BAB III KONSEP TEORETIS TERJADINYA KONTRAK KARYA
A. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya
Kontrak karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan umum. Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu kata
work of contract. Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, istilah yang lazim digunakan adalah
perjanjian karya, tetapi di dalam penjelasannya, istilah yang digunakan adalah kontrak karya. Akan tetapi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, istilah yang dipergunakan adalah kontrak karya. Dalam hukum Australia, istilah yang digunakan adalah indenture, franchise
agreement, state agreement atau government agreement.
64
Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K201M.PE1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian
Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah ditentukan pengertian kontrak karya.
Kontrak karya adalah:
65
“suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dan nasional dalam
64
http:www.mynerynews.comopinionsony.shtml, “Tidak Aneh Bila Sistem Kontrak Pertambangan Lebih disenangi PMA dan PMDN” oleh Sony Rospita Simanjuntak, diakses pada
tanggal 28 Februari 2011.
65
Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K201M.PE1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa
Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah ditentukan pengertian kontrak karya
.
Universitas Sumatera Utara
rangka PMA untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan”.
Dalam defenisi ini, kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah perjanjian. Subjek perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan
swasta asing atau joint venture antara peusahaan asing dan perusahaan nasional. Objeknya adalah pengusahaan mineral. Pedoman yang digunakan dalam
implementasi kontrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan jo. Undang-Undang Nomor 4 tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Defenisi lain dari kontrak karya, terdapat dalam Pasal 1 angka 1
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan itu, disebutkan pengertian kontrak karya. Kontrak karya
adalah:
66
“perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk
melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batubara”.
66
Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
Universitas Sumatera Utara
Yang menjadi subjek dalam kontrak karya ini adalah Pemerintah Indonesia dan badan hukum Indonesia. Modal utama dari badan hukum Indonesia itu berasal
dari modal asing. Besarnya modal asing itu, maksimal 95, sementara untuk modal perusahaan mitra nasionalnya adalah minimal 5. Modal asing yang
dimiliki oleh badan hukum Indonesia itu digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi bahan galian, yang meliputi emas, perak, dan tembaga.
67
Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut:
68
“Kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya contract of work terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum
Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional.”
Definisi ini ada kesamaan dengan yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah:
69
“suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan
hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”. Defenisi lain kontrak karya menurut Abrar Saleng adalah kontrak antara
Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan Penanaman Modal Asing berbentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang memuat
persyaratan teknis, finansial, dan persyaratan lain untuk melakukan usaha pertambangan bahan galian di Indonesia, kecuali minyak dan gas bumi, batubara
dan uranium.
70
67
H. Salim HS., Op.cit., hal. 128-129.
68
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007, hal. 161.
69
Sri Woelan Aziz, Aspek-Aspek Hukum Ekonomi Pembangunan di Indonesia, Surabaya: Citra Media, 1996, hal. 62.
70
Abrar Saleng, Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan
hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun, di dalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan badan hukum
Indonesia di dalam pelaksanaan kontrak karya. Yang menjadi perbandingannya adalah kontrak karya yang seluruh modalnya yang berasal dari pihak asing, seperti
halnya PT Freeport Indonesia. Sumber pembiayaan perusahaan ini 100 dari pihak asing, dan perusahaan ini tidak bekerja sama dengan modal domestik.
71
Dengan demikian, defenisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan sehingga menurut H. Salim HS. yang diartikan dengan kontrak
karya adalah:
72
“suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontraktor asing semata-mata danatau merupakan patungan antara badan
hukum asing dengan badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai
dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak”. Defenisi ini merupakan defenisi yang lengkap karena di dalam kontrak
karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan
unsur-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu:
73
1. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak;
71
H. Salim HS., Op.cit., hal. 129.
72
Ibid., hal. 130.
73
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesiapemerintah daerah
provinsikabupatenkota dengan kontraktor asing semata-mata danatau gabungan antara pihak asing dengan pihak Indonesia;
3. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi;
4. dalam bidang pertambangan umum;
5. adanya jangka waktu dalam kontrak.
Dengan adanya keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak
Karya dan perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, maka pemerintah daerah tidak lagi menjadi salah satu
pihak dalam kontrak karya, sedangkan para pihaknya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan
badan hukum Indonesia. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupatiwalikota hanya menjadi saksi. Sehingga dalam defenisi ini, tidak dicantumkan lagi bahwa
gubernur dan bupatiwalikota sebagai salah satu pihak dalam kontrak karya.
74
Jangka waktu berlakunya kontrak karya tergantung kepada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Jangka waktu berlakunya kegiatan
eksploitasi adalah tiga puluh tahun. Jangka waktu itu juga dapat diperpanjang.
75
B. Sejarah Perkembangan Kontrak Karya