113
BAB V KONSEP RANCANGAN
5.1 Tema Rancangan
Dengan mengedepankan kelompok-kelompok fasilitas yang akan dirancang nantinya, Rumah Sakit Jiwa Khusus Wanita di Surabaya ini di rancang
dengan menggunakan penekanan tatanan massa massa bangunan kompleks.
5.1.1 Pendekatan Permasalahan
Penderita gangguan jiwa cenderung berperilaku dengan tanpa alasan yang, tiba-tiba menangis setelah itu tiba-tiba tertawa. Sehingga orang lain bahkan
dirinya sendiri tidak bisa menilai perbuatannya. Seringkali perbuatannya itu dapat mengganggu atau membahayakan keselamatan orang lain dan dirinya sendiri.
Penanganan pasien bergantung pada jenis gangguan yang dialami, jika pasien adalah merupakan pasien yang tenang penanganan berupa obat-obatan atau
dengan proses terapi, namun apabila pasien tersebut merupakan pasien denga tingkat gangguan jiwa yang akut, terlebih dahulu penanganan dilakukan dengan
obat-obatan untuk mengembalikan emosional agar stabil; meningkatkan kemampuan berhubungan interpersonal meningkat; menurunkan tingkat
halusinasi, agresi, delusi, dan menarik diri; memudahkan mengarahkan perilaku; mengembalikan proses berpikir ke arah logika. Setelah itu proses terapi berupa
terapi konseling, dan atau terapi perilaku. Terapi adalah kata kunci dari proses perawatan gangguan jiwa, sehingga metode perawatan atau proses
penyembuhannya tentu jauh berbeda dengan penyakit yang menyerang fisik manusia. Posisi perawat dalam proses penyembuhan pasien gangguan jiwa,
bahkan dianggap sama dengan jarum suntik, infus dan peralatan medis lainnya karena alat yang dipakai adalah tubuh perawat itu sendiri dengan keahlian khusus
dalam berkomunikasi dengan pasiennya.
114 Terapi konseling hanya dianjurkan untuk pasien dengan gangguan jiwa
ringan dengan tujuan untuk membantu pasien menghadapi hubungan social dan inter personal. Terapi konseling digunakan oleh perawat yang dilakukan secara
kelompok ataupun personal untuk membantu pasien mengenali dan mengekspreikan perasaan mereka. Terapi dilakukan dengan cara komunikasi dan
patient oleh perawat, karena pada dasarnya salah satu hal terpenting dalam proses perawatan pasien gangguan jiwa adalah komunikasi, berbicara, dan melakukan
pendekatan, dan terus berharap pasien akan membaik tanpa tahu bagaimana sebenarnya kemungkinan pasien itu dapat sembuh. Terapi konseling ini juga harus
dapat membina hubungan saling percaya antara pasien dengan perawat, sehingga seorang perawat harus aktif berkomunikasi dengan pasiennya, karena kalau
perawatnya sendiri jarang berkomunikasi dengan pasienny, pasien itu tidak mau bercerita dengannya.
Untuk terapi perilaku terdapat beberapa jenis, yaitu relaksasi, dan pelatihan asersi. Terapi Perilaku Relaksasi, merupakan upaya untuk
mengendurkan ketegangan, pertama-tama jasmaniah yang pada akhirnya mengakibatkan mengendurnya ketegangan jiwa. Caranya dapat bersifat
respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas bernafas, atau bersifat otot. Pelatihan relaksasi pernafasan, dilakukan dengan mengatur mekanisme pernafasan, ialah
tempo atau irama dan intensitas yang lebih lambat dan dalam. Ketentuan dalam bernafas, khususnya dengan irama yang tepat, akan menyebabkan otot makin
lentur dan dapat menerima situasi yang merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku. Yakni dalam bentuk penggabungan relaksasi pernafasan dan
otot, caranya adalah dengan mengatur nafas yang kemudian ditambah dan dikombinasikan dengan pengaturan gerakan otot. Jadi, pertama-tama mengatur
irama dan kedalaman pernafasan sampai pada taraf yang paling membuat pasien merasa nyaman, kemudian otot-otot dilatih menegang dan melemas.
Pelatihan Asersi digunakan untuk menanggulangi gangguan obsesif kompulsif, cemas, perilaku agrasif dan eksplosif, dan kelemahan keterampilan
social. Sharing by successive approximations. Teknik ini mungkin merupakan
115 metode yang paling fundamental, melibatkan provisi penguatan positif kepada
klien sebagai pembelajaran untuk menampilkan perilaku asertif terus menerus. Caranya adalah seperti keterampilan desensitasi, dimana dibuat suatu urutan
bertingkat hirakhi dari perilaku yang hanya sedikit nilai asertifnya sampai yang dinilai sangat asertif. Yang lebih spesifik antara lain adalah, modelling, dimana
pasien mencontoh perilaku asertif yang efektif, kemudian latihan berperilaku behavior rehearsal, di mana pasien berlatih melakukan tindakan-tindakan dalam
situasi yang tidak mengancam. Selanjutnya juga coaching, di mana terapis melatih pasien untuk melakukan tindakan-tindakan asertif. Selanjutnya juga
pemberian umpan balik feed back, dimana terapis menyediakan penguat dan saran-saran ketika pasien berada dalam situasi pelatihan dan pemberian instruksi.
5.1.2 Penentuan Tema Rancangan