Pengaruh penyimpanan terhadap stabilitas ekstrak kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam sediaan Multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom.

(1)

INTISARI

Sinar UV menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat ditanggulangi dengan antioksidan. Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdarifa L.) mengandung senyawa antioksidan antosianin namun rentan terhadap kerusakan, sehingga perlu diformulasikan dalam sediaan yang dapat menjerap yaitu multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom. Penelitian bertujuan untuk memperoleh formula optimum dan kondisi penyimpanan multiemulsi A/M/A, serta mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap stabilitas antosianin ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom yang ditunjukkan dengan laju disipasi dan entrapment efficiency.

Formula optimum diperoleh dengan optimasi formula kemudian diuji sifat dan stabilitas fisiknya. Laju disipasi ditetapkan slope persamaan ln jumlah antosianin ekstrak kelopak bunga rosella total dan fase luar multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom. Entrapment efficiency dihitung dengan mengukur persentase selisih antosianin ekstrak kelopak bunga rosella total dan fase luar kedua sediaan dengan menggunakan metode spektrofotometer visibel derivatif. Analsis statistik dilakukan dengan t-test.

- wadah terlindung dari cahaya dengan penambahan gas nitrogen, serta multiemulsi A/M/A dengan kondisi penyimpanan optimum memiliki laju disipasi dan entrapment efficiency antosianin ekstrak kelopak bunga rosella lebih tinggi daripada suspensi liposom.

Kata kunci : Ekstrak kelopak bunga rosella, Multiemulsi A/M/A, Suspensi


(2)

ABSTRACT

UV light could induced production of Reactive Oxygen Spesies (ROS) which can solved by using antioxidant. Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) was contained anthocyanin as an antioxidant agent, but this compound was less stable in environmental conditions, so it needs to be formulated in a dosage form that could entrapped and protect it. The aim of this study were to determine optimum formula of multiple emulsion and storage condition, stability of anthocyanin roselle extract in W/O/W multiple emulsion and liposome suspension by evaluating the rate of dissipation and entrapment efficiency.

Optimum formula were obtain by optimize formula then was tested physical charateristic and stability. Rate of dissipation was determine by calculated slope ln amount of anthocianin roselle extract in entrapped and outer phase multi emulsion and liposome suspension. Entrapment efficiency was calculated by separating the total extract and the extract that not entrapped in both of dosage form, then was analyzed by derivative visible spectrophotometry. Statistical analyze was conducted by t-test.

The result showed that optimum multiple emulsion was produced, optimum storage condition are low temperature (-4ºC), in fotoprotective continer with adding nitrogen gas, W/O/W multiple emulsion in optimum storage condition has higher rate of dissipation and entrapment efficeincy than liposome suspension.

Keywords : Roselle pathel extract, W/O/W multiple emulsion, Liposome

suspension, Rate of dissipattion, Entrapment efficiency


(3)

PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP STABILITAS EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DALAM SEDIAAN

MULTIEMULSI A/M/A DAN SUSPENSI LIPOSOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Me Li

NIM : 118114177

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP STABILITAS EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DALAM SEDIAAN

MULTIEMULSI A/M/A DAN SUSPENSI LIPOSOM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Me Li

NIM : 118114177

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015


(5)

(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

There are three methods to gaining wisdom.

The first is reflection, which is the highest.

The second is limitation, which is the easiest.

The third is experience, which is the bitterest.

Confucius

I hear and I Forget

I See and I Remember

I do and I understand

Confucius

We keep moving forward, opening new doors, and doing new things, Because we‟re curious and curiosity keep leading us down new paths

Walt Disney

Kupersembahakan karya ini kepada:

Tuhan Yang Maha Esa Papa Budiono, Mama Yuliana, dan Kuku Sonia Adikku Me La, Van Ni,dan Seluruh Keluarga Besar Bapak/Ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Sahabat dan teman-teman seperjuangan Dan Almamaterku Tercinta


(8)

v


(9)

(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia

yang telah dilimpahkan sehingga saya dapat meyelesaikan skripsi dengan judul

“Pengaruh Penyimpanan terhadap Stabilitas Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) dalam Sediaan Multiemulsi A/M/A dan Suspensi

Liposom” dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses perkuliahan, penelitian, penyusunan dan penyelesaian skripsi

ini, penulis mendapakan motivasi, dorongan, doa, semangat, dukungan, saran

serta kritik dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widyawati, M.Si., Ph.D selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Ibu Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu, bimbingan, diskusi, kritik, dan saran kepada

penulis mulai dari proposal hingga selesainya skripsi ini.

3. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. dan Dr. Yustina Sri Hartini, M.Sc., Apt.

selaku Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi

dosen penguji, serta memberikan pengarahan saran dan ktitik kepada

penulis.

4. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah bersedia memberikan izin dalam

penggunaan fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.


(11)

viii

5. Bapak Budiono dan Ibu Yuliana selaku orang tua penulis yang telah

melahirkan, membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, edukasi

informal, dan doa tiada henti sehingga penulis diperkenankan melanjutkan

studi dan melakukan penelitian ini.

6. Drs. Sanjayadi, M.Sc., selaku dosen permbimbing pendamping yang telah

banyak membimbing, dan memberikan banyak ilmu dan pengetahuan serta

motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

7. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas

pendamping dan perhatian atas perkembangan saya selama perkuliahan.

8. Eva Mayangsari dan Yolana Kwartono sebagai sahabat dan keluarga satu

penelitian atas kerja sama, bantuan, kebersamaan dan berbagi dalam suka

dan duka selama proses penelitian ini.

9. Ibu Sonia Chang, saudari Yessi Harianti, dan saudari Van-Ni selaku tante

dan adik-adik dari penulis yang selalu memberikan motivasi dan

mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian.

10. Han‟s Junidar, S.E., atas dukungan, motivasi, serta bantuan baik dalam bentuk semangat, sahabat cerita berbagi suka dan duka serta penyedia alat

kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

11. Bapak Bimo, bapak Musrifin, bapak Kayat, bapak Agung, bapak Sigit,

bapak Parlan, bapak Kunto, bapak Parjiman, bapak-bapak satpam dan

seluruh laboran serta karyawan lain di Fakultas Farmasi Universitas Sanata


(12)

ix

12. Tim Udang (Yolanda dan Adit), tim melon (Kiki, Lika, Devi, dan Miko),

dan tim PPD (Verni, Shiro, Canly dan Erita) selaku teman dengan

pembimbing yang sama, atas bantuan berupa sarana dan motivasi.

13. Seluruh dosen, teman-teman FSM D, teman-teman FST B 2011 dan

Teman-teman satu angkatan 2011 Fakultas Farmasi Sanata Dharma, dan Teman-

teman-teman KKN yang telah mendukung dan berbagi keceriaan untuk

menyelesaikan penelitian ini.

14. Keluarga besar Pusdiklat Sukhawati Maitreiya, Vihara Bodhicitta Maitreya,

teman-teman seperantauan 2011, atas doa, nasihat, dukungan selama

peneiltian ini.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam bentuk doa,

dukungan, dan nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulis masih dalam proses

pembelajaran sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak

demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga tugas akhir ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu Farmasi.

Penulis


(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSERTUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah ... 3

2. Manfaat Penelitian ... 3

3. Keaslian Penelitian... 4

B. Tujuan ... 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Photoaging ... 6

B. Antioksidan ... 7

C. Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) ... 7

D. Antosianin ... 9

E. Multiemulsi A/M/A ... 11

F. Stabilitas Multiemulsi A/M/A ... 12

G. Bahan- Bahan Tambahan dalam Multiemulsi A/M/A ... 15

H. Suspensi Liposom ... 21


(14)

xi

J. Spektrofotometer Visibel Metode Derivatif ... 24

K. Laju Disipasi ... 25

L. Entrapment efficiency ... 26

M. Landasan Teori ... 27

N. Hipotesis ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 30

METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 30

C. Bahan ... 32

D. Alat ... 33

E. Tata Cara Penelitian ... 33

1. Ekstrasi Kelopak Bunga Rosella ... 33

2. Karakterisasi fisika-kimia ekstrak kelopak bunga rosella ... 34

3. Penetapan bobot tetap ekstrak kelopak bunga rosella... 34

4. Optimasi multiemulsi A/M/A ... 34

5. Cara pembuatan multiemulsi A/M/A hasil optimasi ... 36

6. Evaluasi sediaan multiemulsi A/M/A ... 37

7. Evaluasi sediaan suspensi liposom ... 38

8. Pembuatan kurva baku ... 39

9. Optimasi Preparasi Multiemulsi A/M/A ... 41

10. Preparasi multiemulsi A/M/A ... 42

11. Preparasi Suspensi Liposom ... 43

F. Analisis Hasil ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Penetapan Bobot Tetap Ekstrak Kelopak Bunga Rosella ... 48

B. Formulasi Multiemulsi A/M/A ... 49

C. Evaluasi Multiemulsi A/M/A ... 54

D. Evaluasi Suspensi Liposom ... 62

E. Kurva Baku Ekstrak Kelopak Bunga Rosella ... 63

F. Optimasi Preparasi Multiemulsi A/M/A ... 67


(15)

xii

G. Penetapan Laju Disipasi ... 70

H. Penetapan Entrapment efficiency ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

LAMPIRAN ... 87


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula emulsi primer A/M ... 52 Tabel II. Formula multiemulsi A/M/A ... 54 Tabel III. Laju disipasi dan waktu paruh antosianin dalam multiemulsi

A/M/A dan suspensi liposom ... 73 Tabel IV. Hasil t-test laju disipasi antosianin multiemulsi A/M/A dan

suspensi liposom total... 75 Tabel V. Entrapment efficiency antosianin ekstrak kelopak bunga rosella

dalam multiemulsi A/M/A ... 76 Tabel VI. Tabel t-test entrapment efficiency antosianin pada multiemulsi

A/M/A dan suspensi liposom ... 80


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kelopak bunga rosella ... 8

Gambar 2. Struktur dasar antosianin ... 10

Gambar 3. Stuktur antosianin pada pH yang berbeda ... 11

Gambar 4. Droplet multiemulsi A/M/A ... 12

Gambar 5. Struktur Tween 80® ... 17

Gambar 6. Struktur Span 80 ... 18

Gambar 7. Struktur setil alkohol ... 19

Gambar 8. Struktur dimethicone ... 20

Gambar 9. Struktur xanthan gum ... 20

Gambar 10. Struktur liposom ... 21

Gambar 11. Spektra derivatif orde ke-nol sampai orde ke-dua ... 25

Gambar 12. Spektra antosianin ekstrak kelopak bunga rosella ... 48

Gambar 13. Penampilan emulsi A/M dan multiemulsi A/M/A... 56

Gambar 14. Pengamatan uji fase emulsi primer dalam minyak dan multiemulsi dalam aquadest ... 57

Gambar 15. Hasil pengamatan mikroskopik emulsi A/M dan multiemulsi A/M/A pada hari pertama dengan perbesaran 40 kali ... 60

Gambar 16. Hasil pengamatan mikroskopik multiemulsi A/M/A kontrol dan multiemulsi A/M/A perlakuan pada hari ke-28 dengan perbesaran 40 kali ... 60

Gambar 17. Hasil pengujian mekanik dengan sentrifugasi ... 61

Gambar 18. Persentase pemisahan pada multiemulsi A/M/A ... 61

Gambar 19. Hasil pengamatan mikroskopik suspensi liposom pada hari pertama dengan perbesaran 40 kali ... 63

Gambar 20. Spektra kurva baku antosianin ektrak kelopak bunga rosella dalam metanol ... 64

Gambar 21. Spektra derivat kurva baku antosianin ekstrak kelopak bunga rosella dalam metanol ... 65

Gambar 22. Kurva baku konsentrasi antosianin ekstrak kelopak bunga rosella dengan pelarut metanol terhadap tinggi derivat ... 65


(18)

xv

Gambar 23. Kurva baku konsentrasi antosianin ekstrak kelopak bunga rosella dengan pelarut aquadest terhadap tinggi derivat ... 66 Gambar 24. Kurva baku konsentrasi antosianin ekstrak kelopak bunga

rosella:pelarut Triton 10% (1:1) metanol terhadap tinggi derivat ... 66 Gambar 25. Tinggi derivat optimasi lama ultrasonifikasi multiemulsi

A/M/A ekstrak kelopak bunga rosella ... 68 Gambar 26. Hasil optimasi lama sentrifugasi pada multiemulsi A/M/A ... 69 Gambar 27. Hasil sentrifugasi supernatan yang telah ditambahkan metanol ... 70 Gambar 28. Pengaruh lama penyimpanan terhadap antosianin ekstrak

kelopak bunga rosella total pada sediaan multiemulsi A/M/A ... 71 Gambar 29. Pengaruh lama penyimpanan terhadap antosianin kelopak

bunga rosella yang berada di fase luar multiemulsi A/M/A ... 71 Gambar 30. Pengaruh lama penyimpanan terhadap antosainin ekstrak

kelopak bunga rosella total dan berada di fase luar pada suspensi liposom ... 73 Gambar 31. Pengaruh waktu penyimpanan terhadap entrapment efficiency

antosianin ekstrak kelopak bunga rosella dalam sediaan multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan ... 78 Gambar 32. Pengaruh waktu penyimpanan terhadap entrapment efficiency

antosianin ekstrak kelopak bunga rosella dalam suspensi liposom ... 79


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Serangkaian alat spektrofotometer UV-Vis ... 88

Lampiran 2. Perhitungan bobot tetap ... 88

Lampiran 3. Hasil optimasi HLB pada emulsi primer ... 88

Lampiran 4. Hasil optimasi kecepatan pencampuran emulsi A/M ... 90

Lampiran 5. Hasil optimasi lama pencampuran emulsi A/M ... 90

Lampiran 6. Hasil optimasi setil alkohol sebagai stiffening agent pada emulsi A/M ... 91

Lampiran 7. Hasil optimasi konsentrasi dimethicone sebagai antifoaming agent pada emulsi A/M ... 91

Lampiran 8. Hasil optimasi ratio fase emulsi A/M dengan fase air multiemulsi A/M/A ... 92

Lampiran 9. Hasil optimasi konsentrasi Tween 80® sebagai emusifier pada multiemulsi A/M/A ... 92

Lampiran 10. Hasil optimasi lama pencampuran pada multiemulsi A/M/A ... 93

Lampiran 11. Hasil pengukuran mikromeritik ... 93

Lampiran 12. Penentuan persentase pemisahan multiemulsi A/M/A ... 96

Lampiran 13. Kurva baku antosianin ekstrak kelopak bunga rosella dengan pelarut metanol ... 96

Lampiran 14. Kurva baku antosianin ekstrak kelopak bunga rosella dengan pelarut aquadest... 97

Lampiran 15. Kurva baku antosianin ekstrak kelopak bunga rosella : Triton X-100 10% (1:1) dengan pelarut metanol ... 98

Lampiran 16. Sampel uji multiemulsi A/M/A kontrol dan multiemulsi A/M/A perlakuan ... 99

Lampiran 17. Sampel uji suspensi liposom ... 100

Lampiran 18. Optimasi volume metanol pada supernatan sediaan multiemulsi A/M/A ekstrak kelopak bunga rosella ... 100

Lampiran 19. Perhitungan laju disipasi antosianin ekstrak kelopak bunga rosella pada multiemulsi A/M/A ... 101

Lampiran 20. Perhitungan laju disipasi antosianin ekstrak kelopak bunga rosella pada suspensi liposom ... 102


(20)

xvii

Lampiran 21. Perhitungan entrapment efficiency antosianin ekstrak kelopak bunga rosella pada multiemulsi A/M/A kontrol ... 103 Lampiran 22. Perhitungan entrapment efficiency antosianin ekstrak kelopak

bunga rosella pada multiemulsi A/M/A perlakuan ... 105 Lampiran 23. Perhitungan entrapment efficiency antosianin ekstrak kelopak

bunga rosella pada suspensi liposom ... 106 Lampiran 24. Perhitungan t-test laju disipasi antosianin ekstrak kelopak

bunga rosella multiemulsi A/M/A kontrol dan multiemulsi A/M/A perlakuan serta multiemulsi A/MA perlakuan dan suspensi liposom ... 107 Lampiran 25. Perhitungan t-test entrapment efficiency antosianin

multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom ... 111


(21)

xviii

INTISARI

Sinar UV menimbulkan Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat ditanggulangi dengan antioksidan. Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdarifa L.) mengandung senyawa antioksidan antosianin namun rentan terhadap kerusakan, sehingga perlu diformulasikan dalam sediaan yang dapat menjerap yaitu multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom. Penelitian bertujuan untuk memperoleh formula optimum dan kondisi penyimpanan multiemulsi A/M/A, serta mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap stabilitas antosianin ekstrak rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom yang ditunjukkan dengan laju disipasi dan entrapment efficiency.

Formula optimum diperoleh dengan optimasi formula kemudian diuji sifat dan stabilitas fisiknya. Laju disipasi ditetapkan slope persamaan ln jumlah antosianin ekstrak kelopak bunga rosella total dan fase luar multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom. Entrapment efficiency dihitung dengan mengukur persentase selisih antosianin ekstrak kelopak bunga rosella total dan fase luar kedua sediaan dengan menggunakan metode spektrofotometer visibel derivatif. Analsis statistik dilakukan dengan t-test.

Hasil penelitian menunjukkan pada multiemulsi A/M/A diperoleh formula optimum, kondisi penyimpanan optimum yaitu pada suhu rendah -4 C dalam wadah terlindung dari cahaya dengan penambahan gas nitrogen, serta multiemulsi A/M/A dengan kondisi penyimpanan optimum memiliki laju disipasi dan entrapment efficiency antosianin ekstrak kelopak bunga rosella lebih tinggi daripada suspensi liposom.

Kata kunci : Ekstrak kelopak bunga rosella, Multiemulsi A/M/A, Suspensi


(22)

xix

ABSTRACT

UV light could induced production of Reactive Oxygen Spesies (ROS) which can solved by using antioxidant. Roselle (Hibiscus sabdariffa L.) was contained anthocyanin as an antioxidant agent, but this compound was less stable in environmental conditions, so it needs to be formulated in a dosage form that could entrapped and protect it. The aim of this study were to determine optimum formula of multiple emulsion and storage condition, stability of anthocyanin roselle extract in W/O/W multiple emulsion and liposome suspension by evaluating the rate of dissipation and entrapment efficiency.

Optimum formula were obtain by optimize formula then was tested physical charateristic and stability. Rate of dissipation was determine by calculated slope ln amount of anthocianin roselle extract in entrapped and outer phase multi emulsion and liposome suspension. Entrapment efficiency was calculated by separating the total extract and the extract that not entrapped in both of dosage form, then was analyzed by derivative visible spectrophotometry. Statistical analyze was conducted by t-test.

The result showed that optimum multiple emulsion was produced, optimum storage condition are low temperature (-4ºC), in fotoprotective continer with adding nitrogen gas, W/O/W multiple emulsion in optimum storage condition has higher rate of dissipation and entrapment efficeincy than liposome suspension.

Keywords : Roselle pathel extract, W/O/W multiple emulsion, Liposome

suspension, Rate of dissipattion, Entrapment efficiency


(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Sebagai negara tropis,

Indonesia mendapat intensitas sinar matahari lebih besar. Penyinaran sinar

matahari dapat memberikan efek positif maupun negatif (Depkes RI, 1985).

Secara in vitro dari matahari yang merupakan inisiator pembentukan Reactive

Oxygen Species (ROS) pada kulit. Berdasarkan panjang gelombangnya, sinar UV

dibedakan atas ultraviolet aging (UVA 320-400 nm), ultraviolet burning (UVB

290-320 nm), dan ultraviolet c (200-290 nm). UVA dapat menyebabkan

kerusakan melalui Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan

photoaging atau penuaan kulit yang disebabkan sinar matahari (Ardhie, 2011).

Senyawa antioksidan alami telah terbukti, meningkatkan proteksi terhadap

sinar UV dengan menginduksi ekspresi berlebihan matrix metalloproteinase

(MMP1). MMP1 adalah enzim utama yang terlibat dalam kerusakan kolagen dan

photoaging pada kulit yang teradiasi sinar UV (Matsui dkk., 2009). Tanaman

merupakan sumber berbagai antioksidan. Screening tanaman telah dilakukan

untuk mengetahui aktifitas antioksidan dari tanaman dengan berbagai metode

(Gupta dan Sharma, 2006). Senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam

rosella salah satunya adalah antosianin (Pinsuwan, Amnuaikit, Ungphaiboon, dan

Ithara, 2010). Kestabilan warna senyawa antosianin yang mengidentifikasikan

kestabilan , dipengaruhi oleh tingkat keasaman, suhu, lama penyimpanan, oksigen


(24)

2

aktif ekstrak rosella yang bersifat polar dapat stabil dalam kondisi asam sehingga

perlu diformulasikan dalam pembawa yang juga bersifat asam yang sesuai

sehingga dapat menjaga kestabilan antosianin. Ekstrak kelopak bunga rosella

diformulasikan dalam multiemulsi A/M/A (air dalam minyak dalam air) dan

suspensi liposom yang memiliki kemampuan untuk melindungi zat aktif di dalam

sistemnya terhadap lingkungan eksternal (Shasi, Satinder, dan Bharat, 2012).

Multiemulsi dengan tipe A/M/A dikarenakan antosianin yang bersifat polar.

Multiemulsi dapat digunakan sebagai sediaan yang dapat melindungi

senyawa aktif dalam partikel ganda. Multiemulsi merupakan suatu sistem dispersi

kompleks cairan yang dikenal dengan „emulsi dalam emulsi‟, di mana droplet suatu dispersi cairan (air dalam minyak atau minyak dalam air) didispersikan ke

cairan lainnya (air atau minyak) untuk menghasilkan multiemulsi A/M/A atau

M/A/M (Lutz dan Aserin, 2008). Dalam penyimpanan, fenomena yang sering

terjadi yaitu koalesensi fase internal emulsi sekunder dan micellar transport yang

dapat mengakibatkan zat aktif fase internal keluar ke fase luar. Fenomena

tersebut disebabkan karena tekanan osmosis dan tekanan Laplace (Myers, 2006).

Jika antosianin yang berada di fase internal keluar ke fase eksternal, maka dapat

mengalami kerusakan terutama teroksidasi akibat pengaruh suhu dan oksigen.

Liposom merupakan contoh pembawa zat aktif yang baik dalam produk

kefarmasian dan kosmetik, tersusun dari lipid bilayer yang berbentuk vesikel.

Liposom meningkatkan bioavailbilitas zat aktif pada jaringan tertentu,

meningkatkan indeks terapetik, dan mengurangi efek samping seperti toksisitas

(Kakumanu dan Schroeder, 2012). Liposom dapat menjadi sediaan yang dapat


(25)

stabil disimpan dalam jangka panjang. Fenomena ketidakstabilan liposom, salah

satunya yaitu fusi, yaitu penggabungan partikel liposom sehingga menyebabkan

perbesaran ukuran dapat menyebabkan ketidakstabilan (Kumar, Kumar, dan

Mahadevan, 2011).

1. Perumusan Masalah

a. Bagaimana sifat dan stabilitas fisis formula optimum multiemulsi A/M/A

ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)?

b. Bagaimana kondisi penyimpanan yang optimum untuk multiemulsi A/M/A

dalam menjaga stabilitas antosianin pada ekstrak kelopak bunga rosella

(Hibiscus sabdariffa L.)?

c. Bagaimana pengaruh kondisi dan lama penyimpanan terhadap stabilitas

ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam multiemulsi

A/M/A yang optimum sifat fisis dan kimianya dan suspensi liposom yang

ditinjau dari laju disipasi dan entrapment efficiency antosianin ekstrak

kelopak bunga rosella?

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini menambah informasi bagi ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang kefarmasian mengenai formulasi multiemulsi

A/M/A serta melihat pengaruh kondisi dan lama penyimpanan terhadap

antosianin ekstrak kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A dan


(26)

4

b. Manfaat praktis

Penelitian ini memberikan informasi tentang waktu dan kondisi

penyimpanan yang sesuai untuk sediaan multiemulsi A/M/A dan suspensi

liposom ekstrak kelopak bunga rosella.

3. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait ekstrak rosella yang pernah dilakukan yaitu:

Liposom-Containing Hibiscus sabdariffa Calyx Extract Formulation with

Increased Antioxidant Activity, Improved Dermal Penetration and Reduce

Dermal Toxicity Testing oleh Pinsuwan, Amnuaikit, Ungphaiboon, dan Ithara,

2010. Penelitian tersebut belum melakukan uji stabilitas ekstrak kelopak bunga

rosella dalam sediaan liposom selama penyimpanan sejauh penelusuran

pustaka oleh peneliti, belum ada penelitian mengenai pengaruh penyimpanan

terhadap stabilitas ekstrak kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A

dan suspensi liposom yang ditinjau dari laju disipasi dan entrapment efficiecy.

B. Tujuan

1. Memperoleh formula optimum multiemulsi A/M/A yang mengandung

ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dengan sifat dan

stabilitas fisik yang baik

2. Mengetahui kondisi penyimpanan multiemusi A/M/A optimum yang

mengandung ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.)

3. Mengetahui pengaruh kondisi dan lama penyimpanan terhadap stabilitas

antosianin pada ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam


(27)

formula optimum multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom yang ditinjau


(28)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Photoaging

Photoaging adalah bentuk utama kerusakan kulit akibat paparan sinar

matahari, frekuensi berlebih sering dibandingkan dengan kanker kulit. Paparan

UV kronis dapat mengakibatkan penuaan dini kulit yang disebut dengan

premature skin aging, ditandai dengan kerutan halus dan kasar oleh kulit,

dispigmentasi, warna pucat, perubahan tekstur, kehilangan elastisitas, dan

premalignant actinic keratoses. Sebagian besar tanda-tanda klinis disebabkan oleh

perubahan dermal (Draelos, 2010).

Ketika kulit terkena sinar matahari, radiasi UV diserap oleh

molekul-molekul kulit yang dapat menghasilkan senyawa berbahaya yang disebut Reactive

Oxygen Species (ROS), kemudian menyebabkan kerusakan oksidatif pada

komponen seluler seperti dinding sel, membran lipid, mitokondria, dan DNA.

Radiasi UV memicu pembentukan ROS dan menginduksi AP-1 yang

menyebabkan produksi MMP meningkat, sehingga meningkatkan penghancuran

kolagen. Selain itu, radiasi sinar UV menyebabkan penurunan ekspresi dari

(TGF)-β2, salah satu bagian dari TGF-β. TGF-β berfungsi sebagai peningkat pembentukan kolagen sehingga penurunan TGF-β menurunkan produksi kolagen. Peningkatan kerusakan dan penurunan produksi kolagen adalah penyebab

terjadinya photoaging (Helfrich, Sachs, dan Voorhees, 2008).


(29)

B. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu inhibitor reaksi radikal bebas. Kerja

antioksidan akan bereaksi dengan radikal bebas sehingga akan membentuk radikal

bebas baru yang bersifat kurang reaktif dan relatif stabil (Fessenden dan

Fessenden, 1986).

Antioksidan dikategorikan menjadi antioksidan enzimatik dan

nonenzimatik. Antioksidan enzimatik mencakup superoksida dismutase (SOD),

katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan nonenzimatik mencakup vitamin

c, vitamin e, glutation, asam urat, dan albumin (Fouad, 2005). Selain digolongkan

di atas, antioksidan juga dapat dikategorikan dari perolehannyayaitu dikenal juga

antioksidan alami yang biasa terdapat pada buah-buahan, teh, sayuran, dan bir.

Terdapat pula antioksidan sintetik misalnya BHA (butylated hydroxyanisole) dan

BHT (butylated hydroxytoluene) (Sofia, 2005).

C. Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Hibiscus


(30)

8

2. Deskripsi tanaman rosela

Rosella dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis dan

subtropis. Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) merupakan anggota famili

Malvaceae. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari

India sampai Malaysia. Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai

ketinggian 0,5-3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna merah.

Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul,

tepi bergerigi, dan pangkal berlekuk. Panjang daun 6-15 cm dan lebarnya 5-8

cm (Backer dan Brink, 1965).

Gambar 1. Kelopak bunga rosella (Mahadevan, Shivali, dan Kamboj, 2008)

Kelopak bunga rosella (gambar 1) yang keluar dari ketiak daun

merupakan bunga tunggal. Bunga ini mempunyai 8-11 helai kelopak yang

berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan, dan berwarna merah.

Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman.

Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari 5 helai, panjangnya 3-5 cm.

Buahnya berbentuk kotak kerucut, berambut, berwarna merah. Bentuk biji


(31)

menyerupai ginjal, berbulu, dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm (Backer dan

Brink, 1965).

3. Fitokimia kelopak bunga rosella

Kelopak bunga rosella mengandung flavonoid seperti flavonoid

gosipetin, hibisetin, dan sabdatin. Selain itu juga mengandung alkaloid, β -sitosterol, antosianin, asam sitrat, sianidin-3-rutinosa, delfinidin, galaktosa,

pektin, protocatechuic acid, kuersetin, asam stearik dan lilin (Mahadevan dkk.,

2008)

Pigmen warna rosella bertanggung jawab atas warna merah dan sumber

utama kapasitas antioksidan. Namun pigmen warna tersebut tidak stabil pada

perubahan suhu, lama penyimpanan, dan variasi bunga rosella (Tsai, McIntosh,

Pearce, Camden, dan Jordan, 2002).

D. Antosianin

Antosianin merupakan sumber pewarna alami pada kelopak bunga

rosela yang memberikan warna pigmen kuat berwarna merah, jingga, ungu,

dan biru. Rosella mengandung dua kandungan utama antosianin yaitu

delphinidin-3-sambubioside / delphinidin–3–xylosylglucoside / hibiscin dan cyanidin-3-sambubioside / cyanidin-3-xylosylglucoside / gossypicyanin (Du

dan Francis, 1973). Antosianin merupakan senyawa pigmen warna pada

tanaman yang larut dalam air dan termasuk dalam kelas senyawa flavonoid.

Senyawa antosianin memiliki struktur dasar yang terdiri dari dua cincin


(32)

10

membentuk cincin heterosiklik (cincin C) dengan gugus gula yang terikat pada

atom karbon pada posisi C-3 atau A-5 (gambar 2).

Gambar 2. Struktur dasar antosianin (Miguel, 2011)

Antosianin merupakan golongan senyawa yang bersifat polar dan dengan

kelarutan yang lebih tinggi dalam metanol daripada etanol dan air (Bridger, Chinn

dan Truong, 2010). Kestabilan warna senyawa antosianin dipengaruhi oleh tingkat

keasaman, suhu, lama penyimpanan, oksigen dan cahaya. Laju kerusakan

(degredasi) antosianin cenderung meningkat selama proses penyimpanan yang

diiringi kenaikan suhu. Degredasi termal menyebabkan hilangnya warna pada

antosianin. Laju penurunan termal antosianin mengukuti kinetika orde pertama

(Hermawan dkk,2010).

Antosianin dapat mengalami perubahan warna dari merah hingga jingga

pada pH asam (pH 1-4) karena terdapat ikatan rangkap terkonjugasi yang

membawa ion positif, tidak berwarna pada pH 5 dan 6 yang disebabkan terbentuk

senyawa karbonil dan kalkon yang terdegradasi pada pH 5 dan 6 (Miguel, 2011).

Adapun struktur dan perubahan warna pada antosianin karena perbedaan tingkatan

pH dapat dilihat pada gambar 3.


(33)

Gambar 3. Stuktur antosianin pada pH yang berbeda (Hermawan dkk., 2010)

E. Multiemulsi A/M/A

Salah satu inovasi terbaru dalam teknologi emulsi adalah pengembangan

emulsi ganda yakni emulsi yang fase terdispersinya mengandung tetesan-tetesan

kecil atau globul. Emulsi ganda (gambar 4) terbagi atas dua tipe emulsi yakni

emulsi tipe M/A/M artinya emulsi M/A terdispersi pada fase air, dan tipe emulsi

A/M/A dengan emulisi A/M terdispersi pada fase air (Gennaro, 1990).

Ukuran droplet multiemulsi lebih besar daripada ukuran partikel emulsi

biasa sehingga emulsi ganda kurang stabil secara termodinamika. Pelepasan zat

aktif dari fase dalam ke fase luar atau sebaliknya, sering tidak terkendali.

Stabilitas serta mekanisme pelepasan multiemulsi saling berhubungan dan

memiliki keterkaitan (Lutz dan Aserin, 2008).

Penggunaan multiemulsi memiliki keuntungan yakni menutupi rasa yang

tidak enak saat penggunaan, meningkatkan absorbsi obat, memperpanjang

pelepasan obat, serta dapat memisahkan dua bahan hidrofilik yang tidak saling


(34)

12

bercampur (incompatible) yakni pada fase air internal dan fase air eksternal yang

dipisahkan oleh fase pertengahan minyak pada emulsi ganda tipe A/M/A

(Gennaro,1990).

Gambar 4. Droplet multiemulsi A/M/A (Deepak, 2013)

Pembentukan emulsi ganda dipengaruhi oleh pemilihan emulgator/agen

pengemulsi yang mempengaruhi kekuatan lapisan antarmuka dari fase minyak

dengan surfaktan hidrofobik maupun lapisan antarmuka pada fase air dengan

surfaktan hidrofilik, juga dipengaruhi oleh tekanan osmotik di dalam globul atau

tetesan-tetesan fase internal dan fase eksternal (Tirnaksiz, 2005).

F. Stabilitas Multiemulsi A/M/A

Mekanisme yang dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam multiemulsi

yang utama adalah disebabkan oleh reduksi energi bebas sistem melalui

penurunan area antarmuka. Surfaktan memiliki peran dalam mereduksi energi

antar permukaan melalui proses adsorpsi. Sistem multiemulsi, mekanisme utama

yang menyebabkan stabilitas jangka pendek adalah koalesensi droplet pada emulsi

primer. Maka dari itu, pemilihan emulsifier berupa surfaktan tunggal atau

campuran menjadi penting agar dapat menghasilkan stabilitas optimum untuk

Droplet minyak Lapisan surfaktan

Lapisan air eksternal Fase air internal

Fase minyak


(35)

sistem tersebut, baik untuk emulsi A/M maupun M/A. Mekanisme lain penyebab

ketidakstabilan adalah hilangnya droplet-droplet emulsi fase internal yang

disebabkan oleh pecahnya lapisan yang memisahkan droplet-droplet kecil fase

internal dari fase eksternal. Perbedaan tekanan osmotik antara fase internal dan

eksternal dalam suatu sistem sediaan menyebabkan material yang terkandung

pada fase internal berpindah ke fase eksternal (micellar transport). Tekanan tinggi

dalam droplet yang lebih kecil dapat menghasilkan energi atas hilangnya material

dari droplet tersebut (Myers, 2006).

Efek tekanan osmotik pada stabilitas beberapa emulsi telah diselidiki

selama hampir empat dekade. Pada multiemulsi A/M/A komponen fase minyak

dapat berfungsi sebagai membran yang memisahkan fase air internal dan

eksternal. Ketebalan membran minyak bervariasi dengan perubahan komposisi

dan proses multiemulsi. Air dapat melewati membran pada fase minyak dari fase

internal ke fase eksternal atau dari fase eksternal ke fase internal bergantung pada

tekanan osmosis. Apabila tekanan osmotik fase air internal lebih tinggi

dibandingkan dengan fase air eksternal menyebabkan air masuk ke dalam fase air

internal, sehingga terjadi pembengkakan droplet fase internal sehingg akhirnya

meledak dan melepaskan isinya ke fase eksternal. Apabila tekanan osmotik lebih

tinggi di fase air luar dibandingkan fase air internal, air akan keluar dari fase

internal ke fase eksternal, menyebabkan penyusutan droplet fase internal dan fase

minyak (Jiao dan Burgess, 2008).

Tekanan tersebut dapat berupa tekanan osmosis yang ditidak diamati


(36)

14

akan masuk ke dalam fase internal sehingga menyebabkan droplet internal

membengkak hingga pada akhirnya pecah dan fase air internal ke fase eksternal.

Transfer air dari fase internal dapat meyebabkan penyusutan tetesan internal yang

terjadi jika gradien sebaliknya ada sehingga mempengaruhi destabilitas (Florence

and Whitehill, 1985). Tegangan antarmuka pada dua cairan pada antarmuka yang

melengkung ketika salah satu cairan tersebar sebagai droplet ke fase cair lain

disebut tekanan Laplace. Tekanan Laplace berbanding terbalik dengan jari-jari

kelengkungan. Pemberian sejumlah kecil elektrolit dalam fase air internal dapat

menangkal efek tekanan Laplace. Tekanan Laplace dalam proses emulsifikasi

menyebabkan emulsi menjadi tidakefektif secara termodinamikan. Pembentukan

emulsi dengan droplet kecil (tetesan sangat melengkung), dibutuhkan energi yang

lebih untuk mengatasi tekanan Laplace yang besar pada droplet. Tekanan Laplace

selama penyimpanan terjadi sepanjang permukaan antar droplet. Droplet yang

dipengaruhi tekanan Lapalce menjadi berbentuk memanjang dan berbentuk

silindris, untuk mengurangi tekanan Laplace dari droplet berbentuk bola, yang

menyebabkan ketidakstabilan. Kehadiran elektrolit dengan jumlah yang tidak

tepat dapat berdampak negatif terhadap stabilitas multiemulsi. Jumlah elektrolit

yang diformulasikan harus cukup tinggi untuk melawan tekanan Laplace namun

cukup rendah untuk menghindari efek osmotik (Jiao dan Burgess, 2008).

Suhu secara signifikan memberikan pengaruh terhadap stabilitias emulsi

dengan meningkatkan energi kinetik dan tegangan antarmuka yang memacu

sedimentasi, koalesensi, dan fenomena yang lain. Penyimpanan pada suhu rendah

meningkatkan stabilitas emulsi dalam jangka panjang karena terjadi peningkatan


(37)

kekentalan atau pemadatan antar fase (Blinks dan Rocher, 2009). Dalam konteks

aplikasi obat seperti pelepasan obat terkontol, yang mana mekanisme

penghantarannya adalah difusi terkontrol, mekanisme ketidakstabilan dapat

merugikan terhadap aksi dari sistem, karena dapat menyebabkan pelepasan yang

cepat dari zat aktif dengan kemungkinan efek yang berbahaya. Mekanisme

ketidakstabilan emulsi harus dimengerti dan dikontrol dalam sistem multiemulsi.

Dalam semua kasus, stabilitas akhir sistem sangat bergantung pada sifat dari fase

minyak dan air, karakteristik dari emulsifier primer dan sekunder dalam sistem,

serta hubungan antara fase internal dan eksternal (Myers, 2006).

G. Bahan- Bahan Tambahan dalam Multiemulsi A/M/A 1. Surfaktan (emulsifying agent)

Surfaktan adalah rantai asam lemak pendek yang bersifat amfifilik atau

amfifatik, yang memiliki bagian dengan afinitas polar dan nonpolar. Surfaktan

merupakan molekul yang dapat berorientasi dengan menurunkan tegangan

permukaan pada media dispersi. Sifat hidrofilik terdapat pada bagian kelompok

kepala dan lipofilik terdapat pada rantai (atau ekor) pada molekul surfaktan

(Schramm, 2000).

Menurut ionisasi dalam air, surfaktan di klasifikasikan menjadi:

a. Surfaktan anionik. Surfaktan anionik adalah surfaktan yang terionisasi

dalam air pada ampifilik berupa anion dan kation, yang pada umumnya

merupakan logam alkali (Na+ dan K+) atau amonium. Surfaktan anionik

dapat berupa alkilbenzen sulfonat (detergen), asam lemak (sabun), dialkil


(38)

16

b. Surfaktan nonionik. Surfaktan nonionik merupakan surfaktan yang tidak

mengalami ionisasi pada larutan air, karena gugus hidrofobik merupakan

tipe dissociable, seperti alkohol, fenol, eter, ester, atau amida. Surfaktan

nonionik terbentuk dari hidrofobik yang terdiri dari rantai polietilen glikol.

Surfaktan nonionik merupakan detergen, wetting agent dan emulsifier

yang baik.

c. Surfaktan kationik. Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang

terionisasi dalam air menjadi kation yang umumnya berupa halogen dan

anion.

(Salager, 2002).

Surfaktan memiliki rentang dari komponen larut minyak untuk

menstabilkan emulsi A/M hingga material larut air yang memberikan produk

M/A. Surfaktan biasa digunakan dalam kombinasi surfaktan larut air dan larut

minyak untuk mengurangi tegangan antarmuka pada lapisan antarmuka yang

penting dalam stabilitas emulsi yang optimum. Surfaktan nonionik memiliki

toksisitas dan iritasi yang rendah (Billany, 2002).

Surfaktan nonionik memiliki bermacam-macam nilai

hydrophile-lipophile balances (HLB) yang dapat menstabilkan emulsi M/A atau A/M.

Penggunaan surfaktan nonionik yang baik bila menghasilkan nilai HLB yang

seimbang antara dua surfaktan nonionik, di mana salah satu bersifat hidrofilik

dan yang lain bersifat hidrofobik. Surfaktan nonionik bekerja dengan

menurunkan tegangan antar muka pada lapisan antarmuka dari droplet-droplet

dalam medium dispersi, namun tidak memiliki muatan untuk menstabilkan


(39)

emulsi. Cara menstabilkan emulsi adalah dengan adanya gugus polar dari

surfaktan yang terhidrasi dan bulky, yang menyebabkan halangan sterik antar

droplet dan mencegah koalesen (Kim, 2005).

Surfaktan nonionik merupakan emulgator yang memiliki

kesetimbangan hidrofilik-lipofilik yang seimbang di dalam molekulnya. Tidak

seperti emulgator anionik dan kationik, emulgator nonionik tidak mudah

di-pengaruhi oleh perubahan pH dan adanya elektrolit (Gennaro, 1990).

a. Tween 80®

H3C

H2 C C H2 H2 C H C H2 C C H2 H2 C C H2 H2 C C CH3 CH2 CH H C

HC CH2

CH2 H2 C C H2 H2 C H3C

CH2 C H2

H2

C H3C

y

x

w

z

w + x + y + z = 20

Gambar 5. Struktur Tween 80®(Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)

Tween 80® atau polysorbate 80 (gambar 5) merupakan ester oleat

dari sorbitol di mana tiap molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi

dengan 20 molekul etilenoksida. Tween 80® berupa cairan kental berwarna

kuning dan agak pahit (Rowe dkk., 2009). Polysorbate digunakan sebagai

surfaktan pada emulsi topikal tipe minyak dalam air, dikombinasikan

dengan emulsifier hidrofilik pada emulsi minyak dalam air, dan untuk

menaikkan kemampuan menahan air pada salep, dengan konsentrasi

1-15% sebagai solubilizer. Tween 80® digunakan secara luas pada kosmetik


(40)

18

dalam air dan etanol (95%), namun tidak larut dalam mineral oil dan

vegetable oil (Rowe dkk., 2009).

b. Span 80®

Span 80® (gambar 6) mempunyai nama lain sorbitan monooleat

dengan nilai HLB 4,3. Pemeriannya berupa warna kuning gading, cairan

seperti minyak kental, bau khas tajam, terasa lunak. Kelarutannya tidak

larut tetapi terdispersi dalam air, bercampur dengan alkohol, tidak larut

dalam propilen glikol, larut dalam hampir semua minyak mineral dan

nabati, dan sedikit larut dalam eter (Rowe dkk.., 2009).

HC

OH

OH O H2C

OH O

O

Gambar 6. Struktur Span 80 (Rowe dkk., 2009)

Span 80® secara luas digunakan dalam kosmetik, produk

makanan, dan obat sebagai surfaktan nonionik lipofilik. Ester sorbitan

secara umum dalam formulasi berfungsi sebagai surfaktan dalam

pembuatan krim, emulsi, dan salep untuk penggunaan topikal. Ketika

digunakan sebagai surfaktan tunggal, ester sorbitan menghasilkan emulsi

air dalam minyak yang stabil dan mikroemulsi, namun ester sorbitan lebih

sering digunakan dalam kombinasi bersama bermacam-macam proporsi

polysorbate untuk menghasilkan emulsi atau krim, baik tipe M/A atau

A/M (Rowe dkk., 2009).


(41)

2. Parafin cair

Dalam formulasi topikal parafin cair umumnya digunakan untuk formulasi krim dan salep karena tidak menyebabkan iritasi kulit. Parafin cair berbentuk berupa cairan kental bening tidak berwarna. Konsentrasi parafin cair yang digunakan dalam sediaan topikal adalah 1,0 - 32,0% (Rowe dkk., 2009).

3. Setil alkohol

Setil alkohol (gambar 7) dengan nama lain alcohol cetylicus. Setil

alkohol berupa butiran putih, tidak larut air yang secara luas digunakan dalam

formulasi kosmetik dan farmasetis seperti supositoria, modifield-realease solid

dosage form, emulsi, lotion, krim, dan salep. Aplikasi setil alcohol bidang

farmasetis berfungsi sebagai coating agent, emulsifer, stiffening agent dan

meningkatkan konsistensi pada emulsi A/M. Setil alkohol memiliki titik lebur

45–52 C dan stabil terhadap keberadaan asam, basa, cahaya dan pada udara tidak mengumpal. Konsentrasi setil alkohol sebagai stiffening agent adalah

2-10% (Rowe dkk., 2009).

Gambar 7. Struktur setil alkohol (Rowe dkk., 2009)

4. Dimethicone

Dimethicone (gambar 8) dengan nama lain ABIL® atau

dimetilsilikon cair. Dimethicone digunakan pada bidang kefarmasian sebagai


(42)

20

dimethicone dalam sediaan krim, lotion, dan ointment adalah 10%-30%

(Rowe dkk., 2009).

Gambar 8. Struktur dimethicone (Rowe dkk., 2009)

5. Xanthan gum

Gambar 9. Struktur xanthan gum (Rowe dkk., 2009)

Xanthan gum (gambar 9) merupakan golongan gum polisakarida yang memiliki molekul besar. Xanthan gum memiliki warna krem keputih-putihan, tidak berbau, mudah mengalir, dan berbentuk berupa serbuk halus. Xanthan gum sedikit larut dalam etanol dan eter, dan larut dalam air dingin dan panas. Xanthan gum berfungsi sebagai gelling agent, suspending agent, susteined-release agent,


(43)

dan agen peningkat viskositas karena berbentuk hidrokoloid. Xanthan gum dapat

memberikan peningkatan viskositas atau pengental, penstabil dalam

penyimpanan jangka panjang dengan temperatur tinggi (Rowe dkk., 2009).

6. Aquadest

Aquadest merupakan air yang telah mengalami proses destilasi.

Aquadest, digunakan secara luas sebagai bahan baku, dan bahan pelarut selama

proses produksi dan formulasi produk farmasetis, bahan aktif farmasi (API)

dan intermediet, dan reagen analitis (Rowe dkk., 2009).

H. Suspensi Liposom

Gambar 10. Struktur liposom (Laouini, Jaafar-Maalej, Blouza, Sfar, Charcosset, dan Fessi, 2012).

Liposom (gambar 10) adalah vesikel mikroskopik yang tersusun dari satu

atau lebih enkapsulasi lipid lapis ganda. Lapisan ganda terbentuk dari lipid seperti


(44)

22

uang memiliki kelarutan berbeda dan secara spontan membentuk lapisan tunggal

atau ganda, yang kemudian membentuk vesikel tertutup dengan adanya larutan

air. Kemampuan liposom dalam menjerap dan mempertahankan obat secara luas

serta fleksibilitas struktur adalah elemen utama untuk mengontrol aksi obat

(Krowczynski, 1987). Liposom terbentuk ketika lipid yang terdiri dari kepala

yang bersifat hidrofilik dan ekor yang bersifat hidrofilik didispersikan ke dalam

air, dan membentuk lapisan tipis berupa lipid bimolekuler. Selama agregasi,

lapisan lipid bimolekuler tipis terhidrasi akan terpisah kemudian masing-masing

lapisan tersebut akan bergabung membentuk vesikel yang dapat mencegah

interaksi lapisan lipid hidrokarbon dengan air sekitarnya (Laouini dkk., 2012).

Sistem pembawa obat dengan menggunakan liposom mampu

meningkatkan indeks terapi, meningkatkan bioavalibilitas, meningkatkan

efektifitas, dan mengurangi toksisitas (Wang, Teruna, Siahaan, Richard, dan

Soltero, 2005). Variasi fosfolipid dapat digunakan dalam pembuat liposom.

Fosfolipid yang paling sering digunakan adalah fosfatidilkolin, secara individu

atau kombinasi dengan kolesterol. Kolesterol dapat digunakan untuk memadatkan

bilayer fosfatidilkolin, sehingga dapat meningkatkan rigiditas vesikel liposom

(Ranade dan Hollinger, 2004). Ukuran vesikel merupakan parameter penting

dalam mendeterminasi liposom karena ukuran dan jumlah bilayer mempengaruhi

jumlah obat yang terenkapsulasi dalam liposom. Berdasarkan ukuran dan jumlah

bilayer, liposom diklasifikasikan menjadi 2 yaitu Unilamellar Vesicles (UV) dan

Lamellar Vesicles (LV). Unilamellar Vesicles terdiri dari satu lapis bilayer dengan

klasifikasi ukuran berbeda yaitu Small Unilamellar Vesicles (SUV) yang


(45)

berukuran 20–100 nm, Large Unilamellar Vesicles (LUV) berukuran >100 nm, dan Giant Unilamellar Vesicles (GUV) berukuran >1000 nm. Lamellar Vesicles

(LV) terdiri dari lebih dari 1 lapis bilayer yang diklasifikasikan berdasarkan

ukuran yaitu Oligolamellar Vesicles (OLV) berukuran 100 – 500 nm dan Multilamellar Vesicles (MLV) berukuran >500 nm (Laouini dkk., 2012).

I. Stabilitas suspensi liposom

Liposom dapat menjadi sediaan yang stabil disimpan dalam jangka

panjang (Kumar dkk., 2011). Berdasarkan pemilihan dan konsentrasi dari zat

aktif, vesikel liposom dapat menjadi stabil atau tidak stabil. Masalah stabilitas

liposom diketahui berasal dari vesikel unilamelar karena dapat berfusi dengan

vesikel lain membentuk vesikel unilamelar dengan ukuran besar atau Large

Unilamelar Vesicle (LUV) (Meier dan Schreiber, 2005).

Parameter yang harus dipertimbangkan untuk menstabilkan sistem

liposom dalam suatu formulasi, yaitu:

1. Membuat liposom dengan lipid murni karena lipid yang tidak murni

(teroksidasi/terhidrolisis atau lipid yang tersuspensi pada minyak/trigliserida)

akan mendestabilisasi liposom.

2. Hindari penggunaan surfaktan ionik dalam fase di mana liposom akan

ditambahkan.

3. Hindari pemanasan tinggi (>40oC) ketika membuat produk akhir yang

mengandung liposom. Liposom dapat ditambahkan pada fase pembawa pada


(46)

24

4. pH produk dipertahankan mendekati pH netral karena kecepatan hidrolisis

terendah pada pH 6,5.

5. Produk yang mengandung liposom idealnya disimpan dalam suhu lemari

pendingin. Namun, jika produk akhir dibuat dengan viskositas tertentu

menggunakan gum atau pengental yang netral maka produk tersebut dapat

disimpan pada suhu ruangan.

6. Wadah produk yang mengandung liposom berupa wadah dengan bahan

opaque untuk menghindari/mengurangi kerusakan oleh cahaya pada liposom.

(Kulkami, 2005).

J. Spektrofotometer Visibel Metode Derivatif

Prinsip spektrofotometri adalah radiasi pada panjang gelombang 400-800

nm yang melalui larutan yang mengandung molekul tertentu akan menyebabkan

elektron pada ikatan antar molekul tereksitasi. Eksitasi menyebabkan molekul

memiliki bilangan kuantum yang lebih tinggi dan mengabsorbsi energi yang

melewati larutan (Watson, 1999).

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan

oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.

Rumus A adalah absorban, ε adalah absorptivitas, b adalah tebal kuvet (cm) dan c adalah konsentrasi. Absorptivitas merupakan suatu

konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas

radiasi yang mengenai larutan sampel melainkan tergantung pada suhu, pelarut,

struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Gandjar dan Rohman, 2008).


(47)

Kekurangan utama dari spektrofotometri UV-Vis adalah kurangnya

selektifitas. Pengukuran absorbansi sering kali merupakan pengakumulasian dari

interfensi yang berasal dari komponen sampel yang lain seperti matriks (reagen

atau senyawa lain). Salah satu metode yang paling sederhana untuk meningkatkan

selektifitas yang dapat mengatasi overlapping secara kuantitatif adalah dengan

derivatisasi spektra (Karpinska, 2010).

Metode spektrofotometri derivatif atau metode kurva turunan adalah

salah satu metode spektrofotometri yang dapat digunakan untuk analisis campuran

beberapa zat secara langsung tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu

walaupun dengan panjang gelombang yang berdekatan (Nurhidayati, 2007).

Gambar 11. Spektra derivatif orde ke-nol sampai orde ke-dua (Nurhidayati, 2007)

K. Laju Disipasi

Laju disipasi adalah parameter kinetik yang mendeskripsikan laju suatu

substansi yang hilang pada lingkungan. Laju disipassi tidak spesifik, yang


(48)

26

suhu. Laju disipasi sebenarnya membentuk laju pseudoplastik (NAFTA, 2006).

Antosianin ekstrak kelopak bunga rosella mengikuti reaksi orde pertama

(Hermawan dkk., 2010). Integrasi persamaan laju disipasi dapat menggunakan ln

dan logaritma. Laju disipasi menghubungkan berkurangnya konsentrasi dengan

waktu (Martin dkk., 1993).

Waktu paruh merupakan waktu yang dibutuhkan agar suatu substansi

terdegradasi atau terdisipasi yang dideskripsikan dengan kinetika orde pertama

dan diikuti dengan konsep eksponensial yang bergantung pada konsentrasi dan

waktu. Waktu paruh (t1/2) yang berhubungan dengan degredasi dan disipasi (k)

dihitung menggunakan rumus berikut:

t1/2 = ...(2)

(NAFTA, 2006)

L. Entrapment efficiency

Entrapment adalah proses penjerapan zat aktif ke dalam cangkang atau

matriks berupa padat atau cait yang bertujuan untuk melindungi zat aktif,

mengendalikan pelepasan dan imobilisasi. Entrapment efficiency didefinisikan

sebagai persentase zat aktif dalam mikrokapsulasi dari total jumlah zat aktif yang

ditambahkan selama proses penjerapan. Entrapment efficiency merupakan

parameter penting pada sediaan vesikel (Vladisavljević dan Holdich, 2012). Variabel yang mempengaruhi entrapment efficiency obat adalah

konsentrasi polimer yang tinggi, ratio polimer terhadap obat rendah, kecepatan

pengadukan rendah, konsentrasi emulsifier yang rendah, konsentrasi cross-linking

yang tinggi, interaksi obat dan polimer tinggi, kelarutan obat dalam fase


(49)

selanjutnya rendah, kelarutan polimer dalam pelarut nonorganik rendah, dan

kelarutan pelarut organik terhadap air rendah (Dhakar, 2010).

M. Landasan Teori

Indonesia merupakan negara tropis sehingga mendapatkan intensitas

sinar matahari yang lebih besar. Kulit merupakan organ tubuh yang secara

langsung terpejan langsung sinar ultraviolet (UV) dari matahari. Kulit secara

berkesinambungan terpapar oxidative stress menyebabkan terbentuknya ROS

(Reactive Oxygen Species) dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan kulit.

Antioksidan diperlukan untuk menanggulangi ROS.

Rosella merupakan salah satu tanaman yang dapat berfungsi sebagai

antioksidan. Salah satu antioksidan yang banyak terkandung dalam kelopak bunga

rosella adalah antosianin. Kestabilan warna senyawa antosianin yang

mngindikasikan kestabilan ekstrak kelopak bunga rosella dipengaruhi oleh tingkat

keasaman, suhu, lama penyimpanan, oksigen dan cahaya (Hermawan dkk., 2010).

Rosella perlu diformulasikan ke dalam sediaan yang dapat melindungi dari

pengaruh lingkungan seperti multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom.

Multiemulsi A/M/A dapat melindungi ekstrak kelopak bunga rosella dengan

membentuk droplet pelindung berupa fase minyak, sedangkan liposom berupa

vesikel yang terdiri fosfolipid. Evaluasi stabilitas ekstrak kelopak bunga rosella

dievaluasi dari laju disipasi dan entrapment efficiency.

Kondisi penyimpanan mempengaruhi stabilitas multiemulsi A/M/A dan


(50)

28

ketidakstabilan sediaan emulsi dan kerusakan antosianin ekstrak kelopak bunga

rosella. Suhu yang tinggi memicu ketidakstabilan multiemulsi A/M/A karena

meningkatkan energi kinetik dan tekanan osmotik. Energi kinetik dan tekanan

osmotik yang memicu fenomena ketidakstabilan seperti koalesensi dan micellar

transport yang dapat mengakibatkan ekstrak rosella keluar dari droplet minyak

dan berada di fase luar dan mengalami kerusakan. Suhu rendah meningkatkan

kekentalan sediaan sehingga memperlambat terjadinya fenomena ketidakstabilan.

Suhu tinggi dan keberadaan oksidator dapat mengoksidasi antosianin yang

bersifat antioksidan dalam ekstrak kelopak bunga rosella. Keberadaaan oksidator

seperti oksigen dapat dikurangi dengan pemberian gas nitrogen. Kondisi

penyimpanan suspensi liposom telah dioptimasi oleh Juniarka (2010) yaitu

dengan penyimpanan suhu 4ºC dengan pemberian dengan nitrogen.

Multiemulsi A/M/A merupakan sediaan yang secara termodinamika tidak

stabil. Formulasi multiemulsi A/M/A optimum diperlukan untuk memberikan

stabilitas antosianin ekstrak kelopak bunga rosella yang lebih lama dan

entrapment efficiency yang optimum dan stabil, sehingga diperlukan optimasi

formula dan cara pembuatan multiemulsi A/M/A. Liposom dapat menjadi sediaan

yang dapat stabil disimpan dalam jangka panjang. Fenomena ketidakstabilan

liposom umumnya berupa agregasi dan fusi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sonakpuriya, Bhowmick,

Pandoy, Joshi, dan Dubey (2013), formulasi multiemulsi A/M/A dengan surfaktan

Span 80® dan Tween 80® memiliki entrapment efficiency 95,79% dengan droplet

internal rata-rata 3,111µm. Menurut penelitian Pinsuwan dkk. (2010), entrapment


(51)

efficiency suspensi liposom ekstrak kelopak bunga adalah 65±9,4% dengan

ukuran partikel 0,673±0,084 µm. Multiemulsi A/M/A yang memiliki diameter

internal dan entrapment efficiency lebih besar memungkinkan menjerap ekstrak

rosella lebih tinggi. Penjerapan yang lebih tinggi yang ditunjukkan dengan

entrapment efficiency meningkatkan perlindungan terhadap ekstrak kelopak bunga

rosella dari kerusakan akibat pengaruh lingkungan.

N. Hipotesis

1. Multiemulsi A/M/A mempunyai sifat fisik yaitu pH sesuai pH kulit dan

memiliki kemampuan menjerap ekstrak kelopak bunga rosella serta stabilitas

fisis yang baik ditunjukan dengan memiliki dengan persentase pemisahan yan

kecil.

2. Stabilitas ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dengan

kondisi penyimpanan pada suhu rendah dan dengan pemberian gas nitrogen

lebih baik daripada multiemulsi A/M/A pada kondisi penyimpanan pada suhu

ruangan tanpa pemberian gas nitrogen yang ditinjau dari laju disipasi yang

lebih kecil dan entrapment efficiency lebih besar.

3. Formula optimum multiemulsi A/M/A ekstrak kelopak bunga rosella pada

kondisi penyimpanan memberikan stabilitas yang lebih baik ditinjau dari laju

disipasi lebih kecil dan entrapment efficiency yang lebih besar dibandingkan


(52)

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Jenis rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni yaitu untuk

mendapatkan formula multiemulsi A/M/A yang optimum, mengetahui kondisi

penyimpanan optimum pada multiemulsi A/M/A serta mengetahui stabilitas

ekstrak kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam multiemulsi air

dalam minyak dalam air (A/M/A) dan dalam suspensi liposom dengan

menggunakan metode spektrofotometri visibel selama penyimpanan.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi

bahan dan HLB pada multiemulsi A/M/A dan konsentrasi

bahan-bahan pada suspensi liposom serta waktu penyimpanan

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat

fisis, stabilitas fisis, laju disipasi, entrapment efficiency antosianin pada

ekstrak kelopak bunga rosella dalam multiemulsi A/M/A dan suspensi

liposom

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam

penelitian ini adalah cahaya selama pembuatan dan penyimpanan, suhu,

pengadukan, dan penambahan gas nitrogen.


(53)

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali pada

penelitian ini adalah ukuran droplet multiemulsi A/M/A dan suspensi

liposom, udara, tekanan osmotik, serta kelembaban selama pembuatan

dan penyimpanan.

3. Definisi operasional

a. Ekstrak kelopak bunga rosella adalah sediaan kental hasil ekstraksi 5 kg

kelopak bunga rosella segar dengan menggunakan metode maserasi

menggunakan pelarut metanol dan kemudian disimpan pada suhu -4C dengan pemberian gas nitrogen dan wadah tertutup rapat yang telah

dilapisi aluminium foil.

b. Antosianin adalah senyawa golongan flavonoid yang memilliki pigment

warna kuat pada ekstrak kelopak bunga rosella dan memiliki panjang

gelombang 490-550 nm, yang memberikan efek sebagai antioksidan.

c. Surfaktan adalah emulsifier berupa Tween 80® dan Span 80® pada emulsi

A/M dan Tween 80® pada pembuatan multiemulsi A/M/A, yang

berfungsi mengurangi tegangan antarmuka fase internal dan fase

eksternal.

d. Multiemulsi A/M/A kontrol adalah multiemulsi A/M/A yang disimpan

pada suhu ruangan (27ºC) dengan wadah tidak tembus cahaya tanpa

penggunaan gas nitrogen.

e. Multiemulsi A/M/A perlakuan adalah multiemulsi A/M/A yang disimpan

pada suhu rendah (-4ºC) dengan wadah tidak tembus cahaya dengan


(54)

32

f. Lama penyimpanan adalah rentang waktu pengujian yaitu pada

multiemulsi A/M/A selama 1,3,7,14 dan 28 hari sedangkan suspensi

liposom 1 dan 14 hari.

g. Suspensi liposom adalah sediaan cair yang mengandung 500 µL ekstrak

kelopak bunga rosella yang terjerap oleh fosfolipid berupa lesitin dan

dispersikan ke dalam medium dispersi aquadest.

h. Spektofotometri visibel derivat adalah spektra yang telah diderivatisasi

kedua dan delta lambda 40 nm, kemudian diukur tinggi derivat dengan

menggunakan penggaris rotring Ziegel.

i. Entrapment efficiency adalah persentase ekstrak kelopak bunga rosella

yang terjerap dalam sediaan multiemulsi A/M/A dan dalam suspensi

liposom yang diperoleh dengan menggunakan metode spektrofotometri

visibel derivatisasi.

j. Laju disipasi adalah laju kehilangan ekstrak rosella yang ditunjukkan

dengan derajat kemiringan atau slope pada persamaan antosianin ekstrak

kelopak bunga rosella total dan yang berada di fase luar dalam sediaan

multiemulsi A/M/A dan dalam suspensi liposom.

C. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kelopak bunga

rosella (Hibiscus sabdarifa L.) diekstraksi oleh Sanjayadi, Tween 80® (kualitas

pro analisis, Merck), Span 80® (kualitas farmasetis), parafin liquid (kualitas

farmasetis), dimethicone (kualitas farmasetis), xanthan gum (kualitas farmasetis),

setil alkohol (kualitas farmasetis), MgSO4 (kualitas farmasetis), suspensi liposom


(55)

diperoleh dari Sanjayadi, aquadest, metanol (kualitas pro analisis, Merck), Triton

X-100 (kualitas pro analisis, Merck), dan gas nitrogen teknis yang diperoleh dari

CV. Perkasa Yogyakarta.

D. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixer (Miyako),

waterbath (Elbanton), labu takar (Pyrex®), beaker (Pyrex®), cawan porselin,

termometer, tabung sentrifuge, sentrifuge (Top Sentrifuge model PLC-03),

mikroskop (Olympus), timbangan analitik digital (Mettler Toledo), batang

pengaduk, cawan porselin, sonikasi (Retsch), pH indikator universal, seperangkat

alat spektrofotometer UV-Vis Shimadsu UV-1800 (lampiran A), mikropipet

(Secorex), flakon, parafilm, aluminium foil, dan penggaris (Rotring Ziegel

Germany).

E. Tata Cara Penelitian 1. Ekstrasi Kelopak Bunga Rosella

Sebanyak 5 kg kelopak bunga rosella segar dicuci dengan air hasil

destilasi mengalir sebanyak tiga kali. Kelopak bungga rosella yang dimaserasi

dengan 5 L metanol pro analiss dengan menggunakan ultraturrax dan dibiarkan

pada suhu ruangan selama 2 hari. Hasil maserasi disaring dengan

menggunakan penyaring Buchner dengan kertas saring Whatman No.1. hasil

filtrat di rotary evaporator pada suhu 40ºC, dan disimpan pada wadah PE yang

telah dilapisi alumunium foil pada suhu -4 ºC. Ekstraksi kelopak bunga rosella


(56)

34

2. Karakterisasi fisika-kimia ekstrak kelopak bunga rosella

Ekstrak yang diperoleh dari Sanjayadi dilakukan karakterisasi secara

organoleptis, pengukuran pH, dan kandungan kimia dengan menggunakan

spektrofotometer visibel.

3. Penetapan bobot tetap ekstrak kelopak bunga rosella

Sebanyak 500 µ L ekstrak metanol rosella diuapkan dalam cawan

porselin kering yang telah ditimbang dengan menggunakan waterbath pada

suhu 40-50ºC kemudian ditimbang kembali hingga memperoleh bobot dua kali

berturut tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa yang ditimbang (Depkes RI,

1975).

4. Optimasi multiemulsi A/M/A

a. Optimasi HLB emulsi primer A/M

Emulsi primer dibuat dengan menggunakan komposisi Span 80®

dan Tween 80® dengan HLB 5; 5,3; 5,5; dan 5,8. HLB optimal dipilih

berdasarkan persentase pemisahan dari 25 ml emulsi A/M selama 24 jam

penyimpanan.

b. Optimasi kecepatan pencampuran emulsi A/M

Pembuatan emulsi A/M dilakukan dengan pembuatan emulsi A/M

dengan kecepatan mixer 4 dan 5. Kecepatan optimal dipilih berdasarkan

persentase pemisahan dari 25 mL selama 24 jam penyimpanan.

c. Optimasi setil alkohol sebagai stiffening agent

Setil alkohol yang merupakan komponen fase minyak dioptimasi

dengan konsentrasi 4; 4,5; 5; 5,5; 6; 8; dan 10%. Konsentrasi setil alkohol


(57)

optimal dipilih dengan melihat persentase pemisahan dari 25 mL emulsi

A/M selama 24 jam.

d. Optimasi dimethicone sebagai antifoaming agent

Konsentrasi dimethicone yang dioptimasi adalah 2; 4; 6; dan 8%.

Konsentrasi dimethicone optimal dipilih dengan melihat kestabilan dari

persentase pemisahan dari 25 mL emulsi A/M selama 24 jam.

e. Optimasi rasio fase emulsi primer A/M dalam multiemulsi A/M/A

Emulsi primer A/M yang ditambahkan dalam multiemulsi A/M/A

dioptimasi sejumlah 27,8; 37,8; dan 47,8 g. Jumlah optimal emulsi primer

A/M yan dimasukkan dalam multiemulsi A/M/A dipilih berdasarkan

persentase pemisahan minimal dari 25 mL yang dihasilkan setelah

penyimpanan 24 jam.

f. Optimasi konsentrasi Tween 80® dalam multiemulsi A/M/A

Surfaktan pada multiemulsi A/M/A berupa Tween 80® dioptimasi

dengan konsentrasi 2; 4; dan 6%. Konsentrasi surfaktan optimal dipilih

berdasarkan persentase pemisahan dari 25 mL multiemulsi A/M/A selama

penyimpanan 24 jam.

g. Optimasi lama pencampuran multiemulsi A/M/A

Waktu pencampuran multiemulsi A/M/A yang dioptimasi adalah

10; 12; dan 15 menit dengan kecepatan mixer 1. Pemilihan lama

pencampuran optimal dipilih berdasarkan persentase pemisahan dari 25


(58)

36

5. Cara pembuatan multiemulsi A/M/A hasil optimasi

a. Pembuatan emulsi primer A/M

Ekstrak kental metanol Rosella yang telah diuapkan, Tween 80®,

dan MgSO4 dilarutkan dalam aquadest internal. Span 80®, setil alkohol,

dan dimethicone dilarutkan dalam parafin cair yang merupakan fase

minyak. Kedua fase tersebut dipanaskan hingga suhu 50º±3C, fase air

kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase minyak, diaduk

selama 10 menit dengan menggunakan mixer dengan dialiri gas nitrogen.

b. Pembuatan multiemulsi A/M/A

Tween 80® dan xanthan gum dilarutkan dalam aquadest sekunder

hingga homogen sebagai fase air eksternal. Emulsi primer (A/M) dan fase

air yang telah tercampur masing-masing dipanaskan hingga 50ºC. Emulsi

primer ditambahkan sedikit demi sedikit dalam fase air yang telah

mengandung Tween 80® dan xanthan gum sambil dicampur dengan

menggunakan mixer selama 10 menit dengan dialiri gas nitrogen.

Multiemulsi A/M/A disimpan pada kondisi penyimpanan kontrol

dan perlakuan. Multiemulsi A/M/A kontrol disimpan pada suhu 27 ºC

dalam flakon yang telah dilapisi aluminium foil dan tanpa penjenuhan

nitrogen ini ditutup rapat dengan parafilm. Multiemulsi A/M/A perlakuan

disimpan pada suhu -4ºC dalam flakon yang telah dilapisi aluminium foil

dan telah dijenuhkan dengan nitrogen, kemudian ditutup rapat dengan

parafilm.


(59)

6. Evaluasi sediaan multiemulsi A/M/A

a. Pengamatan organoleptis

Multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan diamati bau, warna,

dan homogenitas pada hari ke 1, 3, 7, 14 dan 28 setelah pembuatan.

b. Penetapan pH

Sejumlah multiemulsi A/M/A dioleskan pada kertas indikator pH

universal dan dibandingkan dengan warnanya dengan standar (Direktrorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1975).

c. Penentuan tipe emulsi

Pengujian fase dilakukan dengan memasukkan sejumlah emulsi

primer A/M dan multiemulsi A/M/A ke dalam air dan minyak. Tipe A/M

ditunjukkan apabila secara visual emulsi primer atau multiemulsi A/M/A

larut dalam fase minyak dan tidak larut dalam fase air. Sedangkan tipe

M/A ditunjukkan apabila emulsi primer atau multiemulsi A/M/A larut

dalam air dan tidak larut dalam minyak (Billany, 2001). Air yang

digunakan berupa aquadest dan fase minyak berupa parafin cair.

d. Pengukuran mikromeritik

Sampel multiemulsi A/M/A pada hari pertama, multiemulsi

A/M/A perlakuan hari ke 28 dan multiemulsi A/M/A kontrol pada hari ke

28 dioleskan pada preparat cekung, lalu diletakkan pada meja objek

mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan lensa okuler mikrometer yang

telah terkalibrasi dan seperangkat kamera (Martin, Swarbrick, dan


(60)

38

menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali yang terhubung

dengan software OptiLab, ukuran partikel diperoleh dengan mengukur

diameter partikel menggunakan sofware ImageJ.

e. Uji mekanik

Sediaan multiemulsi A/M/A dimasukkan kedalam tabung

sentrifugasi, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 20

menit. Hasil sentrifugasi diamati dengan melihat ada atau tidaknya

pemisahan fase dari 25 mL multiemulsi A/M/A (Mahmmod, Akhtar, dan

Manickam, 2014).

f. Uji persentase creaming

Multiemulsi A/M/A dengan kondisi penyimpanan kontrol dan

perlakuan ditempatkan tabung reaksi berskala kemudian diamati secara

berkala selama rentang waktu pengujian apabila terjadi perubahan tinggi

akibat pemisahan. Multiemulsi A/M/A kontrol disimpan pada suhu 27ºC

tanpa pemberian gas nitrogen dan multiemulsi A/M/A perlakuan

disimpan pada suhu -4ºC dengan penambahan gas nitrogen. Tabung

reaksi berskala 25 mL ditempatkan dalam wadah tertutup rapat dan

terlindung dari cahaya (Billany, 2001).

7. Evaluasi sediaan suspensi liposom

Suspensi liposom yang diperoleh dari Sanjayadi disimpan pada suhu

4ºC selama 14 hari dengan wadah terbungkus dengan alluminium foil agar

terlindung dari cahaya.


(61)

a. Pengamatan organoleptis

Suspensi liposom diamati bau, warna, dan homogenitas pada hari

ke-1 dan 14 setelah pembuatan.

b. Penetapan pH

Sejumlah suspensi liposom dioleskan pada kertas indikator pH

universal dan dibandingkan dengan warnanya dengan standar (Direktrorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1975).

c. Pengukuran mikromeritik

Sampel suspensi liposom pada hari pertama dioleskan pada

preparat cekung, lalu diletakan pada meja objek mikroskop cahaya yang

dilengkapi dengan lensa okuler mikrometer yang telah terkalibrasi dan

seperangkat kamera (Martin dkk., 1993). Ukuran droplet suspensi liposom

diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 kali yang

terhubung dengan software OptiLab, ukuran partikel diperoleh dengan

mengukur diameter partikel menggunakan sofware ImageJ.

8. Pembuatan kurva baku

a. Kurva baku ekstrak kelopak bunga rosella dengan pelarut metanol

Pembuatan kurva baku dilakukan dengan membuat larutan stok

kemudian diencerkan dan diukur. Larutan stok diambil dari 100 µ L ekstrak

kental rosella dilarutkan dalam metanol pro analisis dan encerkan ke dalam

labu takar 25 mL hingga batas tanda. Larutan stok diambil sejumlah 0,3;


(1)

f2,2 = 19,00 > f hitung = 0,060, 2,302, dan 1,013, maka H0 ditolak, sehingga varian-varian pada kedua kelopok secara statistik mempunyai besar yang berbeda (tidak homogen).

t-test laju disipasi multiemulsi A/M/A kontrol dan multiemulsi A/M/A

perlakuan serta multiemulsi A/MA perlakuan dan suspensi liposom Pernyataan hipotesis nol:

 H01 = laju disipasi multiemulsi A/M/A kontrol lebih dari atau tidak berbeda signifikan dengan laju disipasi multiemulsi A/M/A perlakuan

 H02 = laju disipasi multiemulsi A/M/A lebih dari atau tidak berbeda signifikan dengan slope laju penurunan aktivitas antioksidan suspensi liposom

Nilai S untuk t-test n1(multiemulsi A/M/A)=3 n2(suspensi liposom) = 3

...(5) (Miller dan Miller, 2010). Lama

penyimpanan (hari)

Slaju disipasi multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan

Slaju disipasi multiemulsi A/M/A perlakuan dan suspensi liposom

Total Fase luar Total Fase luar

1 0,046 - 0,045 0,003

14 0,006 - - -

Perhitungan t-test untuk varian homogen t= ̅̅̅̅ ̅̅̅̅

...(6)

(Miller dan Miller, 2010). dengan degree of freedom = n1 + n2 – 2 = 3 + 3 – 2 = 4


(2)

Perhitungan t-test untuk varian tidak homogen pada laju disipasi multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan hari pertama

t = ̅ ̅̅̅

...(7)

(Miller dan Miller, 2010). dengan degree of freedom

=

(

)

=

(

)

= 38,270

Keterangan n = jumlah nilai s = standar deviasi x = hasil penelitian

Lama Penyimpanan

(hari)

tlaju disipasi multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan

tlaju disipasi multiemulsi A/M/A perlakuan dan suspensi liposom Total Fase luar Total Fase luar

1 -15,615 - -1,408 228,739

14 -189,982 - - -

T-test laju disipasi pada multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan total

hari pertama pada hari pertama dan ke-14 dan multiemulsi A/M/A perlakukan dan suspensi liposom pada total hari pertama

t30(P=0,005) = 2,04 ≤ |t| hitung = 15,615, 189,982, dan 228,739,

maka H0 ditolak. sehingga ada perbedaan pada laju disipasi pada multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan total hari pertama pada hari


(3)

pertama dan ke-14 serta multiemulsi A/M/A perlakukan dan suspensi liposom pada total dan berada ada fase luar hari pertama.

T-test laju disipasi pada multiemulsi A/M/A perlakuan dan suspensi

liposom fase luar hari pertama

T30(P=0,005) = 2,04 ≥ |t| hitung = 1,408, maka H0 diterima. Sehingga tidak ada perbedaan pada laju disipasi pada multiemulsi A/M/A perlakuan dan suspensi liposom fase luar hari pertama

Lampiran 25. Perhitungan t-test entrapment efficiency multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom

Lama penyimpanan (hari) Rata-rata

entrapment efficiency (%) Standar deviasi

1

Multiemulsi A/M/A

kontrol -9,396 31,227

Multiemulsi A/M/A

perlakuan 10,836 5,994

Suspensi liposom -30,126 12,516

14

Multiemulsi A/M/A

kontrol -11,922 12,460

Multiemulsi A/M/A

perlakuan 30,207 7,648

Suspensi liposom -9,347 0

F-test entrapment efficiency multiemulsi A/M/A kontrol dan multiemulsi

A/M/A perlakuan serta multiemulsi A/MA perlakuan dan suspensi liposom H0 = tidak ada perbedaan antara dua variansi multiemulsi A/M/A kontrol dan multiemulsi A/M/A perlakuan maupun multiemulsi A/MA perlakuan dan suspensi liposom pada hari pertama dan ke-14.


(4)

f =

...(4)

(Miller dan Miller, 2010). Lama

penyimpanan (hari)

fentrapment efficiency multiemulsi A/M/A

kontrol dan perlakuan

fentrapment efficiency multiemulsi A/M/A

perlakuan dan suspensi liposom

1 27,138 0,229

14 2,655 -

Nilai f2,2(P=0,005) = 19,00 < f hitung = 27,138, diketahui entrapment efficiency multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan pada hari pertama memberikan varian yang tidak homogen

T-test entrapment efficiency multiemulsi A/M/A kontrol dan multiemulsi

A/M/A perlakuan serta multiemulsi A/MA perlakuan dan suspensi liposom Nilai S untuk t-test

n1(multiemulsi A/M/A)=3 n2(suspensi liposom) = 3

...(5) (Miller dan Miller, 2010).

Lama penyimpanan (hari)

Sentrapment efficiency multiemulsi

A/M/A kontrol dan perlakuan

Sentrapment efficiency multiemulsi

A/M/A perlakuan dan suspensi liposom

1 505,530 96,295

14 106,874 29,243

Perhitungan t-test untuk varian homogen

t= ̅̅̅ ̅̅̅

...(6)

(Miller dan Miller, 2010). dengan degree of freedom = n1 + n2 – 2 = 3 + 3 – 2 = 4


(5)

Perhitungan t-test untuk varian tidak homogen pada entrapment efficiency multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan hari pertama

t = ̅ ̅̅̅ √

...(7)

(Miller dan Miller, 2010).

dengan degree of freedom

=

(

)

=

(

)

= 4,549

Keterangan n = jumlah nilai s = standar deviasi x = hasil penelitian

Lama penyimpanan (hari)

tentrapment efficiency multiemulsi

A/M/A kontrol dan perlakuan

tentrapment efficiency multiemulsi

A/M/A perlakuan dan suspensi liposom

1 -2,699 -0,083

14 -0,483 0,000

T-test entrapment efficiency pada multiemulsi A/M/A kontrol dan perlakuan

maupun multiemulsi A/M/A perlakukan dan suspensi liposom hari pertama pada hari pertama dan ke-14 terdapat perbedaan karena :

t4 (P=0,005) = 2,774 ≥ |t| hitung, maka H0 ditolak, sehingga terdapat perbedaan secara statistik.


(6)

114

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dengan skripsi berjudul “Pengaruh

Penyimpanan terhadap Stabilitas Ekstrak Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam

Formulasi Multiemulsi A/M/A dan Suspensi iposom”

bernama lengkap Me Li, dilahirkan di Singkawang, 17 Oktober 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan bapak Budiono dan ibu Yuliana. Penulis telah menempuh pendidikan formal di TK Cahaya Mulia Pangkalan Bun (1997-1999), tingkat Sekolah Dasar di SD Katholik Santa Maria Pangkalan Bun (1999-2005), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Arut Selatan (2005-2008), dan tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pangkalan Bun (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan sarjana program S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama kuliah, penulis pernah berpartisipasi dalam berbagai kegiatan seperti menjadi ketua dalam Seminar Motivasi Andrie Wongso “Who are you Give or be Given?” 2012), sekretaris dan bendahara dalam kegiatan Latihan Kepemimpinan KMBK Dharma Virya Universitas Sanata Dharma (2012), bendahara dalam kegiatan TITRASI (2012), divisi acara pada kegiatan SIGMA KMBK Dharma Virya (2013), koordinator acara Seminar Vegetarian Gobind Vashdev “ Your Health, Your Happiness” 2013 , dan berbagai kepengurusan dan kepanitiaan


Dokumen yang terkait

Manfaat Ekstrak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa) Sebagai Obat Kumur Dalam Menghambat Pertumbuhan Plak Pada Mahasiswa FKG USU Angkatan 2012

9 89 62

Efek Antidiabetes dari Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L) terhadap Mencit yang Diinduksi Streptozotocin

7 63 129

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Stapylococcus aureus

7 97 50

Ekstraksi dan uji stabilitas zat warna alami dari bunga kembang sepatu (hibiscus rosa-sinensis L) dan Bungan Rosella (hibiscus sabdariffa L)

7 26 86

Formulasi Tablet Hisap Kombinasi Ekstrak Air Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Menggunakan Gelatin Sebagai Bahan Pengikat

1 18 79

KUALITAS MINUMAN PROBIOTIK EKSTRAK MAHKOTA DAN KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.).

3 9 16

FORMULASI SEDIAAN HARD MOLDED LOZENGES EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DENGAN FORMULASI SEDIAAN HARD MOLDED LOZENGES EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) DENGAN BASIS SUKROSA-SIRUP JAGUNG.

0 1 18

Perbandingan kemampuan penetrasi Multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom yang mengandung ekstrak metanol kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.).

2 16 133

Perbandingan aktivitas antioksidan ekstrak Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam Multiemulsi A/M/A dan suspensi liposom.

1 19 124

PEMBUATAN “PERMEN JELLY” dari KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus Sabdariffa).

0 0 11