negeri hakim tinggi maupun hakim agung tidak melakukan review atas putusan MK. Terkecuali memang bilamana ditemukan bukti baru yang menguatkan
kedudukan mantan Presiden danatau Wakil Presiden sehingga dapat lepas dari pertanggungjawaban pidana atas pelanggaran hukum yang dilakukannya ketika
menjabat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden.
171
c. Asas Supremacy of law Supremasi Hukum
Asas supremasi hukum merupakan upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap
orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Dalam perspektif supremasi hukum, pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang
sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi
hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Pengakuan normatif mengenai supremasi hukum adalah pengakuan
yang tercermin dalam perumusan hukum danatau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian
terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang ‘supreme’.
172
Persamaan negara hukum Eropa Kontinental dengan negara hukum Anglo Saxon
adalah keduanya mengakui adanya Supremasi Hukum. Perbedaannya adalah pada Negara Anglo Saxon tidak terdapat peradilan administrasi yang
171
Ibid.
172
Hartono hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993, hal. 67.
berdiri sendiri sehingga siapa saja yang melakukan pelanggaran akan diadili pada peradilan yang sama. Sedangkan negara hukum Eropa Kontinental terdapat
peradilan administrasi yang berdiri sendiri. Supremasi hukum dapat dianggap sebagai unsur utama yang mendasari terciptanya masyarakat yang demokratis dan
adil. Jika hukum tidak ditegakkan betul, selalu ada kecenderungan dari pihak- pihak yang kuat untuk bersikap sewenang-wenang dan yang lemah diperlakukan
tidak adil.
173
Pemerintahan dapat disebut berdasarkan hukum apabila menyatakan bahwa hukum adalah otoritas tertinggi dan bahwa semua warga negara termasuk
para pejabat pemerintah tunduk pada hukum dan sama-sama berhak atas perlindungannya. “Kesepakatan” bersama untuk menerima ini akan menjanjikan
munculnya sebuah keteraturan dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Dalam proses impeachment terlihat bahwa penegakan hukum tetap dilaksanakan terhadap setiap perbuatan yang bertentangan atau melanggar hukum
itu sendiri. Hukum harus dijalankan dan diterapkan terhadap siapapun dalam kehidupan bernegara tanpa terkecuali. Seorang Presiden danatau Wakil Presiden
sebagai pimpinan tertinggi lembaga eksekutif tidak dapat lepas dari tuntutan hukum ketika melakukan perbuatan melanggar hukum. Ketika melakukan
perbuatan melanggar hukum maka Presiden danatau Wakil Presiden harus mempertanggungjawabkan perbuatannya baik secara pribadi maupun jabatan.
Secara pribadi maka Presiden danatau Wakil Presiden harus
173
Negara Hukum, www.scribd.com
, akses pada tanggal 01 Maret 2010
mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum biasa proses pro yustisia
sedangkan secara jabatan maka Presiden danatau Wakil Presiden harus mempertanggungjawabkannya melalui proses Impeachment. Untuk menegakkan
hukum terhadap perbuatan Presiden danatau Wakil Presiden tersebut, juga harus sesuai dengan hukum konstitusi yaitu melalui mekanisme impeachment. Hal ini
juga sejalan dengan asas equality before the law.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Perubahan UUD membawa dampak bagi perubahan sistem ketatanegaraan dengan merevolusi struktur dan mekanisme ketatanegaraan Indonesia. Seperti
adanya mekanisme pemilihan Presiden dan wakil Presiden secara langsung serta kekuasaan membentuk UU mengalami pergeseran dari Presiden kepada DPR.
Perubahan UUD telah membuat DPR menjadi lembaga yang sangat berdaya, karena DPR banyak memegang peranan penting dalam jalannya sistem
ketatanegaraan. Landasan atas diberikannya kewenangan yang demikian penting di DPR adalah berangkat dari kebutuhan akan adanya mekanisme kontrol yang
kuat akibat dari pelajaran rezim otoritarian dimasa lalu yang dipegang oleh penguasa pemerintahan.
Proses pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden dari jabatannya bukanlah hal yang baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Sebelum
perubahan UUD, Indonesia juga memiliki mekanisme bagaimana Presiden danatau Wakil Presiden dapat diberhentikan dari jabatannya. Ini terjadi dalam
masa Soekarno dan Abdurrahman Wahid. Namun demikian proses pemberhentian Presiden danatau Wakil Presiden atas tuduhan impeachment melalui proses
politik dan hukum baru diadopsi dalam perubahan UUD 1945. Diawali oleh tuduhan bahwa Presiden danatau Wakil Presiden telah
melakukan pelanggaran hukum danatau tidak lagi memenuhi syarat oleh DPR