Asas equality before the law

Pengaturan dalam Pasal 7A UUD 1945 155 hanya merumuskan jenis pidana yang dapat membuat Presiden danatau Wakil Presiden diberhentikan dalam masa jabatannya sedangkan substansi norma hukumnya atau hukum materiilnya tidak diatur. 156 Yusril Ihza Mahendra dan A. M Rachman mengusulkan agar rumusan pasal tersebut harus diperjelas dalam undang-undang Mahkamah Konstitusi. Jika rumusan yang tercantum dalam Pasal 7A UUD 1945 harus diperjelas dengan menggunakan pendapat Barda Nawawi Arief sebagai delik atau tindak pidana biasa, maka akan dikemukakan beberapa asas-asas hukum yang berlaku secara umum, diantaranya adalah:

a. Asas equality before the law

Persamaan dihadapan hukum atau equality before the law adalah salah satu asas terpenting dalam hukum modern. Asas ini menjadi salah satu sendi doktrin Rule of Law yang juga menyebar pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Perundang undangan Indonesia mengadopsi asas ini sejak masa kolonial lewat Burgelijke Wetboek KUHPerdata dan Wetboek van Koophandel voor Indonesie KUHDagang pada 30 April 1847 melalui Stb. 1847 No. 23. Tapi pada masa kolonial itu, asas ini tidak sepenuhnya diterapkan karena politik pluralisme hukum yang memberi ruang berbeda bagi hukum Islam dan hukum adat disamping hukum kolonial. 157 155 Presiden danatau wakil presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum, berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden danatau wakil presiden. 156 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan.., op. cit.,,hal 472. 157 Hartono Hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Lyberty, Yogyakarta, 1993, hal. 47. Asas persamaan dihadapan hukum ini termuat dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum…,” Sedangkan dalam Pasal 28D ayat 1 menyatakan, “Setiap orang berhak…,dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didalam hukum.” 158 Berdasarkan asas equality before the law berwenanglah peradilan umum untuk memeriksa, mengadili, dan memutus serta menjatuhkan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh Presiden danatau Wakil Presiden. Jika berwenang, bagaimana nantinya jika berlawanan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Mengingat peradilan umum memiliki waktu yang lebih banyak sehingga kebenaran materiil lebih berpeluang untuk didapatkan. Jika tidak berwenang tentu hal itu merupakan pengingkaran terhadap asas equality before the law, oleh karena pelanggaran pidana yang dilakukan oleh Presiden danatau Wakil Presiden tidak dapat dientuh lembaga peradilan. 159 Literatur lain menyatakan, setelah putusan Mahkamah Konstitusi ditindaklanjuti dengan pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden oleh MPR, seyogyanya presidenwakil presiden diproses lagi dengan proses hukum biasa, mulai dari tingkat pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung. Sebab, mantan presidenwakil presiden telah melakukan tindak pidana. Dalam hal ini 158 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan.., op. cit.,,hal 473. 159 Fatkhurohman, Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 55. berlaku asas hukum equality before the law setiap orang memiliki kedududukan yang sama di depan hukum. 160 Seandainya proses hukum biasa itu menyatakan sang mantan presidenwakil presiden tidak bersalah hingga tingkat terakhir kasasi di MA, akan terdapat dua putusan yang berbeda dari lembaga yang sama-sama memegang kekuasaan yudikatif tertinggi Pasal 24 ayat 2 Perubahan Ketiga UUD 1945 antara lain menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh MA dan Mahkamah Konstitusi. Walaupun putusan itu tidak akan memulihkan kembali kedudukan sang mantan presiden seperti sedia kala, tetap saja putusan yang berbeda itu mengundang problem tersendiri, yaitu soal kepastian hukum. 161

b. Asas nebis in idem