Syarat formil Proses Impeachment di MK

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; danatau pendapat bahwa Presiden danatau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden.

a. Syarat formil

Sebagaimana telah disebutkan bahwa syarat formil adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam permohonan mengenai halhal diluar substansi perkara. Secara umum, dalam pelaksanaan hukum acara kewenangan MK selama ini Pengujian UU terhadap UUD dan Perselisihan Hasil Pemilu ada 2 dua syarat formil permohonan yaitu; i pemohon memenuhi persyaratan legal standing dan ii perkara tersebut termasuk dalam kewenangan MK untuk mengadilinya. Dalam hal pelaksanaan kewajiban memutus pendapat DPR atas tuduhan impeachment kepada Presiden danatau Wakil Presiden, UU MK menambah satu persyaratan formil yang harus dipenuhi oleh DPR yaitu bahwa DPR harus memenuhi prosedur pengambilan keputusan atas tuduhan impeachment sesuai dengan UUD 1945 pasal 7B ayat 3 serta Peraturan Tata Tertib. Persyaratan formil ini secara implisit diatur dalam pasal 80 ayat 3 UU MK yang mengatur ketentuan bahwa pemohon wajib menyertakan keputusan DPR dan proses pengambilan keputusan yang diatur dalam pasal 7B ayat 3 UUD 1945, risalah danatau berita acara rapat DPR juga bukti-bukti atas tuduhan impeachment tersebut. Dengan demikian Sidang Panel Hakim 125 yang melakukan sidang pemeriksaan pendahuluan harus memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan kemudian wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan memperbaiki permohonan. Dalam hal pemeriksaan syarat formil permohonan memutus pendapat DPR atas tuduhan impeachment kepada Presiden danatau Wakil Presiden maka ada 3 tiga persyaratan yang harus dipenuhi yaitu: i masalah legal standing, ii masalah kewenangan MK untuk mengadili dan iii masalah prosedural yang harus dipenuhi DPR dalam mengambil keputusan atas pendapat tersebut. Konsekuensi bilamana salah satu persyaratan ini tidak dipenuhi maka amar putusan MK akan menyatakan bahwa permohonan tidak dapat diterima. Adapun tata cara mengajukan permohonan menurut Peraturan MK no. 21 Tahun 2009 adalah : 1 Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Mahkamah. 2 Permohonan dibuat dalam 12 dua belas rangkap yang ditandatangani oleh Pimpinan DPR atau kuasa hukumnya. 3 DPR wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai dugaan: 125 terdiri dari 3 tiga Hakim Konstitusi. Dalam perkara pengujian UU terhadap UUD serta perkara perselisihan hasil pemilu, sidang pemeriksaan pendahuluan dilakukan dengan sidang panel. Sedangkan untuk perkara memutus pendapat DPR atas tuduhan impeachment kepada Presiden dan atau Wakil Presiden belum dibuat ketentuan apakah akan tetap menggunakan panel hakim ataukah langsung sidang pleno. a. Presiden danatau Wakil Presiden teiah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercel, permohonan harus memuat secara rinci mengenai jenis, waktu, dan tempat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden danatau Wakil Presiden. b. Presiden danatau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden berdasarkan UUD 1945. Permohonan harus memuat uraian yang jelas mengenai syarat- syarat apa yang tidak dipenuhi dimaksud. 4 DPR wajib melampirkan dalam permohonannya alat bukti berupa: a. risalah danatau berita acara proses pengambilan keputusan DPR bahwa Pendapat DPR didukung oleh sekurang-kurangnya 23 dua per tiga dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam Sidang Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 23 dua pertiga dari jumlah anggota DPR; b. dokumen hasil pelaksanaan fungsi pengawasan oleh DPR yang berkaitan langsung dengan materi permohonan; c. risalah danatau berita acara rapat DPR; d. alat-alat bukti mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden danatau Wakil Presiden yang menjadi dasar Pendapat DPR. 5 Alat-alat bukti yang mendukung Pendapat DPR dapat berupa surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan pihak-pihak, petunjuk, dan alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.Bukti ini harus dilengkapi dengan daftar alat bukti. Alat bukti surat atau tulisan harus dibubuhi materai secukupnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 126

b. Pokok Perkara