UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mikrokapsul kontrol dan mikrokapsul uji untuk setiap konsentrasinya. Hal tersebut dapat dlihat melalui nilai perbedaan mean ketiga
konsentrasi. Konsentrasi 1,5 terjadi kenaikan ukuran diameter mikrokapsul 1,782 menjadi 2,046; konsentrasi 1,75 terjadi kenaikan
ukuran diameter mikrokapsul 1,798 menjadi 2,032; konsentrasi 2 terjadi kenaikan ukuran diameter mikrokapsul 1,688 menjadi 2,049.
Ukuran mikrokapsul yang beragam dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya yaitu: konsentrasi dan viskositas larutan polimer,
jarak antara jarum suntik dan larutan pembentuk mikrokapsul, perbedaan tekanan saat pembentukan mikrokapsul melalui syringe,
tinggi rendahnya posisi syringe saat menjatuhkan mikrokapsul ke dalam KCl, maupun ukuran diameter syringe yang digunakan dalam
proses ekstrusi Jankowski, T., M. Zielinska, dan A.Wysakowska, 1997 dalam Solanki, Himansu K, dkk, 2013. Semakin besar nomor
syringe yang digunakan, semakin kecil ukuran mikrokapsul yang akan dihasilkan. Bentuk mikrokapsul dapat terbentuk homogen jika
digunakan alat seperti peristaltic pump sehingga memudahkan dalam pengerjaan proses enkapsulasi dengan metode ekstrusi.
4.3 Viabilitas
Lactobacillus casei
setelah Dilakukan
Proses Enkapsulasi
Salah satu cara meningkatkan viabilitas bakteri probiotik adalah dengan proses enkapsulasi. Metode enkapsulasi yang digunakan adalah
metode ekstrusi untuk menghindari suhu ekstrim saat proses enkapsulasi yang dapat mengurangi jumlah maupun viabilitas bakteri.
Jumlah sel bakteri awal sebelum dilakukan proses enkapsulasi adalah 2,03 x 10
9
koloniml untuk setiap konsentrasi. Untuk mengetahui jumlah bakteri setelah proses enkapsulasi, mikrokapsul yang telah
terbentuk disuspensikan kembali untuk dapat dihitung. Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan jumlah bakteri setelah
dienkapsulasi yaitu berturut –turut dari konsentrasi 2; 1,75; dan
1,5 adalah 3,8075 x 10
8
kolonigram; 3,58165 x 10
8
kolonigram dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2,83 x 10
8
kolonigram. Jumlah hasil perhitungan bakteri tertera di tabel 4.3. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan
jumlah bakteri setelah dilakukan proses enkapsulasi. Jumlah bakteri dari free cell yang digunakan dalam proses
enkapsulasi akan sangat mempengaruhi jumlah bakteri yang akan terjerap ke dalam polimer. Semakin tinggi jumlah bakteri awal yang
digunakan, maka akan semakin tinggi jumlah bakteri yang akan terjerap ke dalam polimer. Sehingga viabilitas bakteri setelah proses
enkapsulasi akan tetap terjaga sesuai dengan standar WHO 10
6
-10
7
cfugram atau 7 cfugram log FAOWHO, 2001 dalam M, Firdaus, Setijawati D, Kartikaningsih, 2014.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Bakteri Awal dan Bakteri setelah
Dilakukan Proses Enkapsulasi Konsentrasi
Mikrokapsul L.Casei-
Kappa Jumlah
Bakteri
Awal Koloniml
Jumlah Bakteri Setelah
Enkapsulasi Kolonigram
Persen Efisiensi
Enkapsulasi
2 2,03 x 10
9
3,8075 x 10
8
60,49 1,75
2,03 x 10
9
3,58165 x 10
8
51,38 1,5
2,03 x 10
9
2,83 x 10
8
48,10
[Sumber : Koleksi Pribadi]
Penjerapan jumlah bakteri saat proses enkapsulasi akan berbeda antara masing-masing konsentrasi. Untuk melihat maksimum bakteri
yang seharusnya dapat terjerap ke dalam matriks, maka diperlukan perhitungan efisiensi enkapsulasi. Berdasarkan hasil perhitungan
persen efisiensi enkapsulasi didapatkan hasil seperti yang tertera dalam tabel 4.3. Maksimum bakteri yang dapat terjerap dalam masing-masing
konsentrasi mikrokapsul berbeda. Mikrokapsul konsentrasi 2 memeliki
efisiensi penjerapan
sebesar 60,49, mikrokapsul
konsentrasi 1,75 sebesar 51,38, dan mikrokapsul 1,5 sebesar 48,10. Pemilihan konsentrasi matriks kappa karagenan akan sangat
mempengaruhi efisiensi penjerapan. Semakin tinggi konsentrasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
matriks kappa karagenan, maka semakin tinggi juga jumlah bakteri yang dapat terjerap dalam matriks kappa karagenan.
Selama proses enkapsulasi berlangsung, banyak hal yang dapat mempengaruhi penurunan viabilitas bakteri. Jumlah bakteri yang
terjerap ke dalam matriks kappa karagenan belum optimum dan tidak semua bakteri dari free cell terjerap seluruhnya ke dalam matriks.
Suspensi bakteri dapat saja tertinggal di wadah maupun syringe saat proses pembentukan mikrokapsul berlangsung. Sehingga tidak semua
bakteri dari awal proses enkapsulasi terjerap di dalam polimer kappa karagenan.
Viabilitas bakteri saat proses enkapsulasi juga dipengaruhi oleh suhu. Suhu pada saat pencampuran larutan polimer dan suspensi bakteri
harus sangat diperhatikan karena akan mempengaruhi viabilitas bakteri dan jumlah bakteri yang dapat terjerap ke dalam matriks. Suhu yang
dapat ditoleransi oleh bakteri Lactobacillus casei untuk tumbuh optimum yaitu pada suhu 30 - 40
⁰C. Meskipun pada saat pencampuran larutan polimer dan suspensi bakteri dilakukan pada suhu 40
⁰C, masih belum dapat dipastikan apakah semua bakteri Lactobacillus casei tetap
bertahan hidup suhu tersebut.
4.4 Viabilitas Lactobacillus casei setelah Diinkubasi dalam Simulasi