Optimasi emulsi primer AM

dan komponen lain yang dibutuhkan untuk membentuk emulsi primer AM ekstrak metanol kelopak bunga rosella yang stabil. Setelah mendapatkan formula optimum emulsi primer AM yang stabil, kemudian dilanjutkan dengan optimasi multiemulsi AMA ekstrak metanol kelopak bunga rosella. Parameter yang dilihat untuk menentukan sediaan yang dihasilkan telah optimum yaitu dengan menghitung pemisahan fase creaming yang terjadi. pemisahan yang paling sedikit menunjukkan bahwa emulsi yang dihasilkan stabil, dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4.

1. Optimasi emulsi primer AM

a. Optimasi nilai HLB yang akan digunakan Optimasi emulsi primer AM ekstrak metanol kelopak bunga rosella, terlebih dahulu ditentukan nilai HLB yang akan digunakan. Nilai HLB yang digunakan pada optimasi ini yaitu 5; 5,3; 5,5 dan 5,8 dengan kecepatan pengadukan 4 selama 10 menit. Setelah didiamkan selama 1 hari, pada keempat HLB terjadi fenomena ketidakstabilan emulsi berupa creaming , dengan pemisahan berturut-turut yaitu 66; 64,6; 60; dan 56. Creaming dapat terjadi dimungkinkan karena jumlah emulgator yang digunakan kurang cukup kuat untuk mengurangi tegangan antar muka emulsi primer AM pada HLB tersebut. Emulsi primer AM pada penelitian ini menggunakan dua emulgator yaitu emulgator hidfobik berupa ester asam lemak sorbitan monooleat Span 80 dan emulgator hidrofilik ester asam lemak polioksietilen sorbitan monooleat Tween 80 dengan konsentrasi emulgator 10 karena berdasarkan Rowe dkk. 2009, kombinasi dua emulgator ini cukup mampu menstabilkan emulsi primer AM. Pemilihan emulgator gabungan dikarenakan emulgator gabungan dapat menghasilkan pengurangan tegangan antar muka yang lebih besar dibandingkan emulgator tunggal sehingga emulsi yang dibentuk akan lebih stabil karena karakteristik hidrofilik dan lipofilik emulgator seimbang Rowe dkk., 2009. b. Optimasi kecepatan pengadukan emulsi primer Tujuan menentukan kecepatan pengadukan ini yaitu untuk mengetahui kecepatan pengadukan yang dapat menghasilkan emulsi primer yang stabil. Kecepatan pengadukan yang digunakan yaitu kecepatan 4 dan kecepatan 5. Pemilihan kecepatan 4 dan kecepatan 5 karena untuk membuat multiemulsi diperlukan kecepatan pengadukan yang lebih tinggi untuk membuat emulsi primer supaya droplet yang terbentuk lebih kecil. Hasil yang didapat setelah didiamkan 1 hari emulsi dengan kecepatan pengadukan 5 menghasilkan pemisahan yang lebih sedikit yaitu 52 sedangkan pada kecepatan 4 yaitu 56 sehingga peneliti memilih kecepatan pengadukan 5. c. Optimasi lama pencampuran emulsi primer Tujuan menentukan lama pencampuran emulsi primer yaitu untuk mengetahui waktu pencampuran yang dibutuhkan untuk mendapatkan emulsi primer yang stabil. Lama pencampuran yang digunakan yaitu 10, 15, dan 20 menit, dan dari ketiga waktu yang digunakan, setelah didiamkan selama 1 hari terjadi creaming. Namun pemisahan yang dihasilkan tidak terlalu berbeda sehingga peneliti memilih lama pencampuran 10 menit, karena lama pencampuran tidak terlalu berpengaruh terhadap stabilitas multiemulsi. Hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran 3c. d. Optimasi konsentrasi stiffening agent Tujuan menentukan konsentrasi stiffening agent yaitu untuk mengetahui konsentrasi stiffening agent yang dibutuhkan supaya dapat menghasilkan emulsi primer AM yang stabil. Stiffening agent merupakan suatu zat yang ditambahkan ke dalam formulasi yang berfungsi untuk meningkatkan konsistensi dan viskositas sediaan. Stiffening agent yang digunakan dalam formulasi ini yaitu setil alkohol. Konsentrasi stiffening agent yang digunakan pada optimasi yaitu 4; 4,5; 5; 5,5; 6; 8; dan 10. Hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran 3d. Berdasarkan ketujuh konsentrasi yang digunakan tersebut, hanya konsentrasi 6 yang menghasilkan emulsi primer AM yang stabil. Namun, sediaan yang dihasilkan membentuk foaming. Selain sebagai stiffening agent , setil alkohol juga dapat memfasilitasi pengangkutan emulgator dari antarmuka minyakair ke fase minyak sehingga dapat mengarahkan mempercepat penggabungan terbentuknya droplet internal. e. Optimasi konsentrasi anti foaming agent Tujuan menentukan konsentrasi anti foaming agent yaitu untuk mengetahui konsentrasi anti foaming agent yang dibutuhkan supaya dapat menghasilkan emulsi primer AM yang stabil. Tujuan penambahan anti foaming agent pada penelitian ini yaitu untuk mengurangi busa yang terbentuk yang disebabkan adanya penambahan setil alkohol sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan ekstrak metanol kelopak bunga rosella akibat adanya udara dari busa. Optimasi konsentrasi anti foaming agent dimethicone yang digunakan pada penelitian ini yaitu 2; 4; 6; dan 8. Setelah 1 hari pembuatan emulsi primer, pada semua konsentrasi, pemisahan fase yang dihasilkan 0 namun dilihat dari penampilannya, pada konsentrasi dimetichone 2, 4, dan 6 menunjukkan adanya tanda-tanda ketidakstabilan pada emulsi berupa keretakan, sedangkan pada konsentrasi 8 tidak menimbulkan tanda-tanda ketidakstabilan, sehingga peneliti memilih konsentrasi dimethicone yang digunakan yaitu 8. Mekanisme dimethicone sebagai anti foaming agent yaitu 1 droplet dimetichone akan masuk ke dalam liquid film antara gelembung dan dengan segera akan menutupi busa sehingga terjadi penurunan tegangan permukaan yang menyebabkan terjadinya pemecahan film; 2 droplet dimetichone masuk ke dalam liquid film antara gelembung kemudian menyebar disekitar partikel busa dan membentuk monolayer campuran pada permukaan gelembung. apabila monolayer yang terbentuk telah stabil, maka akan mengacaukan film Colas, Siang dan Ulman, 2006. Berdasarkan semua optimasi emulsi primer AM, maka diperoleh formula optimum emulsi primer AM seperti ditunjukkan pada tabel 3. Selanjutnya akan dilakukan optimasi multiemulsi AMA. Tabel 3. Formula optimum emulsi primer AM Formula Berat gram Minyak 60,31 Span 80 7,48 Tween 80 1,22 Setil alkohol 5,56 Dimethicone 7,41 MgSO 4 0,61 Aquadest 17,41 2. Optimasi multiemulsi AMA a. Menentukan jumlah emulsi primer Optimasi multiemulsi AMA diawali dengan menentukan rasio emulsi primer AM yang akan diemulsikan ke fase air eksternal. Rasio yang digunakan yaitu 27,8; 37,8; dan 47,8 g. Hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran 4a. Berdasarkan ketiga rasio tersebut yang memberikan multiemulsi yang stabil selama 1 hari yaitu rasio emulsi primer 37,8 g. b. Menentukan konsentrasi emulgator sekunder Tujuan menentukan konsentrasi emulgator sekunder yaitu untuk mengetahui konsentrasi emulgator sekunder yang dibutuhkan supaya dapat menghasilkan multiemulsi AMA yang stabil. Konsentrasi Tween 80 yang digunakan pada optimasi yaitu konsentrasi 2; 4; dan 6. Hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran 4b. Berdasarkan ketiga konsentrasi tersebut setelah didiamkan selama 3 hari, hanya konsentrasi 2 yang dapat menghasilkan multiemulsi AMA yang stabil, sehingga konsentrasi Tween 80 yang digunakan yaitu 2. Emulgator sekunder yang digunakan yaitu Tween 80. Menurut Rowe dkk. 2009, Tween 80 dapat dikatakan sebagai emulsifying agent pada emulsi minyak dalam air, apabila masuk rentang konsentrasi 1 – 15. c. Menentukan lama pencampuran multiemulsi Tujuan menentukan lama pencampuran multiemulsi yaitu untuk mengetahui lama pencampuran pembuatan multiemulsi supaya dapat menghasilkan emulsi primer AM yang stabil. Lama pencampuran yang digunakan yaitu 10, 15, dan 20 menit. Hasil optimasi menunjukkan dari ketiga waktu yang digunakan, setelah didiamkan selama 1 hari, tidak terjadi creaming, sehingga peneliti memilih lama pencampuran 10 menit, dikarenakan lama pencampuran tidak terlalu berpengaruh terhadap stabilitas multiemulsi. Berdasarkan hasil optimasi multiemulsi AMA maka didapatkan formula optimum multiemulsi AMA ekstrak metanol kelopak bunga rosella. Formula optimum yang didapatkan ditunjukkan pada tabel 4. Tabel 4. Formula optimum multiemulsi AMA Formula Berat gram Emulsi Primer 37,72 Tween 80 2,00 Xanthan gum 0,40 Aquadest eksternal 59,88 mL

D. Pembuatan Multiemulsi AMA