13
Realita kehidupan kaum muda di atas diharapkan mampu membuka mata kaum muda dewasa untuk lebih menyikapi makna hidup ini. Mereka mempunyai
tugas dan tanggung jawab yang besar terhadap Gereja dalam melayani kebutuhan kaum muda. Tak seorang pun yang mempunyai iman dan mempunyai latar
belakang pendidikan tertentu membiarkan keadaan ini berlarut-larut. Dalam perjalanan waktu dan perkembangan pemahaman mereka, kaum muda banyak
menghadapi problem-problem, baik secara intern maupun ekstern. Konsili Vatikan II dalam dekritnya tentang AA art 2, menegaskan bahwa
kaum muda merupakan kekuatan penting dalam masyarakat sekarang, dimana peran dan keterlibatannya sangat dibutuhkan dalam hidup bersama baik di lingkup Gereja
maupun masyarakat luas. Philip Tangdilintin 2008:25 dengan mengutip pendapat DR J. Riberu
menerangkan tentang keberadaan “kaum muda” dengan istilah “muda-mudi” sebagai berikut:
“Muda-mudi dimaksudkan kelompok umur kurang lebih 12-24 tahun, bagi yang bersekolah usia ini sesuai dengan usia lanjutan dan Perguruan Tinggi.
Ditinjau dari segi sosiologis sering kali usia di atas perlu dikoreksi sesuai dengan umur usia seseorang dalam masyarakat tertentu =kedewasaan
psikologis. Status sosial yang dimaksudkan ialah hak dan tugas orang dewasa yang diberikan kepada seseorang dalam masyarakat tertentu. Status
sosial ini sering sejalan dengan status berdikari di bidang nafkah ataupun status keluarga. Unsur status sosial ini menyebabkan seseorang yang
menurut usianya masih dalam jangkauan muda-mudi sudah bisa dianggap dewasa dan sebaliknya orang yang sudah melampaui usia tersebut toh masih
dianggap muda-
mudi”. Dalam ilmu psikologi dapat juga didiskripsikan kaum muda sebagai orang-
orang yang secara fisik berada dalam taraf dimana daya tahan tubuh berada pada puncak perkembangannya. Demikian juga perkembangan ketajaman penglihatan
14
dan pendengaran mencapai puncaknya. Sejalan dengan perkembangan fisik, fungsi intelektual orang muda pun berada pada suatu tingkat yang tinggi dan baik. Kaum
muda dapat berfikir secara kritis, dan dapat melahirkan gagasan-gagasan atau ide- ide membentuk konsep-konsep mengenai suatu hal yang menambah kemampuan
inteligensi. Maksudnya kemampuan yang meliputi kosa kata, informasi umum dan pemikiran untuk memperbaiki hidup secara menyeluruh, mengembangkan bakat
dan minat yang makin terarah pada tujuan hidup yang telah ditentukan. Berdasarkan beberapa pendapat dari para tokoh di atas dapat disimpulkan
bahwa yang disebut kaum muda adalah mereka yang tergolong energik dan kreatif yang berusia antara 15 sampai dengan 24 tahun, serta yang sedang mengalami
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Mereka juga yang sering disebut sebagai tulang punggung atau generasi penerus bangsa dan Gereja.
2. Ciri-ciri Kaum Muda
Ciri-ciri kaum muda : Kaum muda berada dalam periode peralihan, Kaum muda sedang berada dalam masa mencari identitas, Kaum muda berada dalam masa
yang tidak realistik, Kaum muda berada dalam usia bermasalah, dan Kaum muda berada dalam ambang masa dewasa.
Ada pun sebagai manusia, pada tahap ini kaum muda sedang mengalami proses perkembangan fisik, mental, emosional, sosial, moral, dan religius.
Perkembangan fisik meliputi perubahan ukuran tubuh, porporsi tubuh. Perkembangan mental dan intelektual yang dialami mendorong kaum muda untuk
15
menjadi selektif dan kritis, mereka menentukan citra rasanya sendiri, jalan pikiran dan skala nilai sendiri.
Perkembangan emosional, membuat hormon-hormon dalam tubuh mengalami peningkatan. Perkembangan sosial dan relasi dengan orang lain
menjadikan kaum muda penuh dengan kesalingtergantungan dan kegairahan hidup. Perkembangan moral, pencarian patokan moral, dan ketegangan batin yang dialami
kaum muda menjadikan kaum muda mempunyai sikap terbuka terhadap nilai-nilai baru dan haus akan perkembangan serta tidak senang pada keadaan statis.
Perkembangan religius, yakni hubungan muda-mudi dengan Maha Kuasa, Sang Pencipta yang menjadikan kaum muda dapat memikirkan kemungkinan-
kemungkinan secara abstrak Mangunhardjana, 1986:12.
3. Permasalahan Kaum Muda
Permasalahan kaum muda yang sangat mendasar yang diakui oleh muda- mudi adalah permasalahan dari dalam diri muda-mudi sendiri. Permasalahan yang
banyak dialami adalah pengaktualisasian diri kurang menyadari potensi yang ada dan mengenal diri, rasa rendah diri serta sistem adat yang menghambat
perkembangan diri. Menjadi kaum muda itu ternyata gampang-gampang susah, meski banyak
orang mengatakan masa muda adalah masa-masa yang paling indah dalam hidup. Pada masa ini kaum muda juga dihadang berbagai masalah. Permasalahan yang
sering kali dihadapi oleh kaum muda adalah: permasalahan dalam keluarga, khususnya: komunikasi dengan orangtua yang kurang baik. Permasalahan dalam
16
kehidupan bermasyarakat, misalnya: pergaulan kaum muda yang tidak benar menjadikan kaum muda bersifat konsumtif. Permasalahan dalam agama, misalnya:
krisis iman dalam diri kaum muda. Permasalahan dalam diri sendiri, misalnya: kaum muda mulai mengenal arti cinta Mangunhardjana, 1986:16.
4. Situasi Kaum Muda
Kaum muda adalah tulang punggung dan masa depan negara, dan Gereja. Kiprah kaum muda akan menentukan arah dan wajah masa depan. Untuk itu kaum
muda diharapkan ikut terlibat dalam keprihatinan-keprihatinan yang dirasakan di lingkungan di sekitar dirinya. Semangat kaum muda yang menggelegar, potensi
yang dimilikinya, ide pembaharuan yang lekat dengan dirinya adalah modal penting untuk pengembangan masa depan yang lebih baik.
Masa muda adalah masa untuk penentuan hari depan, dan masa yang rawan karena masih labilnya kaum muda. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa situasi
hidup kaum muda bersifat mendua, artinya kaum muda menjadi harapan dan sekaligus mengkhawatirkan. Kaum muda dewasa ini sangat mudah terpengaruh
oleh perubahan jaman, dan tidak jarang terbawa arus perubahan jaman, padahal tidak semua perubahan jaman itu merupakan hal yang positif. Kaum muda tidak
semuanya dapat
bersifat kritis,
selektif, dapat
menilai, dan
dapat mempertimbangkan serta mengambil makna dari apa yang sedang berlangsung. Hal
ini menyebabkan banyak kaum muda yang mudah terombang-ambing ikut arus karena mereka tidak memiliki pedoman dan nilai yang jelas.
17
5. Pertumbuhan Dan Perkembangan Kaum Muda
Menurut Tangdilintin 2008:27-32 melihat keberadaan kaum muda dapat ditinjau dari berbagai aspek lain. Ada pun aspek yang dimaksud adalah sebagai
berikut : a.
Potensi Kaum muda mempunyai potensi untuk memikirkan kemungkinan-
kemungkinan secara abstrak, dapat memandang diri dan persoalan hidup ini dari berbagai segi. Hal tersebut menyebabkan mereka memiliki sikap terbuka terhadap
setiap pembaharuan dan perkembangan. Oleh sebab itu, generasi muda sering disebut generasi pembaharu yang tidak terikat pada tradisi-tradisi masa lampau,
maka hidupnya penuh dinamika, penuh emosi, dan penuh semangat. b.
Identitas Kaum muda yang sedang mencari identitas diri, dalam proses perkembangan
mereka mengharapkan agar diperlakukan sebagai sahabat. Mereka ingin dihargai sebagai pribadi yang sedang dalam proses mencari identitas diri. Kemudian kalau
kaum muda ingin menjadi ora ng yang “bebas” maksudnya adalah mereka tidak
ingin terikat pada aturan-aturan ketat, baik dalam adat maupun norma-norma. Mereka ingin mendapat “pengakuan”, karena itu membutuhkan kesempatan untuk
“menyatakan diri”, membuktikan diri, bahwa mereka dapat berbuat sesuatu, maka mereka tidak mau segalanya ditentukan orang lain.
c. Peran Kaum Muda Masa Kini
Kaum muda saat ini banyak yang menuntut agar mereka dapat dipercaya dan diberi kesempatan untuk berperan dalam masa kini, baik dalam hidup
18
bermasyarakat maupun bernegara. Kaum muda ini berarti sudah sampai pada kesadara
n bahwa mereka sebagai “harapan masa kini”. Mereka tidak ingin dianggap sebagai “pembantu” atau sebagai pelaksana program atau gagasan orang lain saja.
Mereka ingin ikut berpartisipasi mulai dari gagasan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi.
6. Keterlibatan Kaum Muda Dalam Hidup Menggereja
a. Keterlibatan Kaum Muda
Menurut Prasetya 2006:109-110 terlibat adalah sebuah pengabdian yang dilaksanakan secara sukarela oleh pribadi-pribadi yang sesuai dengan tempat dan
peranan seseorang serta harus mengarah pada peningkatan kesejahteraan umum. Keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja terdorong oleh semangat Yesus
Kristus dan dijiwai sikap patuh dan cinta kasih kepada para Gembala Gereja, maka boleh diharapkan akan memperbuahkan hasil yang melimpah.
Gereja senantiasa mengupayakan berbagai kegiatan dalam rangka pendidikan karakter. Hal ini menuntut keterlibatan kaum muda agar dapat
membangun spiritualitas, watak, kepribadian, serta tanggung jawab dalam diri mereka sendiri.
Banyaknya kegiatan tersebut akan menghasilkan buah yang berkelimpahan jika kegiatan ini disesuaikan dengan situasi, kepribadian, dan peran kaum mudanya,
sehingga mereka akhirnya mampu menjadi rasul bagi kaum muda itu sendiri. Sifat- sifat alamiah mereka pun memang sesuai untuk menjalankan kegiatan itu.
Sementara kesadaran atas kepribadian mereka bertambah matang, terdorong oleh
19
gairah hidup dan semangat kerja yang meluap, mereka sanggup memikul tanggung jawab sendiri, dan ingin memainkan peran mereka dalam kehidupan sosial dan
budaya. Kaum muda sendiri haruslah menjadi rasul-rasul pertama dan langsung bagi
sesama kaum muda, dengan menjalankan sendiri kerasulan di kalangan mereka sambil mengindahkan lingkungan sosial kediaman mereka AA art 12. Selain
menjadi rasul bagi kaum muda itu sendiri, mereka hendaknya juga diberi kemungkinan dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan, kreatifitas yang
dimiliknya, dengan cara terlibat mendampingi berbagai macam kegiatan PIA atau sekolah minggu, dan PIR.
b. Hidup Menggereja
Menurut Ardhisubagyo 1987:24, hidup menggereja dapat digolongkan dalam 4 dasariah gereja, sebagai berikut:
1 Koinonia: cara hidup bersama yang terbuka dan nyata dalam
menumbuhkan kepekaan terhadap kesusahan dan penderitaan. 2
Kerygma: pewartaan dijalankan oleh setiap umat beriman agar dapat mengalami perjumpaan dengan Allah.
3 Liturgy: mengikuti perayaan Ekaristi sebagai umat Allah yang selalu
merindukan Allah yang hadir dalam hidupnya. 4
Diakonia: gerak dasar seluruh kegiatan Gereja.
20
7. Spiritualitas Kaum Muda
Menurut Shelton 1987:100-104, terdapat beberapa kemungkinan landasan yang berguna untuk perkembangan hidup spiritual kaum muda, yakni:
a. Peristiwa-peristiwa dalam Kitab Suci, panggilan Tuhan dalam Matius 4:21,
dapat digunakan untuk membantu mereka menyadari panggilan Tuhan. Para kaum muda hendaknya diajak untuk merenungkan diri mereka di masa mendatang, dan
bagaimana panggilan Tuhan atas mereka itu dihayati. Meski masa depan tersebut belum pasti, mereka perlu melihat bahwa tindakan dan pilihan mereka pada saat itu
akan mempengaruhi masa depan mereka. b.
Santo Paulus berbicara tentang anugerah Roh Kudus kepada umat Korintus 1Kor 12:4-11. Pernyataan Paulus itu mengingatkan semua orang Kristen akan
anugerah-anugerah pribadi yang diterimanya untuk membangun jemaat Allah. Sebagaimana telah kita lihat, pembicaraan anugerah ini sangat penting bagi orang
muda. Orang muda sebagaimana juga banyak orang dewasa, sering mengukur diri bedasarkan apa yang mereka miliki. Dengan demikian, pendamping perlu
membantu orang muda mengerti anugerah pribadi mereka dan betapa penting anugerah itu bagi mereka, dan bagaimana anugerah itu membantu mereka untuk
mengikuti panggilan Yesus. c.
Masa-masa SMA merupakan masa kristalisasi pilihan panggilan hidup, hendaknya kita menanamkan nilai-nilai Injil, seperti perhatian, belas kasih,
pengorbanan juga harus ditanamkan sejak dini. Pemahaman akan nilai-nilai seperti ini melatih mereka untuk merenungkan tingkah laku pribadi, nilai-nilai pribadi
untuk mengarahkan mereka ke masa depan mereka.
21
d. Kutipan-kutipan Kitab Suci lainnya seperti pada Mrk 4:1-20 tentang
“menabur benih” dapat dibacakan supaya mereka meninjau benih apa yang sudah mereka
taburkan selama
ini. Secara
khusus mereka
diajak untuk
mempertimbangkan mana yang menghasilkan buah selama 5 tahun lewat pelayanan mereka kepada sesama.
8. Religiositas Kaum Muda: Perjumpaan Kaum Muda dengan Yesus
Shelton 1988:109-110 mengatakan bahwa religiositas kaum muda didasarkan pada pengalaman perjumpaannya dengan Yesus dan tanggungjawabnya
terhadap nilai-nilai Kristiani. Religiositas mereka ini didukung dan dipupuk dengan semakin tumbuhnya dan semakin dalamnya pengalaman hidup doa dari mereka
sendiri. Dalam perjumpaan dengan Yesus melalui pengalaman hidup doa ini, kaum muda semakin hari semakin menemukan makna arti kehadiran Yesus Kristus dalam
hidupnya. Perjumpaan kaum muda dengan Yesus Kristus yang penuh bersahabat melalui pengalaman hidup doa sebenarnya sejajar dengan fungsi persahabatan
pribadi yang terungkap dalam kebutuhan dan keamanan selama masa mudanya. Melalui
pengalaman hidup
doa, kaum
muda mengembangkan
kemampuannya untuk berbagi rasa dengan Yesus mengenai pengalaman kegembiraan dan kesedihan hati yang paling dalam. Pertumbuhan dalam
perjumpaan dengan Yesus itu disertai oleh perkembangan identitas yang semakin integral melalui sikap yang terbuka dan akrab dengan orang lain. Dalam
perjumpaan dengan Yesus, kaum muda bukan hanya berbagi rasa, malainkan mereka juga mulai mendengarkan Dia. Dalam perkembangan selanjutnya kaum
22
muda merenungkan apa yang dibisikkan Yesus kepadanya serta merenungkan kemana Yesus membimbingnya.
Mengenai hidup doa yang cocok bagi kaum muda adalah doa yang didasarkan pada pertemuan manusiawi. Di dalam doa yang didasarkan pada
pertemuan manusiawi itu terkandung unsur pengenalan, penerimaan, penghargaan, dan keakraban serta persatuan hati. Pertemuan yang terjadi dalam doa bukan
pertemuan fisik, melainkan pertemuan dari hati ke hati atau pertemuan batin. Oleh karena itu diperlukan kemampuan untuk mendengarkan agar mereka dapat berdoa.
Misalnya: pertemuan antara Matius dengan Yesus Mat 9:9-13; Mrk 2:13-17; Luk 5:27-32; juga Mat 10:3; Mrk 3:18 dan Luk 6:14. Pertemuan antara Zakeus dengan
Yesus Luk 19:1-10. Di dalam pertemuan antara Matius dengan Yesus dan antara Zakeus dengan Yesus terungkap unsur pengampunan, pemenuhan kerinduan hati,
dan kerendahan hati, baik dari pihak Yesus maupun pihak Matius dan Zakeus. Demikian juga dalam hidup doa yang terungkap sekaligus terjadi pemenuhan
kerinduan hati, pengampunan dan kerendahan hati sehingga di sana terjadi perjumpaan dengan Yesus secara nyata.
Mengenai hidup doa liturgis sekarang ini secara teoritis cukup memadai, tetapi dalam praksisnya dirasakan masih kurang. Sebab pada prakteknya membatasi
kreatifitas masing-masing pribadi, khusunya kaum muda. Maka dari itu doa liturgis sebaiknya dijadikan suatu pegangan untuk memenuhi kerinduan hati yang dapat
terungkap dengan doa-doa spontan. Namun demikian doa bukan hanya bersifat personal, tetapi juga bersifat
komunal, sebab berhubungan dengan Yesus Kristus berarti juga berhubungan
23
dengan orang lain. Bersatu bersama Yesus berarti berada dalam Tubuh-Nya dan Umat-Nya. Seringkali terjadi bahwa perkembangan yang menuju ke orientasi ini
dirusak oleh suatu reaksi melawan aspek-aspek ibadat yang bersifat komunal cenderung melembaga dan baku. Pada tahap ini seringkali membawa kaum muda
lari dari perayaan-perayaan yang bersifat sakramental. Perjumpaan mereka dengan Yesus Kristus dalam perayaan sakramental dirasakan kurang menjawab kebutuhan
dan kerinduannya. Mereka lebih menyukai perjumpaan yang sifatnya informal. Misalnya: perjumpaan dalam doa Kharismatik, Choice, PMKRI, KHK, KKMK,
dan sejenisnya. Kehadiran mereka dalam perayaan sakramental perayaan ekaristi kadang-
kadang hanya sebagai pemenuhan kewajiban saja. Jadi kerinduan mereka akan perjamuan sakramental belum tumbuh secara mantap dalam diri kaum muda. Dalam
keadaan yang demikian ini kaum muda perlu ditantang untuk menyadari bahwa dukungan bagi mereka dapat diperoleh baik melalui doa mau pun melalui
keterlibatan mereka bersama orang lain di dalam hidup menggereja. Bagi kita orang Kristiani saat perjumpaan dengan Yesus secara definitif kita
ungkapkan secara sakramental, seperti saat menerima pembaptisan, dalam perayaan ekaristi, dan dalam seluruh doa-doa kita. Dengan menerima pembaptisan, secara
resmi kita menjadi orang Kristiani, yang ikut ambil bagian dalam tugas Kristus sebagai Imam, Raja dan Nabi.
24
9. Peranan Kaum Muda
a. Peranan Kaum Muda Dalam Gereja
Setiap jemaat beriman karena rahmat permandiannya memiliki panggilan untuk mengembangkan, mewujudkan, dan memberikan kesaksian iman mereka.
Kaum muda sebagai anggota Gereja juga ikut memiliki peranan untuk bersaksi tentang imannya, dan setiap kaum muda dipanggil untuk menjadi pewarta kabar
gembira Prasetya 2006:103. KWI 1994:29 mengatakan bahwa masa depan Gereja terletak pada anak-
anak, remaja, dan kaum muda sebagai bagian dari Gereja untuk meneruskan perjuangan Gereja. Salah satu perjuangan tersebut adalah meneladani Yesus Kristus
sendiri. Peranan kaum muda sebagai pengikut Yesus salah satunya adalah ikut serta di dalam fungsi Kristus, yaitu sebagai Imam, Nabi, dan Raja AA art 1. Pertama,
peran sebagai Imam yakni menguduskan. Di dalam Perjanjian Lama dijelaskan fungsi dari Imam sendiri adalah mempersembahkan kurban misalnya seperti :
binatang, hasil bumi, dan lain sebagainya. Kristus memutus imamat Perjanjian Lama karena yang mempersembahkan kurban dan yang dikurbankan sama yaitu
diri-Nya sendiri. Oleh karena itu semua orang beriman oleh Baptisan dan Krisma harus ikut ambil bagian dalam Imamat Kristus. Mereka hendaknya bertekun di
dalam doa dan memuji Allah, dan mempersembahkan dirinya sebagai kurban persembahan yang hidup, kudus dan berkenan kepada Allah LG art 10 bdk AA art
6 . Ke dua, peran sebagai Raja yakni menggembalakan. Pokok pewartaan Yesus
adalah Kerajaan Allah. “Waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat, bertobatlah dan percayalah kepada Injil” Mrk 1:15. Kerajaan Allah adalah
25
kerajaan damai yang dibawa Yesus ini berhukum cinta kasih, yang diwujudkan dalam sikap saling melayani. Yesus Kristus sendirilah yang menjadi raja, ketika Ia
melaksanakan tugas-Nya sebagai hamba Yahwe yang setia dimana Dia selalu mengarahkan dan menuntun para umat-Nya untuk selalu dekat dengan Bapa. Oleh
Baptis dan Krisma, kita dilahir kan kembali menjadi “umat baru, kerajaan dan
imam- imam bagi Allah” LG art 10 bdk AA art 7. Ke tiga, peran sebagai Nabi
yakni sebagai pewarta Sabda Allah. Seorang nabi sejati tidak mendapatkan jaminan dalam tugasnya kecuali keterikatan pada kehendak Allah. Pewartaan seorang nabi
sejati selalu bersumber pada sikap setianya sebagai pendengar Sabda Allah. Dalam diri Yesus Kristus tugas kenabian dilaksanakan secara sempurna. Dia adalah Sang
Sabda yang menjadi manusia. Seluruh hidup Yesus Kristus merupakan kesaksian yang hidup akan kemuliaan Allah yang terwujud dalam keselamatan manusia,
sampai Ia mati di kayu salib sebagai Martir Agung. Oleh Baptis dan Krisma, orang K
ristiani dipanggil dan diutus untuk menjadi saksi “di dunia memberi kesaksian tentang Yesus Kristus dan memberikan pertanggungjawaban kepada yang
menuntun nya, tentang harapan akan kehidupan abadi yang ada dalam diri mereka”
LG art 10 bdk AA art 6. Di sinilah orang Kristiani mengemban tugas Kristus
menjadi saksi Injil, sengsara dan kebangkitan Kristus. Hal ini hanya bisa terjadi dan terlaksana apabila orang Kristiani menjadi pendengar dan pewarta Sabda Allah.
Oleh sebab itu dalam melaksanakan tugas-tugasnya di dunia ini kaum muda Katolik memainkan peranan yang sangat penting yakni membangun serta membawa
perubahan baik di dalam masyarakat mau pun untuk Gereja sendiri. Sekaligus
26
merekalah yang menciptakan, mengembangkan struktur kemasyarakatan yang baru seturut gairah mereka menuju kesempurnaan selaras dengan kehendak Allah.
Setiap kaum muda Katolik, oleh sakramen permandiannya mempunyai tugas untuk
menjadi rasul
dalam lingkungannya,
menurut kedudukan
dan kemampuannya. Kaum muda juga mempunyai kesadaran untuk bertanggung jawab
sebagai seorang Katolik, yakni mempunyai kewajiban untuk memajukan lingkungan di sekitarnya.
b.
Pandangan Gereja Terhadap Kaum Muda
Gereja bertanggung jawab terhadap hidup beriman setiap orang, terlebih- lebih kaum mudanya. Anak-anak dan kaum muda berhak didukung untuk belajar
menghargai dengan suara hati yang lurus, nilai-nilai moral, serta dengan tulus menghayatinya secara pribadi, juga untuk semakin sempurna mengenal serta
mengasihi Allah GE, art 1. KWI 1998:1 menyatakan kaum muda saat ini penuh dengan kreatifitas dan
memiliki motivasi yang tinggi, sehingga potensi yang mereka miliki perlu diberdayakan dan selalu diberi kesempatan. Dalam Lks 7:11-17 di mana Yesus
membangkitkan anak muda di Nain, begitu juga dalam tradisi Gereja. Konsili Vatikan II sebagai salah satu peristiwa penting dalam sejarah Gereja tidak sedikit
menunjuk kepada kaum muda dan berbicara kepada kaum muda secara langsung khusunya dalam dokumen AA art 12.
Gereja mendukung peran serta kaum muda melalui berbagai bentuk kegiatan. Kegiatan tersebut tampak dalam berbagai keterlibatan di Komisi
Kepemudaan, baik tingkat KWI, Keuskupan, Kevikepan atau Dekanat; di Youth
27
Center tingkat Keuskupan dan Kevikepan atau Dekanat; di Tim Kerja Kepemudaan
atau Mudika tingkat Paroki; dan kegiatan-kegiatan lain yang mendukung keterlibatan dan perkembangan kaum muda Prasetya, 2006:112.
c. Harapan Gereja Terhadap Kaum Muda
Paus Yohanes Paulus II dalam surat kepada kaum muda 1996:7 mengatakan bahwa Gereja melalui Konsili merumuskan kaum muda Katolik
sebagai harapan Gereja, sebab secara istimewa Gereja memandang keberadaannya ada dalam diri kaum muda Katolik. Dari hal tersebut maka kaum muda Katolik
merupakan aset yang luar biasa bagi masa depan Gereja. Gereja berharap pada kaum muda, karena merekalah penerus kehidupan Gereja.
Gereja membuka dirinya untuk kaum muda agar mereka sejak dini mengenal dan mencintai Gereja. Kaum muda adalah orang yang dinamis, sedang
bertumbuh dan berkembang, maka hendaknya mereka dapat bertumbuh secara seimbang dan maksimal. Mereka begitu berharga bagi masa depan, karena hidup
matinya Gereja di pundak mereka. Kaum muda juga sebagai jantung hati Gereja, oleh karena itu Gereja
berharap pada kaum muda untuk dapat mengembangkan Gereja. Gereja masa depan adalah Gereja yang berkembang sebagaimana dicita-citakan oleh banyak orang,
dalam hal ini menjadi tanggung jawab kaum muda. Gereja mengharapkan kaum muda untuk bertindak mulai dari sekarang, dengan penuh semangat, cita-cita dan
gelora kemudaan mereka. Gereja tidak ingin kaum muda menunda peran serta mereka setelah dewasa, karena saat itu sudah terlambat untuk memulai.
28
10. Pelayanan Pastoral Bagi Kaum Muda
Pelayanan pastoral bagi kaum muda pada dasarnya adalah suatu bantuan kepada kaum muda untuk membentuk dan mengembangkan pertumbuhannya secara
menyeluruh. Arah dan tekanan dalam pelayanan pastoral kaum muda adalah supaya kaum muda dapat menggunakan segala potensinya yang khas dalam dirinya.
Potensi yang khas dalam diri kaum muda itu berguna untuk membangun dan mengembangkan kepribadiannya. Kepribadian yang harus dikembangkan itu
mengacu kepada orientasi kepada Kristus. Kristus menjadi dasar utama pembangunan dan pengembangan kepribadiannya yang pasti dalam menapaki jalan
hidupnya. Menurut Tapaha Petrus Tukan 1983:56-58 hal pokok yang paling penting
untuk diperhatikan dalam pelayanan pastoral bagi kaum muda adalah penanaman nilai-nilai dalam dirinya. Kaum muda pada masa mudanya masih berada dalam
suatu proses “mencari jati diri” pribadinya.
Dalam struktur masyarakat yang dinamis terjadi pergeseran nilai-nilai yang sangat memungkinkan kaum muda mengalami krisis makna hidup bagi dirinya.
Misalnya saja di jaman sekarang ini terjadi kemerosotan pada nilai moral. Banyak kaum muda yang mengikuti budaya barat, mereka tidak lagi malu untuk
mengenakan pakaian minim saat pergi ke Gereja. Oleh sebab itu dalam situasi yang demikian kaum muda perlu dibina untuk bersikap kritis dan selektif dalam
menentukan nilai-nilai bagi dirinya baik dari nilai moral, spiritual, sosial, dan lain sebagainya. Mereka perlu dibantu agar dapat mampu merealisasikan nilai-nilai
29
tersebut dalam hidup mereka seturut prioritas yang sudah terbentuk dalam diri mereka sendiri.
B. Bentuk Hidup Menggereja dan Pembinaannya
1. Bentuk Hidup Menggereja Secara Kontekstual
Hidup menggereja secara kontekstual tampak dalam bentuk hidup menggereja yang sering kita sebut dengan Komunitas Kecil Gerejawi dan
Komunitas Basis Kristiani. a.
Menurut Suratman 1999:34, komunitas kecil Gerejawi adalah suatu komunitas yang dapat memperlengkapi kebutuhan dasar para anggotanya untuk
menghayati kehidupan kristen di tengah-tengah dunia modern. Suatu komunitas yang merupakan suatu unit penunjang diri yang terkecil dalam konteks kehidupan
kristiani. Di dalamnya para anggotanya dapat memperoleh suatu basis yang tetap semua yang mereka butuhkan untuk penghayatan kehidupan Kristiani.
Suratman 1999:35-37 memaparkan bahwa suatu komunitas yang benar- benar dapat memperlengkapi kebutuhan dasar para anggotanya itu. Komunitas
tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut: 1
Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang berusaha untuk sadar akan kondisi-kondisi kehidupan yang menyeluruh dari anggota-anggotanya
serta harapan, ketakutan, perjuangan, kegembiraan, dan impian; serta kekuatan dan situasi yang membuat mereka tidak bebas dan diperbudak.
2 Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas terorganisir. Di dalam
komunitas itu dimanfaatkan segala kekuatan, karisma, dan anugerah yang
30
berlain-lainan dari para anggotanya; serta mengarahkannya kepada pelayanan- pelayanan dan kegiatan-kegiatan yang pada gilirannya membebaskan bagi
komunitas. 3
Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang berdoa dan merayakan. Kita menyadari bahwa keselamatan kita itu adalah rahmat Allah semata-mata.
Dan rahmat Allah itu senantiasa bekerja di dunia ini. Maka dalam komunitas itulah kita perlu waktu untuk berdoa bersama merayakan bersama pengalaman-
pengalaman rahmat yang membebaskan kita dari kekuatan-kekuatan dan dosa. 4
Komunitas kecil gerejawi adalah komunitas berpusat pada Kristus. Komunitas ini berakar dan menimba motivasi, inspirasi dari iman pada Kristus yang
bangkit dan sekarang tetap hadir di tengah-tengah kita. Yesus Kristus jugalah yang mempersatukan setiap anggota menjadi suatu komunitas Kristiani.
5 Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang terbuka bagi
masyarakat luas dan dunia. Komunitas ini tidak berpusat pada anggota-anggota dan terisolir dari perjuangan-perjuangan masyarakat umum dan seluruh bangsa.
Komunitas terbuka pada keprihatinan-keprihatinan yang lebih luas dan secara bebas bekerja sama dengan kelompok-kelompok lain dan komunitas-komunitas
untuk mencari pemecahan atas problem umum dan keprihatinan-keprihatinan. 6
Komunitas kecil gerejawi adalah suatu komunitas yang berkaitan dengan hidup seutuhnya. Komunitas ini mau menyapa kehidupan manusia secara integral:
menyangkut aspek spritual, ekonomis, sosial, dan kultural, tidak hanya salah satu aspek dari padanya.
31
b. Menurut tokoh lain Hardaputranta 1993:6, bentuk hidup menggereja juga
dikenal dengan sebutan Komunitas Basis Kristiani. Komunitas basis ini ingin mencerminkan buah kehadiran Roh Kudus, yang selalu memperbaiki dan
menyempurnakan gereja sehingga umat manusia dapat melihatnya ssebagai media dan sakramen penyelamatan Allah dalam sejarah. Sejalan dengan cara Roh Kudus
menghadirkan diri dalam sejarah manusia, Gereja sebagai wadah kehadiranNya pun diharapkan mampu memberikan jawaban yang tepat terhadap perubahan-perubahan
yang ada di dunia. Tujuan dari komunitas basis adalah suatu cara untuk memperbaiki Gereja di
kalangan masyarakat yang menjadi akar rumput, untuk kita menaruh kepercayaan terhadap setiap orang dalam iman akan dan melalui Yesus di dalam Roh KudusNya.
KBK tetap mengkonsentrasikan dirinya pada keseluruhan elemen-elemen dasar menggereja:
iman, peribadatan,
komunio, kerasulan,
pembebasan, dan
penyelamatan Hardaputranta, 1993:22 Salah satu contoh konkrit bentuk hidup menggereja yang terkecil dalam
hidup sehari-hari adalah keluarga. Keluarga sebagai Komunitas Basis Gerejawi paling Basis. Menurut Margana 2003:106-110 strategi menggereja dengan fokus
pemberdayaan kaum miskin dan tertindas, memang dipilih oleh setiap Gereja di Indonesia. Hanya saja, masing-masing keuskupan memiliki keleluasaan untuk
memiliki penekanan yang lebih sesuai dengan tuntutan situasi setempat. Misalnya saja dalam KAS Nur Widi, 2009:188-189 ditemukan bahwa untuk beriman, harus
ada arah dan prioritas. Iman Gereja adalah komitmen hidup akan Allah yang menyejarah dan bergerak menyelamatkan melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus.
32
Yesus adalah konstitutif-normatif bagi Gereja. Ia adalah jalan, kebenaran, dan hidup Gereja.
Demi beriman, perlu dibangun persaudaraan dalam paguyuban-paguyuban yang menjadi pusat kehidupan menggereja. Paguyuban menjadi pusat kehidupan
menggereja karena di sana dijalin anyaman persaudaraan dan jerih payah perjuangan akan hadirnya nilai-nilai Kerajaan Allah, yang menyatu dengan gerak
sejarah dunia atau masyarakat. Karena beriman, semakin banyak pula orang yang direngkuh supaya ikut terlibat partisipatif, saling mengembangkan transformatif,
dan memberdayakan empowering dalam gerak penyelamatan Allah dan ambil bagian dalam kegembiraan Allah.
Dengan demikian, Gereja menjalankan dirinya dalam gerak komunikatif yakni sikap saling mengerti dan pembaharuan terus-menerus untuk menjadi
kontekstual, relevan, dan signifikan. Gereja mengundang semua orang untuk duduk bersama, dan bergerak bersama untuk membangun tata dunia baru. Di sinilah
Gereja menjadi komunitas iman yang berdaya interpretatif-profetis demi pengembangan kehidupan bersama. Kalau demikian, semakin terbukalah jalan-jalan
Kerajaan Allah, dan Gereja bisa tampil relevan dan signifikan dalam kancah pergumulan masyarakat.
2. Konsep Pembinaan Kaum Muda Dalam Keterlibatan Hidup Menggereja
Menurut Tangdilintin 1984:13 untuk membimbing dan membentuk kaum muda, diperlukan suatu konsep atau sikap dasar mengenai pembinaan kaum muda
33
agar mereka mau terlibat dalam hidup menggereja. Ada pun berbagai macam konsep pembinaan yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut:
a. Pembinaan Sebagai Pelayanan
Kaum muda pertama-tama harus dilihat sebagai pelayanan: suatu keprihatinan aktif yang menyata dalam tindakan yang menyadarkan dan
membebaskan, memekarkan potensi dan iman Kristiani, menanggapi kebutuhan mereka, memampukan mereka bertanggung jawab dan berperan sosial-aktif. Paham
dasar ini menempatkan kaum muda sebagai subyek dan pusat bina, bukan sebagai obyek atau alat. Apabila mereka mengalami kehadiran pembina sebagai pelayan
dan abdi, kaum muda juga akan bertumbuh dalam semangat pengabdian yang sama terhadap sesama, Gereja, dan masyarakat.
b. Pembinaan Sebagai Pendampingan
Melihat pembinaan sebagai pendampingan mencegah kita untuk menggiring dan menjinakkan kaum muda, sehingga memandulkan potensi mereka. Pembina
adalah seorang pendamping yang karenanya tidak boleh menggiring kaum muda ke arah yang sesuai selera dan kebutuhannya sendiri. Dengan belajar dari kisah Emaus
Luk 24:13-35, seorang pendamping berjalan seiring dengan kaum muda menggumuli masalah mereka dengan bertanya dan mendengarkan penuh perhatian
dan kesabaran, menjelaskan dan membuka pikiran mereka pada saat yang tepat, dan akhirnya mempertemukan mereka dengan pribadi Kristus sendiri.
Berdasarkan konsep- konsep dasar tersebut, istilah “pembinaan”dengan
segala isi yang tersirat di dalamnya, tidak tepat lagi. Maka, akhir-akhir ini istilah populernya adalah pendampingan kaum muda Tangdilintin, 1984:13-14.
34
Menurut Prasetya 2006:105-110 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan keterlibatan kaum muda dalam kehidupan menggereja. Pertama,
Gereja perlu menyadari bahwa jumlah kaum muda mencapai separuh dari jumlah umat beriman Katolik, sehingga mereka merupakan potensi sekaligus tantangan
bagi Gereja di masa depan. Kaum muda merupakan potensi yang luar biasa yang sekaligus menjadi tantangan yang besar untuk diberdayakan demi masa depan
Gereja. Gereja melihat jalannya menuju masa depan dalam diri kaum muda, memandang dalam diri mereka cerminan dirinya sendiri dan panggilannya kepada
keremajaan yang membahagiakan yang terus-menerus dinikmati sebagai buah hasil Roh Kristus. Kedua, Gereja hendaknya mengupayakan terwujudnya pendidikan
formal bagi kaum muda, baik di sekolah Katolik mau pun perguruan tinggi Katolik, agar mereka mampu mengembangkan segala kemampuannya secara lebih memadai
karena pada kenyataannya bahwa banyak kaum muda belum mengenyam pendidikan selayaknya atau menikmati pendidikan formal yang memadai, dengan
berbagai macam alasan dan kendala yang ada. Ketiga, Gereja Katolik hendaknya mengupayakan terlaksananya pendidikan non-formal dan informal bagi kaum
muda, yang terjadi baik di dalam keluarga mau pun di lingkungan Gereja guna memberikan keseimbangan terhadap pertumbuhan dan perkembangan kaum muda
secara utuh dan menyeluruh. Berkaitan dengan pendidikan kaum muda di dalam keluarga, Gereja Katolik telah menegaskan bahwa orangtualah yang menjadi
pendidik pertama dan utama, termasuk pendidikan iman bagi anak-anaknya, karena orangtua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak terkait kewajiban amat
berat untuk mendidik mereka. Hal ini berarti bahwa dalam keluarga Katolik,