BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjelang era liberalisasi perdagangan dan investasi, isu penanaman modal investasi asing mulai ramai dibicarakan. Hal ini mengingat bahwa untuk
kelangsungan pembangunan nasional sangat dibutuhkan banyak dana. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi tersebut tidak dapat dicukupi dari
investasi pemerintah dan swasta nasional saja. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan dana dari dalam negeri tersebut dibutuhkan modal dari luar negeri
atau modal asing.
Penanaman modal asing PMA terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia adalah diperuntukkan bagi pengembangan
usaha dan menggali potensi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan memanfaatkan potensi-potensi modal, skill atau managerial, dan teknologi yang dibawa serta
para investor asing untuk akselerasi pembangunan ekonomi negara berkembang sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus-menerus serta tidak
merugikan kepentingan nasional.
1
Jujur harus diakui bahwa sampai saat ini, Indonesia masih memerlukan adanya transfer of technology dan transfer of skill yang hanya dapat dicapai
melalui masuknya modal asing ke Indonesia. Keadaan ini diakui sepenuhnya oleh
1
Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global, Malang: Bayumedia, Publishing, 2003, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
pemerintah, sehingga dalam TAP MPR No. IIMPR1998 tentang Garis Besar Haluan Negara GBHN memberikan arahan bahwa pembangunan nasional harus
dilaksanakan berdasarkan asas kemandirian, yaitu diusahakan dari kemampuan sendiri. Sumber dana dari luar negeri yang masih diperlukan merupakan
pelengkap dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam pelaksananaan pembangunan dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing.
2
Dengan diizinkannya modal asing masuk ke Indonesia, maka selain bersifat komplementer terhadap faktor-faktor produksi dalam negeri, penanaman
modal asing harus diarahkan menurut bidang-bidang yang telah ditetapkan prioritasnya oleh pemerintah. Prioritas yang telah ditetapkan itu antara lain untuk
sektor-sektor:
3
1. Usaha yang membutuhkan modal swasta yang sangat besar danatau
teknologi tinggi; 2.
Usaha-usaha yang mengelola bahan baku menjadi bahan jadi; 3.
Usaha pendirian industri-industri besar; 4.
Usaha yang sifatnya menciptakan lapangan kerja; 5.
Usaha yang menunjang peningkatan penerimaan negara; 6.
Usaha yang menjunjung penghematan devisa; 7.
Usaha yang menunjang penyebaran pembangunan daerah. Untuk menunjang penanaman modal di Indonesia maka pemerintah harus
menciptakan iklim investasi yang baik. Penanaman modal merupakan instrumen
2
Jusri Djamal, Aspek-Aspek Hukum Masalah Penanaman Modal, Jakarta: BKPM, 1981, hal. 2.
3
Sumantoro, Aspek-aspek Pengembangan Dunia Usaha Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1977, hal. 18.
Universitas Sumatera Utara
penting bagi pembangunan nasional dan diharapkan dapat menciptakan kepastian berusaha bagi para penanam modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan
dan melanjutkan komitmennya berinvestasi di Indonesia.
4
Pertambangan merupakan salah satu bidang dalam investasi yang diatur dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar UUD 1945 setelah Amandemen
yang isinya menyebutkan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Partisipasi masyarakat
dan aparatur hukum sangat diperlukan dalam menarik investor yaitu dengan cara menciptakan iklim yang kondusif untuk menanamkan modalnya.
5
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian tambang yang meliputi emas, perak, tembaga, minyak, gas bumi, batubara, dan lain-lain. Bahan
galian tersebut dikuasai oleh Negara. Menurut Bagir Manan, pengertian dikuasai oleh Negara atau HPN Hak Penguasaan Negara adalah sebagai berikut:
6
1. penguasaan semacam pemilikan Negara, artinya Negara melalui Pemerintah
adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak, wewenang atasnya termasuk di sini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya; 2.
mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan; 3.
penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan Negara untuk usaha-usaha tertentu.
4
www.scribd.com , Arbitrase sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal
Asing, diakses tanggal 2 Februari 2011.
5
Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6
Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta: UII Press, 2004, hal.18.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengusahaan bahan galian tambang, pemerintah dapat melaksanakan sendiri danatau menunjuk kontraktor apabila diperlukan untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah. Apabila usaha petambangan dilaksanakan oleh
kontraktor, maka kedudukan pemerintah adalah memberikan izin kepada kontraktor yang bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa
pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya penguasaan pertambangan batubara, dan kontrak production sharing.
7
Dalam bidang pertambangan umum, seperti pertambangan emas, tembaga, dan perak, sistem kontrak yang digunakan adalah kontrak karya. Menurut
sejarahnya, pada zaman Pemerintah Hindia Belanda, sistem yang digunakan untuk pengelolaan bahan galian emas, perak, dan tembaga adalah sistem konsesi. Sistem
konsesi merupakan sistem di mana di dalam pengelolaan pertambangan umum, kepada perusahaan pertambangan tidak hanya diberikan hak menguasai hak atas
tanah. Jadi, hak yang dimililki oleh perusahaan pertambangan adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah. Sementara itu, sistem kontrak karya mulai
diperkenalkan pada tahun 1967, yaitu dimulai dengan diundangkannya Undang- Undang RI Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang-
Undang RI nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang- Undang RI Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan jo. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sistem kontak karya mulai diterapkan di
7
H. Salim HS., Hukum Pertambangan di Indonesia, Revisi III, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal. 1-2.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, yaitu sejak ditandatanganinya kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia sampai dengan saat ini.
8
Sebelum berlakunya otonomi daerah, pejabat yang berwenang memberikan izin kuasa pertambangan, izin kontrak karya, dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan adalah pemerintah pusat, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Dengan berlakunya otonomi daerah,
kewenangan dalam pemberian izin tidak hanya menjadi kewenangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral semata-mata, tetapi kini telah menjadi
kewenangan pemerintah provinsi dan kabupatenkota. Pejabat yang berwenang menerbitkan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya dan perjanjian
karya pengusahaan pertambangan adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, gubernur, dan bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya masing-
masing.
9
Bupatiwalikota berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan
pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan terletak dalam wilayah kabupatenkota danatau
di wilayah laut sampai 4 mil laut. Gubernur berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya, dan perjanjian
karya pengusahaan pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan terletak dalam beberapa
wilayah kabupatenkota dan tidak dilakukan kerja sama antar kabupatenkota
8
Ibid., hal. 2.
9
Ibid., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
maupun antara kabupatenkota dengan provinsi, danatau di wilayah laut yang terletak antara 4 sampai dengan 12 mil laut. Menteri berwenang menerbitkan surat
keputusan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak
karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan terletak dalam beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan kerja sama antarprovinsi, danatau di
wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut.
10
Keberadaan perusahaan tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai kalangan. Hal tersebut disebabkan keberadaan perusahaan tambang
itu telah menimbulkan dampak negatif di dalam pengusahaan bahan galian. Dampak negatif dari keberadaan perusahaan tambang meliputi:
11
1. rusaknya hutan yang berada di daerah lingkar tambang;
2. tercemarnya laut;
3. terjangkitnya penyakit bagi masyarakat yang bermukim di daerah lingkar
tambang; 4.
konflik antara masyarakat lingkar tambang dengan perusahaan tambang. Walaupun keberadaan perusahaan tambang menimbulkan dampak negatif,
namun keberadaan perusahaan tambang juga menimbulkan dampak positif dalam pembangunan nasional. Dampak positif dari keberadaan perusahaan tambang
adalah:
12
1. meningkatnya devisa negara;
2. meningkatkan pendapatan asli daerah;
10
Ibid., hal. 3-4.
11
Ibid., hal. 5-6.
12
Ibid., hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
3. menampung tenaga kerja;
4. meningkatnya kondisi sosial ekonomi, kesehatan, dan budaya masyarakat
yang bermukim di lingkar tambang. Oleh karena itu, kontrak karya yang dibuat dalam investasi pertambangan
umum harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat memberi perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pihak
yang berkepentingan baik kepada para pihak yang berkontrak, pemerintah, maupun masyarakat dalam rangka memberi nilai tambah secara nyata bagi
perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.
13
B. Perumusan Masalah