4. Nilai kerohanian, yaitu moralitas nilai dari yang suci maupun yang tidak
suci. Nilai kerohanian ini bisa dibedakan pada empat macam:
a. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal rasio, budi, dan cipta
manusia. b.
Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis, gevoel, dan rasa manusia.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur kehendak
will, wollen, dan karsa manusia. d.
Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan
manusia. Berdasarkan analisis sederhana ini dapat disimpulkan bahwa nilai
sekurang – kurangnya memiliki tiga ciri berikut ini:
1. Nilai berkaitan dengan subyek. Kalau tidak ada subyek yang menilai, maka
tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir atau tidak, gunung tetap meletus. Tapi untuk dapat dinilai
sebagai “indah” atau “merugikan”, letusan gunung itu memerlukan kehadiran subyek yang menilai.
2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktik, dimana subyek ingin membuat
sesuatu. Dalam pendekatan yang semata – mata teoretis, tidak akan ada nilai.
hanya menjadi pertanyaan apakah suatu pendekatan yang secara murni teoretis bisa diwujudkan.
3. Nilai – nilai menyangkut sifat – sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat
– sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya.
Rupanya hal itu harus dikatakan karena obyek yang sama bagi pelbagai subyek dapat menimbulkan nilai yang berbeda
– beda. Yang dibicarakan tentang nilai pada umumnya tentu berlaku juga untuk
nilai moral. Nilai moral tidak terpisah dari nilai – nilai jenis lainnya. Setiap nilai
dapat memperoleh suatu “bobot moral”, bila diikutsertakan dalam tingkah laku moral. Kejujuran, misalnya, merupakan suatu nilai moral, tapi kejujuran itu
sendiri “kosong”, bila tidak diterapkan pada nilai lain, seperti umpamanya nilai ekonomis. Kesetiaan merupakan suatu nilai moral yang lain, tapi harus diterapkan
pada nilai manusiawi, misalnya, cinta antara suami istri. Jadi, nilai – nilai yang
disebut sampai sekarang bersifat “pramoral”. Nilai – nilai itu mendahului tahap moral, tapi bisa mendapat bobot moral, karena diikutsertakan dalam tingkah laku
moral.
2. Kepemimpinan
Kata “kepemimpinan” terjemahan dari bahasa Inggris “leadership” banyak sekali kita temukan dalam kehidupan kita sehari
– hari. Di dalam kepemimpinan selalu terdapat unsur pemimpin influencer yakni yang mempengaruhi tingkah
laku pengikutnya influencee atau para pengikut – pengikutnya dalam suatu
situasi. Dalam definisinya kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan dari organisasi lalu memotivasi perilaku
para pengikutnya untuk mencapai tujuan dan mempengaruhi pengikut untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi
mengenai peristiwa – peristiwa para pengikutnyan.
33
Ensiklopedia Umum tahun 1973 terbitan yayasan kansius mengartikan kepemimpinan, yaitu Hubungan yang erat antara seseorangdan sekelompok
33
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, h.2.
manusia, karena adanya kepentingan bersama; hubungan itu ditandai tingkah laku yang tertuju dan terbimbing dari pada manusia yang seorang itu; manusia atau
orang ini biasanya disebut yang memimpin atau pemimin, sedangkan kelompok manusia yang mengikutinya disebut yang dipimpin.
34
Kepemimpinan adalah orang atau kelompok orang yang memimpin. Misalnya “Orang mau mengubah kepemimpinan nasional”, artinya orang mau
menggantikan personalia pimpinan negara di tingkat nasional. Dengan kepemimpinan dimaksudkan juga seluruh usaha memipin. Bila dikatakan:
“Kepemimpinannya sungguh berhasil”, maka yang dimaksudkan ialah seluruh usaha, seluruh kegiatan memimpin mencapai sasarannya.
35
Dalam pengertiannya, kepemimpinan itu dibedakan menjadi dua, yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan non formal. Kepemimpinan formal
diartikan sebagagai proses pemberian motivasi agar orang – orang yang dipimpin
melakukan kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan program yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga berarti usaha mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi
orang lain, agar pikiran dan kegiatan tidak menyimpang dari tugas pokok masing – masing. Sedangkan kepemimpinan non formal dapat diartikan sebagai proses
mempengaruhi pikiran, perasaan, tingkah laku, dan mengarahkan semua fasilitas untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan secara bersama
– sama pula.
36
Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses
untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarelasukacita.
34
M. Karjadi, Kepemimpinan Leadership, Bandung: PT. Karya Nusantara, 1989, h.2
35
Dr.J.Riberu, Dasar – Dasar Kepemimpinan, Jakarta: CV.Pedoman Ilmu Jaya, 1992, cet ke-4, h.1.
36
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan Yang Efektif, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012, h. 11-13.
Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan memepengaruhi aktivitas
– aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu
37
: 1.
Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut,
2. Kepemipinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan
anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya,
3. Adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda
untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalu berbagai cara. Sesungguhnya banyak ilmuwan tang telah lama mengakui bahwa
kepemimpinan lebih dari sekadar pertukaran sosial antara pemimpin dan pengikut. Jika kepemimpinan dibatasi pada perilaku seorang pemimpin yang memberi
hadiah ketika bawahannya berhasil dan memberikan hukuman jika gagal, maka kepemimpinan semacam ini akan membuat bawahan merasa seperti seekor
keledai. Kepemimpinan semestinya juga ditujukan untuk menciptakan komitmen dan keterlibatan yang sesungguhnya dari pengikut atau bawahan secara sukarela.
Dalam fungsinya, kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompokorganisasi masing
– masing yang mengisyarakatkan bahwa pemimpin itu berada dalam lingkup dan bukan berada di
luar situasi. Fungsi kepemimpinan memiliki dau dimensi seperti:
38
1. Dimensi yang berkenan dengan tingkat kemampuan mengarahkan direction
dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.
37
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006, h.3.
38
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006, h.53.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan support atau keterlibatan
orang – orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas – tugas pokok
kelompokorganisasi. Sedikitnya ada enam tipologi kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:
39
1. Tipe Otoriter, adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan yang akan
dilakukan dan penetapan keputusan ditentukan sendiri oleh pemimpin semata – mata. tidak memberi kesempatan pada bawahan.
2. Tipe Demokratis, adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan yang akan
dilakukan dan penetapan keputusan ditentukan bersama antara pemimpin dengan bawahan. memberi kesempatan partisipasi pada bawahan.
3. Tipe Liberal, adalah tipe pemimpin yang berbagai kegiatan dan penetapan
keputusan lebih anyak diserahkan pada bawahan. memberi kebebasan pada bawahan.
4. Tipe Populis, adalah tipe pemimpin yang mampu mebangun rasa solidaritas
pada bawahan atau pengikutnya. 5.
Tipe Kharismatik, adalah tipe pemimpin yang memiliki nilai ciri khas kepribadian yang istimewa atau wibawa yang tinggi sehingga sangat dikagumi
dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap bawahan atau pengikutnya. 6.
Tipe kooperatif, dimaksudkan sebagai kepemimpinan ciri khas Indonesia, yaitu yang memiliki jiwa Pancasila, yang memiliki wibawa dan daya untuk
membawa serta dan memimpin masyarakat lingkungannya kedalam kesadaran kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang
– Undang Dasar 1945. Kepemimpinan Dalam Islam