Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMPONEN MINYAK ATSIRI

BAHAN SEGAR DAN EKSTRAK ETANOL DARI AMPAS

RIMPANG JAHE GAJAH SERTA APLIKASI TERHADAP

DAGING IKAN NILA

SKRIPSI

EDY TANTONO

070802047

PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMPONEN MINYAK ATSIRI BAHAN SEGAR DAN EKSTRAK ETANOL DARI AMPAS RIMPANG JAHE

GAJAH SERTA APLIKASI TERHADAP DAGING IKAN NILA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

EDY TANTONO 070802047

PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMPONEN

MINYAK ATSIRI BAHAN SEGAR DAN EKSTRAK ETANOL DARI AMPAS RIMPANG JAHE GAJAH SERTA APLIKASI TERHADAP DAGING IKAN NILA

Kategori : SKRIPSI

Nama : EDY TANTONO

Nomor Induk Mahasiswa : 070802047

Program Studi : SARJANA (S-1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui di

Medan, Juni 2012

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Juliati Br.Tarigan ,S.Si,M.Si Prof. Dr. Jamaran Kaban, MSc NIP: 197205031999032001 NIP:195106301980021001

Diketahui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP: 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMPONEN MINYAK ATSIRI BAHAN SEGAR DAN EKSTRAK ETANOL DARI AMPAS RIMPANG JAHE

GAJAH SERTA APLIKASI TERHADAP DAGING IKAN NILA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2012

EDY TANTONO 070802047


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik.

Tugas Sarjana ini berjudul “Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila”. Laporan ini berisi tentang langkah yang perlu dilakukan dalam mengetahui pengaruh sifat antioksidan dari minyak atsiri jahe gajah segar dan ekstrak etanol ampas jahe gajah kering yang diaplikasikan pada daging ikan nila selama penyimpanan 5 hari dengan suhu 4o

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Sarjana ini masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam Laporan Tugas Sarjana ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap agar Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

C.

Medan, Juni 2012


(6)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar dan Ekstrak Etanol dari Ampas Rimpang Jahe Gajah serta Aplikasi terhadap Daging Ikan Nila dalam waktu yang telah ditetapkan.

Adapun rasa terima kasih yang ingin penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban , MSc selaku pembimbing I serta Ibu Juliati Br Tarigan, SSi,MSi selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai,Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, MSc selaku Ketua dan Sekretaris, Seluruh Staff pengajar Departemen Kimia FMIPA-USU yang telah membimbing penulis selama perkuliahan, Dekan dan Pembantu Dekan serta pegawai FMIPA-USU.Asisten Laboratorium Kimia Organik : Christy, Silo, Denny, Mutiara, Samuel, Sion dan Bayu. Teman-teman yang membantu dalam lancarnya penelitian hingga selesai : Vascalya, Sari, Grand, Feri,Christin, K’Tiwi, Sahat, Hamdan, Rizal, Paulus, B’Marcel, Candra, Bahtiar, Dian dan juga teman dekat terutama Aphi, Ayong, Ricki,Ricca, Karlina,Yuki, Indah, Edyanto, Alex, B’Gullit, K’Maria, Jennifer.

Akhirnya, Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ayah dan Ibu tercinta Wie Tjeng An dan Tjoa Sui Kim, Kakak-kakak tersayang Aling, Amei, Ayin serta adik Along yang telah memberikan banyak dukungan baik secara moril maupun materi mulai dari perkuliahan hingga selesainya penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih teristimewa kepada Reny Lai yang telah memberikan semangat, waktu dan dukungan doa kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan.


(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi dan penentuan komponen minyak atsiri dari rimpang jahe gajah segar dengan destilasi Stahl dan analisis GC-MS. Komponen minyak atsiri yang dominan adalah geranial (13,97%), 1,8-sineol (12,6%), neral (10,94%), kamfen (8,63%), zingiberen (6,17%). Selanjutnya ampas jahe gajah kering diekstraksi dengan etanol menggunakan metode sokletasi dan diskrining fitokimia menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid. Setelah itu, minyak atsiri dan ekstrak ditentukan aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH radikal bebas. Nilai IC50 yang

diperoleh berturut-turut adalah 1.218,70 µg/ml dan 1.107,698 µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki sifat antioksidan. Pada aplikasi minyak atsiri dan esktrak etanol terhadap daging ikan nila pada penyimpanan 5 hari dengan temperatur 4oC diperoleh hasil bilangan peroksida secara titrasi iodometri berturut-turut adalah 13,824 meq/kg dan 13,104 meq/kg. Ternyata bilangan peroksida tersebut lebih rendah dibandingkan kontrol dengan nilai 16,992 meq/kg. Perbedaan aktivitas antioksidan juga dilakukan secara spektrofotometri FT-IR yang menunjukkan adanya perbedaan nilai %transmitansi pada bilangan gelombang 3300 – 3600 cm-1. Dimana ekstrak etanol ampas jahe gajah kering memperlambat terjadinya autoksidasi lebih besat dibandingkan minyak atsiri jahe gajah segar.


(8)

ANTIOXIDANT ACTIVITYOF ESSENTIAL OILCOMPONENTSFROM FRESHINGREDIENTS ANDETHANOLIC WASTE GINGER

EXTRACT OF ELEPHANT GINGER RHIZOME AND APPLICATIONAGAINST MEAT OF TILAPIA FISH

ABSTRACT

Had been isolated and determination constituent of fresh ginger essential oil by Stahl distillation and GC-MS analysis. The dominant constituents of essential oil such as geranial (13,97%), 1,8-cineole (12,6%), neral (10,94%), camphene (8,63%), zingiberene (6,17%). Furthermore the ethanol extract of dried elephant ginger residue was extracted with the soxhletation method and phytochemical screening showed the flavonoid compound. After that, essential oil and extracts were determined antioxidant activity with DPPH scavenging radicals method. IC50 values which

obtained respectively were 1,218.70 µg/ml and 1,107.698 µg/ml. These suggest that both of them had antioxidant properties. On application essential oil and ethanolic extract toward tilapia meat on storage 5 days with temperature 4oC were obtained peroxide values result by iodometric tritation respectively were 13.824 meq/kg and 13.104 meq/kg. They turned out result were lower than control which value was 16.992 meq/kg. Differences antioxidant activity also performed by FT-IR spectrophotometry which showed the different % transmitance values at 3300-3600 cm-1 wavenumber.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

1.7. Lokasi Penelitian 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jahe 5

2.1.1. Komponen Kimia pada Jahe 6

2.1.2. Manfaat Jahe 7

2.2. Ikan 7

2.2.1. Ikan Nila 8

2.2.2. Bagian-bagian dari Ikan yang Bermanfaat 9

2.3.Oksidasi Lipida 11

2.3.1. Jalur Menuju Oksidasi Lipida 13

2.3.2. Produk Oksidasi Lipida 13

2.3.3. Mekanisme Autoksidasi 15

2.3.4. Titik Kritis Oksidasi 19

2.3.5. Menghambat Autoksidasi 20

2.3.6. Pengaruh Antioksidan 21

2.3.7. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan DPPH Radikal Bebas 21

2.4. Antioksidan 22

2.4.1.Antioksidan Sintetis

2.4.2. Antioksidan Alami 24

23

2.5. Ekstraksi 27

2.5.1. Ekstraksi Lipida dari Makanan dan Bahan Biologis 28 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN


(10)

3.2. Bahan-Bahan 33

3.3.Prosedur Kerja 34

3.3.1. Penyediaan Sampel 34

3.3.2. Ekstraksi

3.3.2.1. Ekstraksi Minyak Atsiri Jahe Gajah 34 3.3.2.2. Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe dengan Etanol 34

Jahe Gajah 34

3.3.3. Skrining Fitokimia 35

3.3.4.Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar dan Ekstrak Etanol ampas Jahe Gajah Kering dengan metode

DPPH Radikal Bebas 35

3.3.4.1. Pembuatan Larutan DPPH 35

3.3.4.2. Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar dan

EkstrakEtanol Ampas Jahe Gajah Kering yang akan Diuji 36

3.3.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan 36

(a) Uji Larutan Blanko 36

(b) Uji Aktivitas Antioksidan Sampel 36 3.3.5. Aplikasi Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar,

EkstrakEtanol Ampas Jahe Gajah Kering terhadap Lipida

pada Daging Ikan Nila (OreochromisNiloticus) 36 3.3.5.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila 36 3.3.5.2. Ekstraksi Lipida dari Sampel Daging Ikan Nila 37 3.3.5.3. Penentuan bilangan peroksida 37

3.4. Bagan penelitian 38

3.4.1. Ekstraksi

3.4.1.1. Ekstraksi Minyak Atsiri Jahe Gajah 38 3.4.1.2. Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe dengan Etanol 39

Jahe Gajah 38

3.4.2. Skrining Fitokimia 39

3.4.3.Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar dan Ekstrak Etanol ampas Jahe Gajah Kering dengan

metode DPPH Radikal Bebas 40

3.4.3.1. Pembuatan Larutan DPPH 40

3.4.3.2. Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar dan

Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah Kering yang akan Diuji 41

3.4.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan 42

(a) Uji Larutan Blanko 42

(b) Uji Aktivitas Antioksidan Sampel 42 3.4.4. Aplikasi Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar,

Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Gajah Kering terhadap

Lipida pada Daging Ikan Nila 43 3.4.4.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila 43 3.4.4.2. Ekstraksi Lipida dari Sampel Daging Ikan Nila 44 3.4.4.3. Penentuan bilangan peroksida 46 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 47

4.1.1. Ekstraksi Jahe (Zingiber Officinale) Cultv. Gajah 47 4.1.1.1. Hasil Isolasi Minyak atsiri Jahe Gajah Segar 47 4.1.1.2. Hasil Ekstraksi Ampas Jahe Gajah Kering 48 4.1.2. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar


(11)

dan Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah Kering 49 4.1.3.Hasil Aplikasi Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar dan Ekstrak Etanol

Ampas Jahe Gajah Kering pada Daging Ikan Nila 50

4.2. Pembahasan 52

4.2.1. Ekstraksi Jahe Gajah 52

4.2.1.1. Isolasi Minyak atsiri Jahe Gajah Segar 52 4.2.1.2. Hasil Ekstraksi Ampas Jahe Gajah Kering 58 4.2.2. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar

dan Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah Kering 58 4.2.3. Hasil Aplikasi Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar dan Ekstrak

Etanol Ampas Jahe Gajah Kering pada Daging Ikan Nila 60 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 66

5.2. Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 67


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Mekanisme Aktivitas Antioksidan 11 Tabel 2.2. Ambang Batas AromaAsamLinoleat yang mungkin dari

Oksidasi Produk dalamMinyak

Tabel 2.3. Oksigen Aktif dan Spesies yang Terkait 19

Parafin 18

Tabel 2.4.

Tabel 3.1. Formulasi Sampel 36

Keuntungandan Kerugian dariAntioksidanSintetis dan Alami 27 Tabel 4.1. Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar yang Diperoleh dengan Metode

Hidrodestilasi 47

Tabel 4.2. Komponen Senyawa Kimia Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar

yang dominan 48

Tabel 4.2.1. Komponen Senyawa Kimia Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar

lain yang persentasenya di bawah 5% 48 Tabel 4.3. Hasil Ekstraksi Ampas Jahe Gajah Kering 48 Tabel 4.4. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah Kering 49 Tabel 4.5. Hasil Ekstraksi Lipida dari Sampel Daging Ikan Nila 50 Tabel 4.6. Hasil Penentuan Bilangan Peroksida pada Minyak dari Daging

Ikan Nila dengan Metode Iodometri 50

Tabel 4.7. Hasil Analisis FT-IR untuk %Transmitansi Hidroperoksida dari


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Perubahan-perubahan yang terjadi Setelah Kematian Ikan 10

Gambar 2.2. Mekanisme Autoksidasi Lipida 15

Gambar 2.3. Pembentukan13-Hidroperoksida dari AsamLinoleat

Gambar 2.4. Pembentukan Produk Sekunder dari Dekomposisi Hidrokperoksida 17

16

Gambar 2.5. Dekomposisi 13-Hidroperoksida dari Asam Linoleat

membentuk Heksana 17

Gambar 2.6. Reaksi 12-Hidroperoksida dari α- Asam Linolenat membentuk

9-Hidroperoksi Endoperoksida 18

Gambar 2.7. Penghambatan Autoksidasi Lipida oleh Antioksidan 20 Gambar 2.7.1.

Gambar 2.8.

Kestabilan Resonansi Radikal Fenoksi dari Antioksidan Fenolik 20

Antioksidan Sintetis 23

Gambar 2.9. Senyawa Derivat Asam Benzoat 25

Gambar 2.9.1.

Gambar 2.9.2. Senyawa-senyawa komponen dalam minyak atsiri 26

Senyawa Derivat Asam Sinamat 25

Gambar 4.1. Kromatogram Komponen Senyawa Minyak Atsiri Jahe Gajah

Segar 47

Gambar 4.2. Spektrum Massa Geranial 53

Gambar 4.3. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Geranial 53

Gambar 4.4. Spektrum Massa 1,8-Sineol 54

Gambar 4.5. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa 1,8-sineol 54

Gambar 4.6. Spektrum Massa Neral 55

Gambar 4.7. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Neral

Gambar 4.8. Spektrum Massa Kamfen 56

55 Gambar 4.9. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Kamfen 56

Gambar 4.10. Spektrum Massa Zingiberen 57

Gambar 4.11. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa

Zingiberen 57

Gambar 4.12. Kestabilan Radikal Bebas DPPH 58

Gambar 4.13. Struktur Umum Golongan Flavonoid 61 Gambar 4.14. Beberapa Struktur Kriteria dari Golongan Senyawa Flavonoid

dalam Peredaman Radikal 61

Gambar 4.15. Reaksi Autoksidasi Asam Oleat 62

Gambar 4.16. Reaksi Inhibisi Salah Satu Komponen Senyawa Minyak

Atsiri dalam Memperlambat Autoksidasi Asam Oleat 63 Gambar 4.17. Reaksi Inhibisi Salah Satu Golongan Senyawa Flavonoid

dalam Memperlambat Autoksidasi Asam Oleat 64 Gambar 4.18. Resonansi Radikal dari Salah Satu Golongan Flavonoid 65


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. % Minyak Atsiri Jahe Gajah SegarsecaraMetode Hidrodestilasi 72 Lampiran 2. % Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah Kering secara Metode

Sokletasi 72

Lampiran 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan 72 Lampiran 3.1. Perhitungan %Peredaman Ekstrak Etanol Ampas

Jahe Gajah Kering yang dikeringkan 72 Lampiran 3.2. Perhitungan %Peredaman Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar 72 Lampiran 3.3. Perhitungan nilai IC50

Lampiran 3.3.1. Perhitungan nilai IC

73

50

yang dikeringkan 73

ekstrak etanol ampas jahe gajah Lampiran 3.3.1.1. Grafik %Peredaman Vs Konsentrasi dari Uji Aktivitas

Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah Kering terhadap

DPPH Radikal Bebas 74

Lampiran 3.3.2. Perhitungan nilai IC50

yang dibeli di pasaran 74

minyak atsiri jahe gajah segar Lampiran 3.3.2.1. Grafik %Peredaman Vs Konsentrasi dari Uji Aktivitas

Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar terhadap

DPPH Radikal Bebas 75

Lampiran 4. Penentuan Bilangan Peroksida 76

Lampiran 4.1.Bilangan Peroksida Lipida dari DagingIkan Nila (penyimpanan 5 hari) /“S0b

Lampiran 4.2. Bilangan Peroksida Lipida dari DagingIkan Nila + 1 ml minyak

” 76

atsirijahe gajah 5% (penyimpanan 5 hari) / “S1b

Lampiran 4.3. Bilangan Peroksida Lipida dari DagingIkan Nila + 1 ml Ekstrak

” 76

Etanol Ampas Jahe Gajah Kering 5% (penyimpanan 5 hari) / “S2b

Lampiran 5. Pita Serapan IR Lipida dari “S

” 76

0b

Lampiran 6. Pita Serapan IR Lipida dari “S

” 77

1b

Lampiran 7. Pita Serapan IR Lipida dari “S

” 78

2b

Lampiran 8. Hasil data GC Lipida dari Daging Ikan Nila Segar “S

” 79

a


(15)

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi dan penentuan komponen minyak atsiri dari rimpang jahe gajah segar dengan destilasi Stahl dan analisis GC-MS. Komponen minyak atsiri yang dominan adalah geranial (13,97%), 1,8-sineol (12,6%), neral (10,94%), kamfen (8,63%), zingiberen (6,17%). Selanjutnya ampas jahe gajah kering diekstraksi dengan etanol menggunakan metode sokletasi dan diskrining fitokimia menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid. Setelah itu, minyak atsiri dan ekstrak ditentukan aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH radikal bebas. Nilai IC50 yang

diperoleh berturut-turut adalah 1.218,70 µg/ml dan 1.107,698 µg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya memiliki sifat antioksidan. Pada aplikasi minyak atsiri dan esktrak etanol terhadap daging ikan nila pada penyimpanan 5 hari dengan temperatur 4oC diperoleh hasil bilangan peroksida secara titrasi iodometri berturut-turut adalah 13,824 meq/kg dan 13,104 meq/kg. Ternyata bilangan peroksida tersebut lebih rendah dibandingkan kontrol dengan nilai 16,992 meq/kg. Perbedaan aktivitas antioksidan juga dilakukan secara spektrofotometri FT-IR yang menunjukkan adanya perbedaan nilai %transmitansi pada bilangan gelombang 3300 – 3600 cm-1. Dimana ekstrak etanol ampas jahe gajah kering memperlambat terjadinya autoksidasi lebih besat dibandingkan minyak atsiri jahe gajah segar.


(16)

ANTIOXIDANT ACTIVITYOF ESSENTIAL OILCOMPONENTSFROM FRESHINGREDIENTS ANDETHANOLIC WASTE GINGER

EXTRACT OF ELEPHANT GINGER RHIZOME AND APPLICATIONAGAINST MEAT OF TILAPIA FISH

ABSTRACT

Had been isolated and determination constituent of fresh ginger essential oil by Stahl distillation and GC-MS analysis. The dominant constituents of essential oil such as geranial (13,97%), 1,8-cineole (12,6%), neral (10,94%), camphene (8,63%), zingiberene (6,17%). Furthermore the ethanol extract of dried elephant ginger residue was extracted with the soxhletation method and phytochemical screening showed the flavonoid compound. After that, essential oil and extracts were determined antioxidant activity with DPPH scavenging radicals method. IC50 values which

obtained respectively were 1,218.70 µg/ml and 1,107.698 µg/ml. These suggest that both of them had antioxidant properties. On application essential oil and ethanolic extract toward tilapia meat on storage 5 days with temperature 4oC were obtained peroxide values result by iodometric tritation respectively were 13.824 meq/kg and 13.104 meq/kg. They turned out result were lower than control which value was 16.992 meq/kg. Differences antioxidant activity also performed by FT-IR spectrophotometry which showed the different % transmitance values at 3300-3600 cm-1 wavenumber.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu penghasil jahe(Zingiber Offinale Rosc.) terbesar di dunia yang memiliki peluang sangat besar untuk mengembangkan produk turunan dari rimpang jahe. Jahe mengandung oleoresin yang banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi dan makanan. Oleoresin yang berisi campuran-campuran fenolik aktif yang mempunyai sifat antioksidan, anti-kanker, anti-inflamasi, anti-angiogenesis dan anti-artheosklerotik(Sukhla, 2007; wresdiyati,dkk, 2005).

Jahe juga mengandung minyak atsiri yang dapat diperoleh melalui destilasi uap ataupun hidrodestilasi (Sultan, dkk, 2005 ; Toure dan Xiaoming, 2007) yang memiliki aktivitas mikrobiologis terhadap bakteri (B.Subtilis, S.aureus, K.Pneumonia) dan fungi (A.niger, P.notatum, M.heimalis, F.oxysporum) (El-baroty, dkk, 2010), mempunyai sifat anti-filariasis (Mulyaningsih, dkk, 1999) serta mempunyai sifat antioksidan (El-baroty, 2010; Padalia,2011).

Ekstrak jahe memiliki aktivitas antioksidan dari sifat medisnya (Shirin, dkk, 2010) yang mana bisa lebih baik ataupun hampir sama dengan asam askorbat (Khalaf dkk, 2008).Aktivitas antioksidan dapat diuji dengan metode DPPH (2,2-diphenil-1-picrylhydrazyl) radikal bebas (Khalaf, dkk, 2008 ; Stoilova, dkk, 2007 ; Ghasemzadeh, dkk, 2010; El-Baroty, dkk, 2010). Disamping metode DPPH dapat juga diuji dengan metode diena terkonjugasi, sistem model asam linoleat dan metode deteksi radikal hidroksi dengan deoxiribose assay (Stoilova, dkk, 2007; Yasser, dkk, 2010).

Kebanyakan efek membahayakan yang potensial dari oksidan berasal dari spesies oksigen reaktif (ROS) seperti radikal bebas, yang berasal dari polusi, maupun debu diproduksi secara berulang sebagai konsekuensi dari metabolisme normal. Antioksidan merupakan senyawa berberat molekul kecil yang dapat bereaksi dengan oksidan (Langseth, 1995) .


(18)

Ekstrak jahe telah diteliti memiliki kemampuan untuk memperlambat oksidasi lemak pada daging babi, yang dapat dilihat dari menurunnya nilai TBA (Thio Barbituric Acid) setelah adanya penambahan ekstrak dan penyimpanan pada suhu 4oC (Lee dkk, 1986). Ekstrak jahe juga dapat melindungi Vitamin E dari oksidasi dimana kemampuan ekstrak jahe (rasio jahe : air panas = 1:2) diteliti mampu untuk menurunkan kadar Malonaldehida plasma (indikator keberadaan radikal bebas) sehingga kadar Vitamin E dalam plasma meningkat (Zakaria dkk, 2000).Adapun kandungan lemak tidak jenuh dari ikan nila (Oreochromis niloticus) adalahkandungan PUFA(Poly Unsaturated Fatty Acid) = 44.76 + 0.40 %[ω-3 = 27.07 + 0.15 % ;ω-6 = 17.69 + 0.26 %], HUFA (High Unsaturated Fatty Acid)= 26.51 +0.22 % (Suloma, dkk, 2008).Sehingga perlu kiranya untuk mencegah terjadinya oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuhnya dengan penambahan antioksidan alami.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui, aktivitas antioksidan minyak atsiri jahe gajah segar, ekstrak etanol dariampas rimpang jahe cultv. gajahkering dengan metode DPPH radikal bebas, komponen-komponen kimia minyak atsiri rimpang jahe gajah segarserta aplikasinyapada ikan nilayang disimpan pada suhu 4 oC selama 5 hari.Minyak ikan dianalisa bilangan peroksida dengan metode titrasi iodometri dan FT-IR.

1.2.Permasalahan

1.Bagaimana aktivitas antioksidan dari minyak atsiri dan ekstrak etanol dari ampasrimpang jahe gajah kering dengan metode DPPH radikal bebas

2.Komponensenyawa kimia apa sajakah yang terdapat pada minyak atsiri rimpang jahe gajah segar

3.Bagaimana pengaruh antioksidan minyak atsiririmpang jahe gajah segar dan ekstrak etanol ampas rimpang jahe gajah kering terhadap lipidapada daging ikan nilabila disimpan selama 5 hari pada suhu 4oCdengan penentuan bilangan peroksida secara titrasi iodometri dan FT-IR.

1.3. Pembatasan masalah

- Rimpang jahe gajah segar dan daging ikan nila segar diperoleh dari pasar sore di padang bulan, Medan.


(19)

- Daging ikan nila diambil pada bagian tengah badan. (2 cm dari ekor dan 1 cm dari kepala)

- Sebagai antioksidan dipakai minyak atsiri jahe gajah segar dan ekstrak etanol ampas jahe gajah kering

- Penyimpanan dilakukan selama 5 hari pada suhu 4 oC

1.4. Tujuan Penelitian

1.Untuk mengetahui aktivitas antioksidan minyak atsiri jahe gajah segar dan ekstrak etanol dari ampas rimpang jahe gajah kering dengan metode DPPH radikal bebas 2.Untuk mengetahui komposisi senyawa kimia yang terdapat pada minyak atsiri

rimpang jahe gajah segar dengan metode GC-MS

3. Untuk mengetahui pengaruh antioksidan minyak atsiri rimpang jahe gajah segar danekstrak etanol ampas rimpang jahe gajah kering terhadap lipida pada daging ikan nila bila disimpan selama 5 hari pada suhu 4 oC dengan penentuan bilangan peroksida secara titrasi iodometri dan FT-IR.

1.5.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dibidang organik mengenai komposisi-komposisi senyawa kimia pada minyak atsiridan aktivitas antioksidan minyak atsiri jahe gajah segar dan ekstrak etanol dari ampas rimpang jahe gajah kering dan aplikasi sifat antioksidannya terhadap lemak pada daging ikan nilabila disimpan pada suhu 4oC selama 5 hari.

1.6.Metodologi Penelitian

Rimpang jahe gajah segar mengandung minyak atsiri dan juga bahan antioksidan. Isolasi minyak atsiri dari bahan segar rimpang jahe gajah tersebut dilakukan dengan metode hidrodestilasi dan dianalisis GC-MS. Ampas rimpang jahe gajah kering diambil ekstraknya dengan pelarut etanol menggunakan alat soklet dan di uji skrining fitokimia. Minyak atsiri jahe gajah segar dan ekstrak etanol ampas jahe gajah kering diuji sifat antioksidannya dengan metode DPPH radikal bebas. Yang selanjutnya diaplikasikan pada daging ikan nila dengan penyimpanan pada suhu 4 oC selama 5 hari.


(20)

Minyak yang terdapat pada daging ikan nila yang disimpan diekstraksi dengan pelarut n-heksana dan isopropanol dengan perbandingan 3 : 2. Untuk mengetahui terjadinya oksidasi pada lipida dilakukan penentuan bilangan peroksida dengan titrasi iodometri dan spektrofotometer FT-IR.

1.7.Lokasi Penelitian

Pengekstraksianminyak atsiri,ekstrak etanol dari ampas rimpang jahe gajahdan ekstrak lemak ikan nila dilakukan di LaboratoriumKimia Organik FMIPA-USU, Skrining Fitokimia dilakukan di laboratorium Kimia Organik Bahan AlamFMIPA-USU, Uji antioksidan di Laboratorium Penelitian AlamFMIPA-USU, Penentuan bilangan peroksida dilakukan di LaboratoriumAnalitik FMIPA-USU, Analisa GC-MS dan FT-IR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA-UGM.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jahe(Zingiberaceae Officinale)

Jahe merupakan salah satu bumbu yang paling penting dan luas penggunaannya di seluruh dunia. Disebabkan permintaan yang tinggi, jahe tersebar sampai negara-negara tropis maupun subtropis dari wilayah Cina-India. Negara-negara-negara penghasil jahe yakni : India, Cina, Thailand, Nigeria, Indonesia, Brasil, Jepang, Malaysia, Srilanka dan negara-negara kepulauan pasifik lainnya dan Indonesia sendiri merupakan penghasil penting lainnya, dimana mempunyai luas penanaman sampai 10.000 hektar dan produksi sekitar 77.000 ton dan penanamannya dipusatkan di kepulauan Jawa-Sumatra (Ravindran, 2005).

Jahe secara botani dikenal sebagai Zingiber Officinale Roscoe, dengan subkingdom Tracheobionta, subdivisi Spermatophyta, klas Monocotyledons, subklas Zingiberidae, ordo Zingiberales, sub-ordo Scimitae, family Zingiberaceae, genus Zingiber, spesies Officinale (Butt, 2011 ; Ravindran, 2005 ; Zachariah, 2008). Jahe juga merupakan tanaman khas yang memiliki gabungan dari banyak sifat dan ciri, dimana mengandung minyak volatil, minyak non-volatil, senyawa pedas, resin, pati, protein dan mineral. Komponen tertentu dari kelimpahan relatif dapat sangat bervariasi antara sampel jahe dalam kondisi segar maupun kering.

Komposisi rimpang segar dipengaruhi oleh jenisnya, kondisi lingkungan tumbuh dan tingkat kematangan hasil panen. Perubahan lebih lanjut dalam kelimpahan relatif dari beberapa komponen dapat juga karena pasca panen selama preparasi dan kemudian penyimpanan hingga kering (Zachariah, 2008).

2.1.2.Komponen Kimia pada Jahe

Jahe memberikan sifat organoleptis yang khas pada dua komponennya, yaitu aroma dan beberapa dari rasa jahe yang diketahui dengan adanya komponen minyak atsiri dan rasa pedas yang dihasilkan oleh komponen non-volatil. Aroma dan rasa dari jahe


(22)

meliputi sebagian hidrokarbon seskuiterpen, hidrokarbon monoterpen dan monoterpen teroksigenasi.

Komponen monoterpen dipercaya memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap aroma jahe dan ketergantungan yang relatif besar dalam minyak alami dari rimpang segar daripada minyak atsiri yang didestilasi dari jahe kering. Seskuiterpen teroksigenasi merupakan komponen yang relatif sedikit dalam minyak volatil tetapi tampaknya penting sebagai penyumbang sifat rasa. Hasil minyak yang didestilasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang mencakup jenis jahe, tingkat kematangan saat panen, metode untuk preparasi, umur, dan termasuk metode destilasi (Zachariah, 2008).

2.1.2. Manfaat Jahe

A.Jahe sebagai penyedap rasa

Adapun manfaat yang terkandung dalam jahe itu sendiri antara lain :

2. untuk menutupi atau penghilangan bau

Rempah-rempahyang digunakan dalammakanan untukempat tujuandasar : 1. Untuk penyedap

3. untuk menyampaikan kepedasan 4. untuk menambahkanwarna

Komponenfungsionalyang signifikanpadajahe yang utama

1.

aroma dan kedua rasa pedasnya.Banyak studi yang dipublikasikan terhadap komponen kimia yang berkontribusiterhadap kualitasfungsional.Salzer telah menyarankanfaktor penentukualitasjahe, yakni :

2.

Sitral dan sitronellil asetat adalah yang penting dalam faktor pendukung bau

3.

Zingiberen dan β-seskuifelandren merupakan komponenutamaminyak yangbaru diperoleh

komponen inidikonversi kear-kurkumen 4. rasio zingiberene +

dengan penyimpanan

β-seskuifelandren menjadi ar-kukurmen merupakan indikasi dari usia minyak

B. Jahe sebagai antioksidan

Jahememiliki kandunganantioksidanyang tinggidan telahdikelompokkansebagai salah saturempah-rempahdengan aktivitasantioksidanyang baik. Hal ini membuatnya sebagai peredam radikal bebas.Sethi dan Aggarwal melaporkan bahwa jahe kering memiliki sifat antioksidan yang lemah.

Fugiomelakukan studi sifat antioksidan dari komponen kimia banyak jenis rempah-rempah dan menemukan bahwa shogaol dan zingiberene ditemukan dalam


(23)

jahe yang mempunyai aktivitas antioksidan.Aktivitas antioksidan dari jahe bergantung pada struktur sisi-rantai dan pola substitusi pada cincin benzen terutama,aktivitas antioksidan yang diberikan oleh gingerol dan heksahidrokurkumen. Pada hewan percobaan, diet yang mengandung jahe menunjukkan efek yang sangat protektif, terhadap kerusakan oksidatif yang disebabkan malathion menunjukkan aktivitas antioksidan. Penggabungan garam dan ekstrak jahe pada daging sapi tanpa lemak tengik selama penyimpanan, meningkatkan kelembutan dan menambah jangka waktu simpan.

C. Jahe sebagai antimikroba

Meskipun digunakan dalam pengawetan makanan, jahe sangat tidak efektif dalam mencegah pembusukan makanan karena kontaminasi mikroba dan degradasi oksidatif. Jahe hanya memiliki aktivitas antimikroba ringan.

Nilai MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dari jahe yang melawan Clostridium botulinum (bakteriyang menyebabkan keracunan makanan berat) ditunjukkan sekitar kira-kira 2000µg/ml. Minyak atsiri jahe ditunjukkan untuk menghambat kedua bakteri kolera dan tifus. Komponen minyak yang berperan dalam memberikan efek antimikroba yakni gingeron dan gingerol. Studi lainnya juga melaporkan sifat antimikroba dari gingerol terhadap Bacillus subtilis, Escherihia colidan Mycrobacterium.

Jahe merangsang nafsu makan, bertindak sebagai antioksidan, antimikroba dan antiflatulant, dan karenanya memiliki penggunaan yang luar biasa dalam produk makanan olahan

2.2. Ikan

Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang sangat beraneka ragam. Lebih dari 27.000 jenis ikan di seluruh dunia.Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya, ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha), ikan bertulang rawan (kelas Chondritchtyes), dan sisanya ikan tergolong bertulang kelas (Osteichthyes).


(24)

Ikan bisa ditemukan di hampir semua “genangan” air yang cukup besar baik air tawar, air payau, dan air asin pada kedalaman yang bervariasi, dari dekat permukaan sampai beberapa ribu meter dari permukaan. Ikan terdiri dari ikan air tawar dan air laut. Salah satu ikan dari air tawar adalah ikan nila. Keduanya adalah sumber protein yang sangat penting bagi pertumbuhan. Ikan mengandung 18% protein yang terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak pada waktu dimasak. Kandungan lemaknya 1 - 20% lemak yang mudah dicerna dan bisa langsung digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemaknya sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan pada masa pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol yang ada dalam darah (Hamid, 2010).

2.2.1. Ikan nila

Klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut :

kelas : Osteichthyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Sub-ordo : Percoidea

Familia : Cichilidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Ikan nila merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bentuk tubuh memanjang, pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Jenis ini merupakan ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan setelah ikan mas (Cyrprinus Carpio) dan telah dibudidayakan di lebih dari 85 negara. Saat ini, ikan ini telah tersebar ke negara beriklim tropis dan subtropis, sedangkan pada wilayah beriklim dingin tidak dapat hidup dengan baik. Bibit nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Peneliti Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan (Dinas kelautan dan perikanan, 2010).

Budidaya ikan nila banyak menjadi pilihan karena mudah dan pasarnya masih terbuka lebar, mulai dari nila ukuran bibit sampai ikan konsumsi. Permintaan nila tidak terbatas dalam negeri, tetapi juga pasar luar negeri. Selain cukup populer di


(25)

pasar domestik, nila merupakan salah satu sumber protein hewani yang saat ini cukup diminati pasar dunia terutama dalam bentuk fillet (potongan daging tanpa tulang). Permintaan pasar dunia terhadap jenis fillet nila semakin meningkat. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok fillet nila terbesar di dunia selain Thailand, Cina, Taiwan dan Fillipina (Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, 2010).

Produksi ikan nila di Indonesia tersebar di seluruh wilayah dan produsen utamanya Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara danSumatera Barat.Volume produksi dunia diperkirakan 3 juta ton pertahun. Produksi Indonesia tahun 2008 sebesar 306.527 ton berasaldari tangkapan di perairan umum (5,05%) dan budidaya (94,95%)(Direktorat Pemasaran Dalam Negri, 2010).

2.2.2. Bagian-bagian dari Ikan yang Bermanfaat

Berikut merupakan informasi yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan mengenai bagian-bagian dari ikan yang memiliki manfaat yang kaya akan gizi.

- Kepala dan mata

Kepala dan mata ikan mengandung polisakarida yang berfungsi mengontrol aliran darah.

- Duri

Duri ikan mengandung kalsium dan kolagen yang sangat bermanfaat membantu pertumbuhan tulang dan gigi

- Minyak ikan

Minyak ikan mengandung DHA (Doca Hexaenoic Acid) yang sangat penting bagi pertumbuhan otak dan retina

- Daging

Daging ikan mengandung protein berkualitas tinggi dan vitamin yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan ketahanan tubuh

- Kulit

Kulit ikan mengandung vitamin A dan B12 yang sangat bermanfaat untuk kesehatan mata dan kekebalan tubuh (Hamid,2010).

Selama hidup, ikan tidak mengalami proses pembusukan karena memiliki kandungan glikogen dan pertahanan alami. Mekanisme pertahanan alami pada ikan dapat terbentuk secara fisik (kulit dan sisik) maupun fisiologis (antibodi). Proses pembusukan akan berlangsung dengan segera setelah ikan mengalami kematian, karena mekanisme pertahanan alaminya sudah tidak berfungsi secara normal. Perubahan setelah kematian ikan dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(26)

Sirkulasi darah berhenti pengaturan syaraf dan hormonal berhenti pengaturan vitamin, antioksidan berhenti suplai oksigen berhenti keseimbangan osmotik rusak akumulasi bakteri potensioksidasi dan reduksi menurun respirasi

berhenti glikolisisdimulai

suhu menurun lemak mengeras ATP berkurang pH menurun awal rigor mortis denaturasi protein catepsin aktif protein melepas Ca2+ dan mengambil K+ oksidasi lemak dan ketengikan akumulasi berbagai metabolit perubahan

warna perombakanprotein pertumbuhanbakteri

Gambar 2.1. Perubahan-perubahan yang terjadi Setelah Kematian Ikan

Ikan mengandung lemak dengan persentase yang berbeda dan sebagian besar berupa lemak tidak jenuh yang memiliki beberapa ikatan rangkap. Lemak dengan ikatan rangkap demikian bersifat tidak stabil dan relatif mudah mengalami proses oksidasi. Selama penyimpanan, reaksi oksidasi yang terjadi akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berperan pada pembentukan aroma, cita rasa dan penampakan.

Oksidasi lemak merupakan penyebab utama penurunan kualitas pada ikan segar yang disimpan pada suhu rendah. Mikroba dan enzim yang dihasilkannya dapat berperan dalam proses ketengikan lemak, tetapi proses oksidasi lemak lebih dominan sebagai penyebab proses ketengikan (Liviawaty,E, 2010).


(27)

2.3. Oksidasi Lipida

Minyak dan lemak pada makanan memburuk melalui beberapa reaksi degradasi baik pada pemanasan dan penyimpanan jangka panjang. Proses kerusakan utama adalah reaksi oksidasi dan dekomposisi dari produk oksidasi yang mengakibatkan penurunan nilai gizi dan kualitas sensorik. Dengan adanya proses-proses oksidasi adalah penting bagi produsen makanan dan, memang, untuk semua orang yang terlibat dalam seluruh rantai pangan dari pabrik ke konsumen. Oksidasi dapat dihambat oleh berbagai metode termasuk pencegahan akses oksigen, penggunaan

Metode lain perlindungan terhadap oksidasi adalah dengan menggunakan aditif spesifik yang menghambat oksidasi. Inhibitor ini mewakili kelas zat yang sangat bervariasi dalam struktur kimia, dan memiliki mekanisme yang beragam (Tabel 2.1.)

suhu rendah, inaktivasi enzim mengkatalisis oksidasi, reduksi tekanan oksigen dan penggunaan kemasan yang cocok (Pokorny, 2001).

Tabel 2.1. Mekanisme Aktivitas Antioksidan

Kelas Antioksidan Mekanisme dari aktivitas

antioksidan Contoh dari antioksidan Antioksidan sebenarnya Menonaktifkan radikal

bebas lipid Senyawa fenolik Pengatur keseimbangan

hidroperoksida

Mencegah dekomposisi dari hidroperoksida menjadi radikal bebas

Senyawa fenolik

Sinergis Mendukung aktivitas

antioksidan sebenarnya Asam sitrat, asam askorbat

Pengkelat logam Asam pospat, asam sitrat

mengikatlogam beratmenjadi senyawatidak

aktif

Pemadam oksigen singlet Mengubah oksigen singlet menjadi oksigen triplet

Karoten

Mereduksi hidroperoksida ke dalam jalur non-radikal Zatyang mengurangi

hidroperoksida Protein, asam amino

Mekanisme yang paling penting adalah reaksi antioksidan dengan radikal bebas lipida, membentuk produkyang tidak aktif. Sebagai tambahan dengan mekanisme ini adalah antioksidan sebenarnya. Biasanya, mereka bereaksi dengan radikal bebas peroksi atau alkoksi, yang dibentuk oleh dekomposisi dari


(28)

hidroperoksida lipida. Inhibitor lain menstabilkan hidroperoksida lipida, mencegah dekomposisi mereka menjadi radikal bebas.

Dekomposisi hidroperoksida dikatalisi soleh logam berat, dan akibatnya logam agen pengkelat juga menghambat oksidasi. Beberapa zat yang disebut sinergis menunjukkan tidak ada aktivitas antioksidan dalam diri mereka, tetapi mereka dapat meningkatkan aktivitas antioksidan sebenarnya. Kelompok lain zat mendekomposisi hidroperoksida lipida oleh jalur non-radikal, sehingga mengurangi kandungan radikal bebas. Akhirnya, oksigen singlet mengoksidasi lipida lebih cepat dari oksigen triplet pada umumnya, dan akibatnya pemadam oksigen singlet juga memiliki efek penghambatan penting pada oksidasi lipida.

Aktivitas antioksidan tergantung pada banyak faktor seperti komposisi lipida, konsentrasi antioksidan, suhu, tekanan oksigen, dan adanya antioksidan lain serta banyak komponen makanan umum, misalnya protein dan air. Antioksidan pertama kali digunakan sebelum Perang Dunia II untuk mengawetkan makanan. Antioksidan pertama sekali adalah bahan alami. Bahan alamiah ini akan segera digantikan oleh zat sintetis, yang lebih murah, kemurnian lebih konsisten, dan memiliki sifat antioksidan lebih seragam.

Bahan sintetis diuji toksisitasnya dengan berbagai metode pada konsentrasi 100-200 dari konsentrasi yang lazim dikonsumsi, untuk konfirmasi penggunaan yang aman sebagai penggunaan bahan aditif. Kemudian ada tantangan dari konsumen untuk penggunaan bahan sintetis, sehingga konsumen ingin bahan aditif ini digantikan oleh bahan-bahan alami, yang dianggap lebih diterima sebagai komponen makanan.

Produsen industritelah mencoba untuk mematuhi keinginan konsumen, dan telah pindah kepeningkatan penggunaan antioksidan alami. Antioksidan paling alami adalah komponen makanan umum, dan telah memiliki

Lipida terdapat di hampir semua bahan makanan mentah dengan kelompok utama trigliserida (dikenal sebagai triasilgliserol), yang terjadi pada sel penyimpanan lipida tanaman dan hewan, dan fosfolipida, yang terjadi di membran biologis.Dalam pengolahan berbagai makanan, lemak dapat ditambahkan sebagai bagian dari formulasi makanan. Lemak yang ditambahkan adalah komponen utama pada banyak makanan seperti mayones, margarin, dan minyak goreng. Hal ini hampir sepenuhnya penggunaan dalam makanan selama ribuan tahun sehingga manusia menyesuaikan dengan konsumsi mereka.


(29)

merupakan trigliserida, dan inilah komponen yang paling signifikansi sebagai sumber potensial oksidatif pemutus-rasa dalam makanan tersebut (Pokorny, 2001).

2.3.1. Jalur Menuju Oksidasi Lipida

Reaksi spontan oksigen atmosfer dengan lipida, yang dikenal sebagai autoksidasi, adalah proses yang paling umum yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Asam lemak tak jenuh ganda memiliki potensi untuk membusuk oleh proses ini, apakah dalam bentuk asam lemak bebas atau dalam bentuk trigliserida (atau digliserida atau monogliserida) atau fosfolipida.

Ketika cahaya dan klorofil (sensitizer) berada pada saat yang bersamaan, aktivasi oksigen ke oksigen singlet mungkin memainkan peran dalam inisiasi kerusakan oksidatif. Senyawa logam seperti besi atau tembaga, atau enzim lipoksigenase, mungkin memainkan peran dalam proses awal kerusakan oksidatif.

Lipoksigenase ada pada jaringan tanaman termasuk pada kedelai, kacang dan enzim tomat. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan oksidatif lipida selama isolasi minyak dari minyak sayur, tetapi juga memainkan peran dalam pembentukan rasa positif dalam sayuran selama pengunyahan (Pokorny, 2001).

2.3.2. Produk Oksidasi Lipida

Komponen dibentuk pada tahap awal autoksidasi adalah hidroperoksida, dan ini juga produk dibentuk pada oksidasi katalisis lipoksigenase. Meskipun hidroperoksida adalah tidak mudah menguap dan tidak berbau, mereka adalah senyawa yang relatif tidak stabil dan mereka baik secara spontan untuk mendekomposisi atau dalam reaksi katalis untuk membentuk senyawa aroma yang mudah menguap, yang dianggap aroma-tak sedap. Sifat aroma-tak sedap terdeteksi terutama tergantung pada komposisi asam lemak dari substrat dan tingkat oksidasi, meskipun kondisi oksidasi juga dapat mempengaruhi volatil yang dihasilkan dan sifat sensorik dari minyak teroksidasi.

Contoh dari oksidatif aroma-tak sedap adalah rasa kacang yang tidak enak pada minyak kedelai, aroma amis yang berkembang di minyak ikan, dan aroma logam yang terdapat pada lemak susu. Aldehida umumnya berkontribusi untuk aroma-tak sedap yang berkembang selama oksidasi lipida. Selain pengembangan rasa tengik, kerusakan oksidatif lipida dapat menyebabkan pemutihan makanan karena reaksi dari


(30)

pigmen, terutama karotenoid, dengan intermediet reaktif, disebut

Dalam minyak goreng, konsentrasi radikal bebas meningkat menjadi jauh tingkat lebih tinggi dari pada makanan disimpan atau diproses pada suhu yang sedang. Pada temperatur tinggi pada saat penggorengan, yang biasanya sekitar 180°C, radikal bebas akan bergabung untuk membentuk dimer hingga konsentrasi tertentu. Hal ini menyebabkan peningkatan viskositas minyak, pembentukan asam lemak bebas, warna minyak menjadi gelap dan peningkatan busa dan terbentuknya asap selama penggorengan. Sesuai dengan rekomendasi Masyarakat Jerman untuk Penelitian Lemak (DGF), minyak goreng dianggap tidak baik jika mengandung lebih dari 24% materi polar dan material polimer 12%. Saat terbentuknya zat tersebut maka sebagian besar dari tokoferol bersama-sama dengan asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat di dalam minyak akan hilang.

radikal bebas, yang dibentuk selama oksidasi lipida. Radikal bebas juga dapat menyebabkan pengurangan kualitas gizi melalui reaksi dengan vitamin, khususnya vitamin E, yang hilang dari makanan selama aksinya sebagai antioksidan.

Aroma-tak sedap yang berkembang selama oksidasi lipida secara umum merupakan peringatan bahwa makanan tersebut tidak lagi dapat dimakan, meskipun hal ini tidak berlaku untuk suplemen lemak tak jenuh ganda yang diambil dalam bentuk kapsul. Ada beberapa kekhawatiran bahwa asupan berlebihan hidroperoksida lipid dapat menyebabkan efek merugikan kesehatan. Secara teori, jika hidroperoksida diserap konsumen yang merupakan potensial sumber radikal maka akan dapat menyebabkan kerusakan secara in vivo. Radikal bebas yang dihasilkan oleh dekomposisi hidroperoksida dapat menyebabkan kerusakan pada protein, enzim, atau DNA dan juga dapat menghasilkan karsinogen.

Hidroperoksida bisa terbentuk oleh autoksidasi, tetapi jalur alternatif adalah dengan tindakan dari enzim lipoksigenase pada asam lemak tak jenuh ganda. Lipoksigenase terjadi pada berbagai tanaman termasuk kedelai, jagung, kentang, tomat, mentimun, oat benih dan biji barley.Ini adalah sangat penting dalam pengembangan rasa dalam sayuran, tetapi pada tanaman biji minyak, aksi lipoksigenase sebelum dan selama ekstraksi minyak dapat menyebabkan hidroperoksida yang kemudian terurai untuk membentuk aroma-tak sedap dalam minyak.


(31)

Hidroperoksida juga bisa terbentuk oleh foto-oksidasi jika cahaya bekerja pada lemak dengan kehadiran sebuah sensitizer. Namun, dekomposisi hidroperoksida adalah reaksi energi rendah untuk inisiasi autoksidasi, dan komposisi dari volatil aroma-tak sedap yang terbentuk biasanya merupakan karakteristik produk autoksidasi (Pokorny, 2001).

2.3.3. Mekanisme Autoksidasi

Sebagai reaksiradikal bebas, autoksidasiberlangsung dalam tigalangkah yang berbeda

Inisiasi X

. (Gambar 2.2)

· + RH R· + XH

Propagasi R· + O2 ROO·

ROO· + R’-H ROOH + R’·

Terminasi ROO· + ROO· ROOR + O2

ROO· + R· ROOR

R· + R· RR

Inisiasi Sekunder ROOH RO· + ·OH

2ROOH RO· + ROO· + H2

Inisiasi pengkatalisis logam

O

Mn+ + ROOH RO· + -OH +M(n+1)+

M(n+1)+ + ROOH ROO· + H+ +M

Gambar 2.2.Mekanisme Autoksidasi Lipida

(n)+

Langkah pertama adalah inisiasi di mana radikal lipida terbentuk dari lipida molekul. Abstraksi atom hydrogen oleh spesies reaktif seperti radikal hidroksil dapat menyebabkan inisiasi oksidasi lipida. Namun, dalam minyak sering kali ada jejak hidroperoksida, yang mungkin telah dibentuk oleh aksi lipoksigenase sebelum dan selama ekstraksi minyak. Inisiasi sekunder dengan pemecahan homolitik dari hidroperoksida berlangsung pada energi reaksi yang relatif rendah dan biasanya reaksi inisiasi utama terdapat dalam minyak yang dimakan. Reaksi ini biasanya dikatalisis oleh ion logam.

Setelah inisiasi, reaksi propagasi terjadi dimana satu lipida radikal diubah menjadi berbeda lipida radikal. Reaksi ini umumnya melibatkan abstraksi atom hidrogen dari molekul lipida atau penambahan oksigen ke suatu alkil radikal. Entalpi


(32)

reaksi tersebut relatif rendah dibandingkan dengan reaksi inisiasi, sehingga reaksi propagasi terjadi dengan cepat dibandingkan dengan reaksi inisiasi.

Padatekananatmosfer, reaksi radikal alkildengan oksigen sangat cepat, sehingga konsentrasi radikal peroksi lebih tinggi dari radikal alkil. Abstraksi hydrogen terjadi secara istimewa pada atom karbon yang energi disosiasinya rendah. Karena energi disosiasi ikatan C-H dikurangi dengan tetangga fungsi alkena, maka abstraksi hidrogen terjadi paling cepat pada kelompok metilen antara dua kelompok alkenadalam asam lemak tak jenuh ganda (PUFA).

Para radikal yang terbentuk awalnya dari sebuah PUFA yang terdelokalisasi di lima atom karbon dari bagian 1,4-pentadienil, dan reaksi dengan oksigen terjadi secara istimewa dengan penambahan pada satu dari karbon akhir struktur ini. Ini mengarah pada pembentukan 9- dan 13-hidroperoksida dari asam linoleat seperti ditunjukkan pada (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Pembentukan13-hidroperoksida dari Asam Linoleat (senyawa 9-hidroperoksida merupakan produk utama yang terbentuk melalui jalur seperti diatas)

Radikal alkoksi dibentuk oleh dekomposisi hidroperoksida dapat terurai untuk melepaskan hidrokarbon yang mudah menguap, seperti alkohol atau. Alkohol dan keton yang non volatil juga dapat terbentuk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4.

CH3CH2CH2CH2CH2CH=CH-CH2-CH=CH(CH2)7COOH

CH3CH2CH2CH2CH2CH=CH-CH-CH=CH(CH2)7COOH

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

OO

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

OOH

Asam Linoleat

Radikal Linoleil

Radikal peroksil

13-hidroperoksida O2

RH ROO


(33)

Gambar 2.4. Pembentukan Produk Sekunder dari Dekomposisi Hidrokperoksida

Aldehida volatil sangat penting sebagai kontributor aroma minyak teroksidasi, dan heksanal biasanya dimonitor dalam menilai pembentukan produk oksidasi sekunder selama oksidasi lipida. Heksanal biasanya terbentuk dalam jumlah yang relatif besar selama oksidasi lipida melalui 13-hidroperoksida (Gambar 2.5).

Gambar 2.5. Dekomposisi 13-Hidroperoksida dari Asam Linoleat Membentuk Heksanal

Selain heksanal juga terbentuk produk lain yang mudah menguap dapat berkontribusi lebih dari heksanal untuk rasa aroma-tak sedap dalam penilaian sensorik minyak teroksidasi. Ambang batas rasa dari beberapa aldehida terbentuk pada autoksidasi asam linoleat ditampilkan pada (Tabel 2.2).

R''CHR'

+ OH

O

R''CHR'

O OH

R''CHO + R'

R''CHR' + R

OH

R''CR' + RH

O

R''CR' + ROH

O

R

RH

RO

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

O-OH 13-hidroperoksida

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH -OH

O

CH3CH2CH2CH2CH2CHO + CH=C-CH=CH(CH2)7COOH

Radikal alkoksil


(34)

Tabel 2.2. Ambang Batas Aroma Asam Linoleat yang mungkin dari Oksidasi Produk dalam Minyak

Senyawa

Parafin

Ambang batas (mg. Kg-1)

Heksanal 0.08 - 0.6

Heptanal 0.04 - 0.055

Oktanal 0.04 - 0.6

Trans-2-nonenal 0.04 - 0.4

Cis-2-dekenal 0.1

Trans,trans-2,4-nonadienal 0.46 Trans,cis -2,4- dekadienal 0.02

Selain dekomposisi untuk membentuk produk oksidasi sekunder, hidroperoksida yang terbentuk dari asam lemak tak jenuh ganda dapat mengalami oksidasi lanjut dari dihidroperoksida dan molekul yang memiliki oksigen yang menghasilkan cincin seperti hidroperoksi epidioksida dan bisiklo-endoperoksida. Mekanisme untuk pembentukan hidroperoksi epidioksida dari-linolenat ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Reaksi 12-Hidroperoksida dari α- Asam Linolenat membentuk 9-Hidroperoksi Endoperoksida

OOH 12

OO 12

O 12

O 12

O 10

-H

O2 , H

O 10 9

OOH Hidroperoksi epidioksida

Radikal Linolenil Asam Linolenat COOH

COOH

COOH


(35)

2.3.4. Titik Kritis Oksidasi

Oksidasi umumnya merupakan sebagai bentuk reaksi yang paling sering menyebabkan kerusakan lipida, yang menghasilkan ketengikan, senyawa aroma-tak sedap, polimerisasi, dan reaksi lainnya yang menyebabkan kerusakan dan nilai gizi dari produk pangan. Lipida terdapat pada hampir semua bahan makanan, dan sebagian besar (lebih dari 90%) adalah dalam bentuk triasilgliserol yang merupakan este rasam lemak dan gliserol.

Dua komponen utama terlibat dalam oksidasi lipida yaitu asam lemak tak jenuh dan oksigen. Degradasi oksidatif lipida dapat dimulai oleh oksigen aktif dan terkait spesies (Tabel 2.3.), yang lebih aktif dari oksigen triplet yang ada diudara, dan juga oleh agen eksogen (UV, ionisasiradiasi,panas).

Tabel 2.3. Radikal

Oksigen Aktif dan Spesies yang terkait Non radikal

O2·- superoksida

HO· radikal hidroksil HO2· radikal hidroperoksil

L· radikal lipida

LO2· radikal lipida peroksil

NO2· nitrogen dioksida

·NO nitril oksida RS· radikal thiil

H

P· radikal protein

2O2 hidrogen peroksida 1

O2

O

oksigen singlet

3

LOOH lipida hidroperoksida ozon

Fe=O kompleks besi-oksigen HOCl hipoklorit

Asam-asam lemak bebas juga memberikan pengaruh pro-oksidatif. Dimana akan terbentuk kompleks antara hidroperoksida dan kelompok karboksil melalui ikatan hydrogen yang mempercepat terjadinya dekomposisi hidroperoksida menjadi radikal bebas. Serangkaian senyawa hidroksilipida seperti alkohol lemak yang lebih tinggi, sterol, mono- dan diasilgliserol adalah komponen dari lipida alam yang mungkin mempengaruhi tingkat oksidasi mereka. Efeknya tergantung pada jenis substrat lipida dan kondisi oksidasi. Franzke dkk menemukan bahwa mono-dan diasilgliserol tidak terpengaruh pada proses ini, sedangkan penulis lain telah mengamati adanya pengaruh pro-oksidatif.

Yanishlieva melaporkan bahwa luasnya pro-oksidatif pengaruh alkohol lemak tergantung pada jenis sistem lipida, kandungan hidroperoksida, panjang rantai dan konsentrasi dari alkohol. Tindakan pro-oksidatif senyawa lemak hidroksi


(36)

tidak-OH ROOH O O O O

ROO

menghambat oksidasi lipida, telah terbukti menjadi akibat percepatan dekomposisi hidroperoksida menjadi radikal. Oksidasi secara termal senyawa lipida juga menunjukkan efekpro-oksidan pada penghalusan dan pemurnian minyak kedelai (Pokorny, 2001).

2.3.5. MenghambatAutoksidasi

Proses rantai radikal bebas dari autoksidasi dapat dihambat oleh dua kategori inhibitor: rantai-melanggar inhibitor (atau antioksidan) dan inhibitorpencegahan. Rantai-melanggar / antioksidan AH menangkap radikal bebas (·LOO, ·LO) mengganggu reaksi propagasi [reaksi (1)dan (1’) pada Gambar2.7] dan membentuk sebuah antioksidan radikal A· semacam reaktivitas rendah yang selanjutnya tidak bereaksi dengan lipida terjadi.

Peredam radikal biasanya menyumbangkansatu electron dengan electron tidak berpasangan dari radikal bebas. Polifenolsangat aktif untuk hal tersebut.

· LOO + AH LOOH + A· (1)

·LO + AH LOH + A

A

· (1’)

· + LOOH AH + LOO·

A· + LOO· AOOL

A· + A· produk non radikal

A· + LH AH + L·

AH + LOOH A· + LO· + H2O

AH + O2 A· + HO2·

AOOL AO· + LO·

A· + O2

Gambar 2.7. Penghambatan Autoksidasi Lipida oleh Antioksidan AOO·

Senyawa fenolik tersebut juga memiliki kestabilan dalam radikal fenoksinya pada Gambar 2.7.1.(Shahidi, 2005)


(37)

2.3.6. Pengaruh Antioksidan

Antioksidan dalam makanan dapat didefinisikan sebagai zat yang mampu menunda, memperlambat atau mencegah pengembangan ketengikan dan rasa dalam makanan atau kerusakan lainnya akibat oksidasi. Antioksidan menunda pergembangan aroma-tak sedap dengan memperpanjang periode induksi. Penambahan antioksidan setelah akhir periode ini cenderung tidak efektif dalam memperlambat pengembangan ketengikan.

Antioksidandapat menghambat ataumemperlambatoksidasidalam dua cara: baik dengan peredaman radikal bebas, dalam hal ini senyawa tersebut digambarkan sebagai antioksidan primer,atau dengan mekanisme yang tidak melibatkan peredaman radikal bebas langsung, dalam hal ini senyawa tersebut adalah antioksidan sekunder. Antioksidan primer termasuk senyawa fenolik. Komponen ini dikonsumsi selama periode induksi. Antioksidan sekunder beroperasi dengan berbagai mekanisme termasuk mengikat ion logam, peredaman oksigen, mengubah hidroperoksida untuk spesi non-radikal, menyerap radiasi UV atau menonaktifkan oksigen singlet.

Biasanya, antioksidan sekunder hanya menunjukkan aktivitas antioksidan ketika komponen minor keduanya ada. Hal ini dapat dilihat dalam kasus eksekusi agen seperti asam sitrat yang efektif hanya di hadapan ion logam, dan mengurangi agen seperti asam askorbat yang efektif dalam kehadiran tokoferol atau antioksidan primer lainnya (Pokorny, 2001).

2.3.7. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan DPPHRadikal Bebas

Peredaman radikal merupakan suatu mekanisme utama dari antioksidan yang berperan dalam makanan. Beberapa metode yang telah dikembangkan dalam perhitungan nilai aktivitas antioksidan oleh peredaman radikal sintetis dalam pelarut organik polar, pada suhu kamar. Yang dipergunakan yakni radikal 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl / DPPH dan2,2'-azino-bis(3-ethylbenzothiazoline-6-sulphonic acid)/ABTS.

Dalam pengujian DPPH, peredaman radikal-radikal DPPH diikuti dengan memantau penurunan absorbansi yang disebabkan karena reduksi oleh antioksidan (AH) atau reaksi dengan spesi radikal (R·

DPPH

)

· + AH DPPH-H + A·

DPPH· + R· DPPH-R

Reaksi cepat terjadi pada radikal DPPH dengan beberapa senyawa fenolik, tetapi reaksi selanjutnya lambat yang disebabkan terjadinya penurunan absorbansi. Oleh


(38)

karena itu, keadaan dasar tidak akan tercapai untuk beberapa jam. Kebanyakan dokumentasi untuk penggunaan metode DPPH adalah peredaman setelah 15 atau 30 menit waktu reaksi. Hasil yang dituliskan berupa IC50, yang merupakan suatu

konsentrasi sampel antioksidan yang diuji mampu melakukan peredaman 50% terhadap radikal DPPH dalam jangka waktu tertentu.

Metode ini hanya berguna untuk skrining antioksidan, tetapi efektivitas antioksidan dalam makanan harus selalu dipelajari dengan metode lainnya karena aktivitas antioksidan dalam bermacam makanan tergantung pada banyak faktor yang meliputi polaritas, kelarutan dan aktivitas pengkelat logam (Pokorny, 2001)

2.4. Antioksidan

Senyawa antioksidan saat ini bermanfaat untuk berbagai bidang, seperti dalam bidang pangan, industri tekstil, minyak bumi, bahan pewarna dan lain-lain. Riset tentang perkembangan senyawa berkhasiat antioksidan telah banyak dikembangkan baik senyawa alam maupun senyawa sintetis. Senyawa antioksidan adalah senyawa yang berperanan untuk menghambat proses autooksidasi dalam minyak atau lemak (Ketaren, 1986).

Sebenarnya tubuh sendiri mempunyai sistem antioksidan termasuk superoksid dismutase, katalase, dan glutation, akan tetapi jika terjadi paparan oksidan yang berlebihan, antioksidan tubuh ini tidak akan mampu untuk mengatasinya. Sehingga tubuh memerlukan pasokan antioksidan dari luar (Nordmann,1993).

Antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1. Antioksidan primer

berfungsi untuk mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru. Antioksidan primer mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. contoh : enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas.

Enzim SOD sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita. Namun, bekerjanya membutuhkan bantuan zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng,dan tembaga. Selenium juga berperan sebagai antioksidan. Jadi, jika ingin menghambat gejala dan penyakit degeneratif, mineral -mineral tersebut hendaknya tersedia cukup mdalam makanan yang dikonsumsi tiap hari

2. Antioksidan sekunder

berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. contoh : Vitamin E, Vitamin C, beta karoten, asam urat, bilirubin dan albumin


(39)

3. Antioksidan tersier

berfungsi memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh : enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksidan reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit kanker.

Untuk mencegah atau memperlambat kerusakan oksidatif makanan, antioksidan banyak digunakan sebagai aditif dalam lemak dan minyak, dan dalam pengolahan makanan. Jenis antioksidan yang dapat digunakan antara lain : antioksidan sintetis dan antioksidan alami (Ensofas, 2010).

2.4..1. Antioksidan Sintetis

Beberapa antioksidan sintetis lebih popular digunakan adalah senyawa fenolik seperti butylatedhydroxyanisol, (BHA) butylatedhidroksi-toluen (BHT), tersierButyl hydro quinone (TBHQ) ,dan ester dari asam galat, misalnya propilgalat (PG) . Antioksidan fenolik sintetis selalu diganti dengan alkil untuk meningkatkan kelarutannya dalam lemak dan minyak. Keempat antioksidan sintetis pada prakteknya digunakan pada batas 0,02% kandungan

OH OH HO

COOC3H7

lemak atau minyak dari makanan.

OH

OH

Propil Galat (PG) Tert-butil-hidrokuinon (TBHQ)

OH

OCH3

OH

OCH3

OH

4-metoksi-2-tert 4-metoksi-3-tert- 2,6-di-tert-butil-p -hidroksi

Butil-fenol butil fenol toluena (BHT)

(2-BHA) (3-BHA)

Gambar 2.8. Antioksidan Sintetis

Antioksidan yang paling cocok untuk minyak nabati adalah TBHQ. BHA dan BHT cukup stabil terhadap panas dan sering digunakan untuk stabilisasi lemak dalam produk gorengan dan dipanggang. Kelemahan galat terletak pada kecenderungan


(40)

untuk membentuk endapan gelap dengan ion besi dan sensitivitas panas. Beberapa antioksidan, seperti BHA dan BHT, digunakan secara kombinasi akan dapat bersinergis, demikian juga BHA sinergis dengan PG

Antioksidan sintetis sudah sangat benar-benar diuji untuk perilaku toksikologi-nya, tetapi beberapa dari perilakutoksikologi-nya, setelah lama penggunaan, di bawah tekanan berat sebagai data toksikologi baru yang memaksakan beberapa penggunaan yang hati-hati. Dalam konteks ini, produk antioksidan alami muncul sebagai antioksidan yang sehat dan lebih aman daripada sintetis. Sejak sekitar tahun 1980 antioksidan alami telah muncul sebagai alternatif antioksidan sintetis (Pokorny, 2001).

.

2.4.2. Antioksidan Alami

Penggunaan senyawa alami sebagai antioksidan sudah sangat lama. Hal itu meliputi pengasapan dan pembumbuan untuk pengawetan daging, ikan, dan makanan lain yang kaya lemak. Perlakuan tersebut diakui dapat memberi efek penghambat-tengik.

Hal ini tidak lazim untuk mencoba mendefinisikan antioksidan alami dapat mempengaruhi zat yang terbentuk sebagai konsekuensi dari memasak atau pengolahan bahan nabati atau hewani untuk makanan. Antioksidan alami hamper ditemukan pada semua mikroorganisme, jamur,dan bahkan di jaringan hewan dan tumbuhan ini sebagian besar adalah senyawa fenolik dan yang merupakan beberapa dari kelompok antioksidan alamiadalah flavonoid, asamfenolik dan minyak atsiri.

Flavonoid merupakan kelompok besar fenolat yang terdapat dalam tanaman yang dicirikan dengan rangka karbon C6-C3-C6. Dasar struktur dari senyawa ini

terdiri dari dua cincin aromatic dihubungkan oleh tiga-karbon rantai alifatik yang biasanya telah terkondensasi untuk membentuk piran atau cincin furan

Kemampuan flavonoid menghambat oksidasi lipida didokumentasikan dengan baik, untuk produk lipida alami. Flavonoid dapat bertindak sebagai antioksidan dengan peredaman radikal yang mencakup superoksida anion, radikal lipida peroksil dan radikal hidroksil. Mekanisme lain dari flavonoid yang dipilih meliputi pendinginan singlet oksigen, logam khelasi, serta penghambatan lipoksigenase.

.

Asam fenolik, seperti p-hidroksibenzoat ,3,4-dihidroksibenzoat, vanilat, siringat, p-kumarat, kafeat, ferulat, sinapat, klorogenat, dan asam rosmarinat tersebar luas dipabrik. Asam ini biasanya ada sebagai ester dari asam organik atauglikosida.


(41)

Turunan-turunan asam sinamat merupakan antioksidan lebih aktif daripada turunan asam benzoat.

HO COOH

HO

HO

COOH

HO COOH

H3CO

p-hidroksi asam benzoat 3,4-dihidroksi- asam benzoat Asam vanilat

HO COOH

H3CO

H3CO

Asam siringat Gambar 2.9

HO CH CHCOOH

. Senyawa Derivat Asam Benzoat

HO CH CHCOOH H3CO

HO CH CHCOOH HO

p-asam kumarat Asam ferulat Asam kafeat

HO CH CHCOOH H3CO

H3CO

OH HO

O O

COOH OH

HO

OH

Asam sinapat Asam klorogenat

OH HO

O

O OH

OH COOH

Asam rosmarinat

Gambar 2.9.1.Senyawa Derivat Asam Sinamat

Efektivitas menghambat radikal dari mono fenol meningkat secara substansial oleh satu atau dua substitusi metoksi. Kombinasi dari dua fenol asam akan meningkatkan efisiensi, misalnya asam rosmarinat adalah antioksidan yang lebih baik dari asam kafeat. Esterifikasi asam kafeat dengan bagian gula akan dapat menurunkan


(42)

aktivitas antioksidannya, misalnya asam klorogenat kurangefektif daripada asam kafeat (Pokorny, 2001).

Minyak atsiri merupakan senyawa yang volatil, alami dan dengan bau yang kuat dimana terdapat pada setiap bagian dari tanaman sepertu bunga, daun, biji, akar, rimpang, kayu dan resin sebagai metabolit sekunder yang biasanya diperoleh dengan destilasi air ataupun uap. Minyak atsiri sering dianalisis dengan tujuan utama antara lain : (i) untuk mengidentifikasi dan mengetahui banyaknya komponen senyawa yang mungkin terdapat didalamnya. (ii) untuk mengevaluasi kualitas dari minyak dan mendeteksi adanya kemungkinan bahwa komponen didalamnya memiliki pengaruh yang bermanfaat. Analisis minyak atsiri umumnya dilakukan menggunakan kromatografi gas-spekstroskopi massa.

Kebanyakan komponen minyak atsiri merupakan kelompok besar dari terpen (Hamid, 2011). Terpen yang juga dikenal sebagai terpenoid atau isoprenoid membentuk kelompok terbesar dari produk tanaman alam. Dalam ilmu medis, terpen biasanya digunakan sebagai agen antiseptik, anti-inflamasi, untuk penyakit kanker dan malaria serta antioksidan (Degenhardt, 2003).

O

kamfor

Komponen senyawa yang tidak jenuh dan teroksigenasi lebih stabil dalam melawan pengaruh oksidasi dibandingkan komponen lainnya, yakni golongan monoterpen dan seskuiterpen (Handa, 2008). Monoterpen juga merupakan komponen primer dari minyak atsiri dan mempunyai pengaruh medis didalamnya. Beberapa komponen senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan yaitu karvakrol, timol, ɤ

-terpinen (Bakkali, 2008), α-pinen (Gundidza, 2008), α-tujon, kamfor, 1,8-sineol, β -tujon dan borneol (Kadri,2011).

HO

timol

HO

borneol pinen

O

tujon

O

1,8 - sineol

Gambar 2.9.2. Senyawa-senyawa komponen dalam minyak atsiri

Antioksidan alami umumnya lebih disukai oleh konsumen, dan dapat dengan mudah memperoleh persetujuan legislative daripada bahan aditif sintetis. Namun, fakta bahwa antioksidan alami ini umumnya jika terdapat dalam makanan adalah sepenuhnya non-toksik. Antioksidan sintetis diuji untuk karsinogenik atau efek


(43)

mutagenik, tetapi banyak senyawa bahan alami belum pernah diuji. Adapun keuntungandan kerugian dari antioksidan sintetis dan alami dirangkum dalam (Tabel2.4).

Tabel 2.4.Keuntungandan Kerugian dariAntioksidanSintetis dan Alami Antioksidan sintetis Antioksidan alami

murah mahal

Banyak diterapkan Kegunaan terbatas padabeberapa produk

menengahdengan aktivitasantioksidan yang tinggi

Aktivitas antioksidan dengan rentang yang luas

meningkatkan soal keselamatan dianggap sebagaizatberbahaya Penggunaan dilarang untuk beberapa

dari mereka

Meningkatkan dan memperluas penggunaan aplikasi Kelarutan rendah dalam air Jangkauan kelarutan luas

Menurunkan keuntungan Menaikkan keuntungan

Tidak ada argument ilmiah atau teknis rasional dapat diberikan untuk antioksidan alami: antioksidan alami lebih diterima oleh konsumen terutama berdasarkan alasan emosional. Kebanyakan antioksidanyang umumnya ditambahkan pada makanan (misalnya propel galat, flavonoid, tokoferol-a, asam karnosat, karnosol, katekin, vitamin C) merupakan yang mampu menstimulasi radikal bebas kerusakan pada komponen nonlipida, karbohidrat dan DNA dalam makanan.

Namun,manfaat menggunakan antioksidan lebih besar daripada risiko. Tanpa antioksidan dalam makanan, produk oksidasi yang terbentuk dapat menyebabkan resiko yang lebih besar untuk kesehatan (Pokorny, 2001). Bahan-bahan alami yang kaya akan antioksidan dapat diperoleh dengan ekstraksi.

2.5. Ekstraksi

Metode ekstraksi dilakukan tergantung pada beberapa faktor, antara lain : - tujuan dilakukan ekstraksi

- skala ekstraksi

- sifat-sifat komponen yang akan diekstraksi - sifat-sifat pelarut yang akan digunakan (Hougton,1998)


(44)

Ekstraksi merupakan istilah yang paling umum untuk mendapatkan suatu senyawa yang berasal dari suatu campuran yang didapat dari kontak antara pelarut dengan senyawa terlarut di dalam bahan yang kita inginkan. Campuran itu bisa saja berupa padatan ataupun cairan, dan berbagai teknik dan alat ukur yang digunakan untuk situasi yang berbeda. (Rodig, 1997)

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan bahan kandungan air dalam bahan tumbuhan yang diekstraksi. Umumnya kita perlu menghidrolisis jaringan tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim. Mencelupkan jaringan daun segar atau bunga (bila perlu dipotong-potong) kedalam metanol mendidih yang mana merupakan suatu cara yang baik untuk mencapai tujuan itu. Alkohol merupakan pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan. Selanjutnya bahan dapat dimaserasi dalam suatu pelumat, lalu disaring. Tetapi hal ini hanya betul-betul diperlukan bila kita ingin mengekstraksi habis. (Harbone,1987)

2.5.1.

Lipida dalam hal sifat yang terkait dengan molekul lain melalui Ekstraksi Lipida dari Makanan dan Bahan Biologis

(a) interaksi Van der Waals

contoh : interaksi beberapa lipida dengan protein (b) ikatan elektrostatis dan hidrogen

terutama antara lipida dengan protein

(c) ikatan kovalen antara lipida, karbohidrat dan protein

Karena itu, untuk memisahkan dan mengisolasi lipida dari matriks seluler yang kompleks,penanganan secara kimia dan fisis yang berbeda harus diberikan.

Prosedur dalam ekstraksi lipida dari jaringan hewan atau tumbuhan biasanya meliputi beberapa langkah :

Ketidaklarutan dalam air secara umum digunakan untuk pemisahan lipida dari komponen lainnya. Ekstraksi lengkap mungkin memerlukan waktu ekstraksi yang lama atau seri atau kombinasi pelarut sehingga lipida dapat dilarutkan dari matriks.

(a) penyediaan sampel, yang meliputi: pengeringan, pengecilan (b)

ukuran atau hidrolisis

(c)

homogenisasi jaringan dengan adanya pelarut (d)

pemisahan cairan (organik dan larutan) dan fase padat (e)

penghilangan kontaminasi non-lipida


(45)

A.

Persiapan sampel untuk analisis lipida tergantung pada jenis makanan dan sifat lipidanya. Analisis yang efektif membutuhkan pengetahuan tentang kimia, struktur dan konstituennya. Oleh karena itu, tidak mungkin merancang metode standar tunggal untuk ekstraksi semua jenis lemak dalam makanan yang berbeda.

Penyediaan Sampel

Ekstraksi lipida harus dilakukan sesegera mungkin setelah pelepasan jaringan dari organisme hidup sehingga untuk meminimalkan perubahan berikutnya. Ekstraksi langsung tidak selalu mungkin, namun sampel biasanya disimpan pada suhu yang sanga trendah dalam wadah tertutup, di bawah suasana (nitrogen) inert atau di atas es kering. Namun, proses pembekuanitu sendiri secara permanen dapat merusak jaringan sebagai akibat dari kejutan osmotik.

Pencairan sampel diambil dari penyimpanan beku sebelum ekstraksi dapat meningkatkan kerusakan ini. Oleh karena itu, sampel jaringan harus homogen dan diekstraksi dengan pelarut tanpa diperbolehkan untuk mencair. Enzim lipolitik jaringan hewan dan tumbuhan biasanya dinonaktifkan ireversibel oleh homogenisasi dengan pelarut polar. Penggunaan suhu tinggi harus dihindari, melainkan juga dianjurkan, bila mungkin, untuk menjaga suasana inert selama persiapan sampel dan ekstraksi yang dapat meminimalkan reaksi oksidasi lipida tak jenuh.

B. 1.

Perlakuan Pengeringan

Kadang-kadang pelarut nonpolar, seperti dietil eter dan heksana, tidak mudah menembus jaringan lembab (kelembaban > 8%); Oleh karena itu,

2.

ekstraksi lipida efektif tidak terjadi. Dietil eter adalah higroskopis dan menjadi jenuh dengan air sehingga tidak efisien untuk ekstraksi lipida. Pengeringan oven vakum pada suhu rendah atau liofilisasi biasanya dianjurkan.

Pengecilan ukuran partikel

Efisiensi ekstraksi lipida dari sampel kering juga tergantung pada ukuran partikel. Oleh karena itu, pengecilan ukuran partikel dapat meningkatkan luas permukaan, yang memungkinkan lebih banyak kontak langsung dengan pelarut, dan meningkatkan

3.

ekstraksi lipida. Hidrolisis asam/basa


(46)

Untuk membuat lipida yang tersedia bagi pelarut ekstraksi, matriks makanan sering dihidrolisis dengan asam atau alkali sebelum ekstraksi. Hidrolisis asam atau alkali diperlukan untuk melepaskan kovalen dan ionic terikat lipida dengan protein dan karbohidrat serta untuk memecah emulsi lemak. Digesti sampel dengan asam (biasanya3-6M HCl) dalam kondisi refluks mengubah lipida terikat tersebut untuk bentuk yang mudah diekstrak.

C. Ekstraksi lipida dengan pelarut

Ketidaklarutan lipida dalam air membuat kemungkinan pemisahan mereka dari protein, karbohidrat dan air dalam jaringan. Dalam analisis makanan rutin, kandungan lemak (kadang-kadang disebut ekstrak eter, lemak netral, atau lemak kasar) mengacu pada konstituen lipida “bebas” yang dapat diekstraksi ke dalam pelarut kurang polar, seperti petroleum eter atau dietil eter. Konstituen lipida yang “terikat” memerlukan pelarut lebih polar, seperti alkanol, untuk ekstraksi mereka.

Oleh karena itu, penggunaan pelarut universal tunggal untuk ekstraksi lipida dari jaringan tidak mungkin. Selama ekstraksi pelarut, ikatan VanderWaals dan interaksi elektrostatik serta ikatan hidrogen rusak sampai batas yang berbeda, namun ikatan kovalen tetap utuh.

Lipida netral terikat secara hidrofobik dandapat diekstraksi dari jaringan oleh pelarut nonpolar, sedangkan lipida polar, yang terikat secara dominan oleh gaya elektrostatik dan ikatan hidrogen, memerlukan pelarut polar untuk mampu memecah ikatan tersebut

Lipida yang terikat secara kovalen kelompok polipeptida dan polisakarida tidak akan diekstrak sama sekali oleh pelarut organik dan akan tetap dalam residu nonlipida. Oleh karena itu, langkah hidrolisis mungkin diperlukan untuk melepaskan lipida kovalen terikat untuk membuat mereka sepenuhnya diekstrak :

(Akoh, 2002).

1. Sifat pelarut ekstraksi

Jenis pelarut dan metode yang sebenarnya dalam ekstraksi lipida bergantung pada kedua sifat kimia dari sampel dan jenis ekstrak lipida yang diinginkan. Karakteristik yang paling penting dari pelarut yang ideal untuk ekstraksi lipida adalah kelarutan lipida tinggi ditambah dengan kelarutan rendah atau tidak ada protein, asam amino, dan karbohidrat.


(47)

Pelarut ekstraksi juga dapat mencegah hidrolisis lemak secara enzimatis, sehingga memastikan tidak adanya reaksi samping. Pelarut harus siap menembus partikel sampel dan harus memiliki titik didih yang relatif rendah untuk menguap dengan mudah tanpa meninggalkan residu ketika memperoleh lipida kembali.

Pelarut yang banyak digunakan untuk isolasi lipida adalah alkohol (metanol, etanol, isopropanol, n-butanol), aseton, asetonitril,eter (dietil eter, isopropil eter, dioksan, tetrahidrofuran), halokarbon (kloroform, diklorometan), hidrokarbon (heksana, benzena, sikloheksana, isooktana) atau campurannya.

2. Metode ekstraksi dengan pelarut tunggal

Meskipun pelarut seperti benzena berguna dalam ekstraksi lipida, disarankan untuk mencari pelarut alternatif karena sifat potensial kanker dari produk tersebut, mudah terbakar dan toksisitas pelarut juga menjadi pertimbangan penting untuk meminimalkan potensi bahaya serta biaya dan sifat nonhigroskopis.

Dietil eter dan petroleum eter merupakan yang paling umum digunakan untuk ekstraksi lipida.

3.

Di samping itu, heksana dan kadang-kadang pentana lebih disukai untuk mendapatkan lipida dari minyak sayur Dietil eter mempunyai kemampuan solvasi yang lebih baik untuk lipida dibandingkan dengan petroleum eter.

Metode ekstraksi dengan kombinasi pelarut

Suatu pelarut tunggal nonpolar tidak dapat mengekstrak lipida polar dari jaringan untuk memastikan secara lengkap dan kuantitatif lipida dari jaringan, sistem pelarut terdiri dari berbagai perbandingan komponen polar dan nonpolar dapat digunakan seperti campuran ekstrak lipida total lebih mendalam dan ekstrak ini cocok untuk karakterisasi lipida lebih lanjut.

Umumnya kloroform-metanol (2:1, v / v) sistem pelarut yang menyediakan media yang efisien untuk ekstraksi lipida dari jaringan hewan, tanaman, atau bakteri. Sistem pelarut awal adalah biner; selama proses ekstraksi, ini menjadi sebuah sistem terner yang terdiri dari kloroform, metanol, dan air dalam proporsi yang bervariasi, tergantung pada kadar air dari sampel. Karena potensi bahaya kesehatan kloroform, campuran pelarut yang mengandung alkana-alkohol-air campuran seperti heksana dan isopropanol,


(48)

dengan atau tanpa air telah berhasil digunakan untuk mengekstrak jaringan. Heksana-isopropanol (3:2), heptana-etanol-air-natrium dodesilsulfat (1:1:1), metilen klorida-metanol (2:1) dan heksana-aseton (1:1) merupakan pelarut kombinasi digunakan untuk mengekstrak lipida dari bahan biologis

4. Metode ekstraksi dengan pelarut non-organik

Karena masalah lingkungan dan bahaya kesehatan potensial dari pelarut organik, pelarut nonorganic telah menjadi populer. Penggunaan gelombang mikro untuk mengisolasi lipida. Disarankan bahwa energi gelombang mikro dengan meningkatkan kekuatan rotasi yang menghubungkan molekul dipol pada molekul yang berdekatan, mengurangi energi yang dibutuhkan untuk mengganggu asosiasi hidrofobik. Ikatan hydrogen dan interaksi elektrostatis, sehingga membantu

D.

untuk melarutkan semua jenis lipida.

Penghapusan kontaminan nonlipida dari ekstrak lipida dan pertimbangan praktis lainnya

Penghapusan kontaminan nonlipida dari ekstrak lipida diperlukan karena sebagian besar pelarut yang digunakan juga melarutkan sejumlah besar minyak yang larut dalam rasa, pigmen, gula, asam amino, peptida rantai pendek, garam anorganik dan urea. Penggunaan larutan garam memiliki keuntungan mencegah atau meminimalkan pembentukan fase menengah.

E. Penghilangan pelarut dari ekstrak lipida

Penghilangan pelarut dari ekstrak lipida harus dikondisikan secara vakum dalam rotari evaporator, larutan harus dipekatkan dan dipindahkan ke dalam botol kecil. Lipida harus disimpan segera dalam pelarut non-alkoho linert seperti kloroform, n-heksana bukannya dibiarkan tetap dalam keadaan kering untuk waktu yang lama.

Untuk mencegah atau memperlambat kerusakan oksidatif makanan, antioksidan banyak digunakan sebagai aditif dalam lemak dan minyak, dan dalam pengolahan makanan (Akoh, 2002).


(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-Alat

1. Alat stahl - -

2. Hot plate - -

3. Alat soklet - -

4. Alat rotavapor - buchii

5. Vacuum pump - -

6. Erlenmeyer 250 ml pyrex

7. Erlenmeyer vakum 500 ml pyrex

8. Corong pisah 500 ml pyrex

9. Beaker glass 500 ml pyrex

10.Buret 25 ml pyrex

11.GC-MS - shimadzu

12.UV-Visible - SP-300

13.FT-IR - shimadzu

3.2. Bahan-Bahan

1. Rimpang jahe gajah - -

2. Ikan nila hitam - -

3. Etanol - p.a merck

4. Na2SO4

5. N-heksana - teknis

anhidrous - p.a merck

6. Isopropil alkohol - teknis

7. Na2S2O3.5H2

8. CH

O - p.a

merck

3

9. KI - p.a merck

COOH - p.a merck


(50)

11.Amilum - p.a merck 12.K2Cr2O7

13.2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) - p.a aldrich

- p.a merck

14.H2SO4

15.Pereaksi Bouchardat - p.a merck

- p.a merck

16.Pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4 10% - p.a merck

17.Pereaksi Dragendorf - p.a merck

18.Pereaksi FeCl3 1% - p.a merck

19.Pereaksi Lieberman-Bouchard - p.a merck

20.Pereaksi Maeyer - p.a merck

21.Pereaksi Mg-HCl - p.a merck

22.Pereaksi NaOH 10% - p.a merck

23.Pereaksi Salkowsky - p.a merck

24.Pereaksi Wagner - p.a merck

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Sampel

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rimpang jahe gajah segar dan ikan nila segaryang diperoleh dari pasar sore di padang bulan, Medan.

3.3.2. Ekstraksi Jahe Gajah

3.3.2.1. Ekstraksi Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar

600 g jahe gajah segar (yang telah dirajang kecil-kecil) dimasukkan ke dalam labu stahl 2L, ditambah air suling+ ¾ isi labu, kemudian dipasang pada alat destilasi Stahl. Dipanaskan selama 4-5 jam sehingga minyak atsiri menguap. Minyak atsiri yang diperoleh, dipindahkan ke dalam botol vial. Minyak atsiri tersebut ditambahkan Na2SO4 anhidrous untuk mengikat air. Minyak atsiri yang diperoleh ditimbang dan

dihitung kadarnya.

3.3.2.2Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe Gajah Kering dengan Etanol

Ampas dari hasil hidro destilasi Stahl kemudian dikering-anginkan selama 7 hari pada ruang terbuka (terhindar dari sinar matahari secara langsung). Setelah kering,


(51)

diblender halus sehingga diperoleh serbuk ampas jahe gajah kering.Sebanyak 25 g serbuk ampas jahe gajah kering disokletasi dengan 150 mL pelarut etanol 96% selama 5 jam. Setelah itu, dilakukan perulangan soklet selama 3 jam kembali dengan 125 mL etanol 96%. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotarievaporator sampai diperoleh ekstrak etanol ampas jahe gajah kering dan ditimbang.

3.3.3. Skrining Fitokimia

Dilakukan skrining fitokimia untuk ekstrak etanol ampas jahe gajah kering : • golongan alkaloid

- Pereaksi wagner - Pereaksi maeyer - Pereaksi bouchardat - Pereaksi dragendorf • golongan flavonoid - Pereaksi FeCl3

- Pereaksi NaOH 10% 1% - Pereaksi H2SO

golongan steroid/terpenoid

4

- Pereaksi Lieberman-bouchard - Pereaksi CeSO4 1% dalam H2SO4

- Pereaksi Salkowsky

10%

3.3.4. Uji Sifat Antioksidan Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar dan Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah Kering dengan Metode DPPH Radikal Bebas

3.3.4.1. Pembuatan Larutan DPPH

Larutan DPPH 0.3 mM dibuat dengan melarutkan 11,85 mg serbuk DPPH dalam etanol p.a. pada labu takar 100 mL, kemudian dihomogenkan.

3.3.4.2. Pembuatan Variasi Minyak Atsiri Jahe Gajah Segar dan Ekstrak Etanol Jahe Gajah Kering yang akan Diuji

Minyak atsiri jahe gajah segar dibuat larutan induk 1000ppm : dengan melarutkan 0.025 g dengan pelarut etanol dalam labu takar 25 mL. Kemudian dari larutan induk dibuat lagi variasi konsentrasi larutan 25, 50, 125, 250 ppm untuk diuji aktivitas antioksidannya. Dilakukan perlakuan yang sama untuk membuat variasi dari ekstrak etanol ampas jahe gajah kering.


(1)

Lampiran 4. Penentuan Bilangan Peroksida (Sudarmadji, 1989)

Bilangan peroksida = volume Na2S2O3 x Normalitas Na2S2O3 x 1000

0,5 gr

Normalitas Na2S2O3 yang dipakai = 0,0036N

Lampiran 4.1. Bilangan Peroksida dari Lipida Daging Ikan Nila (penyimpanan 5 hari) /“S0b”

Bilangan peroksida = 2,36 x 0,0036 x 1000

0,5

= 8,496

0,5 = 16,992 meq/kg

Lampiran 4.2. Bilangan Peroksida Lipida dari Daging Ikan Nila + 1 ml Minyak Atsiri jahe Gajah 5% (penyimpanan 5 hari) / “S1b”

Bilangan peroksida = 1,92 x 0,0036 x 1000

0,5

= 6,912

0,5 = 13,824 meq/kg

Lampiran 4.3. Bilangan Peroksida Lipida dari Daging Ikan Nila + 1 ml Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah Kering 5% (penyimpanan 5 hari) / “S2b”

Bilangan peroksida = 1,82 x 0,0036 x 1000

0,5

= 6,552

0,5 = 13,104 meq/kg


(2)

(3)

Lampiran 6. Pita Serapan IR Lipida dari “S1b”


(4)

(5)

Lampiran 8. Hasil data GC Lipida dari Daging Ikan Nila Segar “Sa”


(6)

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

3 79 89

Analisis Secara GC-MS Komponen Minyak Atsiri dari Rimpang Tanaman Jerangau (Acorus calamus) Hasil isolasi Menggunakan Metode Hidrodestilasi Dibandingkan dengan Destilasi Uap

8 80 131

Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

3 49 97

Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. amarum) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

32 249 106

Analisis Secara Gc-Ms Komponen Minyak Atsiri Dari Rimpang Tanaman Jerangau (Acoruscalamus) Hasil Isolasi Menggunakan Metode Hidrodestilasi Dibandingkan Dengan Destilasi Uap

7 81 131

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

0 0 28

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMPONEN MINYAK ATSIRI BAHAN SEGAR DAN EKSTRAK ETANOL DARI AMPAS RIMPANG JAHE GAJAH SERTA APLIKASI TERHADAP DAGING IKAN NILA SKRIPSI EDY TANTONO

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

0 0 28

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMPONEN MINYAK ATSIRI BAHAN SEGAR DAN EKSTRAK ETANOL DARI AMPAS RIMPANG JAHE GAJAH SERTA APLIKASI TERHADAP DAGING IKAN NILA SKRIPSI EDY TANTONO

0 0 14