Seni Budaya SD KK F
107
Krincing iasan yang terbuat dari kulit berbentuk gelang. Dipakai di pergelangan kaki
kanan dan kiri.
Gambar . Kricing Foto koleksi penulis
5. Praktik Pemakaian Tata Busana
a. Contoh teknik memakai busana tari kuda‐kuda
Mengenakan celana cinde merah corak Yogyakarta. Celana yang dipakai panjangnya sampai di bawah lutut.
DRAFT
Kegiatan Pembelajaran 3
108
Setelah celana dipakai, berikutnya mengenakan kain parang kemudian membuat wiru, dibentuk dengan model sapit urang
Kemudian mamakai bara dan dipakai pada paha kanan dan kiri.
Memakai setagen dilingkarkan pada pinggang
DRAFT
Seni Budaya SD KK F
109
Memakai epek timang dilingkarkan pada pinggang, letak epek timang di pusar.
Mamakai Samir disilangkan pada dada.
Memakai kalung penanggalan pada leher.
DRAFT
Kegiatan Pembelajaran 3
110
Memakai klat bau ditalikan pada lengan kanan dan kiri.
Memakai iket lembaran diikatkan pada kepala dibentuk menjadi iket.
Memakai keris dan oncen dipakai pada pinggang dari arah kanan belakang ke kiri.
DRAFT
Seni Budaya SD KK F
111
Memakai sampur cinde disampirkan pada bahu kanan, dililitkan ke arah pinggang kiri kemudian ditalikan.
Memakai krincing pada pergelangan kaki kanan dan kiri
b. Pemakaian Busana Kampuhan Putri
Lebih dulu dikenakan kain cinde merah corak Yogya, atau yang memakai sered garis di sebelah bawah. Mengenakannya seperti memakai kain biasa tetapi tak
terlalu sempit dan diikat dengan setagen bisa juga setagen diganti long larso . Setelah kain cinde, dipasang kain kampuh pertama, membuat lipatan atau
wiron untuk diselipkan di setagen dengan erat. Diatur agar wiron jatuh di tengah pada paha sebelah kiri.
DRAFT
Kegiatan Pembelajaran 3
112
Untuk memenuhi fungsi sebagai penutup dada kemben , kampuh dilipat menjadi dua bagian tepat pada jahitannya. Kain yang ada prada emas berada
pada lipatan sebelah dalam. Dengan demikian dapat diatur agar penutup dada menampilkan bagian yang berprada emas serta kemada atau bagian
tepi kain kampuh.
Bagian tengah dari kain kampuh sudah dibagi menjadi dua itu membentuk bagian tersendiri, sementara bagian yang ketiga berada di dalamnya. Dengan
demikian dua bagian tertutup karena jahitan sementara, satu bagian lagi terbuka karena berada di bagian luar.
Lipatan wiru yang telah tersusun rapi mulai dililitkan sekeliling tubuh, mulai dari bawah ketiak kiri melalui punggung, menutupi dada, kembali menuju ke
ketiak kiri dengan posisi miring pada bagian tepi. Kain tersebut dibentuk seperti penutup dada kemben diteruskan lagi dengan lipatan dua yang
diikat dengan tali lawe kendit = pengikat kain . Lipatan terakhir dimaksudkan untuk menampilkan tengahan kain kampuh yang di bagian
belakang diatur sedemikian rupa sehingga jatuh di sebelah kiri.
Dengan posisi kaki agak merentang, ibu jari kaki kanan si pengantin menginjak pinggiran kain kampuh bagian bawah. Sisa kain kampuh dibuat
wiru lagi dari bawah ke atas sampai di pinggang sebelah kanan.
Setelah kelihatan rapi, maka kain di pinggang diikat lagi dengan tali lawe, kemudian kelebihan kain itu disampingkan di pundak kanan. Sementara itu
dibuat jengil atau udetcinde yang melingkar di bagian tengah. Tetapi pada bagian bawah payudara dibiarkan menjuntai ke bawah sampai di lutut.
Setelah itu dipasang pending atau slepe yang ditutup dengan batokan atau kepala
slepe, tepat menutupi bagian tengah udet cinde tersebut. Membuat songgo pocong penyangga pantat dengan cara meletakkan sisa
kain kampuh yang tadi disampirkan di pundak, dijadikan dua bagian lipatan kemudian dibentuk menjadi segitiga. Perlu diperhatikan agar kemada
kampuh
jatuh di bagian luar. Setelah berbentuk segi‐tiga, lipatan bagian atas digulung dengan rapi, masuk sampai pada tepi kemada. Kemadanya sendiri
menghadap ke bawah dan berada di luar. Setelah berbentuk panjang dan rapi, lalu dilingkarkan dari kanan ke kiri, tepatnya di bawah slepe ±
berjarak jari sehingga dengan demikian udet cinde yang berada di posisi
DRAFT
Seni Budaya SD KK F
113
belakang akan tampak dan terbentuklah songgo pocong itu. Untuk sementara bagian ini dipegang oleh tangan kiri pengantin puteri atau bisa
juga diikat pada slepe di sisi kiri dengan tali lawe. Sementara itu, perias harus membuat wala” dahulu.
Bagian Kain kampuh yang sebelumnya diinjak ibu jari kaki kanan pengantin dilepas dan bagian ini juga dibuat lipit‐lipit ditarik sedikit demi sedikit serapi
mungkin darik kanan ke kiri. Setelah wala terbentuk maka bagian atasnya diambil sedikit untuk dimasukkan ke bawah slepe supaya tidak lepas. ni
masih diperkuat lagi dengan sebuah peniti agar songgo pocong jadi kukuh.
Masih ada bagian kampuh yang tersisa dan inilah yang akan dibentuk menjadi tlale atau belalai dengan cara menggulung dan memasukkan
sedikit demi sedikit hingga berbentuk meruncing pada bagian bawah menyerupai belalai gajah yang menjuntai ke bawah sampai di bagian lutut si
pengantin.
Kain kampuh kebesaran kebanyakan mengambil motif semen yang berarti semi dan mengandung makna kesuburan dan ketertiban alam, sehingga
dapat diharapkan pasangan suami‐isteri baru itu senantiasa mendapat rejeki. Motif Semen Gunung menjadi motif pilihan. Lukisan gunung
menggambarkan segugusan gunung yang menurun ke lembah. Menurut kepercayaan orang Jawa gunung merupakan tempat suci bagi arwah nenek
moyang, juga tempat tinggal para Dewa atau juga tempat bertapa. nilah sebabnya gambar gunung diambil sebagai motif kain Kampuh Kebesaran
untuk pengantin pria dan pengantin putri
DRAFT
Kegiatan Pembelajaran 3
114
Gambar . Pemakaian Kampuhan Putri Sumber: buku pakaian adat busana keratin Yogyakarta
Memakai Raja Keputrenperhiasan yang terdiri: a
Petat sisir berbentuk gunungan b Sumping Ron
atau sumping daun c Cunduk Mentul
biji, Kalung susun tiga d Kelat Bahu
satu pasang berbentuk naga e Gelang Kana
satu pasang, Cincin, Giwang
Gambar . Perhiasanraja keputren Sumber: www.taribedaya.go.id
DRAFT
Seni Budaya SD KK F
115
Gambar . Raja Keputrenperhiasan Sumber: www.taribedaya.go.id
Gambar . Tata Busana Kampuhan Putri Sumber: www.taribedaya.go.id
DRAFT
Kegiatan Pembelajaran 3
116
c. Pemakaian Busana Kampuhan Pria