METODE PENELITIAN Psychological Well-Being Pada Individu Dewasa Awal Yang Mengalami Kecacatan Akibat Kecelakaan

BAB III METODE PENELITIAN

III.A. Pendekatan Kualitatif Bogdan dan Taylor dalam Moleong 2000 mengatakan bahwa metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar responden penelitian beserta konteksnya. Penelitian kualitatif dalam hal ini dipandang dapat menyampaikan dunia partisipan secara keseluruhan dari perspektif responden sendiri dan yang menjadi instrumen dalam mengumpulkan data adalah peneliti sendiri Banister, 1994. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena yang ingin diteliti adalah pengalaman subjektif individu mengenai psychological well-being individu yang mengalami kecacatan akibat kecelakaan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Poerwandari 2001 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan penting penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti, sebagian besar aspek psikologis manusia juga sangat sulit direduksi dalam bentuk elemen dan angka sehingga akan lebih ‘etis’ dan kontekstual bila diteliti dalam setting alamiah, dimana artinya adalah tidak cukup hanya mencari “what” dan “how much”, tetapi perlu juga memahaminya “why” dan “how” dalam konteksnya. Menurut Patton dalam Afiatin, 1997 kelebihan dari metode kualitatif adalah bahwa dengan prosedur yang khusus menghasilkan data detail yang kaya tentang sejumlah kecil orang dan kasus-kasus. Kelebihan lainnya adalah bahwa pendekatan kualitatif menghasilkan data yang mendalam dan detail serta penggambaran yang hati-hati tentang situasi, kejadian-kejadian, orang-orang, interaksi dan perilaku yang teramati. Penelitian dengan pendekatan kualitatif memberi kesempatan kepada peneliti untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti serta untuk mengungkap hal-hal yang tersimpan dalam pikiran, perasaan dan keyakinan-keyakinan partisipan yang sulit diungkap dengan pendekatan kuantitatif, sehingga dengan menggunakan pendekatan kualitatif, tujuan dari penelitian ini akan tercapai. III.B. Responden Penelitian III.B.1. Karakteristik Responden Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka karakteristik responden yang dipilih adalah individu dewasa awal, yaitu individu yang berada pada rentang usia 26-30 tahun Hurlock, 2004 yang mengalami kecacatan akibat kecelakaan III.B.2. Jumlah Responden Penelitian Menurut Poerwandari 2007, penelitian kualitatif bersifat relatif luwes. Oleh sebab itu, tidak ada aturan yang pasti dalam jumlah sampel yang harus diambil untuk penelitian kualitatif. Jumlah sampel pada penelitian kualitatif diarahkan pada kecocokan konteks Sarantakos, dalam Poerwandari 2007 dan tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 3 tiga orang karena mempertimbangkan keterbatasan dari peneliti sendiri baik dari segi waktu, biaya maupun kemampuan peneliti. Dengan karakteristik tersebut, jumlah sampel dalam penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan secara tegas diawal penelitian. Dalam penelitian ini, jumlah responden yang berpartisipasi adalah dua orang. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan keterbatasan dari peneliti sendiri baik dari segi waktu, biaya maupun kemampuan peneliti. III.B.3. Prosedur Pengambilan Responden Patton dalam Poerwandari, 2001 mengemukakan sepuluh teknik pengambilan sampel namun penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkan teori atau konstruk operasional theory basedoperational construct sampling dimana sampel dipilih dengan kriteria tertentu berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai dengan studi-studi sebelumnya dan sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel benar-benar mewakili bersifat representatif berdasarkan fenomena yang dipelajari. III.B.4. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kota Medan dengan mengambil responden yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini penting dalam memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian, mengingat peneliti juga berdomisili di kota Medan. III.C. Metode Pengambilan Data Lofland Lofland dalam Moleong, 2000 berpendapat bahwa sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Metode pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian dan sifat objek yang diteliti. Metode-metode yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif antara lain wawancara, observasi, diskusi kelompok terfokus, analisis terhadap dokumen, analisis dokumen, analisis catatan pribadi, studi kasus, dan studi riwayat hidup Poerwandari, 2007. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam in-depth interviewing. Wawancara mendalam dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, satu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain Banister dkk. dalam Poerwandari, 2007. Teknik wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggunakan teknik funneling oleh Smith dalam Poerwandari, 2007 yaitu memulai dari pertanyaan-pertanyaan yang umum dan makin lama makin khusus. Selama wawancara dilakukan, peneliti menggunakan pedoman wawancara agar hal-hal yang ingin diketahui tidak ada yang terlewatkan. Meskipun demikian, tidak tertutup kemungkinan untuk menanyakan sesuatu di luar pedoman untuk menambah keakuratan data penelitian. Pada saat proses wawancara, juga akan disertai dengan proses observasi terhadap perilaku partisipan. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut Poerwandari, 2007. Observasi dilakukan pada saat wawancara berlangsung untuk melihat bagaimana reaksi calon partisipan ketika peneliti meminta kesediaannya untuk diwawancarai, bagaimana sikap partisipan terhadap peneliti, bagaimana sikap dan reaksi partisipan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, bagaimana keadaan partisipan pada saat wawancara, hal-hal yang sering dilakukan partisipan dalam proses wawancara dan respon-respon nonverbal dari partisipan. Dalam penelitian ini akan digunakan observasi nonpartisipan dimana peneliti hanya bertindak sebagai peneliti total yang tidak terlibat dalam peristiwa tersebut Minauli, 2002. III.D. Alat Bantu Pengumpulan Data Poerwandari 2007 mengatakan bahwa dalam metode wawancara, alat yang terpenting adalah peneliti sendiri. Namun, untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti membutuhkan alat bantu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu pengumpulan data antara lain : III.D.1 Alat Perekam mp4 player Menurut Poerwandari 2007, sedapat mungkin suatu wawancara perlu direkam dan dibuat transkripnya secara verbatim kata demi kata. Tidak bijaksana jika hanya mengandalkan ingatan saja, karena indera manusia terbatas yang memungkinkan peneliti untuk melewatkan hal-hal yang tidak terseleksi oleh indera yang dapat mendukung penelitian. Dengan mp4 player, peneliti tidak perlu mencatat jalannya pembicaraan. Selain itu peneliti dapat melakukan observasi terhadap partisipan selama wawancara berlangsung. Semuanya ini akan memungkinkan tercapainya keakuratan analisa data penelitian. Penggunaan mp4 player juga memungkinkan peneliti untuk lebih berkonsentrasi pada apa yang dikatakan oleh subyek, mp4 player dapat merekam nuansa suara dan bunyi serta aspek-aspek dari wawancara seperti tertawa, desahan dan sarkasme secara tajam Padgett, 1998. Alat perekam ini akan digunakan selama wawancara berlangsung atas izin dari partisipan. Peneliti mengemukakan bahwa sangatlah penting untuk merekam pembicaraan ini supaya peneliti dapat menganalisa data seakurat mungkin yang nantinya menghasilkan penelitian yang baik pula Poerwandari, 2007. III.D.2. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman wawancara ini juga sebagai alat bantu untuk mengkategorisasikan jawaban sehingga memudahkan pada tahap analisis data. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tapi juga berdasarkan pada berbagai teori yang berkaitan dengan masalah yang ingin dijawab Poerwandari, 2001. Pedoman wawancara bersifat semi struktur untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek checklist apakah aspek-aspek tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Pedoman wawancara disusun berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan dalam Bab II sehingga peneliti mempunyai kerangka berfikir tentang hal-hal yang ingin ditanyakan. Dalam pelaksanaannya, pedoman wawancara tidak digunakan secara kaku sehingga tidak menutup kemungkinan peneliti menanyakan hal-hal diluar pedoman wawancara agar data yang dihasilkan lebih akurat dan lengkap. III.E. Kredibilitas Penelitian Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas Poerwandari, 2007. Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan kompleksitas aspek-aspek yang terkait dalam bahasa kuantitatif: variabel dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari 2007, kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, antara lain dengan : 1. Memilih calon partisipan yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah individu dewasa asal yang berusia 18-40 tahun yang mengalami kecacatan fisik akibat kecelakaan. 2. Membangun rapport dengan partisipan agar ketika proses wawancara berlangsung partisipan dapat lebih terbuka menjawab setiap pertanyaan dan suasana tidak kaku pada saat wawancara. 3. Membuat pedoman wawancara berdasarkan dimensi-dimensi psychological well-being. Kemudian melakukan standarisasi pedoman wawancara dengan dosen pembimbing. Professional judgement di dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing penelitian ini. 4. Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat. 5. Melibatkan dosen pembimbing untuk berdiskusi, memberikan saran dan kritik mulai dari awal kegiatan proses penelitian sampai tersusunnya hasil penelitian. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan peneliti pada kompleksitas fenomena yang diteliti. III.F. Prosedur Penelitian III.F.1.Tahap Persiapan Penelitian Pada tahap persiapan penelitian, peneliti menggunakan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian Moleong, 2006, yaitu sebagai berikut: a. Mengumpulkan data Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori-teori yang berhubungan dengan gambaran psychological well-being pada seseorang. b. Menyusun pedoman wawancara Agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian, peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan kerangka teori dari dimensi-dimensi yang ada untuk menjadi pedoman wawancara. c. Persiapan untuk mengumpulkan data Peneliti mengumpulkan informasi tentang calon responden penelitian dari teman-teman peneliti, panti rehabilitasi, rumah sakit, sekolah, dan yayasan pembinaan olahraga cacat. Setelah mendapatkannya, lalu peneliti menghubungi calon responden untuk menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan dan menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian. Peneliti melakukan pendekatan ke sebuah panti rehabilitasi bagi orang cacat di daerah Pematang Siantar untuk memperoleh data mengenai individu yang mengalami kecacatan yang diakibatkan oleh kecelakaan dan berada pada rentang usia 18-40 tahun. Peneliti sempat berkenalan dan berbincang-bincang dengan seorang pasien, berinisial F, yang berada dipanti rehabilitasi tersebut. Peneliti menyatakan maksud dan tujuan peneliti kemudian F setuju untuk menjadi salah seorang responden peneliti. Namun ketika peneliti meminta waktu F dan menyatakan akan berkunjung serta melakukan wawancara, F menyatakan bahwa F sedang berada di Riau di tempat kedua orangtuanya dan F tidak bisa memastikan kapan akan kembali ke Pematang Siantar lagi. Kemudian peneliti mencari informasi dari seorang teman peneliti yang pernah mendapatkan perawatan dipanti rehabilitasi tersebut mengenai teman- temannya yang sesuai dengan kriteria penelitian. Teman peneliti memperkenalkan peneliti dengan H yang tinggal di kota Pematang Siantar. Peneliti mencoba menghubungi H dan meminta kesediaannya menjadi responden penelitian. Namun karena kesibukannya bekerja sebagai salah seorang karyawan di bagian marketing peneliti mengalami kesulitan untuk membuat janji bertemu dengan H dan peneliti memutuskan untuk tidak menggunakan H sebagai responden penelitian. Peneliti lalu mendatangi sebuah yayasan pembinaan olahraga bagi orang cacat yang berlokasi di jalan Stadiun Teladan Medan. Di yayasan tersebut peneliti dikenalkan dengan seorang atlet tenis meja berskala nasional, berinisial A, yang mengalami kecacatan pada tangan kirinya. Peneliti mendapat persetujuan dari A untuk menjadi responden penelitian dan peneliti sempat melakukan wawancara pertama dengan A tetapi ketika peneliti meminta kesediannya untuk melakukan wawancara kedua tiba-tiba A tidak memberikan respon. Peneliti kemudian mencari informasi mengenai keberadaan A dari teman- temannya sesama atlet dan peneliti menerima kabar bahwa A sedang berada di pulau Bali selama beberapa minggu untuk mengikuti pertandingan dan teman- temannya juga tidak memiliki informasi kapan A akan kembali ke Medan. Dikarenakan ketidakjelasan kapan A akan kembali ke Medan, demi efisiensi waktu maka peneliti memutuskan untuk tidak menggunakan A sebagai responden penelitian. Yayasan pembinaan olah raga bagi orang cacat tersebut tidak hanya mengenalkan peneliti dengan A tetapi juga memberikan informasi mengenai dua calon responden lagi yang sesuai dengan kriteria penelitian, masing- masing berinisial R dan A. Pada awalnya peneliti bertemu dengan R di yayasan tersebut dan menyatakan maksud dan tujuan peneliti. Namun setelah berbincang-bincang akhirnya peneliti mengetahui bahwa usia R tidak sesuai dengan kriteria penelitian, lebih dari 40 tahun, kemudian peneliti memutuskan tidak menggunakan R sebagai reponden selanjutnya. Keesokan harinya, peneliti bertemu dengan responden A yang sesuai dengan kriteria penelitian kemudian peneliti memutuskan A menjadi responden penelitian. Setelah beberapa waktu peneliti tidak juga mendapatkan responden, peneliti memutuskan untuk memperluas pencarian responden ke sekolah dan rumah sakit. Akan tetapi peneliti tidak juga menemukan calon responden yang sesuai. Peneliti terus mencari informasi dari teman-teman peneliti dan ada seorang teman peneliti yang mengatakan bahwa ia mengenal seorang tetangganya yang mengalami kecacatan karena kecelakaan. Kemudian peneliti diajak untuk bertemu dengan calon responden, berinisial M. Setelah berbincang-bincang dengan M, peneliti baru mengetahui kalau usia responden tidak sesuai dengan kriteria penelitian, lebih dari 40 tahun. Peneliti memutuskan untuk tidak menggunakan M sebagai responden penelitian. Peneliti terus mencari informasi dari teman-teman peneliti dan teman peneliti memberi informasi bahwa teman peneliti tersebut memiliki dua orang kenalan yang cocok dengan kriteria penelitian, masing-masing berinisial Z dan A. Peneliti kemudian diajak bertemu dengan calon responden Z, menyatakan maksud dan tujuan peneliti kemudian Z menyetujui untuk menjadi responden penelitian. Beberapa hari kemudian peneliti membuat janji bertemu dengan Z tetapi setiap kali peneliti mengajaknya bertemu untuk wawancara, Z selalu tidak bisa dengan berbagai alasan, sehingga akhirnya peneliti memutuskan untuk tidak menggunakannya sebagai responden penelitian. Setelah itu, peneliti diperkenalkan dengan calon responden selanjutnya, berinisial A. Peneliti menyatakan maksud dan tujuan peneliti dan akhirnya A menyatakan kesediaannya menjadi responden penelitian dan peneliti tetapkan menjadi responden kedua. Peneliti terus melakukan proses pencarian untuk calon responden ketiga dengan tetap bertanya kepada teman-teman peneliti dan peneliti mendapatkan informasi bahwa ada dua orang calon responden yang juga sesuai dengan kriteria penelitan yang dibuat oleh peneliti. Calon responden pertama mengalami luka bakar pada seluruh wajahnya akibat upaya bunuh diri, sedangkan calon responden kedua memiliki bekas luka pada kaki kirinya karena jatuh dari pohon. Akan tetapi setelah meninjau kembali kondisi kedua responden dengan teori yang peneliti paparkan pada bab II, peneliti memutuskan bahwa kedua calon responden tersebut tidak bisa peneliti gunakan sebagai responden penelitian. Pada akhirnya peneliti menemui seorang konselor yang pada saat itu sedang memiliki seorang klien yang mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya. Peneliti diajak untuk bertemu langsung dengan calon responden tersebut. Setelah berbincang-bincang akhirnya peneliti menemukan bahwa calon responden ternyata mengalami kelumpuhan bukan diakibatkan oleh kecelakaan melainkan oleh sebuah penyakit kelainan darah yang dideritanya. Dalam waktu pencarian yang cukup lama, akhirnya peneliti memutuskan hanya menggunakan 2 dua responden penelitian saja karena keterbatasan waktu, dana dan kemampuan yang peneliti miliki. d. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara Setelah memperoleh kesediaan dari responden penelitian, peneliti membuat janji bertemu dengan responden dan berusaha membangun rapport yang baik dengan responden. Waktu yang digunakan peneliti untuk membina rapport adalah selama 10-20 menit di setiap awal pertemuan dan akhir pertemuan. Setelah itu, peneliti dan responden penelitian menentukan dan menyepakati waktu untuk pertemuan selanjutnya untuk melaksanakan wawancara penelitian. Pembangungan rapport dilakukan berkali-kali oleh peneliti. Pembangunan rapport dilakkan dengan berteman dengan kedua responden, sering berbincang-bincang lewat telepon ataupun lewat pesan singkat. III.F.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, maka peneliti memasuki beberapa tahap pelaksanaan penelitian, antara lain: a. Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan responden. Konfirmasi ulang ini dilakukan sehari sebelum wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan responden dalam keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan wawancara. b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara Sebelum wawancara dilakukan, peneliti meminta responden untuk menandatangani ”Lembar Persetujuan Wawancara” yang menyatakan bahwa responden mengerti tujuan wawancara, bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu- waktu serta memahami bahwa hasil wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Setelah itu, peneliti melakukan proses wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya. Peneliti melakukan beberapa kali wawancara untuk mendapatkan hasil dan data yang maksimal. Dalam melakukan wawancara, peneliti sekaligus melakukan observasi terhadap responden. Berikut ini adalah jadwal-jadwal dilakukannya wawancara dengan responden penelitian. Tabel 1. Waktu Wawancara dengan Responden I No Responden Tanggal Wawaancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara 1 Responden I 22 Januari 2011 09.20-09.59 Sekretariat B 2 Responden I 22 Februari 2011 12.05-13.01 Sebuah warung makan di simpang Jl. Willem Iskandar Tabel 2. Waktu Wawancara dengan Responden II No Responden Tanggal Wawancara Waktu Wawancara Tempat Wawancara 1 Responden II 03 April 2011 16.50-18.13 Warung makan di Jl. Iskandar Muda 2 Responden II 17 Mei 2011 16.40-18.10 Warung makan di Jl. Iskandar Muda c. Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip verbatim Setelah proses wawancara selesai dilakukan dan hasil wawancara telah diperoleh, peneliti kemudian memindahkan hasil wawancara ke dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding dengan membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untk dapat mengorganisasi dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari Poerwandari, 2007. d. Melakukan analisa data Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai dibuat kemudian dibuatkan salinannya, peneliti kemudian menyusun dan menganalisa data dari hasil transkrip wawancara yang telah dikoding menjadi sebuah narasi yang baik dan menyusunnya berdasarkan alur pedoman wawancara yang digunakan saat wawancara. Peneliti membagi penjabaran analisa data responden ke dalam dimensi-dimensi dalam psychological well-being. e. Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran Setelah analisa data selesai dilakukan, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan diskusi berdasarkan kesimpulan dan data hasil penelitian. Setelah itu, peneliti memberikan saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi dan data hasil penelitian. III.F.3. Tahap Pencatatan Data Untuk memudahkan pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam sebagai alat bantu agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada responden untuk merekam wawancara yang akan dilakukan dengan mp4 player. Dari hasil rekaman ini kemudian akan ditranskripsikan secara verbatim untuk dianalisa. Transkrip adalah salinan hasil wawancara dalam pita suara yang dipindahkan ke dalam bentuk ketikan di atas kertas. III.F.4. Prosedur Analisa Data Beberapa tahapan dalam menganalisis data kualitatif menurut Poerwandari 2007, yaitu: a. Koding Koding adalah proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai yang penting, meskipun peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memberikan usulan prosedur yang tidak sepenuhnya. Pada akhirnya, penelitilah yang berhak dan bertanggung jawab memilih cara koding yang dianggapnya paling efektif bagi data yagn diperolehnya Poerwandari, 2007. b. Organisasi Data Highlen dan Finley dalam Poerwandari, 2007 menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk: 1. Memperoleh data yang baik, 2. Mendokumentasikan analisis yang dilakukan 3. Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah catatan lapangan dan kaset hasil rekaman, data yang sudah diproses sebagiannya transkrip wawancara, data yang sudah ditandaidibubuhi kode- kode khusus dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analisis. c. Tahapan Interpretasianalisis Kvale dalam Poerwandari, 2007 menyatakan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Ada tiga tingkatan konteks interpretasi yang diajukan Kvale dalam Poerwandari, 2007, yaitu: pertama, konteks interpretasi pemahaman diri self understanding terjadi bila peneliti berusaha memformulasikan dalam bentuk yang lebih padat condensed apa yang oleh responden penelitian sendiri dipahami sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya. Interpretasi tidak dilihat dari sudut pandang peneliti, melainkan dikembalikan pada pemahaman diri responden penelitian, dilihat dari sudut pandang dan pengertian responden penelitian tersebut. Kedua, konteks interpretasi pemahaman biasa yang kritiis critical commonsense understanding terjadi bila peneliti berpijak lebih jauh dari pemahaman diri responden penelitiannya. Peneliti mungkin akan menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas daripada kerangka pemahaman responden, bersifat kritis terhadap apa yang dikatakan oleh responden, baik dengan memfokuskan pada ’isi’ pernyataan maupun pada responden yang membuat pernyataan. Meski demikian, semua itu tetap dapat ditempatkan dalam konteks penalaran umum : peneliti mencoba mengambil posisi sebagai masyarakat umum dalam mana responden penelitian berada. Ketiga, konteks interpretasi pemahaman teoritis adalah konteks paling konseptual. Pada tingkat ketiga ini, kerangka teoritis tertentu digunakan untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada, sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri responden ataupun penalaran umum. d. Pengujian Terhadap Dugaan Dugaan adalah kesimpulan sementara. Dengan mempelajari data, kita mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan- kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya. Begitu tema-tema dan pola-pola muncul dari data, untuk meyakini temuannya, selain mencoba untuk terus menajamkan tema dan pola yang ditemukan, peneliti juga perlu mencari data yang memberikan gambaran berbeda dari pola-pola yang muncul tersebut. Hal ini berkaitan erat dengan upaya mencari penjelasan yang berbeda-beda mengenai data yang sama. Berbagai perspektif harus disesuaikan untuk memungkinkan keluasan analisis serta mengecek bias-bias yang tidak disadari oleh peneliti.

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN