BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan analisa hasil wawancara dengan para responden penelitian dalam bentuk narasi. Pada bab ini juga akan dikemukakan
deskripsi data responden, data observasi, data wawancara, dan interpretasi data. Dengan demikian akan diperoleh dinamika psikologis responden penelitian untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Selanjutnya pada bab ini akan terdapat kutipan dalam setiap bagian analisa
yang akan diberikan kode-kode tertentu karena satu kutipan dapat saja diinterpretasikan beberapa kali. Contoh kode yang digunakan adalah R1. WIb19-
22hal.3, maksud kode ini adalah kutipan pada responden satu, wawancara pertama, baris 19 sampai 22, verbatim halaman 3.
IV.A. Responden I Tabel 3. Gambaran Umum Responden II
Identitas Deskripsi Responden
Nama Andra
Usia ± 30 tahun
Pekerjaan Atlet atletik
Jenis kecacatan yang dialami Cacat kaki sebelah kiri
Mengalami kecacatan pada usia… ± 16 tahun kelas 1 SMA
Status pernikahan Menikah
Kondisi fisik pasangan Cacat tangan sebelah kanan
Anak ke Anak ke 3 dari 3
Latar belakang ekonomi keluarga Menengah ke bawah
IV.A.1. Rangkuman Wawancara
Responden pertama dalam penelitian ini, bernama Andra bukan nama sebenarnya, seorang pria dari suku batak Karo, berusia sekitar 30 tahun, dan
beragama Islam. Andra merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara dan selama ini hubungannya dengan kedua saudaranya sangat dekat, begitu juga dengan
orangtuanya, khususnya dengan ibu. Saat masih duduk di bangku sekolah, kedua orangtua Andra memutuskan untuk berpisah. Andra bersama kedua saudaranya
tinggal dengan sang ibu. Situasi dan kondisi tersebut membuat Andra semakin dekat dengan ibu.
Pada usia sekitar 16 tahun, Andra mengalami kecelakaan lalu lintas ketika sepeda motor yang dikendarai bersama temannya menabrak sebuah mobil yang
tiba-tiba berhenti didepan mereka ketika mereka hendak membelokkan kendaraan mereka di sebuah persimpangan jalan di daerah padang bulan.
Kecelakaan ini menyebabkan Andra mengalami patah tulang di bagian kaki kirinya. Ia divonis cacat permanen oleh pihak rumah sakit. Kedua kakinya
timpang dan tidak seimbang ketika berjalan. Mengetahui keadaan ini, Andra sangat sedih karena sebelumnya Andra bercita-cita menjadi seorang perwira TNI
tetapi setelah kecelakaan terjadi cita-cita itu tidak akan pernah tercapai. Kesedihan yang dialami Andra bertambah besar ketika teman-teman dan kekasihnya memilih
meninggalkannya. Setelah menjalani pengobatan dan kondisinya tidak bisa kembali seperti sedia kala, Andra merasa putus asa. Pada awalnya ia hanya
mengurung diri dirumah dan tidak bergaul dengan teman-teman sebayanya yang lain dan dalam keadaan putus asa Andra pernah melakukan upaya bunuh diri.
Upaya bunuh diri ini dilakukan beberapa kali tetapi selalu digagalkan oleh ibu dan kedua saudaranya.
Pada saat ini, Andra terdaftar sebagai salah seorang atlet atletik berskala nasional dalam nomor lempar. Sebagai seorang atlet, Andra pernah menjuarai
beberapa kejuaraan mulai dari tingkat daerah, nasional hingga tingkat Asia. Banyaknya prestasi yang telah diraih oleh Andra dalam berbagai kejuaraan
membuatnya diangkat menjadi salah seorang pegawai dalam instansi pemerintahan sebagai staf olahraga. Kegiatan Andra sehari-hari sebagai seorang
atlet adalah berlatih rutin sebanyak 3 tiga kali dalam seminggu. Sedangkan pekerjaannya sehari-hari di kantor adalah mengurus administrasi dan mengikuti
rapat yang berkaitan dengan kegiatan olah raga yang akan diselenggarakan, baik tingkat sekolah maupun tingkat daerah.
Pada awalnya Andra tidak pernah bercita-cita untuk menjadi seorang atlet apalagi mengikuti kejuaraan dan memenangkannya. Namun semenjak terjadi
kecelakaan yang mengakibatkan Andra mengalami cacat fisik permanen, hidup Andra mengalami perubahan, meninggalkan cita-cita semasa sekolah dan
memutuskan untuk mengikuti kegiatan yang sesuai dengan kondisi fisiknya yang berbeda dari orang lain yang memiliki fisik lengkap. Melalui seorang dokter, yang
fokus mengurusi orang-orang cacat seperti dirinya di sebuah yayasan, yang
merawat ibunya ketika akan operasi, Andra disarankan untuk mengikuti kegiatan ketrampilan yang di fasilitasi oleh pemerintah provinsi Sumatera Utara. Andra
menyetujui saran dokter tersebut dan itulah yang merupakan awal Andra berkiprah di dunia orang cacat. Selama sekitar tiga bulan mengikuti ketrampilan,
Andra mengetahui adanya kegiatan olahraga yang juga berada dibawah naungan pemerintah provinsi Sumatera Utara. Ketertarikan Andra pada olahraga
membuatnya meninggalkan pelatihan ketrampilan tersebut, mengikuti sebuah pertandingan olahraga dan memenangkan pertandingan tersebut. Kemenangan itu
menarik perhatian banyak orang sehingga pelatih dan yayasan pembinaan olahraga cacat menawarkannya untuk dilatih menjadi seorang atlet profesional.
Tidak hanya memiliki sebuah karir, saat ini Andra juga sudah memiliki pasangan hidup yang juga memiliki kondisi fisik yang cacat pada tangan kirinya.
Pada awalnya Andra mengalami kesulitan dan penolakan ketika berusaha menjalin hubungan asmara dengan wanita, khususnya dengan yang memiliki fisik
lengkap. Andra dianggap tidak mampu bekerja dan menjadi seorang kepala rumah tangga yang baik bagi pasangannya. Tetapi akhirnya Andra berhasil membuktikan
bahwa orang yang cacat seperti dirinya pun mampu mengerjakan banyak hal, bahkan berprestasi.
IV.A.2. Data Observasi
Peneliti pertama kali bertemu dengan responden Andra di sebuah yayasan pembinaan olahraga untuk orang cacat. Sebelumnya peneliti membuat janji
bertemu dengan Andra dengan perantaraan seorang temannya yang merupakan
atlet tenis meja sekaligus pemain catur skala nasional. Pertemuan pertama itu berlangsung pada Sabtu pagi, tanggal 22 Januari 2011 yang dimulai sekitar pukul
09.10 WIB. Andra datang lebih dulu dari peneliti sehingga ia sempat menunggu kedatangan peneliti selama beberapa menit. Setibanya di yayasan, peneliti
menjenguk ke sebuah kamar yang menjadi kamar tidur para atlet pria lalu bertanya mengenai keberadaan responden kepada seorang atlet lain, bernama Jon,
yang sudah lebih dulu dikenal peneliti pada kunjungan-kunjungan sebelumnya. Setelah memberitahukan nama dan memastikan bahwa peneliti adalah
orang yang memiliki janji bertemu dengannya, Andra keluar dan menemui peneliti. Andra menawarkan untuk berbincang-bincang di luar ruangan. Andra
menawarkan sebuah kursi berbahan plastik berwarna biru untuk diduduki peneliti dan mengambil kursi plastik lainnya yang berwarna merah untuk dirinya sendiri.
Andra meletakkan tempat duduknya tidak tepat berhadapan dengan peneliti melainkan sedikit miring membentuk sudut sekitar 20
. Diantara posisi kami duduk, terdapat sebuah meja berbahan dasar kayu dengan sebuah kursi yang
juga berbahan dasar kayu yang berada tepat dibalik meja tersebut. Wawancara berlangsung di sebuah tempat yang biasanya dijadikan tempat
parkir kendaraan bermotor oleh para atlet atau tamu yang datang yang ditutupi oleh atap berbahan plastik berwarna kecoklatan dan banyak sampah dedaunan
terlihat diatasnya. Dibagian kiri ada ruang khusus yang sehari-harinya dipakai latihan para atlet angkat berat tetapi pada saat itu tidak terpakai karena tidak ada
jadwal latihan. Berhadapan dengan ruangan itu, terdapat dua buah toilet yang memperdengarkan suara tetesan air dari keran yang sengaja dibuka. Peneliti dan
responden duduk di kursi yang sehari-harinya memang tersedia di situ yang berada di depan sebuah kamar tidur atlet pria. Jendela kamar atlet tersebut terbuat
dari kaca reyben dan pintu kayu dengan garis-garis vertikal di daun pintunya. Kamar atlet pria ini bersebelahan dengan kantor ketua yayasan yang juga
memiliki garis-garis vertikal di daun pintunya. Di sebelah kiri kamar tersebut, terdapat kantor sekretariat yayasan dan terdapat sebuah papan pengumuman yang
menempel di dinding depan kantor tersebut. Disebelah kiri kantor yayasan terdapat ruang yang agak besar yang sehari-harinya digunakan untuk latihan bagi
para atlet tenis meja. Sebelum wawancara dimulai, Andra meminta izin untuk mengambil
handphone nya yang tadinya ia tinggalkan di kamar lalu kembali setelah sekitar 1 menit kemudian.
Andra adalah seorang atlet yang memiliki tinggi badan sekitar 185 cm dan berat badan sekitar 85 kg. Dengan proporsi tubuh seperti itu, Andra tergolong
proporsional dan memiliki badan berisi. Pada wawancara pertama ini Andra datang dengan mengenakan jaket berbahan parasut berwarna abu-abu dengan
kombinasi warna merah di bagian depan sebelah kanan hingga tangan, celana keper panjang berwarna abu-abu kehijauan serta mengenakan sendal jepit
berbahan dasar kulit berwarna abu-abu yang bagian depannya tidak sepenuhnya tertutup sehingga sebagian jarinya terlihat. Andra memiliki potongan rambut yang
pendek dan lurus juga daun telinga yang agak besar bila dibandingkan dengan kepalanya.
Setelah memperkenalkan diri masing-masing, Andra langsung meminta peneliti untuk menyampaikan apa yang ingin ditanyakan kepadanya. Lalu peneliti
memulai proses wawancara ketika peneliti merasa Andra sudah mendapatkan posisi duduk yang nyaman. Peneliti kembali menjelaskan tujuan kedatangan
peneliti dan bertanya kesediaannya secara langsung untuk diwawancara. Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin merekam proses wawancara tersebut.
Pada saat wawancara berlangsung, Andra hanya sesekali menatap mata peneliti dan seringnya ia hanya memandang ke depan dan hanya sesekali fokus pada
tangannya ketika ia memperagakan atau ingin menekankan sesuatu yang ia bicarakan.
Pada awalnya, wawancara berlangsung dengan tenang dan tanpa gangguan tetapi setelah beberapa menit wawancara berlangsung mulai terdengar suara
musik dari kamar tidur atlet pria dengan volume yang agak keras yang sedikit menggangu konsentrasi. Diluar itu tidak ada hal lain yang cukup signifikan
mengganggu proses wawancara. Pada awalnya, Andra duduk bersandar dikursinya tetapi sesekali ia
mencondongkan tubuhnya dan mengetuk-ngetuk meja yang berada di depannya untuk menekankan apa yang dikatakannya. Posisi duduknya agak kaku dan ia
terlihat lebih sering bersandar pada kursi tempat duduknya. Pada hampir keseluruhan wawancara berlangsung, Andra mengangkat
kaki sebelah kirinya dan menempatkannya diatas kaki sebelah kanannya dalam durasi yang agak lama.
Wawancara pertama ini berlangsung selama lebih dari 35 menit dan setelah wawancara selesai, peneliti melanjutkan menjalin rapport dengan Andra
dan pada saat itu Andra mulai terlihat lebih santai dan lebih terbuka dibandingkan pada saat wawancara.
Wawancara kedua dilaksanakan di sebuah warung makan kecil yang berada di simpang jalan Willem Iskandar, simpang kampus UNIMED, pada hari
Selasa, 22 Februari 2011 pada sekitar pukul 12.05 WIB. Pada pertemuan kali ini, Andra datang dengan mengendarai sepeda motor berwarna hitam, dengan helm
half face yang juga berwarna hitam. Andra mengenakan seragam PNS yang berwarna coklat dengan kaos dalam berwarna putih yang terlihat jelas di balik
seragamnya yang ditutupi oleh jaket berbahan parasut berwarna putih kombinasi biru dan dibagian belakang jaket terdapat tulisan Sumatera Utara, ia juga memakai
sepatu vantofel hitam dengan ujung depannya yang rata. Setelah memarkirkan kendaraannya di tempat parkir yang berada
disebelah kanan warung, Andra mengajak peneliti masuk ke warung. Warung itu merupakan sebuah warung terbuka yang terdiri dari dua gerobak makanan yang
menawarkan beberapa menu seperti nasi goreng, burger, pisang bakar dan aneka jus buah serta minuman ringan lainnya. Setelah memesan minuman yang
diinginkan masing-masing, Andra mengajak peneliti untuk mengambil posisi duduk agak di ujung sebelah kanan, dekat tempat dimana ia memarkirkan sepeda
motornya. Andra memilih meja kedua dari ujung. Meja tersebut berwarna dasar hitam yang berukuran sekitar 1 m x 0,5 m dengan gambar sebuah iklan minuman
ringan dipermukaannya. Di permukaan meja terdapat sebuah tempat sendok yang
berisi beberapa pasang sendok, sebuah tempat gelas yang berisi beberapa gelas yang ukuran dan warnanya berbeda satu sama lain, serta saos dan kecap manis
dalam botol plastik berwarna bening dengan tutup atasnya berwarna biru kehijauan. Andra mengambil posisi duduk membelakangi parkiran sepeda motor
lalu mempersilakan peneliti untuk duduk berhadapan dengannya. Walaupun duduk berseberangan, Andra sedikit memiringkan posisi
tubuhnya sehingga tidak duduk tepat berhadapan dengan peneliti, hampir sama seperti pada pertemuan pertama.
Sebelum wawancara dimulai, peneliti kembali meminta izin kepada Andra untuk merekam percakapan yang akan dilakukan dengan mp4 player dan Andra
tidak merasa keberatan. Tidak berbeda jauh dari pertemuan pertama, pada pertemuan kali ini pun,
Andra tidak menjaga kontak mata dengan peneliti, hanya memandang lurus ke depan dan sesekali memandang pada peneliti apabila ia merasa ada pertanyaan
yang kurang jelas disampaikan. Selama proses wawancara terdapat beberapa gangguan yang disebabkan
lokasi warung yang berada di tepi jalan raya, sehingga sering terdengar suara kendaraan yang lalu lalang. Namun begitu, dalam pertemuan kedua ini, Andra
terlihat lebih santai, hangat dan bersahabat dibandingkan dengan pertemuan pertama. Hal ini tampak dari senyum dan wajahnya yang lebih segar
dibandingkan dengan pertemuan pertama. Wawancara kedua ini berlangsung selama sekitar 1 jam dan hampir selama
itu juga posisi kaki kirinya berada di atas kaki kanannya tetapi sesekali ia
menurunkan kaki kirinya selama beberapa menit untuk kemudian dinaikkan kembali.
IV.A.3. Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being Individu Yang Cacat Karena Kecelakaan
Penerimaan Diri
Pada awalnya Andra tidak bisa menerima kondisi fisiknya yang cacat. Ia merasa menyesal dengan keadaan yang menimpanya. Penyesalan yang
membuatnya tidak bisa menerima keadaannya ini berlangsung selama sekitar setahun setelah kecacatannya. Andra tidak bisa menerima kondisinya yang cacat
karena dengan kondisinya ia banyak mendapat ejekan dari orang-orang disekitarnya.
”Ya waktu tau itu..spontan ya…pasrah aja ya kan...ya udah terjadi tapi kalo ditanya pada waktu itu sampe setahun pun saya masih tidak bisa
terima kondisi begini.” R1. WIb43-49hal.2
”Hanya menyesal lah…menyesal… pada waktu itu ya waktu itu ya dari kejadian sampe setahun itu, itulah... menyesal...ga menerima dengan
kenyataan yang saya terima” R1. WIb52-59hal.2
“Ya ga bisa terima lah dengan kondisi yang seperti sekarang ini...istilahnya kan kalo pun ga dalam kerja... orang cacat ini istilahnya
engga pun diejek orang, diliat orang aja pun dia sensitif trus mikirnya berbeda...dengan pemikiran seperti itu ga bisa menerima aja”
R1. W2.b1248-1258, hal 13-14 Selain merasa menyesal, Andra juga merasakan kesedihan yang mendalam
melihat kondisinya yang cacat. Perasaan sedih karena fisiknya tidak akan bisa
kembali seperti sedia kala ini membuat Andra mengurung diri dirumah dan tidak bergaul dengan teman-teman sebayanya.
“Sama sekali tidak keluar.” R1. W2.b922, hal 3
Ketidakmampuan Andra menerima kondisi fisiknya yang cacat membuatnya putus asa hingga berupaya bunuh diri. Upaya bunuh diri ini beberapa
kali dilakukan oleh Andra tetapi selalu berhasil digagalkan oleh ibu ataupun kedua saudaranya.
“Satu mau motong urat nadi, kedua...menyendiri ke tempat yang sepi gitu... disana kan ada pante di sekitar situ...aku kan kadang ke bukit-
bukitnya gitu karna kayak mana ya... udah terlampau penuh di otak ini...ga terselesaikan... jadi ya gitu lah..”
R1. W2b2277-2286, hal 44 “Yang mau motong urat nadi itu dirumah...”
R1. W2b2302-2303, hal 45 “Selalu digagalkan... ada aja jalannya orang tau”
R1. WIb396-397hal.13
Menyadari kesedihan Andra yang mendalam dan kerentanannya untuk bunuh diri, keluarga lebih memperhatikan kondisi Andra dengan menyingkirkan
benda-benda yang dianggap berbahaya bagi keselamatan Andra. Selain itu, mereka memberikan motivasi yang besar agar Andra bisa tetap semangat
menjalani hari-harinya. “Dari situ lah keluarga nonstop jagain saya...”
R1. W2.b358-360, hal 12 “Semua lah disingkirkan...itu lah kan...”
R1. W2b2320-2321, hal 46 ”Respon keluarga…ya…ga ada…ga ada yang…ga ada yang memojokkan
saya. Kalo keluarga itu uda tau keadaan saya begini, keadaan begini,
mereka itu hanya bisa sebatas motivasi. Bagaimanapun itu ya...ga masalah lah...harus semangat lagi lah dia bilang.”
R1. WIb19-22hal.3 “Ya…khususnya kalo keluarga besar ya tetap mendukung.”
R1. WIb246-248hal.8
“Sangat besar, khususnya ibu…ibu itu bagaimana ya, dia takutnya ya setelah kejadian mau bunuh diri itu...bagaimana saya itu... supaya lagi
termotivasi, lepas dari bayang-bayangan ini...dia itu sampe menjaga saya itu...makan...tidur...dia itu selalu ada disisi saya...dan apa pun yang saya
mau lakukan itu...mak saya mau ini...dia sangat mendukung... khususnya kalo di keluarga ibu lah yang sangat mendukung untuk saya berperan
sampe saat ini.
R1. WIb763-780hal.23 Keluarga, terutama ibu mendorong Andra untuk bisa bangkit dari
keterpurukannya. Lewat seorang dokter yang merawat ibunya, ibunya menyarankan agar Andra mengikuti kegiatan ketrampilan yang dikhususkan bagi
orang cacat. Andra menyetujui usulan tersebut dan saat itulah awal mulanya Andra berkiprah di dunia orang cacat.
“Ada keluarga kasih keterangan kalo orang cacat itu ada...ketrampilan... itu tempatnya di Dinas Sosial Pemprov...jadi gabung sama teman-teman
yang cacat itu...” R1. W1b137-143, hal 5
“Jadi kan cerita sama dokter...dokter itu famili... jadi kan untuk menghibur mamak...namanya orang dioperasi kan perlu dihibur.. jadi dibilang mamak
ini... aku sebenarnya bukan takut meninggal dia bilang... adalah satu anakku paling kecil, keadaanya gini gini dia bilang...dokter ini dia yang
apa kesehatan di panti-panti atau yayasan yang untuk orang-orang seperti kami ini...yaudah itu lah...ga usah dipikirin... nanti ku tarok dia disana, dia
bilang...dari situ dijumpakan aku sama... paman itu...yaudah ga masalah...yang penting mamak sehat dulu ku bilang...setelah mamak sehat
yaudah aku dibawa kesitu...” R1. W2b1562-1586, hal 23-24
“Di situ lah awal mulanya aku berkiprah di dunia orang cacat...” R1. W2b1594-1597, hal 24
Dukungan yang diberikan oleh pihak keluarga inilah yang perlahan-lahan membuat Andra menerima kondisinya yang cacat. Apalagi ketika mengikuti
kegiatan ketrampilan tersebut, Andra melihat ternyata masih banyak orang yang tidak seberuntung dirinya yang walaupun cacat tetapi masih bisa berjalan dengan
baik. Hal ini membuat Andra bersyukur dengan keadaannya dan membuatnya mampu menerima keadaan fisiknya yang cacat.
“Ikut gabung-gabung, mulai termotivasi, ada semangat... saya termotivasinya...ah, masih adanya yang lebih parah dari saya...orang ini
semangat juga apalah... saya masih bisa berjalan, masih bisa kemana- mana...dari situ proses-proses saya disini, saya berprestasi...dari situ lah
saya semuanya...lepas semua beban-beban saya ini.” R1. W1b145-159, hal 5
Hubungan Positif dengan Orang Lain
Pada awal mengetahui kecacatannya, Andra menolak kondisinya karena hal tersebut membuat teman-temannya dan kekasihnya menjauhinya bahkan
menganggap kecacatannya itu sebagai sesuatu hal yang sangat buruk yang dapat mengacaukan hidup teman-teman dan kekasihnya yang memiliki fisik normal dan
seketika kekasihnya pun memutuskan hubungan dengannya “Waktu itu kan, kami itu kan ada, waktu saya bermain, waktu saya masih
normal...itu ada lima lah kami...kompak lah gitu...setelah kejadian itu.... hilang gitu...tidak ada lagi mau mengunjungi atau apa...kayak gitu...
kehilangan kontak lah gitu. Saya hubungi pun kayak gitu...katanya udah ga bisa seperti awal saya dulu...udah mengacaukan lah gitu...”
R1. W1b77-91, hal 3
“Ya itu saya masih pacaran itu…masih belum cacat… kami ada berhubungan… begitu kecelakaan dan terbaring dia mengatakan… kita
memutuskan hubungan aja.” R1. W1b201-208, hal 7
Kebanyakan teman-teman dilingkungannya memang memilih untuk menjauhi Andra yang cacat tetapi ada beberapa teman yang masih tetap mau
menjalin pertemanan dengan Andra. Mereka mendampingi Andra dalam keterbatasannya dan setia menunggu datangnya jemputan Andra setiap pulang
sekolah. “....orang itu...kayak aku waktu mau pulang sekolah.. nungguin sampe
jemputan aku itu datang...ya aku bersukur aja punya teman yang mengerti dan bisa menerima aku gitu...”
R1. W2b2042-2048, hal 37
Tidak hanya dalam lingkungan sekolah bahkan dalam lingkungan masyarakat pun Andra sering dipandang sebelah mata karena fisiknya yang cacat
tetapi Andra berusaha tabah dan tidak mengacuhkannya. “Semua masyarakat itu ga sama..ada yang mencemoohkan ya
biarlah...karna dia kan ga marasakan apa yang kurasakan...” R1. W2b2005-2010, hal 35
Berbeda dengan lingkungan sekitarnya, orang-orang yang berada dilingkungan kerjanya tidak pernah membeda-bedakan keterbatasan fisik yang
dimiliki Andra. Mereka menghargai perbedaan fisik yang ada dan tidak berfokus pada hal tersebut melainkan pada setiap prestasi yang mampu Andra ukir dengan
keterbatasannya yang akhirnya memberikan banyak motivasi bagi individu yang memiliki fisik lengkap.
“Malahan saya di kantor ini tidak dapat itu...malah orang itu salut...kau orang gini bisa mampu begini... bahkan teman saya yang normal yang di
atletik akhirnya termotivasi nengok kami...orang ini aja mampu berprestasi kenapa kita yang lengkap tidak, mereka bilang...jadi kalo
masalah di lingkungan tempat kerjaan...di tempat latihan...itu tidak kami dapatkan karna sebenarnya di lingkungan kami berolahraga itu kan orang-
orangnya memang udah sangat profesional... orang-orang yang sangat mengerti gitu...baik juga di pekerjaan gitu...jadi masalah-masalah gitu ga
ada...malah bangga gitu...”
R1. W2b1954-1977, hal 34-35 Hubungan yang kurang baik dengan sebagian besar teman-temannya akibat
kondisinya yang cacat tidak merubah kedekatannya dengan anggota keluarga dan dukungan yang didapatkan membuat Andra kembali bersemangat menjalani
hidupnya. Sebelumnya, Andra pernah mencoba menjalin hubungan asmara dengan seorang wanita yang memiliki fisik yang lengkap tetapi Andra ditolak oleh
pihak keluarganya karena dianggap kecacatannya membuatnya tidak akan mampu menjadi tulang punggung keluarga dan bukanlah seorang kepala keluarga yang
baik. “Ada cewek...dikenalin aku sama keluarganya...dibilang keluarganya
itu...bapaknya.. padalah bapaknya ini dibilang taat di mesjid lah... dia nazir mesjid...kalo orang kristen bilang yang dituakan gitu lah...trus dibilang kalo
orang cacat ini ga bisa...ga bisa jadi kepala keluarga...ga bisa jadi imam...pokoknya ga mampu lah...masih lebih baik tukang becak yang
normal daripada orang cacat dia bilang...” R1. W2b1891-1906, hal 33
Saat ini, Andra sudah berkeluarga dengan seorang wanita yang juga seorang penyandang cacat genetik pada bagian tangannya. Pada awalnya, Andra
tidak ingin menikah dengan sesama penyandang cacat karena ia beranggapan bahwa orang yang cacat itu sangat sensitif perasaannya sehingga ia tidak ingin
menyakiti perasaan pasangannya kelak. Namun pada akhirnya, Andra dapat menerima keadaan pasangannya.
“Kakak itu pun kondisinya sama…” R1. W1b792-793, hal 24
“Saya setelah ikut pun disini...saya itu namanya... pacaran itu sebenarnya ga mau sebenarnya sama sesama...dalam arti bukan apa...saya itu
sebenarnya kalo orang cacat ini sebenarnya udah seperti keluarga ya kan...namanya kalo udah pacaran itu bisa saling berantam, saya takut
menyakiti...”
R1. W1b801-812, hal 24-25 “Makanya saya bilang mungkin itu yang terbaik”
R1. W1b820-822, hal 25
Otonomi
Mengetahui fisiknya cacat, Andra tetap ingin berusaha mandiri secara finansial dan tidak ingin bergantung pada keluarga, terutama pada ibunya. Andra
sempat bekerja selama sekitar 6 bulan disebuah Cafe yang baru didirikan seorang temannya. Andra mengerjakan berbagai jenis pekerjaan di Cafe tersebut.
“ Dulu saya kerja itu lama di Cafe..” R1. WIb720-721,hal.22
Tidak lama akhirnya ia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan tersebut karena ada ketidakcocokan dengan atasannya yang memintanya untuk
membuat laporan keuangan palsu. “Walaupun kita udah menej tapi kan tetap ada atasan kita...walaupun dia
bukan pemiliknya tapi terlampau apa ya...dalam masalah kecil dia terlalu...misalnya ada minuman satu...dia suruh aku selundupkan satu
kerat...itu diselundupkan untuk uang masuk...begitu juga rokok...jadi aku ga bisa gitu...bentrok kami disitu... bentrok...yaudah...aku lebih baik
mundur, kau disini ku bilang.” R1. W2b1726-1740,hal.27-28
Setelah keluar dari pekerjaanya di Cafe tersebut, Andra masih belum memiliki arah hidup yang jelas selama beberapa waktu dan ia memutuskan untuk
membantu usaha kebun keluarga yang menjadi sumber pemasukan utama bagi keluarganya untuk sementara waktu.
“Membantu keluarga... berkebun...menghilangkan stres kan...” R1. WIb1755-1757,hal.28
Penguasaan Lingkungan
Setelah selesai menjalani berbagai pengobatan, akhirnya Andra mampu berjalan kembali dengan bantuan tongkat. Andra menggunakan tongkat selama
beberapa waktu, termasuk ketika ia kembali ke sekolah. Dengan keterbatasan fisiknya tersebut, orangtua Andra memfasilitasinya dengan becak untuk
mengantar jemputnya dari sekolah. “...cuman saya dibujuk... khususnya ibu...udah lah... paling ga minimal
kamu tamat SMA...jadi bagaimana saya kondisi begini...naek angkot ga mungkin...ya...fasilitas yang diberikan ibu itu ya selama saya menamatkan
SMA itu saya diberikan becak untuk antarkan saya pulang sama antar...antar jemput lah gitu...”
R1. WIb446-458,hal.14-15 Dalam melakukan tugas-tugasnya sehari-hari, pada awalnya Andra banyak
mendapat bantuan perhatian dari kakak dan abangnya. Awalnya mereka memberikan pertolongan karena menganggap Andra tidak mampu melakukan
tugas-tugasnya itu tetapi pada akhirnya Andra memperlihatkan bahwa ia tetap mampu beraktivitas seperti biasa.
“...cuman ada perbedaannya baik kakak... abang...terlalu berlebihan gitu...nanti asal awak kerjakan yang saya rasa sanggup, dia melarang...dia
bilang, gimana kondisi kau begini...”
R1. W2b1285-1292,hal.14-15 Sejak bisa berjalan kembali hingga saat ini Andra tetap melakukan semua
aktivitas sehari-harinya seorang diri tanpa merasa terganggu dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya, sama seperti orang-orang yang memiliki kondisi fisik yang
normal. “Ga ada ku butuh orang... kalo setelah jalan ya...ga ada tuh...”
R1. W2b2355-2357,hal.47
Tujuan Hidup
Sejak usia sekolah, Andra bercita-cita menjadi seorang perwira TNI dan untuk mencapai cita-citanya tersebut, Andra telah melakukan banyak upaya,
seperti mengikuti kegiatan Paskibraka dan Pramuka namun kecelakaan yang telah menimpanya menggagalkan cita-citanya tersebut.
“...itulah memang cita-cita mau masuk tentara dan proses itu memang udah saya lalui semua, kayak Pramuka, lolos juga saat itu saya
Paskibra...” R1. W1b318-324,hal.10
“TNI…waktu aku kecelakaan itu aja…drap... waktu tertidur...itu ingatanku udah ga ada yang lain...ah, udah gagal aku ini jadi
tentara...cuman itu ingatan...abis ingatan itu udah ga ada lagi...” R1. W1b310-317,hal.10
Menyadari keterbatasan fisik yang dimilikinya, akhirnya Andra mengubah tujuan hidupnya yang sesuai dengan kondisinya. Dan ketika ada sebuah
penawaran untuk dilatih menjadi seorang atlet cacat profesional, Andra meneimanya. Setelah menjalani latihan selama beberapa waktu, diikutsertakan
dalam pertandingan dan menang, akhirnya Andra lebih memfokuskan diri pada bidang olahraga yang dahulu menjadi minatnya.
“Ada kegiatan olah raga...ku ikutin...menang pulak langsung kan...ditarek lah langsung ke propinsi... dibina...”
R1. W2b1620-1625,hal.25
“Pertama kan iseng-iseng aja kan...trus maen...menang... dipanggil kan...pada saat itu memang lagi”
R1. W2b1620-1625,hal.25
Prestasinya dalam dunia olahraga membuat pemerintah daerah mengangkatnya menjadi salah seorang pegawai pemerintahan sebagai staf
olahraga. Andra diminta melatih atlet-atlet muda. Kecintaannya terhadap dunia
olahraga ini membuat Andra ingin lebih berfokus mengurus yayasan yang telah membesarkan namanya dan membela hak atlet-atlet penyandang cacat yang
dianggap selalu mendapat sangat sedikit perhatian baik dari pemerintah daerah maupun pemenrintah pusat.
“…mungkin ya dari hasil prestasi ini ya mungkin saya bisa...ya... pemerintah bisa menampung saya jadi PNS...”
R1. W2b525-531,hal.17
“...akhirnya setelah saya berkecimpung disini ada perhatian pemerintah... tahun dua ribu...sembilan... saya diterima di PNS...”
R1. W2b416-420,hal.13
“saya ingin... lebih baik lagi perhatian pemerintah itu pada kami ini...setaraf sama atlet non cacat...atlet normal...”
R1. W2b588-592,hal.18
“Kan SDM di olah raga cacat ini kan masih…masih minim orangnya…kita kan disini kan untuk kedepannya juga untuk teman-teman
nanti…kalo bisa kan kita dari atlet terlahirlah… adalah yang nanti bisa memiliki SDM untuk mengangkat harkat dan martabat orang cacat ini
R1. W2b599-610,hal.19
Pertumbuhan Pribadi
Penghasilannya sebagai atlet dianggap kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal itu yang mendorong Andra untuk mencari penghasilan tambahan.
Andra pernah melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan penghasilan tambahan, diantarannya menjual pulsa kepada teman-temannya dan membuka
usaha rumah makan. “kalo dari uang pembinaan aja kurang itu makanya aku diluar jadwal
latihan aku itu merayap...” R1. W2b2149-2153, hal 40
“ya sebelum aku itu ikut ke pentas nasional aku juga sering kumpul sama teman-teman...aku jual pulsa...kan lumayan... dari situ kan bisa bantu
keluarga...”
R1. W2b2155-2161, hal 41 “dulu aku juga buka rumah makan...”
R1. W2b2167-2168, hal 40
Usaha yang dirintisnya dengan susah payah itu pada awalnya sangat membantu ekonomi keluarga tetapi pada akhirnya mengalami kebangkrutan
ketika Andra meninggalkannya selama beberapa waktu untuk mengikuti latihan dan pertandingan di luar kota.
“hancurnya itu waktu aku berangkat Pelatnas...” R1. W2b2197-2198, hal 42
“namanya kalo udah bos ga disitu pasti menejnya kan kacau...banyak lah...pulsa juga hancur semua...”
R1. W2b2201-2204, hal 42
Setelah itu, Andra sempat memulai usaha lainnya, yaitu bisnis saham dengan temannya. Ia hanya cukup memberikan modal dan ia dijanjikan akan
mendapatkan keuntungan setiap bulan. Namun, usaha ini pun akhirnya mengalami kebangkrutan dan ia harus mengalami kerugian puluhan juta rupiah yang
rencananya akan digunakan sebagai modal untuk menikah. “waktu tahun dua ribu lapan aku mau berumah tangga itu semua dana dari
aku...ga ada dari orangtua...waktu itu aku ada bisnis aama teman...aku nanam saham... modal...trus tiap bulannya dia ngasih...sebulan mau
antaran...blesss...padahal harapan aku disini...dari antaran juga semua- semua...itu kemaren ada sekitar lima puluh juta...aku udah ga bisa lagi
ngomong...eh, yaudah lah memang ini udah resiko awak pikir...ya jalanin aja... apa yang sisa lah untuk berumah tangga...
R1. W2b2216-2235, hal 42-43
Mengalami beberapa kegagalan dalam dunia usaha, Andra tetap berusaha pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Untuk saat ini, Andra mencari
penghasilan tambahan dengan memasarkan rumah yang dikelola oleh temannya.
“itulah ada kawan yang bangun perumahan trus dia minta pasarkan yaudah lah itu yang saya lakukan...”
R1. W2b2250-2253, hal 43
IV.B. Responden II Tabel 4. Gambaran Umum Responden II
Identitas Deskripsi Responden
Nama Andy
Usia ± 26 tahun
Pekerjaan Karyawan
Jenis kecacatan yang dialami Cacat kaki sebelah kiri
Mengalami kecacatan pada usia… ± 12 tahun kelas 1 SMP
Status pernikahan Belum Menikah
Kondisi fisik pasangan -
Anak ke Anak ke 3 dari 3
Latar belakang ekonomi keluarga Menengah ke bawah
IV.B.1. Rangkuman Wawancara
Responden kedua dalam penelitian ini, bernama Andy nama samaran, seorang pria dari suku Aceh, berusia sekitar 26 tahun, dan beragama Islam.
Bungsu dari tiga bersaudara ini memiliki hubungan yang dekat dengan kedua orangtuanya juga dengan kedua saudaranya.
Pada saat usia sekitar 12 tahun, ketika Andy masih berada di bangku Sekolah Menengah Pertama SMP, Andy mengalami sebuah kecelakaan yang
membuat kedua kakinya timpang dan ketika berjalan kaki kirinya menyeret. Ketika itu ia sedang berjalan bersama dengan teman-temannya dan tiba-tiba saja
sebuah vespa berkecepatan tinggi menabraknya dari belakang. Tabrakan itu membuat tubuh Andy terpental dan kehilangan pandangannya selama beberapa
saat. Ketika Andy mencoba untuk berdiri, ia tidak bisa menggerakkan kakinya lagi. Kemudian oleh orang yang menabraknya, ia dibawa ke tukang kusuk untuk
mendapat pertolongan pertama. Ketika melihat kondisinya kakinya, orangtua Andy memutuskan untuk membawanya ke dukun patah karena kakinya tidak
terkilir, melainkan patah tulang pada kaki kirinya. Kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan tersebut mengharuskan Andy
mendapatkan perawatan di dukun patah selama sekitar tiga hingga empat bulan. Sekembalinya dari pengobatan, Andy mencoba kembali ke aktivitasnya semula
sebagai seorang siswa, yaitu bersekolah. Akan tetapi pihak sekolah menolak Andy karena dianggap sudah terlalu banyak ketinggalan pelajaran. Penolakan ini
membuat Andy sangat sedih. Melihat kesedihan itu, orangtua Andy mendaftarkannya untuk ikut les private agar Andy tetap bisa belajar walaupun
tidak disekolah. Pada saat ini, Andy bekerja sebagai salah seorang karyawan di PT. Y
Indonesia sebagai salah seorang staf marketing. Pekerjaannya sehari-hari adalah membuat laporan hasil penjualan produk Y di wilayah-wilayah yang menjadi
target operasional pasar dari perusahaan tersebut. Selain membuat laporan harian,
saat ini Andy juga banyak membantu survei wilayah-wilayah baru yang akan dijadikan target pemasaran produk mereka selanjutnya serta melakukan training
bagi buruh harian perusahaan tersebut. Ditengah-tengah kesibukannya bekerja, Andy masih menyempatkan diri
berkumpul dengan teman-teman akrabnya dan menyalurkan hobi bermain musik yang sejak dahulu telah dimulainya. Andy senang bermain gitar. Hobi bermain
musiknya ini sempat membuatnya berpikir untuk menjadi seorang musisi ternama kelak tetapi cita-citanya ini tidak mendapat persetujuan dari kedua orangtuanya
karena seorang musisi dianggap tidak memiliki masa depan yang jelas.
IV.B.2. Data Observasi
Peneliti mengenal Andy dari salah seorang teman peneliti yang juga merupakan teman bermain Andy semasa tinggal di Medan. Peneliti pertama kali
bertemu dengan responden Andy di sebuah warung makan di daerah Medan Baru. Beberapa hari sebelumnya peneliti membuat janji temu dengan Andy untuk
melakukan wawancara. Pertemuan itu berlangsung pada tanggal 3 April 2011 yang dimulai sekitar pukul 16.10. Andy datang agak telat dari waktu yang telah
disepakati dan peneliti sempat menunggu kedatangannya selama beberapa menit. Setelah memberitahukan posisi tempat duduk peneliti yang berada di sudut kanan
ruangan pada Andy, akhirnya Andy muncul. Ia bersama seorang teman prianya, yang diperkenalkan sebagai sahabatnya sejak kecil. Andy mengambil posisi
duduk berhadapan dengan peneliti dan temannya berada di sisi kanannya.
Sebelum wawancara dimulai, peneliti memulai pembicaraan ringan mengenai teman peneliti yang memperkenalkan peneliti dengan Andy. Andy
terlihat antusias bertanya mengenai temannya itu yang memang sudah sejak lama tidak bertemu dengannya setelah keberangkatannya ke luar kota untuk
melanjutkan kuliah. Kemudian, Andy meminta izin untuk merokok dan setelah peneliti membolehkan, Andy menyalakan sebatang rokok filter.
Andy adalah seorang karyawan perusahaan swasta yang memiliki tinggi badan sekitar 160 cm dan berat badan sekitar 70 kg. Dengan proporsi tubuh
seperti ini, Andy tidak tergolong proporsional untuk ukuran seorang pria, malahan cenderung gemuk terutama di bagian perut.
Pada pertemuan ini Andy datang dengan mengenakan kaos berwarna merah dengan tulisan ”Indonesia” di bagian depan, celana pendek sepanjang betis
yang berbahan dasar jeans berwarna hitam, topi berwarna hitam serta sepasang sendal gunung. Andy memiliki potongan rambut pendek dan lurus dengan bentuk
wajah yang bulat. Setelah memperkenalkan kembali diri masing-masing, peneliti kembali
menjelaskan tujuan utama peneliti dan meminta persetujuan Andy secara langsung. Andy setuju untuk diwawancara dan meminta peneliti untuk mulai
proses wawancara sembari ia merokok. Proses wawancara ini berlangsung lancar karena Andy bersikap kooperatif
dan bersahabat, bahkan gaya bicaranya juga santai dan sesekali Andy bercanda. Selama wawancara, tangan Andy selalu bergerak mengikuti arah pembicaraan.
Andy duduk bersandar di kursinya dengan kaki yang diangkat di atas kaki lainnya. Hal ini terus terjadi selama wawancara berlangsung dan terus bergantian
setiap sekitar 5 hingga 10 menit. Tempat pertemuan peneliti dengan responden adalah disebuah warung
dengan tiga sisi dinding yang terbuka. Warung makan tersebut berada di tepi jalan raya di daerah Medan Baru yang lalu lintasnya tergolong sibuk sehingga banyak
terdengar suara klakson kendaraan dan suara-suara tersebut menjadi faktor pengganggu ketika wawancara berlangsung.
Meja yang kami tempati merupakan sebuah meja berwarna dasar hitam yang berukuran sekitar 1 m x 0,5 m dengan gambar sebuah iklan minuman ringan
dipermukaannya. Di permukaan meja terdapat sebuah tempat sendok yang berisi beberapa pasang sendok, sebuah tempat tisu yang terletak di sisi kanan, sebuah
tempat tusuk gigi serta saos dan kecap manis dalam botol plastik berwarna bening dengan tutup atasnya berwarna biru kehijauan.
Setelah mengambil posisi duduk yang nyaman, peneliti menawarkan agar Andy dan temannya memesan makanan atau minuman yang mereka suka.
Sebelum wawancara dimulai, peneliti kembali meminta izin kepada Andy untuk merekam percakapan yang akan dilakukan dengan mp4 player dan Andy
tidak merasa keberatan. Wawancara pertama ini berlangsung selama lebih dari 1 satu jam dan
setelah wawancara selesai, peneliti melanjutkan menjalin rapport dengan Andy dan Andy terlihat semakin akrab.
Wawancara kedua berlangsung di warung makan yang sama pada hari Selasa, 17 Mei 2011 pada sekitar pukul 16.40 WIB. Pada pertemuan kali ini,
Andy datang seorang diri karena temannya sedang berada di daerah Tanjung Morawa untuk menemui teman wanitanya. Andy mengenakan kaos berkerah
berwarna merah dengan celana panjang berbahan jeans berwarna hitam, sepatu kets berwarna putih, jam tangan berwarna hitam yang dikenakan di tangan kiri,
serta dua untai kalung di balik kaosnya. Pada pertemuan kedua ini pun Andy datang terlambat dari waktu
pertemuan yang telah disepakati sebelumnya. Setelah meminta maaf atas keterlambatannya, Andy mengambil posisi duduk berhadapan dengan peneliti.
Meja yang peneliti pilih adalah meja yang sama dengan pertemuan sebelumnya yang berada di sudut ruangan. Peneliti memilih meja yang terletak di
sudut dengan alasan agar lebih nyaman dari orang yang berlalu lalang di warung makan tersebut. Namun karena posisi warung makan tersebut berada di tepi jalan
raya di daerah Medan Baru yang lalu lintasnya tergolong sibuk sehingga banyak terdengar suara klakson kendaraan dan suara-suara tersebut menjadi faktor
pengganggu ketika wawancara berlangsung. Sebelum wawancara dimulai, peneliti kembali meminta izin kepada Andy
untuk merekam percakapan yang akan dilakukan dengan mp4 player dan Andy tidak merasa keberatan.
Proses wawancara kedua ini juga berlangsung lancar karena Andy bersikap kooperatif dan bersahabat, sama seperti dengan pertemuan pertama.
Selama wawancara, tangan Andy selalu bergerak mengikuti arah pembicaraan.
Andy duduk bersandar di kursinya dengan kaki yang diangkat di atas kaki lainnya. Hal ini terus terjadi selama wawancara berlangsung dan terus bergantian
setiap sekitar 5 hingga 10 menit. Wawancara kedua ini berlangsung selama lebih dari 1 satu jam dan
setelah wawancara selesai, peneliti melanjutkan menjalin rapport dengan Andy dan Andy terlihat lebih akrab dan semakin banyak bercerita mengenai kehidupan
pribadinya.
IV.B.3. Dimensi-dimensi Psychological Well-Being pada Individu Cacat Karena Kecelakaan
Penerimaan Diri
Sejak mengalami kecacatan pada usia sekitar 12 tahun, Andy merasa sedih karena ia tidak bisa melakukan aktivitasnya lagi dengan leluasa. Kesedihan ini
bertambah besar ketika ia ditolak oleh pihak sekolah karena dianggap sudah terlalu banyak ketinggalan pelajaran dibandingkan dengan teman-temannya.
Akibat penolakan pihak sekolah itu membuat Andy harus mengulang di tahun depannya. Orangtua Andy menyarankan agari ia pindah sekolah tetapi Andy
menolak dan Andy memilih mengulang di sekolah yang sama tanpa pernah merasa trauma akan kejadian yang pernah menimpanya.
“sedih, sedih jugak sih cuman gak sampek gimana kali...” R2. W1.b240-241, hal 5
“lagian pun abang udah gak diterima lagi seumpamanya abang pun masuk sekolah karna udah banyak kali abang terlambat mata pelajaran...itu kan
ada berapa bulan kan jadi abang ngulang lah...itu pun ngulang di taun depannya.”
R2. W2b170-178, hal 4
“Abang sekolah balek di situ lagi...orangtua kan takutnya abang trauma jadi disuruh pindah sekolah lah kan... ngapain aku pindah sekolah, ku
bilang...jadi mau dimana rupanya sekolah, kata orangtua...di sana lah aku lagi balek”
R2. W2.b180-187, hal 4 “Enggak lah, gak trauma lah, makanya disana lagi aku balek.”
R2. W1.b190-192, hal 4
Andy menerima kejadian yang menimpanya dengan lapang dada dengan tidak ada penyesalan. Ia menganggap apa yang dialaminya semata merupakan
suatu cobaan dari Tuhan bagi umatNya. “Yah, mau dibilang apa ya...ga bisa bilang apa-apa lagi lah...yang udah
terjadi, terjadi lah, pikir abang kayak gitu kan...” R2. W1.b248-252, hal 6
“Yah, menerima aja lah, istilahnya ga ada penyesalan gitu lah...yah, mungkin ini udah jalan aku, pikirku gitu lah...cuman gak ada mikir,
kenapa harus kayak gini itu gak ada...kalo abang memang apa yang terjadi sama abang itu yah abang terima aja gitu...mungkin itu memang udah
cobaan sama abang, juga sama keluarga abang, gitu aja...”
R2. W1.b255-267, hal 6 Walaupun bisa menerima kondisinya yang cacat, Andy masih ingin
sembuh seperti sedia kala. Keinginan untuk sembuh ini membuat Andy mengkonsumsi setiap obat-obatan yang diberikan padanya, sekalipun rasanya
pahit. “Itu obatnya luar biasa lah, Mel...namanya obat kampung lah ya...itu
obatnya bermacam-macam...” R2. W1.b82-85, hal 2
“yaudah lah disitu abang dikasih minyak ikan...ada kayak minyak ikan gitu, nah itu aja lah yang tiap malam di siramkan...”
R2. W1.b92-96, hal 2-3 “sama dia ada obatnya juga...dia macam daun ubi tumbuk...itu minumnya
kalo gak pake teh manis panas, pake sop.” R2. W1.b98-102, hal 3
“kayak daun ubi gitu... daun-daun ramuan itu kan ditumbuk gitu...nah itu sempat juga orangtua abang ga tau cara ngasih minumnya jadi pait kali, ga
sanggup lah abang minumnya kan trus ada tetangga yang kasitau kalo dulu anaknya pernah juga kayak abang kan trus dikasi-taunya lah cara
minumnya, ditarok di sendok sikit-sikit baru diminum rupanya..trus karna obat kampung itu kan ada juga obatnya abang itu disuruh makan ayam
itam.”
R2. W1.b108-124, hal 4
Hubungan Positif dengan Orang Lain
Keadaan yang cacat tidak membatasi hubungan Andy dengan teman- temannya di lingkungan sekolah maupun lingkungan tempat tinggalnya. Baik
Andy maupun teman-temannya tidak merasa terganggu dengan keterbatasan fisik yang Andy alami. Bahkan pada saat Andy menjalani perawatan, teman-temannya
selalu datang menghibur dan tidak ada seorang pun dari antara temannya yang mengucilkan dan mengejek keadaannya yang cacat sehingga ia selalu percaya diri
ketika menjalin komunikasi dengan orang lain. “Kalo misalnya mau ngumpul, teman-teman itu banyak datang kerumah
abang, istilahnya untuk menghibur abang lah gitu kan, kasih semangat...tapi mereka itu gak ada yang gak mau berkawan gara-gara
abang kayak gitu itu gak ada... semuanya datang kerumah abang, tiap malam orang itu datang kerumah, maen-maen gitu kan...”
R2. W1.b283-295, hal 6-7 “Gak...kalo sama teman-teman gak ada masalah...”
R2. W1.b299-300, hal 7 “Biasa aja semua...orang itu nganggapnya macam gak ada kejadian aja
gitu semua.” R2. W1.b219-221, hal 5
“Istilahnya orang itu gak ada ngucilin abang gitu... semuanya biasa aja...” R2. W1.b198-200, hal 5
“jadi gak ada minder, itu gak ada...buat apa minder karna itu kan udah kejadian, gak bisa disangkal...buat apa minder, gak mau berkawan trus
menutup diri, untuk apa...kan istilahnya diri kita sendiri juga nanti yang rugi kan, bukan orang lain...”
R2. W1.b322-331, hal 7 Komunikasi Andy dengan anggota keluarga, termasuk dengan kedua
orangtua, kakak serta abangnya pun terjalin dengan baik, saling memberikan perhatian dan penuh keterbukaan. Andy banyak menerima perhatian, khususnya
dari kedua orangtuanya. Mereka berusaha menyenangkan hati Andy dengan menuruti apa yang menjadi permintaan Andy
“Yah kalo abang dalam keluarga itu kalo ada masalah gitu selalu lah diceritain sama orang itu, misalnya kalo ada masalah di kerjaan gitu...
kayak kakak abang kan dia itu supervisor di U trus abang sekarang di PT. Y, nah itu kan hampir sama dengan U jadi abang selalu cari masukan dari
orang itu trus cerita lah kalo abang ada masalah...sama orangtua pun abang gitu juga karna abang itu gak mau nutupin diri karna kan bagi
abang nutup diri itu bisa buat abang stres aja...karna abang kalo ada masalah gak bisa itu abang pendam sendiri kalo ada kawan yang bisa
abang ajak sharing, abang cerita sama dia...
R2. W1.b1054-1076, hal 21-22 “Dekat lah...makanya kalo di rumah pulang kerja gak ngeliat trus tanyak,
buk abang mana...orang itu pun kayak gitu juga, buk si adek mana... pasti ditanyain gitu, istilahnya gak ada cuek-cuekan lah kami semua...”
R2. W1.b1086-1093, hal 22
Otonomi
Setelah menamatkan pendidikannya di bangku SMA, Andy memutuskan untuk bekerja. Selama beberapa tahun bekerja, Andy sudah berkali-kali
berpindah-pindah pekerjaan. Keputusan berpindah pekerjaan ini dibuat oleh Andy sendiri tanpa pengaruh orang lain.
“...abang kan gak kuliah nya, langsung kerja...” R2. W1.b645-646, hal 13
“Kalo abang kerjanya udah bolak-balek...”
R2. W1.b644-645, hal 13 “Wah, banyak lah...di U abang pernah...di kafe-kafe abang pernah...”
R2. W1.b649-651, hal 13 “...dulu abang pernah jadi sales di jalan Perniagaan, ngapain kain-
kain...seragam-seragam dinas itu” R2. W1.b655-659, hal 15
Penguasaan Lingkungan
Setelah menjalani masa pengobatan, akhirnya Andy bisa berjalan kembali dengan bantuan tongkat dikedua sisi tubuhnya selama beberapa waktu. Melihat
keterbatasan fisik yang dialami Andy dan semangatnya yang besar untuk kembali bersekolah, kedua orangtuanya mendukung semangat Andy untuk bersekolah
kembali dengan mengantar jemputnya ke sekolah. Dengan begitu Andy tidak repot untuk naik kendaraan umum.
“jadi waktu itu abang lagi semangat-semangatnya untuk sekolah... pake tongkat, pake tongkat lah situ, ngapain malu-malu”
R2. W1.b155-159, hal 4 “karna diliat abang semangat, orangtua abang pun semangat juga ngantarin
abang sekolah...” R2. W1.b160-164, hal 14
Dalam kesehariannya, meskipun dalam keadaan cacat, Andy tetap dapat melakukan semua aktivitasnya sehari-hari tanpa terlalu terganggu dengan kondisi
fisiknya. “Aktivitas abang yah seperti biasalah lah abang jalanin... gak ada aku
minder mau ngerjain ini itu, gak...” R2. W1.b389-392, hal 8
Tujuan hidup
Andy memiliki minat yang besar terhadap musik, khususnya gitar, hingga pada usia remaja Andy bercita-cita menjadi seorang pemain musik ternama.
Untuk mencapai cita-citanya tersebut, Andy terus berupaya untuk melatih kemampuannya bermain gitar dan sesekali Andy menulis lirik lagu.
“ Musik...ngeben-ngeben lah...” R2. W1.b618, hal 13
“...abang pengen jadi pemusik...” R2. W1.b812-813, hal 16
“Masih...masih maen kok sampe sekarang”. R2. W1.b624-625, hal 13
“sekali-sekali nulis-nulis manatau jadi lagu” R2. W1.b630-631, hal 13
Akan tetapi, cita-cita tersebut tidak mendapat dukungan dari kedua orangtua Andy karena mereka menganggap bahwa menjadi seorang musisi tidak
memiliki masa depan yang cerah kemudian Andy pun menuruti permintaan orangtuanya tersebut. Walaupun begitu, pada suatu saat, Andy masih
berkeinginan untuk meneruskan cita-cita bermusiknya “ini dari orangtua jugak, orang itu gak setuju...karna dibilang orangtua
untuk apa jadi pemusik, bukan Jakarta ini... kalo di Medan mau jadi apa, katanya...”
R2. W1.b823-829, hal 17 “Lagian kan jarang kan kita dengar ben-ben papan atas itu dari medan
kan...ada pun ada yang sempat bikin vidio klip trus abis itu tenggelam...” R2. W1.b835-839, hal 17
“Sebenarnya pengen sih tapi mungkin waktu juga nya kan..” R2. W1.b843-845, hal 17
Memiliki fisik yang cacat tidak membatasi Andy untuk memiliki keinginan dan mencapai harapannya. Sebagai seorang anak, Andy ingin sekali
membahagiakan orangtuanya dengan hasil kerja kerasnya karena sebelumnya ia sering membuat kecewa kedua orangtuanya.
“Kalo sekarang ini cita-citanya yah membahagiakan orangtua aja lah...” R2. W1.b872-874, hal 18
“prioritas abang sekarang memang orangtua dulu lah... selagi orangtua abang masih idup, ya kita bahagiakan dulu lah...karna dulu itu istilahnya orangtua
abang udah pernah lah abang bikin malu gitu kan...” R2. W1.b894-901, hal 18
Sebagai seorang karyawan Andy juga berharap dapat berkontribusi besar bagi perusahaan tempatnya bekerja dengan prestasi yang dicapainya. Selain itu,
Andy juga berharap tidak akan berpindah-pindah pekerjaan lagi. “tapi buat abang, abang itu pengen naek dari prestasi bukan dari
menjatuhkan orang, menjelekkan orang trus cari-cari kesalahan kawan, macam lah trus dilaporkan kesalahan orang itu sama atasan...tapi kalo
untuk abang, gak mau abang kayak gitu, dari prestasi abang aja lah...ini pun abang berharapnya ini lah abang terakhir kerja karna ingat umur
abang pun udah susah kalo mau pindah-pindah kerja lagi...”
R2. W1.b1117-1133, hal 23 Selain itu, Andy juga masih ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang
yang lebih tinggi, yaitu dunia perguruan tinggi. Kesibukannya bekerja selama ini membuat Andy tidak berkesempatan untuk melanjutkan kuliah.
“Kalo dibilang pengen kuliah ya abang pengen kuliah juga tapi mau gimana lagi ya, abang itu udah gak ada waktu...”
R2. W1.b1136-1140, hal 23
Pertumbuhan Pribadi
Andy merupakan salah seorang karyawan di bagian marketing di PT. Y di kota Medan. Sebagai seorang karyawan, ia menerima setiap tanggung jawab yang
dibebankan oleh perusahaan kepadanya, seperti mengerjakan laporan penjualan harian, melakukan survei lapangan mengenai tempat-tempat dimana produk yang
mereka akan pasarkan, merekrut serta memberikan training pada buruh harian yang terjun langsung ke lapangan. Keberadaan fisiknya yang tidak lengkap tidak
membuat Andy patah semangat dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, terutama dalam pekerjaannya. Andy menikmati setiap tanggung jawab yang
dibebankan perusahaan padanya bahkan Andy sangat loyal memberikan waktunya bagi perusahaan.
“terakhir ini di PT. Y abang...” R2. W1.b651-652, hal 13
“Itu lah kalo memang tau ibuk-ibuk Y yang naek sepeda itu, dari situ lah kami buat pelaporan yang dari orang itu...
R2. W1.b707-711, hal 14 “...kan gini...pertama kita survei lah suatu tempat lah gitu kan, misalnya
simalingkar lah...trus kita survei lah jalan-jalan apa aja yang ada...kita itu kan udah ada petanya tapi di peta kan gak lengkap sampek gang-gangnya
gitu...kita turun ke lapangan trus dari situ lah kita bikin lagi petanya...berapa KK disana, ada kantor, ada sekolah trus itu lah yang kita
catat, itu lah yang kita laporkan nanti ke kantor...”
R2. W1.b8715-730, hal 15 “kita ngerekrut ibuk-ibuk yang naek sepeda itu lah, mau gak kerja di Y
gitu kan..” R2. W1.b741-744, hal 15
“kita trening, kita edukasi gitu kan trus mereka itu hanya tinggal menjalankan aja karna orang-orang yang jadi pelanggan itu udah kita
dapat...”
R2. W1.b758-764, hal 15
“...kita bina lah nanti dia kan selama satu bulan trus setelah satu bulan itu kita bina baru lah kita lepas lah dia, kita kasih jalan sendiri...”
R2. W1.b766-771, hal 16 “Yah...Alhamdullilah enak...
R2. W1.b693, hal 14 “Sebenarnya kan kami itu kerjanya cuman lima jam tapi siap pulang
kantor itu kan selalu ada briefing gitu, pelaporan hasil kerja... R2. W1.b695-699, hal 14
IV.C. Analisis Antar Responden Tabel 5. Rangkuman Gambaran Psychological Well-Being Antar Responden
No Dimensi PWB
Responden I Responden II
1 Penerimaan Diri
• Pada awalnya tidak terima
kondisinya yang cacat •
Memiliki penilaian yang buruk terhadap dirinya
karena orang lain juga menilai buruk kondisinya
• Bisa menerima kondisinya
yang cacat •
Menganggap kecacatan yang dialaminya adalah
suatu cobaan dari Tuhan
2 Hubungan Positif
dengan Orang Lain •
Teman-teman dan banyak orang disekitarnya
mencemooh keadaanya yang cacat dan
menjauhinya •
Perhatian orang lain yang diterimanya dinilai sebagai
• Teman-teman dan orang-
orang disekitarnya bisa menerima keadaannya
yang cacat dan masih berteman dengannya
• Perhatian orang lain yang
diterimanya dinilai sebagai
sesuatu hal yang negatif sesuatu hal yang positif
3 Otonomi
• Memutuskan berusaha
mandiri secara finansial karena tidak ingin
membebankan keluarganya •
Memutuskan berpindah pekerjaan karena dianggap
tidak sesuai dengan dirinya •
Memutuskan berusaha mandiri secara finansial
karena tidak ingin membebankan keluarganya
• Memutuskan berpindah
pekerjaan karena dianggap tidak sesuai dengan dirinya
4 Penguasaan
Lingkungan •
Tidak merasa terganggu melakukan aktivitasnya
sehari-hari •
Tidak merasa terganggu melakukan aktivitasnya
sehari-hari 5
Tujuan Hidup •
Berkeinginan mengembangkan potensi
atlet-atlet muda di dunia olahraga
• Ingin berperan aktif
membela hak-hak atlet penyandang cacat yang
sering diabaikan •
Berkeinginan melanjutkan pendidikannya ke
perguruan tinggi •
Berkeinginan mengembangkan cita-
citanya menjadi seorang musisi
• Berkeinginan melanjutkan
pendidikannya ke perguruan tinggi
6 Pertumbuhan
Pribadi •
Mencoba berbagai usaha untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi keluarganya •
Menerima setiap tanggung jawab yang dibebankan
padanya
IV.D. PEMBAHASAN
Responden I mengalami kecacatan pada usia 16 tahun. Pada awalnya ia sulit menerima kondisinya karena kecacatannya ini membuatnya ditinggalkan
oleh teman-teman dan kekasihnya. Perubahan fisik ini menyebabkan terjadinya perubahan kehidupan pada responden I dan hal ini merupakan stressor yang
menuntutnya untuk menyesuaikan diri dan responden I mengalami kesulitan melakukan penyesuaian dengan kondisi barunya yang cacat. Hal ini sejalan
dengan teori yang dikembangkan oleh Holmes dan Rahe dalam Sarafino, 2006 yang menyatakan bahwa kecacatan merupakan salah satu peristiwa dalam hidup
yang menyebabkan munculnya stres. Perlahan-lahan seiring berjalannya waktu, responden I mulai bisa bangkit
dari keterpurukannya. Ia menemukan suatu yayasan yang menampung hobinya berolahraga yang memberikannya peluang mendapatkan pekerjaan tetap serta
menemukan pasangan hidup yang bisa menerima keadaannya yang cacat. Pekerjaan dan adanya dukungan dari pasangannya ini membuat responden I
mampu bertahan dan bangkit dari keterpurukannya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Berkman dalam Sarafino, 2006 bahwa mendapatkan
dukungan sosial sangat menguntungkan bagi seseorang saat bangkit dari stressor yang sedang dialaminya.
Kondisi responden I ini berbeda ketika dilihat pada responden II yang mampu menerima kecacatannya. Kemampuan responden II menerima kondisinya
yang cacat dikarenakan ia beranggapan bahwa apa yang dialaminya adalah suatu cobaan yang diberikan oleh Tuhan. Kesedihan yang dialaminya tidak
membuatnya terpuruk dan berupaya bunuh diri. Ryff dalam Keyes, 1995 mengatakan bahwa seseorang yang memiliki
penerimaan diri yang baik adalah mereka yang memahami dan menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun buruk, dan bersikap positif
terhadap kehidupan yang dijalaninya. Hal ini dapat terlihat pada responden II tetapi tidak terlihat pada responden I. Responden I menganggap bahwa cacat
merupakan suatu keadaan yang buruk dan tidak berdaya sehingga ia merasa malu dan menolak stigma negatif yang melekat pada dirinya. Responden I juga pada
awalnya tidak dapat bersikap positif terhadap kehidupan yang ia jalani bahkan ia sempat berkeinginan untuk bunuh diri agar tidak membebankan orangtua dan
keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari, responden I pada awalnya banyak
mengalami konflik dengan orang-orang di sekitarnya. Mereka mengucilkan dan mencemoohkan keadaanya yang cacat. Bahkan teman-temannya
meninggalkannya karena keterbatasan fisik yang dialami oleh responden I. Ia merasa bahwa teman-temannya tidak memberikan dukungan ketika ia dalam masa
pengobatan dan pemulihan. Berbeda dengan responden II, ia mampu
mempertahankan hubungan persahabatan dengan teman-temannya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Hendrick dan Hendrick 1992 yang mengatakan
bahwa jika dukungan sosial tidak ada di dalam hubungan persahabatan, maka hubungan persahabatan tersebut tidak akan bertahan lama. Sarason dalam
Zainuddin, 2002 mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan
menyayangi kita. Penelitian ini juga menemukan bahwa kedua responden sudah mampu
menentukan pilihan yang tebaik untuk masa depannya, yaitu mandiri secara finansial dan mencari pekerjaan yang sesuai dengan mereka. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Ryff 1995 yang mengatakan bahwa sistem nilai individualisme-kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well-
being yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam dimensi otonomi bila dibandingkan dengan budaya timur
Ryff 1995 mengatakan bahwa kemampuan untuk menguasai lingkungan ditandai dengan adanya pengendalian aktivitas eksternal dari individu yang berada
di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini, kedua responden memiliki kemampuan
penguasaan lingkungan yang sama baiknya. Walaupun setelah selesai menjalani pengobatan mereka diharuskan memakai tongkat, mereka tetap mampu
melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik tanpa bantuan dari orang lain. Ryff 1995 mengatakan individu yang menilai positif kondisinya adalah
individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti dalam hidup
masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan sasaran hidup yang ingin dicapai dalam
hidup. Dalam penelitian ini kedua responden memiliki tujuan hidup yang berbeda di satu sisi dan memiliki persamaan di sisi lainnya. Tujuan hidup terbesar mereka
saat ini adalah memberikan kebahagiaan kepada orangtuannya masing-masing. Namun kedua responden masih belum bisa mencapai tujuan tersebut karena
penghasilan yang mereka dapatkan masih tergolong rendah. Ryff, dkk dalam Ryan Deci, 2001 mengemukakan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi
tujuan hidup seseorang adalah status sosial ekonomi. Menurut Davis dalam Robinson Andrews, 1991, individu dengan tingkat penghasilan yang tinggi
memiliki psychological well-being yang lebih tinggi. Tujuan hidup utama responden I, dalam perannya sebagai seorang atlet, adalah menjadi seorang
pembina bagi para atlet muda kelak dan memperjuangkan hak-hak para atlet cacat agar tidak selalu mendapat perhatian yang berat sebelah oleh pemerintah pusat
dan daerah. Sedangkan responden II masih berharap dapat mengembangkan cita- citanya menjadi seorang pemain musik.
Ryff 1995 mengatakan bahwa individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang
berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, dapat
merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan
yang bertambah. Pada penelitian ini, kedua responden berusaha untuk bertumbuh
dengan cara yang berbeda-beda. Responden I dalam keinginannya mencapai kemandirian finansial dan menyokong perekonomian keluarga mencoba
mengembangkan diri dalam berbagai bidang usaha. Walaupun dalam usahanya responden I pernah mengalami kegagalan beberapa kali tetapi ia mengambil
hikmah dari setiap kejadian yang dialaminya. Sedangkan responden II yang bekerja sebagai salah seorang karyawan swasta ingin terus belajar
mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya di dunia marketing. Responden II menerima berbagai tanggung jawab yang dibebankan kepadanya
dan melakukannya dengan senang hati.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN