12. Kandungan oligosakarida yang dipakai selanjutnya adalah kandungan oligosakarida rata-rata dari dua batch tersebut.
Hasil analisis oligosakarida dengan ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar kelompok usia 0-1 tahun, usia 1-3 tahun, usia diatas 3 tahun konsumen biasa, dan usia
diatas 3 tahun konsumen khusus pada taraf α = 0.05 Lampiran 7. Menurut uji lanjut Duncan kelompok usia diatas 3 tahun konsumen biasa memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok
konsumen yang lainnya, namun kelompok usia diatas 3 tahun konsumen khusus tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok usia 1-3 tahun dan usia 0-1 tahun. Kemudian hasil analisis
oligosakarida antar sampel dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar sampel pada kelompok usia diatas 3 tahun konsumen biasa dan kelompok usia
diatas 3 tahun konsumen khusus, namun tidak ada perbedaan yang nyata antar sampel pada kelompok usia 1-3 tahun dan 0-1 tahun. Pada Tabel 12 menunjukkan bahwa sampel dengan kode
huruf yang sama tidak memiliki perbedaan yang nyata pada tiap kelompok usia konsumen. Pada kelompok usia diatas 3 tahun konsumen biasa terdapat enam huruf berbeda yang artinya terdapat
perbedaan yang nyata pada kandungan oligosakarida walaupun berada pada kelompok yang sama dengan bahan baku berupa kedelai. Hal ini dapat dikarenakan adanya perbedaan proses pada
pengolahan produk seperti perbedaan waktu dan suhu pemasakan atau waktu perendaman biji kedelai sehingga mempengaruhi kandungan oligosakarida pada produk akhir. Selain itu pada produk S dan T
terdapat penambahan bahan lain sehingga mengurangi kandungan oligosakarida pada kedelai. Berdasarkan informasi pada Tabel 12 diketahui bahwa pada dua puluh produk minuman
bubuk berbasis kedelai terdapat keragaman kandungan rafinosa dan stakiosa. Sampel produk yang ditujukan untuk usia diatas 3 tahun konsumen biasa memiliki kandungan rafinosa dan stakiosa yang
cukup tinggi, sedangkan pada kelompok konsumen khusus kandungannya lebih rendah, bahkan pada kelompok usia 1-3 tahun dan 0-1 tahun kandungan rafinosa dan stakiosa sudah tidak terdeteksi lagi.
Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan komposisi produk dan bahan baku yang digunakan, yaitu kedelai dan isolat protein kedelai.
Sampel produk A sampai produk E ditujukan untuk usia 0-1 tahun sedangkan produk F dan produk G merupakan produk yang ditujukan untuk usia 1-3 tahun. Produk-produk tersebut
menggunakan isolat protein kedelai sebagai sumber proteinnya dengan penambahan maltodekstrin, tepung jagung terhidrolisa atau sirup glukosa padat sebagai sumber karbohidratnya. Penggunaan pati
hasil hidrolisis tersebut sebagai sumber karbohidrat dilakukan karena pati hasil hidrolisis lebih mudah dicerna oleh saluran pencernaan dan dapat ditoleransi oleh sistem pencernaan bayi yang terluka saat
mengalami diare atau pun oleh sistem pencernaan bayi yang memang alergi terhadap susu sapi Judarwanto, 2000.
Berdasarkan hasil analisis dengan HPLC, tidak terdeteksi adanya kandungan oligosakarida pada produk yang ditujukan untuk usia 0-1 tahun dan 1-3 tahun, baik dalam bentuk rafinosa maupun
stakiosa. Hal ini dikarenakan bahan utamanya berupa isolat protein kedelai yang rendah oligosakarida serta adanya bahan lain yang menurunkan kadarnya dalam sampel. Penggunaan isolat protein kedelai
pada produk-produk tersebut bertujuan untuk meningkatkan asupan protein pada masa pertumbuhan. Pada umumnya, organ pencernaan bayi masih belum bekerja maksimalsempurna sehingga
membutuhkan makanan yang mudah dicerna dan tidak menyebabkan gangguan pencernaan khususnya
31 bagi mereka yang mengalami gangguan lactose intolerance atau alergi terhadap susu sapi. Sehingga
produk minuman untuk kelompok tersebut menggunakan isolat protein kedelai sebagai bahan utamanya yang tinggi protein dan rendah oligosakarida. Berdasarkan penelitian Kurniawan 2011
daya cerna protein pada isolat protein kedelai lebih tinggi dari daya cerna protein pada kedelai. Daya cerna protein pada isolat protein kedelai sebesar 85.11 sedangkan pada tepung kedelai sebesar
78.62. Pada kedelai terdapat faktor antinutrisi seperti protease inhibitor, hemaglutinin, tannin, dan asam fitat yang dapat menurunkan daya cerna protein, sedangkan pada isolat protein kedelai senyawa
tersebut sudah dihilangkan Nielsen, 1991. Agostoni et al. 2006 menjelaskan bahwa susu formula berbasis kedelai yang ditujukan untuk bayi hanya menggunakan isolat protein kedelai sebagai bahan
utamanya bukan tepung kedelai. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan protein yang harus lebih tinggi pada susu formula berbasis kedelai dibandingkan susu formula berbasis susu sapi, yaitu
dengan mempertimbangkan daya cerna protein kedelai yang lebih rendah dari protein susu sapi. Agostoni et al. 2006 juga menambahkan bahwa 2.25 g100 kkal pada susu formula berbasis kedelai
setara dengan 1.8 g100 kkal pada susu formula berbasis susu sapi. Pada kelompok usia diatas 3 tahun perbedaan komposisi produk mempengaruhi kandungan
oligosakarida pada sampel. Produk J, M, N, O dan P, jika dilihat dari komposisi produk, merupakan produk kedelai yang ditepungkan tanpa penambahan bahan lain sehingga kandungan oligosakaridanya
berada pada kisaran 20.99-27.44 mgg yang terdiri dari rafinosa sekitar 4.44-6.80 mgg dan stakiosa sekitar 16.55-21.59 mgg. Perbedaan dapat terjadi akibat adanya perbedaan kedelai yang digunakan
dan proses pengolahan yang dilakukan. Kandungan oligosakarida pada kedelai juga dipengaruhi oleh varietas dan tingkat kematangan kedelai. Middelbos dan Fahey 2008 melaporkan bahwa perubahan
genotip pada kedelai transgenik dapat mengurangi kandungan rafinosa sebesar 85 dan stakiosa sebesar 75. Rupérez 2006 menambahkan bahwa tingkat kematangan juga mempengaruhi
kandungan rafinosa dan stakiosa pada kedelai. Kedelai yang sudah matang kuning memiliki kandungan rafinosa dan stakiosa yang lebih tinggi dari kedelai yang masih muda hijau. Pada produk
H, walaupun ditujukan untuk usia diatas 3 tahun namun bahan bakunya berupa isolat protein kedelai yang ditambahkan susu skim dan maltodekstrin, sehingga kandungan oligosakarida pada produk M
juga tidak ditemukan. Proses pembuatan minuman kedelai bubuk pun mempengaruhi kandungan oligosakarida
pada produk akhir. Menurut Graff 2005, tahap pembuatan minuman kedelai bubuk pada umumnya meliputi sortasi, perendaman, perebusan, penghilangan kulit ari, pengeringan dalam oven,
penggilingan, dan pengayakan. Proses perendaman kedelai selama 12 jam diketahui dapat menurunkan total oligosakarida sebesar 25 pada proses pembuatan tempe Wang et al, 2007,
bahkan dengan menggunakan tekanan tinggi proses perendaman biji kedelai dapat menurunkan kadar rafinosa dan stakiosa hingga 50 Han dan Baik, 2006. Sedangkan proses pemasakanperebusan
selama 1 jam dapat menurunkan kadar oligosakarida hingga 18 Sat dan Keles, 2002. Proses perendaman akan meningkatkan volume air dalam biji kedelai, sehingga kedelai menjadi lebih lunak
dan mudah hancur. Proses ini akan memudahkan ekstraksi protein pada kedelai karena kandungan gizi pada kedelai akan berdifusi dengan air. Hal yang sama juga terjadi pada oligosakarida, rafinosa dan
stakiosa merupakan oligosakarida yang larut dalam air, sehingga proses perendaman akan menurunkan kandungannya dalam biji kedelai. Sat dan Keles 2002 melaporkan bahwa tekanan
tinggi pada proses perendaman dapat melunakan kotiledon pada biji kacang-kacangan sehingga proses penyerapan air menjadi meningkat.
Produk S, T, dan I merupakan minuman bubuk dengan bahan baku berupa kedelai namun ditambahkan bahan lain. Pada produk S ditambahkan madu, produk T ditambahkan tepung mata
beras, sedangkan pada produk I terdapat penambahan maltodekstrin. Tepung mata beras merupakan
32 produk olahan yang berasal dari bekatul, sehingga mengandung serat yang tinggi. Tepung mata beras
diketahui mengandung oligosakarida sebesar 5-6 yang berasal dari kulit ari berasgabah Wang, 2005. Walaupun produk S hanya ditambahkan madu dan produk T hanya ditambahkan tepung mata
beras dan jahe pada label produk, namun jika dilihat dari hasil uji kualitatif dekstrin pada Tabel 11, terjadi perubahan warna ketika dilakukan uji lugol pada produk S dan T sehingga diduga produk S dan
T juga mengandung pati yang dihidrolisis seperti dekstrin. Kandungan rafinosa pada produk S, T, dan I dapat diketahui dengan menggunakan rumus 7.1 yaitu dengan perbandingan rafinosa dan stakiosa
pada kedelai, dengan asumsi perbandingan tersebut tetap. Contoh perhitungan rafinosa sampel yang diduga mengandung dekstrin dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
total oligosakarida pada produk S sebesar 1.98 ± 0.44 mgg rafinosa sebesar 0.50 ± 0.08 mgg dan stakiosa sebesar 1.48 ± 0.36 mgg, pada produk T sebesar 11.66 ± 1.02 mgg rafinosa sebesar 2.96 ±
0.29 mgg dan stakiosa sebesar 8.70 ± 0.83 mgg dan pada produk I diperoleh total oligosakarida sebesar 0.91 ± 0.30 mgg rafinosa sebesar 0.23 ± 0.08 mgg dan stakiosa sebesar 0.68 ± 0.22 mgg.
Bahan baku pada produk L dan produk Q adalah isolat protein kedelai dengan beberapa tambahan bahan lainnya. Karena berupa isolat protein kedelai, maka kandungan oligosakarida yang
berupa rafinosa pada produk tersebut sangat rendah, yaitu mencapai 1.39 ± 0.33 mgg pada produk L dan 0.66 ± 0.06 mgg pada produk Q, bahkan stakiosa pada kedua produk tersebut tidak dapat
terdeteksi oleh HPLC. Menurut Endres 2001, isolat protein kedelai merupakan produk olahan kedelai dengan kandungan protein yang tinggi, yaitu dapat mencapai 90. Proses pembuatannya
dilakukan dengan menghilangkan semua komponen pada kedelai termasuk karbohidrat, sehingga kandungan karbohidrat pada isolat protein kedelai sangat kecil, yaitu hanya sekitar 3-4 dari berat
kering, hal tersebut pun mengakibatkan kandungan oligosakarida menurun. Produk L dan Q merupakan produk yang ditujukan untuk konsumen yang sedang berdiet sehingga penggunaan isolat
protein kedelai menjadi pilihan untuk meningkatkan konsumsi protein pada konsumen tersebut. Produk R merupakan susu formula lanjutan untuk anak usia 3 tahun ke atas dengan bahan
baku utama berupa isolat protein kedelai yang ditambahkan maltodekstrin sebagai karbohidratnya. Hal inilah yang menyebabkan tidak terdeteksinya kandungan oligosakarida pada produk tersebut. Produk
R termasuk dalam produk yang ditujukan untuk golongan khusus yaitu anak usia lanjut yang menderita lactose intolerance ketika bayi. Golongan tersebut membutuhkan susu formula yang
menggunakan isolat protein kedelai untuk memenuhi kebutuhan proteinnya dan maltodekstrin yang lebih mudah dicerna serta ditoleransi untuk pencernaan yang luka ketika terjadi diare.
Faktor utama yang mempengaruhi perbedaan kandungan oligosakarida pada produk minuman bubuk berbasis kedelai adalah perbedaan bahan baku yang digunakan. Produk yang
menggunakan tepung kedelai sebagai sumber proteinnya masih mengandung oligosakarida, sedangkan produk yang menggunakan isolat protein kedelai sebagai sumber proteinnya, kandungan
oligosakaridanya sangat rendah bahkan tidak terdeteksi pada produk yang tujukan untuk konsumen 0- 1 tahun dan 1-3 tahun. Penggunaan isolat protein kedelai sebagai sumber protein bertujuan untuk
meningkatkan daya cerna protein khususnya bagi usia 0-1 tahun dan 1-3 tahun serta bagi orang yang sedang diet. Daya cerna tinggi diperlukan bagi produk bagi konsumen yang sedang berdiet karena
orang yang sedang berdiet mengkonsumsi lebih sedikit kalori dan asupan gizi lainnya. Sesuai dengan hasil penelitian Kurniawan 2011 yang menunjukkan bahwa daya cerna protein produk yang
menggunakan isolat protein kedelai untuk konsumen berusia 0-1 tahun dan 1-3 tahun cenderung lebih tinggi 85.55 - 87.73 dibanding daya cerna protein produk yang menggunakan kedelai untuk
konsumen berusia lebih dari 3 tahun golongan konsumen biasa 75.82 - 85.33 . Daya cerna protein yang ditujukan untuk golongan khusus juga relatif lebih tinggi 85.73 - 89.04 dibanding
33 untuk konsumen biasa 75.82 - 85.33 . Daya cerna protein pada dua puluh produk minuman
bubuk berbasis kedelai dapat dilihat pada Lampiran 10. Keberadaan oligosakarida dalam produk olahan kedelai dapat memberikan manfaat untuk
kesehatan, baik untuk konsumen dewasa atau anak-anak, hal ini tergantung dari jumlah asupan dan sistem metabolisme tubuh. Oligosakarida kedelai diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri
menguntungkan dalam saluran pencernaan Liying et al., 2003, menurunkan resiko kanker kolon Xu Qiang et al., 2009, serta dapat meningkatkan penyerapan mineral seperti magnesium, kalsium, dan
besi Ahrens et al., 2001, Tenorio et al., 2010. Pada anak-anak atau bayi, keberadaan oligosakarida pada air susu ibu, juga dapat memberikan manfaat khususnya dalam meningkatkan populasi bakteri
yang menguntungkan seperti bifidobakteri dan laktobacili yang terdapat pada saluran pencernaan. Seperti yang dilaporkan Vandenplas 2002, keberadaan oligosakarida pada susu formula menjadi
penting mengingat oligosakarida merupakan komponen yang terdapat pada air susu ibu yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri menguntungkan bifidobakteri dan lactobacilli pada saluran
pencernaan, walaupun demikian harus diperhatikan jumlah asupannya. Oligosakarida diketahui dapat berfungsi sebagai prebiotik, yaitu komponen pangan yang
tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia namun memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap sistem pencernaan dengan cara menstimulir secara selektif pertumbuhan
satu atau lebih sejumlah mikroba Roberfroid, 2000. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK. 00.05.52.0685 tentang ketentuan pokok pengawasan pangan fungsional, disebutkan bahwa
konsumsi prebiotik yang dianjurkan adalah sebanyak 10 gramhari. Prebiotik tersebut berupa FOS fruktooligosakarida, GOS galaktooligosakarida, dan inulin. Namun untuk klaim produk atau
keterangan terkait dengan kandungan prebiotik hanya dapat dilakukan jika produk tersebut sedikitnya mengandung 10 dari yang dianjurkan 10 gramhari per sajian, artinya produk tersebut dapat
memberikan keterangan terkait dengan prebiotik jika mengandung sedikitnya 1 gram komponen prebiotik dalam takaran saji yang dianjurkan. Jika mengacu pada peraturan tersebut, walaupun
rafinosa dan stakiosa belum dikelompokkan dalam prebiotik, kandungan 1 gram oligosakarida kedelai dapat diklaim pada produk sebagai prebiotik. Berdasarkan Tabel 13, yang menunjukan kandungan
oligosakarida pada sampel sesuai dengan takaran saji, hanya produk K yang mengandung lebih dari 1 gram oligosakarida pada takaran saji yang diberikan. Produk K merupakan produk yang ditujukan
untuk konsumen khusus yaitu orang yang sedang berdiet. Walaupun kandungan oligosakarida produk K tidak jauh berbeda dengan produk J, M, N, O, dan P, namun perbedaan takaran saji pada produk K
50 g mempengaruhi asupan oligosakarida ketika mengkonsumsi produk tersebut.
34 Tabel 13. Kandungan oligosakarida sesuai dengan takaran saji pada produk minuman bubuk berbasis
kedelai. Usia konsumen
Sampel Total oligosakarida
mgg Takaran saji
g Kandungan oligosakarida
sesuai takaran saji mg 0-1 tahun
A ttd
12 ttd
B ttd
8.8 ttd
C ttd
20 ttd
D ttd
8.7 ttd
E ttd
30 ttd
1-3 tahun F
ttd 42
ttd G
ttd 38.5
ttd Diatas 3 tahun
konsumen biasa
H ttd
35 ttd
J 21.36
20 427.20
M 27.44
30 823.20
N 20.99
20 419.80
O 25.66
20 513.20
P 24.58
20 491.60
S 1.98
10 19.8
T
a
11.66 -
- Diatas 3 tahun
konsumen khusus
I 0.91
35 31.85
K 24.90
50 1245.00
L 1.39
25 34.75
Q 0.66
6 3.96
R ttd
48 ttd
a
Sampel tidak mencantumkan nutrition fact pada label
35
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pada produk olahan kedelai seperti minuman bubuk komersial berbasis kedelai, kandungan oligosakarida sangat dipengaruhi oleh bahan baku dan proses pengolahan yang dilakukan. Analisis
oligosakarida dilakukan dengan metode HPLC, yaitu dengan melihat luas area pada waktu retensi yang sesuai dari komponen oligosakarida yang ada pada sampel. Selain oligosakarida, kandungan gula
sederhana seperti fruktosa, glukosa, dan sukrosa juga dapat dianalisis dengan menggunakan metode HPLC. Berdasarkan penelitian, kedelai mengandung gula sederhana seperti fruktosa 1.91 ± 0.10
mgg, glukosa 3.11 ± 0.11 mgg, dan sukrosa 42.77 ± 1.24 mgg, sedangkan kandungan oligosakaridanya berupa rafinosa sebesar 8.27 ± 0.21 mgg dan stakiosa sebesar 24.29 ± 0.37 mgg.
Konsentrasi gula dan oligosakarida menurun pada isolat protein kedelai, yaitu fruktosa sebesar 0.38 ± 0.05 mgg, glukosa sebesar 0.40 ± 0.05 mgg, sukrosa sebesar 6.63 ± 0.14 mgg, rafinosa sebesar 0.77
± 0.21 mgg dan stakiosa sebesar 0.83 ± 0.07 mgg. Hal ini dapat dikarenakan proses pembuatan isolat protein kedelai dilakukan dengan menghilangkan sebagian besar komponen gula dan oligosakarida
pada kedelai. Analisis oligosakarida terhadap dua puluh minuman bubuk komersial berbasis kedelai
menunjukkan bahwa produk yang berupa susu formula atau produk yang ditujukan untuk konsumen berusia 0-1 tahun, kandungan oligosakaridanya tidak terdeteksi, tetapi hanya mengandung gula-gula
sederhana seperti glukosa 26.44-38.34 mgg dan sukrosa 6.89-89.76 mgg, sedangkan kandungan fruktosanya tidak terdeteksi. Pada produk yang ditujukan untuk konsumen 1-3 tahun pun tidak
terdeteksi adanya oligosakarida dan fruktosa, hanya berupa glukosa 33.90-38.70 mgg dan sukrosa 91.37-91.78 mgg. Hal ini karena bahan baku produk berupa isolat protein kedelai yang rendah
kandungan gula sederhana dan oligosakaridanya. Sedangkan pada produk yang ditujukan untuk konsumen usia diatas 3 tahun masih mengandung oligosakarida dan gula sederhana, yaitu
oligosakarida berada pada kisaran 20.99-27.44 mgg yang kadarnya menurun jika ditambahkan bahan lain, fruktosa berada pada kisaran 1.87-15.32 mgg, glukosa pada kisaran 2.26-17.28 mgg, dan
sukrosa pada kisaran 20.12-137.10 mgg. Pada produk yang ditujukan untuk usia diatas 3 tahun konsumen khusus mengandung oligosakarida dalam jumlah yang lebih rendah yaitu sekitar 0.66-
1.98 mgg dengan kandungan gula sederhananya sangat bervariasi yaitu kandungan fruktosa berada pada kisaran 0.53-69.16 mgg, glukosa pada kisaran 0.74-36.35 mgg, dan sukrosa pada kisaran 5.86-
115.44 mgg. Perbedaan kandungan gula dan oligosakarida terjadi karena adanya perbedaan bahan baku produk kedelai dan isolat protein kedelai serta adanya penambahan bahan lain pada komposisi
produk sebagai sumber karbohidrat atau pemanis. Hasil analisis dengan ANOVA menunjukkan bahwa kandungan oligosakarida antar
kelompok sampel berbeda pada taraf α = 0.05. Menurut uji lanjut Duncan kelompok sampel usia diatas 3 tahun konsumen biasa memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok sampel yang
lainnya, namun sampel usia diatas 3 tahun konsumen khusus tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok usia 1-3 tahun dan usia 0-1 tahun. Hasil analisis oligosakarida antar sampel pada
tiap kelompok dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada beberapa sampel pada kelompok usia diatas 3 tahun konsumen biasa dan kelompok usia diatas
3 tahun konsumen khusus, namun tidak ada perbedaan yang nyata antar sampel pada kelompok usia 1-3 tahun dan 0-1 tahun. Perbedaan dapat terjadi karena adanya perbedaan pada bahan baku dan
komposisi produk.