UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari beberapa mikron, tergantung perbandingan penyalut terhadap inti dan ukuran partikel luas permukaan dari bahan
inti Benita, 1996 dalam Marzuki, Ismail, 2012.
3. Pelarut
Bahan penyalut perlu dilarutkan terlebih dahulu dalam suatu pelarut sebelum dilakukan proses penyalutan, kecuali untuk
metode penyemprotan beku yang menggunakan lelehan penyalut. Pelarut yang digunakan dapat berupa pelarut tunggal
maupun campuran Lachman, 1986 dalam Marzuki, Ismail, 2012.
2.5.3 Teknik Enkapsulasi
Parameter dalam
merancang suatu
sediaan yang
terenkapsulasi yaitu : Sifat fisika dan kimia zat aktif, polimer penyalut, medium enkapsulasi, tahap proses enkapsulasi, dan sifat
dinding kapsul. Teknik enkapsulasi diantaranya emulsifikasi, spray
chilling, spray-drying,
spray-cooling, ekstrusi,
centrifugal extrusion,
fluidized bed
coating, liposomal
entrapment, lyophilization, coacervation, centrifugal suspension separation,
cocrystallization dan inclusion complexation Gibbs, dkk, 1999
dalam Poshadri, A. dan Aparna Kuna , 2010.
1. Teknik Emulsifikasi
Dalam metode emulsifikasi terdapat sedikitnya dua fase yang yang tidak bercampur, menyebabkan salah satu fase
terdispersi dalam fase lainnya Hasan, Nurhasni, 2012. Emulsifikasi lebih mahal karena memerlukan bahan baku
tambahan seperti fase minyak dan emulsifier untuk menstabilkan emulsi. Kesulitan teknik emulsifikasi dalam
pelaksanaannya yaitu ketidakstabilan emulsi, diperlukan pengadukan yang kuat yang dapat merugikan sel-sel hidup,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penggabungan acak sel ke dalam kapsul dan ketidakmampuan untuk mensterilkan fase minyak jika harus bekerja pada kondisi
asepsis Gbassi, Gildas K dan Thierry Vandamme : 2012.
2. Teknik Coacervation
Teknik coacervation merupakan proses pembuatan mikrokapsul yang melibatkan pencampuran 2 fase polimer
yang bermuatan di dalam pelarut. Proses ini dibagi menjadi 3 tahap utama: 1 Preparasi dari fase terdispersi, yaitu bahan inti
didispersikan ke dalam larutan polimer yang bersifat kationik. 2 Enkapsulasi dari material inti, yaitu larutan polimer kedua
yang bersifat anionik dimasukkan ke dalam larutan pertama. 3 Stabilitas dari partikel yang telah dienkapsulasi, yaitu
endapan polimer kedua terbentuk pada bahan inti akibat adanya perbedaan muatan. Mikrokapsul yang terbentuk
mengalami stabilisasi dengan perlakuan panas dan terjadi sambung silang Hasan, Nurhasni, 2012.
3. Teknik Spray Drying
Merupakan proses mikroenkapsulasi yang murah dan awalnya digunakan untuk mengenkapsulasi fragrance atau
perasa. Bahan inti yang terdispersi dalam larutan polimer dilewatkan melalui nozzle. Cairan yang keluar dari nozzle
membentuk tetesan dan mengalami proses solidifikasi akibat udara panas yang dilewatkan Hasan, Nurhasni, 2012
Teknik ini melibatkan atomisasi emulsi atau suspensi probiotik dan bahan pembawa dengan gas kering yang
dihasilkan oleh penguapan air yang cepat. Hasilnya akan berupa serbuk kering. Proses spray drying dikontrol oleh aliran
gas, suhu dan produk itu sendiri O‘Riordan K, dkk, 2001;
Vega C, Roos YH, 2006; dalam Rokka, 2010. Keuntungan dari
proses spray
drying adalah
pengoperasiannya
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan alat canggih. Kekurangannya adalah suhu tinggi yang digunakan saat proses spray drying akan mengganggu
kultur bakteri probiotik yang dienkapsulasi. Proses spray drying
memerlukan ketepatan
saat penambahan
dan pengkontrolan kondisi, seperti suhu inlet dan outlet
Kailasapathy, 2002.
4. Teknik Freeze Drying
Teknik freeze drying termasuk teknik kering pada metode mikroenkapsulasi probiotik. Pada umumnya, freeze drying
memiliki keuntungan, diantaranya dapat menurunkan rusaknya sel probiotik dibandingkan dengan teknik lainnya. Namun,
metode ini relatif lebih mahal, dan sulit digunakan pada tingkat industri Mortazavian dkk, 2007. Teknik freeze drying terdiri
atas 3 langkah, yaitu : a
Pembekuan Probiotik bakteri akan dibekukan pada suhu -196
o
C dalam cairan nitrogen. Es kemudian disublimasikan dan
selanjutnya proses pengeringan primer. b
Pengeringan primer Proses sublimasi es dengan vakum tinggi dan suhu tinggi.
Sublimasi merupakan fase transisi, dari wujud padat menjadi gas, yang menyebabkan suhu dan tekanan di
bawah titik nol mutlak 0,01. Sekitar 95 air dihilangkan pada langkah ini.
c Pengeringan sekunder.
Penghilangan air sampai di bawah 4, meningkatkan penyimpanan jangka panjang, dan mencegah kerusakan
produk Charalampopoulos, dkk, 2009.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Teknik Spray Chilling
Material yang akan dikemas dicampur dengan carrier dan diatomisasi dengan cara didinginkan atau dengan udara
dingin yang berbeda dengan spray drying Risch, 1995 dalam Poshadri, A. dan Aparna Kuna
, 2010.
6. Teknik Ekstrusi
Dalam teknik ekstrusi, hidrokoloid dicampur dengan probiotik. Campuran yang dihasilkan dimasukkan ke dalam
ekstruder, biasanya jarum suntik. Tekanan yang diberikan pada plunger jarum suntik sehingga terbentuk tetesan dari isi jarum
suntik dan dimasukkan ke dalam larutan pembentuk gel, dengan pengadukan yang perlahan. Teknik ekstrusi jauh lebih
mudah dilakukan jika dibandingkan dengan emulsifikasi. Emulsifikasi memerlukan biaya yang lebih mahal karena
memerlukan bahan baku tambahan seperti fase minyak dan agen pengemulsi untuk menstabilkan emulsi Gbassi, Gildas K
dan Thierry Vandamme : 2012. Teknik ekstrusi akan menghasilkan mikrokapsul yang
lebih beragam daripada teknik emulsifikasi. Umumnya, diameter yang terbentuk antara 2-5 mm lebih besar dari yang
dibentuk dalam metode emulsi. Ukuran dan bentuk mikrokapsul dipengaruhi oleh konsentrasi dan viskositas
larutan polimer, jarak antara jarum suntik dan larutan pembentuk mikrokapsul serta ukuran diameter ekstruder yang
digunakan Solanki, Himansu K, dkk, 2013. Kelebihan metode ekstrusi adalah metode yang
digunakan sederhana dan murah, tidak ada kerusakan pada sel probiotik, menjaga viabilitas probiotik tetap tinggi, tidak
melibatkan pelarut yang dapat merusak dan dapat dilakukan dalam kondisi aerob dan anaerob Solanki, Himansu K, dkk,
2013.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kekurangan dari metode ekstrusi diantaranya sulit digunakan untuk produksi skala besar karena pembentukan
lambat dalam
pembentukan mikrokapsul,
kerentanan karbohidrat terhadap kerusakan dan cacat struktural, distribusi
ukuran yang lebih besar Solanki, Himansu K, dkk, 2013 serta terbatas dalam pemilihan polimer penyalut S. Gouin, 2004;
Y. Zhou, dkk, 1998 dalam Solanki, Himansu K, dkk, 2013.
2.6 Kappa Karagenan