5 Oligosakarida pada kedelai dapat mencapai sekitar 5 dari berat kering. Kandungan
oligosakarida pada kedelai terutama dalah stakiosa 3.10-5.70, rafinosa 0.50-0.74, dan sedikit kandungan verbaskosa 0.12-0.20 Grieshop et al., 2003. Pada awalnya oligosakarida kedelai
dikelompokkan sebagai senyawa antinutrisi karena dapat menyebabkan flatulensi, yaitu keadaan menumpuknya gas seperti metana dan hidrogen dalam saluran pencernaan. Gas tersebut terbentuk
sebagai hasil metabolisme mikroorganisme yang ada pada saluran pencernaan. Namun, saat ini oligosakarida telah diketahui memberikan efek yang menguntungkan pada tubuh seperti menekan
pertumbuhan bakteri yang merugikan serta mencegah kanker kolon. Kedelai mengandung kadar abu sekitar 5, yaitu terdiri dari komponen mineral yang
terdapat pada kedelai. Mineral utama yang terdapat pada kedelai adalah kalium, kemudian fosfor, magnesium, sulfur, kalsium, klorida, dan natrium. Kandungannya rata-rata dapat mencapai 0.2-2.1.
Selain itu kedelai juga mengandung komponen mineral mikro, yaitu mineral dengan jumlah yang sangat kecil sekitar 0.01-140 ppm seperti silikon, besi, zink, mangan, kobalt, arsen, dan iodin. Seperti
komponen lainnya, kandungan mineral pada kedelai juga sangat beragam tergantung dari varietas kedelai, lokasi pertumbuhan, dan musim Liu, 1997.
B. Produk Olahan Kedelai
Produk olahan kedelai pada umumnya memanfaatkan kandungan protein yang tinggi pada kedelai sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu produk olahan
kedelai yang strategis adalah minuman bubuk kedelai. Minuman bubuk seperti kedelai bubuk atau susu formula berbasis protein kedelai, saat ini sudah banyak dikonsumsi karena melihat manfaat yang
diberikan oleh produk tersebut seperti tidak menyebabkan diare pada penderita lactose intolerance dan kandungan protein yang menyerupai protein susu sapi. Pangan dalam bentuk minuman lebih
mudah untuk dikonsumsi khususnya oleh golongan tertentu seperti bayi dan orang yang sedang sakit. Selain minuman bubuk, kedelai juga diubah menjadi produk isolat protein kedelai, yaitu
produk antara yang berasal dari kedelai dan mempunyai kandungan protein yang tinggi sekitar 90. Isolat protein kedelai biasanya digunakan sebagai bahan campuran dalam makanan olahan daging atau
susu. Isolat protein kedelai baik digunakan dalam formulasi berbagai produk makanan, sebagai bahan pengikat, atau sebagai pengemulsi dalam produk-produk daging seperti produk analog dan campuran
dalam susu kedelai Santoso, 2005.
1. Isolat Protein Kedelai
Isolat protein kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paling murni, karena kadar proteinnya minimum 90 dalam berat kering. Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat dan
lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat dan tepung kedelai. Isolat protein kedelai dibuat dari kedelai bebas lemak dengan cara memisahkan protein
kedelai dari karbohidrat yang terlarut maupun tak terlarut. Kemudian mengendapkan protein kedelai tersebut pada titik isoelektriknya sehingga protein dapat diisolasi dan dipisahkan dari bagian-bagian
lainnya yang tidak diinginkan. Bagian protein yang mengendap tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan Winarsi, 2010.
Isolat protein kedelai banyak dimanfaatkan pada berbagai produk seperti produk minuman, pangan fungsional, atau daging tiruan. Isolat protein kedelai juga digunakan dalam formulasi produk
susu imitasi, sebagai pengikat dan pengemulsi dalam produk daging, dan formulasi produk pangan lainnya Muchtadi, 1997. Pada produk minuman, penggunaan isolat protein kedelai harus
memperhatikan kelarutannya dalam air. Isolat protein kedelai tidak larut dalam daerah isoelektriknya
6 yaitu pada pH 4.2 - 4.6 dan meningkat seiring meningkatnya pH. Selain itu, proses produksi protein
kedelai juga sangat berpengaruh pada tingkat kelarutannya, seperti proses pemanasan dalam inaktifasi lipoksigenase dan tripsin inhibitor dapat mengurangi kelarutan protein kedelai Liu, 1997.
2. Minuman Bubuk Kedelai
Minuman bubuk kedelai dapat berupa susu kedelai bubuk atau susu formula berbasis protein kedelai. Susu kedelai bubuk dapat berupa kedelai yang ditepungkan atau susu kedelai cair yang
dikeringkan. Kedelai bubuk merupakan produk yang berasal dari kacang kedelai yang ditepungkan sehingga komponen seperti serat, lemak, dan karbohidratnya masih tetap ada. Produk ini memang
diharapkan demikian, sehingga manfaat dari kedelai masih tetap ada Graaff, 2005. Menurut Koswara 1992, tahap pembuatan kedelai bubuk meliputi sortasi untuk memisahkan kedelai yang
baik, perendaman selama 8-16 jam, perebusan biji kedelai hingga 30 menit, penghilangan kulit ari, pengeringan dalam oven 50-60
o
C, penggilingan, dan pengayakan. Proses pemanasan pada pembuatan kedelai bubuk bertujuan untuk menghilangkan senyawa antinutrisi pada kedelai, sedangkan proses
penggilingan dan pengayakan bertujuan untuk membuat biji kedelai menjadi bubuk sehingga lebih mudah untuk dikonsumsi. Selain kedelai yang ditepungkan minuman bubuk kedelai juga dapat berupa
susu kedelai yang dikeringkan. Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji kedelai yang telah direndam dalam air kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat dan dididihkan. Kemudian
susu kedelai tersebut dilakukan pengeringan semprot spray drying untuk mendapatkan susu kedelai dalam bentuk bubuk Koswara, 1992.
Kedelai dalam bentuk isolat protein kedelai banyak dimanfaatkan pada produk susu formula untuk bayi, khususnya bagi mereka yang tidak dapat mencerna laktosa, alergi, atau tidak menyukai
susu sapi. Ketidakmampuan mencerna laktosa lactose intolerance terjadi karena kurangnya enzim laktase pada saluran pencernaan sehingga ketika mengkonsumsi susu sapi yang memiliki kadar
laktosa sekitar 4.8 akan merasa kembung, sakit perut, diare, atau gangguan pencernaan lainnya Rumin, 1992. Sedangkan alergi susu sapi merupakan suatu penyakit yang berdasarkan reaksi
imunologis yang timbul sebagai akibat pemberian susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi. Alergi tersebut terjadi karena adanya sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap
protein yang terdapat dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang terdapat dalam susu sapi sehingga gejala-gejala reaksi alergi pun akan muncul Judarwanto, 2000.
Pemberian susu formula dengan menggunakan kedelai menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut, karena selain bebas dari laktosa dan tidak menyebabkan gejala alergi bagi penderita
alergi susu sapi, susu formula dengan kedelai juga memberikan kebutuhan protein dan kandungan gizi yang setara dengan susu sapi.
Menurut Fomon dan Filer 1974, susu formula berbasis kedelai dikembangkan pada awal 1950, yaitu menggunakan tepung kedelai kedelai yang dibubukkan. Namun ditemukan beberapa
masalah terkait gangguan pencernaan seperti kembung dan buang angin. Pengembangan produk dilanjutkan dengan menggunakan protein kedelai. Produk tersebut sudah memiliki warna, bau, dan
rasa yang lebih baik, juga dapat mengurangi kasus kembung dan buang angin. Selanjutnya digunakan isolat protein kedelai yaitu protein kedelai yang sudah bebas dari komponen lainnya termasuk
karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Penggunaan isolat protein kedelai bertujuan untuk memenuhi kebutuhan protein yang tidak didapat dari susu sapi. Saat ini susu formula berbasis kedelai telah
difortifikasi dengan minyak nabati untuk melengkapi kandungan lemak, sirup jagung, atau sukrosa untuk melengkapi kandungan karbohidrat, vitamin, dan mineral terutama zat besi.
7
C. Dekstrin