Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EDIBLE FILM GALAKTOMANAN YANG DIINKORPORASI DENGAN EKSTRAK RIMPANG JAHE

PADA DAGING IKAN NILA

SKRIPSI

MAWAR TERESIA SITEPU

090802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EDIBLE FILM GALAKTOMANAN YANG DIINKORPORASI DENGAN EKSTRAK RIMPANG JAHE

PADA DAGING IKAN NILA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MAWAR TERESIA SITEPU 090802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang

Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

Kategori : Skripsi

Nama : Mawar Teresia Sitepu

Nomor Induk Mahasiswa : 090802017

Program : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Januari 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dr. Juliati Br Tarigan, M.Si

NIP: 197404051999032001 NIP: 197205031999032001

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS NIP: 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2015

MAWAR TERESIA SITEPU 080902017


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah selalu memberkati semua apa yang saya kerjakan, dan penulis menyadari sepenuhnya bahwa oleh karena kasih dan anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana sains di Fakultas MIPA USU

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Juliati Br. Tarigan M.Si, selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra M.Si, selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan setia membimbing penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai,

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Albert Pasaribu, M,Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia, Ibu Rumondang Bulan, MS selaku dosen wali serta seluruh staf pengajar yang telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan. 3. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku kepala laboratorium kimia organik.

4. Teman-teman stambuk 2009, terkhususnya kepada Despita, Destaria, Junita, Malem, Emil dan Sri ningsih, yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada saya selama perkuliahan hingga saat ini, kepada asisten Kimia Organik, asisten Kimia Analitik, dan asisten LIDA USU, adek-adek stambuk 2010-2012, teman-teman kost, sahabat-sahabat saya terimakasih karena telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terutama penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta Malem Ukur Sitepu dan Reh Ulina Br. Ginting, yang telah banyak mendukung, mendoakan dan memberikan kasih sayangnya dari saya lahir hingga sekarang, serta kepada abang dan kakak dan adik saya, Tentu Sitepu, Mega Br. Ginting, Basaku Sitepu, Inganta Br. Sitepu, Bahagia Perangin-angin, Adi Sembiring dan Melisa Br. Sitepu yang telah banyak memberikan motivasi hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan. Tuhan Memberkati.


(6)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EDIBLE FILM GALAKTOMANAN YANG DIINKORPORASI DENGAN EKSTRAK RIMPANG JAHE

PADA DAGING IKAN NILA

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi minyak atsiri rimpang jahe segar dengan metode hidrodestilasi dan komponen kimianya dianalisis dengan GC-MS. Komponen kimia minyak atsiri utama (>3%) yang diperoleh adalah geranial (20,27%), 1,8-sineol (14,87%), neral (14,23%), kamfen (12,32%), beta-ocimene (4,26%), beta-myrcene (3,21%), zingiberen (3,0%). Selanjutnya ampas jahe kering diekstraksi dengan etanol 96% menggunakan alat soklet. Ekstrak rimpang jahe (minyak atsiri (ekstrak 1)) dan (ekstrak etanol (ekstrak 2)) ditentukan aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH radikal bebas. Nilai IC50 diperoleh berturut-turut adalah 1363,298 μg/mL dan 1.124,464 μg/mL. Ekstrak rimpang jahe diinkorporasi pada Edible film galaktomanan kolang-kaling, kemudian dibungkus pada daging ikan nila selama 5 hari pada suhu 4oC. Ditentukan bilangan peroksida secara titrasi iodometri dan diperoleh hasil berturut-turut 12,384 meg/kg dan 11,88 meg/kg. Untuk melihat adanya serapan gugus hidroperoksida di ditentukan secara spektrofotometri FT-IR yang menunjukkan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak 1 dan ekstrak 2 dapat menghambat terjadinya oksidasi lemak ikan nila.


(7)

ANTIOXIDANT ACTIVITY EDIBLE FILM GALAKTOMANAN INKORPORATION WITH THE EXTRACT MEAT

ON GINGER RHIZOME OF TILAPIA FISH

ABSTRACT

The isolated of fresh ginger essential oil had been by hidrodistillation and chemical components were analyzed by GC - MS. The main chemical components of volatile oil (> 3%) is obtained geranial (20.27%), 1,8-cineol (14.87%), neral (14.23%), kamfen (12.32%), beta-ocimene (4.26%), beta-myrcene (3.21%), zingiberen (3.0%). Furthermore, dry ginger pulp was extracted with 96% ethanol using a soklet. Ginger rhizome extract (essential oil (extract 1)) and (ethanol extract (extract 2)) determined by DPPH antioxidant activity of free radicals. IC50 values obtained are respectively 1363.298 mg/mL and 1124.464 mg/mL.

Ginger rhizome extract inkorporation to galaktomanan Edible film, then wrapped in bacon tilapia for 5 days at 4 ° C. Specified iodometric titration peroxide results obtained in a row is 12.384 meq/kg and 11.88 meq/kg. To see a group absorption spectrophotometry determined hydroperoxide in FT-IR showed that inkorporation galaktomanan edible film to extract 1 and extract 2 can inhibit the oxidation of fat tilapia.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar x

Daftar Tabel xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Lokasi penelitian 5

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Edible Film 6

2.1.1. Komponen Penyusun Edible Film 9

2.1.2. Plastizier Pada Edible Film 11

2.2. Galaktomanan 11

2.3. Jahe 13

2.3.1. Komponen Kimia Pada Jahe 13

2.3.2. Manfaat Jahe 14

2.4. Minyak Atsiri 16

2.5. Ikan 17

2.6. Oksidasi Lipida 19

2.6.1. Produk Oksidatif Lipida 21

2.6.2. Mekanisme Autoksidasi 22

2.7. Antioksidan 24

2.7.1. Pengaruh Antioksidan terhadap Oksidasi 27

2.7.2. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Dengan DPPH Radikal Bebas 28

2.8. Ekstraksi Lipida 29

Bab 3. Metode Penelitian 3.1. Alat 30


(9)

3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Ekstrak 1) dengan

Metode Hidrodestilasi Menggunakan Alat Stahl 32

3.3.2. Pembuatan Ekstrak Etanol Ampas Rimpang Jahe (Ekstrak 2) 32

3.3.3. Uji Sifat Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 32

3.3.3.1. Pembuatan Larutan DPPH 32

3.3.3.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 33

3.3.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan (a) Uji Larutan Blanko 33

(b) Uji Sampel 33

3.3.4. Pembuatan Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 33

3.3.5. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila ( Oreochromis Niloticus ) 34

3.3.5.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila 34

3.3.5.2. Ekstraksi Minyak Sampel Daging Ikan Nila 34

3.3.5.3. Penentuan Bilangan Peroksida 35

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Ekstrak 1) dengan Metode Hidrodestilasi menggunakan Alat Stahl 36

3.4.2. Pembuatan Ekstrak Etanol Ampas Rimpang Jahe (Ekstrak 2) 37

3.4.3. Uji Sifat Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 38

3.4.3.1. Pembuatan Larutan DPPH 38

3.4.3.2. Pembuatan Variasi Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 39

3.4.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan 40

(a) Uji Larutan Blanko 40

(b) Uji Sampel 40

3.4.4. Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 41

3.4.5. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 terhadap Daging Ikan Nila ( Oreochromis Niloticus ) 42

3.4.5.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila 42

3.4.5.2. Ekstraksi Minyak Sampel Daging Ikan Nila 43

3.4.5.3. Penentuan Bilangan Peroksida 45

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Segar (Ekstrak 1) 46

4.1.2. Hasil Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe Kering dengan Metode Sokletasi (Ekstrak 2) 47

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 48

4.1.4. Hasil Pembuatan EdibleFilm Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 48

4.1.5. Hasil Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila ( Oreochromis Niloticus ) 49


(10)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Segar (Ekstrak 1) 51 4.2.2. Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 59 4.2.3. Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi

dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 60

4.2.4. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi

dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila 60 Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 62

5.2. Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1. Minyak Atsiri Jahe Segar yang Diperoleh dengan Metode

Hidrodestilasi 46

Tabel 4.2. Komponen Senyawa Kimia Minyak Atsiri Jahe Segar ( Ekstrak 1 ) 47

Tabel 4.3. Hasil Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe Kering (Ekstrak 2) 47

Tabel 4.4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 48

Tabel 4.5. Hasil Ekstraksi Minyak dari Sampel Daging Ikan Nila 49

Tabel 4.6.Hasil Penentuan Bilangan Peroksida pada Minyak Sampel Daging Ikan Nila dengan Metode Iodometri 50


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Tabel Judul Halaman

Gambar 2.1. Struktur Galaktomanan 11

Gambar 2.2. Struktur Senyawa yang Bersifat Antioksidan pada Jahe 15

Gambar 2.3. Struktur Senyawa yang Bersifat Antimikroba pada Jahe 15

Gambar 2.4. Mekanisme Autoksidasi Lipida 23

Gambar 2.5. Pembentukan 13-hidroperoksida dari Asam Linoleat 24

Gambar 4.1. EdibleFilm Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 48 Gambar 4.2. EdibleFilm Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 2 49

Gambar 4.3. Spektrum Massa Senyawa Geranial 52

Gambar 4.4. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Geranial 52

Gambar 4.5. Spektrum massa dari 1,8-sineol 53

Gambar 4.6. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa 1,8-Sineol 53

Gambar 4.7. Spektrum Massa dari Neral 54

Gambar 4.8. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Neral 54

Gambar 4.9. Spektrum Massa dari Senyawa Kamfen 55

Gambar 4.10. Pola fragmentasi yang mungkin dari spektrum Senyawa Kamfen 55

Gambar 4.11. Spektrum Massa dari Senyawa Beta Ocimene 56

Gambar 4.12. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Beta

Ocimene 56

Gambar 4.13. Spektrum Massa dari Senyawa Beta Myrcene 57

Gambar 4.14. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Beta

Myrcene 57

Gambar 4.15. Spektrum Massa dari Senyawa Zingiberen 58

Gambar 4.16. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa

Zingiberen 58


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1. Kromatogram GC-MS Minyak Atsiri Jahe Segar

( Ekstrak 1) 68 Lampiran 2. Perhitungan Kadar Minyak Atsiri Jahe 69

Lampiran 3. % Hasil Uji Aktivitas Antioksidan 69

Lampiran 4. Penentuan Bilangan Peroksida 74

Lampiran 5. Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S2” 75

Lampiran 6. Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S3” 76

Lampiran 7. Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S4” 77


(14)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EDIBLE FILM GALAKTOMANAN YANG DIINKORPORASI DENGAN EKSTRAK RIMPANG JAHE

PADA DAGING IKAN NILA

ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi minyak atsiri rimpang jahe segar dengan metode hidrodestilasi dan komponen kimianya dianalisis dengan GC-MS. Komponen kimia minyak atsiri utama (>3%) yang diperoleh adalah geranial (20,27%), 1,8-sineol (14,87%), neral (14,23%), kamfen (12,32%), beta-ocimene (4,26%), beta-myrcene (3,21%), zingiberen (3,0%). Selanjutnya ampas jahe kering diekstraksi dengan etanol 96% menggunakan alat soklet. Ekstrak rimpang jahe (minyak atsiri (ekstrak 1)) dan (ekstrak etanol (ekstrak 2)) ditentukan aktivitas antioksidannya dengan metode DPPH radikal bebas. Nilai IC50 diperoleh berturut-turut adalah 1363,298 μg/mL dan 1.124,464 μg/mL. Ekstrak rimpang jahe diinkorporasi pada Edible film galaktomanan kolang-kaling, kemudian dibungkus pada daging ikan nila selama 5 hari pada suhu 4oC. Ditentukan bilangan peroksida secara titrasi iodometri dan diperoleh hasil berturut-turut 12,384 meg/kg dan 11,88 meg/kg. Untuk melihat adanya serapan gugus hidroperoksida di ditentukan secara spektrofotometri FT-IR yang menunjukkan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak 1 dan ekstrak 2 dapat menghambat terjadinya oksidasi lemak ikan nila.


(15)

ANTIOXIDANT ACTIVITY EDIBLE FILM GALAKTOMANAN INKORPORATION WITH THE EXTRACT MEAT

ON GINGER RHIZOME OF TILAPIA FISH

ABSTRACT

The isolated of fresh ginger essential oil had been by hidrodistillation and chemical components were analyzed by GC - MS. The main chemical components of volatile oil (> 3%) is obtained geranial (20.27%), 1,8-cineol (14.87%), neral (14.23%), kamfen (12.32%), beta-ocimene (4.26%), beta-myrcene (3.21%), zingiberen (3.0%). Furthermore, dry ginger pulp was extracted with 96% ethanol using a soklet. Ginger rhizome extract (essential oil (extract 1)) and (ethanol extract (extract 2)) determined by DPPH antioxidant activity of free radicals. IC50 values obtained are respectively 1363.298 mg/mL and 1124.464 mg/mL.

Ginger rhizome extract inkorporation to galaktomanan Edible film, then wrapped in bacon tilapia for 5 days at 4 ° C. Specified iodometric titration peroxide results obtained in a row is 12.384 meq/kg and 11.88 meq/kg. To see a group absorption spectrophotometry determined hydroperoxide in FT-IR showed that inkorporation galaktomanan edible film to extract 1 and extract 2 can inhibit the oxidation of fat tilapia.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengemasan telah berkembang sejak lama, sebelum manusia membuat kemasan, alam sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus seludang, buah-buahan terbungkus kulitnya, buah kelapa terlindung baik oleh sabut dan tempurung, polongan terbungkus kulit polong. Tidak hanya bahan pangan, kosmetik dan bahan industri lainnya, bahkan manusiapun menggunakan kemasan sebagai pelindung tubuh dari gangguan cuaca supaya tampak lebih anggun dan menarik. Fungsi dari pengemas pada bahan pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan dari bahaya pengenceran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusiannya. Dari segi promosi, pengemas berfungsi sebagai daya tarik pembeli (Syarief et al., 1988).

Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan dan digunakan untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang (barrier) terhadap perpindahan massa (misalnya, kelembaban, oksigen, cahaya, lipida, zat terlarut) atau sebagai pembawa zat aditif serta untuk meningkatkan mutu suatu makanan (Krochta et al., 1992). Edible film dan coating juga dapat memberikan penahanan terhadap uap air, oksigen (O2), karbondioksida (CO2),

aroma lipida dan juga sebagai pembawa zat (seperti antimikroba, antioksidan, flavor dan lain sebagainya) (Krochta dan De Mulder-Johnson, 1997).

Komponen utama polisakarida yang terdapat pada kolang-kaling (biji aren yang belum matang) adalah polisakarida yang larut air yakni galaktomanan (Kooiman, 1971).


(17)

Galaktomanan telah diisolasi dari kolang-kaling menggunakan air suling dan pemisahan dilakukan dengan cara sentrifugasi sehingga diperoleh kadar sebesar 15% (Tarigan dan Kaban, 2011). Edible film dari galaktomanan juga telah dapat dibuat, dimana galaktomanan yang digunakan berasal dari biji Gleditsia triacanthos (pohon Honey Locust) yakni tumbuhan yang berasal dari Amerika Utara (Cerqueira et al., 2009). Dimana telah dibuat Edible film dari galaktomanan yang berasal dari ekstrak biji Gleditsia triacanthos diinkorporasi dengan komponen yang bersifat antioksidan untuk meningkatkan nilai dari edible film dalam industri makanan (Cerqueira et al., 2010).

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 1-3%. Minyak atsiri jahe dapat diperoleh dari berbagai teknik penyulingan, yaitu dengan destilasi uap ataupun hidrodestilasi. Ekstrak jahe memiliki aktivitas antioksidan yang mana hampir sama dengan asam askorbat dan juga dapat memberikan efek inflamasi, dan aktivitas antioksidan dapat diuji dengan DPPH•. Disamping metode DPPH• dapat juga diuji dengan metode diena terkonjugasi, sistem model asam linoleat dan metode deteksi radikal hidroksi dengan deoxiribose assay (Stoilova dkk, 2007).

Ikan nila bukan asli ikan Indonesia, tetapi berasal dari sungai Nil di Mesir. Ikan mengandung lemak dengan persentase yang berbeda dan sebagian besar berupa lemak tidak jenuh yang memiliki beberapa ikatan rangkap. Lemak dengan ikatan rangkap tersebut bersifat tidak stabil dan relatif mudah mengalami proses oksidasi. Oksidasi lemak merupakan penyebab utama penurunan kualitas pada ikan segar yang disimpan pada suhu rendah. Mikroba dan enzim yang dihasilkannya dapat berperan dalam proses ketengikan lemak, tetapi proses oksidasi lemak lebih dominan sebagai penyebab proses ketengikan (Liviawaty, 2010). Adapun kandungan lemak tidak jenuh daging ikan nila (Oreochomis niloticus) adalah kandungan PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid)= 44.76 ± 0.40% (ω-3 = 27.07 ± 0.15% ; ω -6 = 17.-69 ± 0.2-6%), HUFA (High Unsaturated Fatty Acid) = 26.51 ± 0.22% (Suloma dkk, 2008).


(18)

Edible Film galaktomanan biji aren (arenga pinnata) yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi telah diteliti bersifat antioksidan dan antimikroba (Tarigan, 2012). Demikian juga uji aktivitas antioksidan komponen minyak atsiri rimpang jahe gajah telah diteliti bersifat antioksidan terhadap daging ikan nila (Oreochromis niloticus) (Tantono, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas antioksidan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe pada daging ikan nila (Oreochhromis niloticus).

1.2. Permasalahan

Bagaimanakah sifat antioksidan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe terhadap daging ikan nila (Oreochromis Niloticus) selama 5 hari pada suhu 4oC.

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pembuatan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe dengan penambahan Monogliserololeat sebagai zat pengemulsi, kemudian di aplikasikan sifat antioksidannya terhadap daging ikan nila (Oreochromis Niloticus), dan uji bilangan peroksida dilakukan dengan metode iodometri dan Spektrofotometer FT-IR.

1.4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sifat antioksidan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe terhadap daging ikan nila (Oreochromis Niloticus) selama 5 hari pada suhu 4oC.


(19)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sifat antioksidan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe terhadap daging ikan nila (Oreochromis Niloticus) selama 5 hari pada suhu 4oC.

1.6. Metodologi Percobaan

Penelitian dilakukan melalui eksperimen di Laboratorium. Minyak atsiri rimpang jahe (ekstrak 1) diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Ampas rimpang jahe dari hasil hidrodestilasi Stahl dikeringkan dan diblender kemudian diekstraksi dengan pelarut alkohol 96% sehingga diperoleh ekstrak pekat kering (ekstrak 2). Ekstraksi galaktomanan dilakukan pada kondisi netral menggunakan pelarut air suling dengan perbandingan kolang-kaling : air suling 1:10, kemudian diendapkan dengan alkohol 96% dengan perbandingan 1:2 dan dikeringkan pada desikator. Pembuatan edible film dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah dilakukan oleh Tarigan, 2012. Dalam hal ini digunakan edible film dengan perbandingan 0,9 (g) galaktomanan : 0,5 (g) ekstrak 1: 0,2 (g) monogliserol oleat: 0,6 (g) gliserol dalam 100 mL larutan pada labu takar 100 mL (demikian juga dilakukan untuk ekstrak 2) kemudian di distirer selama 24 jam dan dituang pada plat kaca berukuran 13 × 13 cm sebanyak 75 mL, dan selanjutnya dikeringkan di oven blower selama 20 jam. Edible film dilapiskan pada 100 g daging ikan nila (Oreochromis Niloticus). Disimpan selama 5 hari pada suhu ±4oC. Ekstraksi minyak ikan nila (Oreochromis Niloticus) dilakukan dengan menggunakan pelarut heksana dan isopropanol dengan perbandingan (3:2). Ekstrak minyak daging ikan nila (Oreochromis Niloticus) dianalisis bilangan peroksidanya dengan metode titrasi Iodometri dan Spektrofotometer FT-IR.


(20)

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan. Uji aktivitas antioksidan dilakukan di salah satu Laboratorium Perusahaan Swasta di Medan. Uji bilangan peroksida dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU Medan. Analisis GC-MS dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta, dan analisis Spektroskopi FT-IR dilakukan di Laboratorium Terpadu FMIPA USU Medan.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible Film

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, teknologi pengemasan juga berkembang dengan pesat. Akhir-akhir ini kemasan yang lebih modern telah banyak digunakan secara meluas pada produk bahan pangan dan hasil pertanian misalnya plastik, kertas, aluminium, foil, logam dan kayu. Diantara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang paling populer dan sangat luas penggunaannya. Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan yakni, fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombonasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif dan harganya relatif murah. Disamping memiliki berbagai kelebihan, plastik juga memiliki kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami (nonbiodegradable).

Saat ini, bahan kemasan plastik yang tidak mudah terurai secara alami mengakibatkan terjadinya penumpukkan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Kondisi demikian menyebabkan bahan kemasan plastik tidak dapat dipertahankan penggunaanya secara meluas, oleh karena akan menambah persoalan lingkungan dan kesehatan di waktu mendatang. Menurut Syarief et al, (1988) ada lima persyaratan yang dibutuhkan dalam menentukan pilihan jenis dan cara pengemasan yang akan digunakan yaitu penampilan, perlindungan, fungsi, harga dan biaya, serta penanganan limbah kemasan. Dengan tidak dapat dipertahankannya lagi penggunaan plastik sebagai bahan kemasan serta adanya persyaratan bahwa kemasan yang digunakan harus ramah lingkungan, maka hal ini mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan yang “biodegradable”. Saat ini pengembangan teknologi bahan kemasan


(22)

biodegradable terarah pada usaha untuk membuat bahan kemasan yang memiliki sifat seperti plastik yang berbahan dasar dari bahan alam dan mudah terurai yang disebut dengan Edible film.

Edible film (packaging) adalah suatu lapisan yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat dikonsumsi dan ditempatkan di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang transfer massa seperti kelembapan, oksigen, lipid, dan zat terlarut, dan atau sebagai pembawa bahan makanan aditif, serta meningkatkan kemudahan penanganan makanan (Krochta et al., 1992). Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu yang berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan yang berbentuk lembaran (edible film) (Krochta et al., 1994). Edible film dan coating berbeda dalam cara pembentukannya dan penggunaannya pada makanan. Edible coating dibentuk dan digunakan secara langsung pada produk makan dengan cara mengolesi menggunakan kuas cat, penyemprotan, pencelupan, atau penyiraman (Cuq et al., 1995). Sedangkan Edible film merupakan lapisan tipis berupa lembaran yang dibentuk melalui penuangan pada cetakan yang selanjutnya dikeringkan. Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan semi basah, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan terutama obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al., 1994). Edible film dan coating dapat memberikan penahanan terhadap uap air, oksigen (O2),

karbondioksida (CO2), aroma, lipida, dan sebagai pembawa zat (seperti anti mikroba,

antioksidan, flavour, dan lain sebagainya) (Krochta and De Mulder-Johnston, 1997).

Salah satu fungsi dari edible film adalah mempertahankan kualitas produk makanan yang dikemasnya agar tidak mengalami degradasi. Degradasi dalam sistem makanan sangat ditentukan oleh komposisi gas yang terdapat dalam lingkungan produk yang dikemas tersebut. Sebagai contoh, oksigen yang terlibat dalam proses ketengikan lemak dan minyak, pertumbuhan mikroorganisme, pembentukkan warna coklat oleh enzim dan kerusakan vitamin. Dengan demikian edible film yang ingin dibuat harus dapat melindungi produk makanan dari oksigen (Gontard et al., 1996). Namun demikian, permeabilitas edible film terhadap oksigen dan karbon dioksida sangat penting dalam menjaga kesegaran produk tersebut. Untuk itu bahan yang dapat membentuk edible film dengan kemampuan yang seimbang lebih diutamakan. Oleh karena karakteristik utama dalam mempertimbangkan pemilihan edible film adalah daya permeabilitas terhadap oksigen, karbon dioksida dan uap airnya (Ayranci and Tunc, 2002). Pada produk makanan segar, keberhasilan edible film


(23)

mempertahankan kesegaran produk bergantung pada kemampuannya untuk mengontrol komposisi gas internal (Park, 1999).

Edible film dapat bergabung dengan bahan tambahan makanan dan subtansi lain untuk mempertinggi kualitas warna, aroma dan tekstur produk, untuk mengontrol pertumbuhan mikroba (Krochta et al., 1994). Selama proses pembuatan, bahan yang akan dibuat dilarutkan dalam pelarut seperti alkohol, air, campuran air dan alkohol, atau campuran pelarut lainnya. Bahan pemlastis, pewarna, penambah rasa atau antimikroba dapat juga ditambahkan pada saat pelarutan. pH dan pemanasan larutan dilakukan untuk penyempurnakan dispersi. Larutan film kemudian dicetak dan dikeringkan pada suhu yang diinginkan hingga diperoleh film (Bourtoom, 2008).

Menurut Harris (1999), proses pembuatan edible film dapat dibagi atas tiga tahap sebagai berikut:

1. Pembentukkan emulsi

2. Casting atau pencetakan bahan emulsi ke permukaan cetakan yang mempunyai permukaan datar dan licin

3. Pengeringan

Pembuatan emulsi sangat tergantung pada sifat-sifat fisik-kimia bahan emulsi, jenis emulsifier, jumlah dan konsentrasi emulsifier, ukuran partikel yang diinginkan, viskositas larutan dan jenis alat pengemulsi yang digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat kelenturan film yang diperoleh maka ditambahkan plastisizer. Casting biasanya dilakukan pada permukaan datar dan halus seperti kaca dengan menuangkan bahan emulsi ke permukaan cetakan tersebut pada ketebalan tertentu. Film kemudian dikeringkan pada aliran udara kering selama 10-12 jam (Kinzel, 1992).

Salah satu sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan edible film adalah kolang-kaling. Menurut Mahmud dan Amrizal (1991), kolang kaling mengandung karbohidrat, pati dan kadar air yang tinggi dari berat buah, dengan demikian kolang-kaling dapat digunakan sebagai bahan baku edible film katagori hidrokoloid. Keunggulan dari kolang-kaling digunakan sebagai sumber bahan baku edible film adalah ketersediaannya sepanjang tahun, mudah didapat, harga relatif murah dan secara ekonomis bernilai rendah karena kolang – kaling hanya digunakan pada bulan Ramadhan untuk berbuka puasa. Kolang-kaling diperoleh dari tanaman aren yang berumur sekitar 1


(24)

tahun sampai 1,5 tahun. Buah aren yang muda akan menghasilkan kolang-kaling yang sangat lunak dan bila terlalu tua akan menghasilkan kolang-kaling yang keras (Maryadi, 2004).

2.1.1 Komponen Penyusun Edible Film

Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusunnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: hidrokoloid (contoh: polisakarida atau protein), lemak (contoh: asam lemak, asilgliserol, dan lilin) dan komposit serta komponen tambahan yang dapat memodifikasi film (Donhowe and Fennema, 1994).

Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida, dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.

Kelebihan edible film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan air. Sedangkan kekurangannya yaitu kegunaannya dalam bentuk murni sebagai pelapis masih terbatas, karena mempunyai kekurangan dari segi ketahanannya.

Edible film dari komposit (gabungan hidrokoloid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan film dari hidrokoloid dan film dari lipid, serta mengurangi kelemahannya. Pembentukkan edible film merupakan proses pertumbuhan fragmen-fragmen kecil yang akan membentuk suatu polimer. Perinsip pembentukkan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan polimer yang lebih besar dan stabil (Syamsir, 2008).

Sifat dari edible film yang penting diketahui sebelum digunakan untuk mengemas produk dan penentuan umur simpan, antara lain permeabilitas terhadap uap air, permeabilitas terhadap gas, dan permeabilitas terhadap lipid. Permeabilitas air adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan


(25)

tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada kondisi suhu dan kelembapan tertentu.

Hal ini disebabkan polimer dengan polaritas tinggi mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Polimer dengan gugus hidrofilik akan menghasilkan film yang rentan terhadap uap air, sebaliknya polimer dengan gugus hidrofobik tinggi akan menghasilkan film dengan sifat sekat (barrier) yang baik terhadap uap air. Kebalikan dari teori tersebut, polimer dengan komponen hidrofilik tinggi cenderung akan menjadi sekat lintas yang baik bagi gas oksigen (Paramawati R., 2001).

2.1.2 Plasticizer pada Edible Film

Untuk memperbaiki sifat plastik maka ditambahkan berbagai jenis tambahan atau aditif. Bahan tambahan ini sengaja ditambahkan dan berupa komponen bukan plastik yang diantaranya berfungsi sebagai plasticizer, penstabil pangan, pewarna, penyerap uv dan lain-lain. Pemlastis dalam konsep sederhana adalah merupakan pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu padatan dengan titik leleh rendah ditambahkan kedalam resin seperti PVC yang keras dan kaku, sehingga akumulasi gaya intermolekuler pada rantai panjang akan menurun (Yavad and Satoskar, 1997).

Gliserol adalah salah satu plasticizer yang paling sering digunakan pada pembuatan film, disebabkan stabilitas dan kecocokan dengan rantai hidrofilik biopolimer. Fungsi utama gliserol adalah sebagai suatu zat yang berfungsi untuk menjaga kelembutan dan kelembapan. Gliserol dapat digunakan sebagai pelarut, pemanis, pengawet dalam makanan serta sebagai zat emollient dalam kosmetik. Berdasarkan sifatnya gliserol banyak digunakan sebagai plasticizer dan didalam industri resin untuk menjaga kelenturan.

2.2. Galaktomanan

Galaktomanan merupakan polisakarida heterogen yang terdiri dari rantai utama β

-(1-4)-D-manopiranosa dengan satu unit cabang α-D-galaktopiranosa yang terikat pada posisi α-(1-6). Dengan struktur berikut :


(26)

Gambar 2.1. Struktur Galaktomanan

Kelebihan utama dari galaktomanan ini dibandingkan polisakarida lainnya adalah kemampuannya untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi yang rendah dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionik dan pemanasan. Viskositas galaktomanan sangat konstan sekali pada kisaran pH 1 – 10,5 yang kemungkinan disebabkan oleh karakter molekulnya yang bersifat netral. Namun demikian galaktomanan akan mengalami degradasi pada kondisi yang sangat asam atau basa pada suhu tinggi (Cerqueira et al., 2009).

Aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman serba guna yang dapat hidup didaerah tropis basah serta mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi tanah. Aren banyak ditanam di Indonesia termasuk di propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Tanaman aren belum dibudidayakan dan sebagian besar masih menerapkan teknologi yang minim (Anonim, 2009).

Buah yang masih muda adalah keras dan melekat sangat erat pada untaian buah, sedangkan buah yang sudah masak daging buahnya agak lunak. Daging buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika mengenai kulit, karena lendir ini mengandung asam oksalat. Buah yang setengah masak dapat dibuat kolang-kaling. Kolang-kaling adalah endosperma biji buah aren yang berumur setengah masak setelah melalui proses pengolahan. Setelah diolah menjadi kolang-kaling, maka akan menjadi lunak, kenyal, dan berwarna putih agak bening (Sunanto, 1993). Endosperma dari Arenga pinnata telah diteliti mengandung komponen polisakarida yang larut dalam air, komponen itu adalah galaktomanan. Galaktomanan dipisahkan dari ekstrak endosperma biji mentah arenga pinnata yang dilarutkan dalam sodium hidroksida kemudian di endapkan dengan etanol setelah dilakukan pengasaman. Polisakarida terlarut di murnikan dengan penambahan reagen


(27)

fehling untuk menghasilkan galaktomanan. Perbandingan manosa dan galaktosa yang diperoleh adalah 2,26 : 1 (Kooiman, 1971).

2.3. Jahe

Jahe merupakan salah satu bumbu yang paling penting dan luas penggunaannya di seluruh dunia. Disebabkan permintaan yang tinggi, jahe tersebar sampai negara- negara tropis maupun subtropis dari wilayah Cina-India. Negara-negara penghasil jahe yakni : India, Cina, Thailand, Nigeria, Indonesia, Brasil, Jepang, Malaysia, Srilanka dan negara-negara kepulauan pasifik lainnya dan Indonesia sendiri merupakan penghasil penting lainnya, dimana mempunyai luas penanaman sampai 10.000 hektar dan produksi sekitar 77.000 ton dan penanamannya dipusatkan di kepulauan Jawa-Sumatera (Ravindran, 2005).

Jahe secara botani dikenal sebagai Zingiber Officinale Roscoe dengan klasifikasi : Subkingdom : Tracheobionta

Subdivisi : Spermatophyta

Klas : Monocotyledons

Subklas : Zingiberida Ordo : Zingiberales Sub-ordo : Scimitae Family : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spisies : Officinale

(Butt, 2011 ; Ravindran, 2005 ; Zachariah, 2008).

2.3.1 Komponen Kimia Pada Jahe

Jahe merupakan tanaman khas yang memiliki gabungan dari banyak sifat dan ciri, dimana mengandung minyak volatil, minyak non-volatil, senyawa pedas, resin, pati, protein dan mineral. Komponen tertentu dari kelimpahan relatif dapat sangat bervariasi antara sampel jahe dalam kondisi segar maupun kering.


(28)

Jahe memberikan sifat organoleptis yang khas pada dua komponennya, yaitu aroma dan beberapa dari rasa jahe yang diketahui dengan adanya komponen minyak atsiri dan rasa pedas yang dihasilkan oleh komponen non-volatil.

Komponen monoterpen dipercaya memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap aroma jahe dan ketergantungan yang relatif besar dalam minyak alami dari rimpang segar daripada minyak atsiri yang didestilasi dari jahe kering. Seskuiterpen teroksigenasi merupakan komponen yang relatif sedikit dalam minyak volatil tetapi tampaknya penting sebagai penyumbang sifat rasa. Hasil minyak yang didestilasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang mencakup jenis jahe, tingkat kematangan saat panen, metode untuk preparasi, umur, dan termasuk metode destilasi (Zachariah, 2008).

2.3.2 Manfaat Jahe

Adapun manfaat yang terkandung dalam jahe itu sendiri antara lain: A. Jahe sebagai penyedap rasa

Rempah-rempah yang digunakan dalam makanan untuk empat tujuan dasar: 1. Untuk penyedap

2. Untuk menutupi atau menghilangkan bau 3. Untuk menyampaikan kepedasan

4. Untuk menambahkan warna

B. Jahe sebagai antioksidan

Jahe memiliki kandungan antioksidan yang tinggi dan telah dikelompokkan sebagai salah satu rempah-rempah dengan aktivitas antioksidan yang baik. Hal ini membuatnya sebagai peredam radikal bebas. Sethi dan Aggarwi (1957) melaporkan bahwa jahe kering memiliki sifat antioksidan yang lemah. Aktivitas antioksidan dari jahe bergantung pada struktur sisi rantai pada pola substitusi pada cincin benzena, terutama aktivitas antioksidan yang diberikan oleh gingerol dan heksahidrokurkumen. Pada hewan percobaan, diet yang mengandung jahe menunjukkan efek yang sangat protektif, terhadap kerusakan oksidatif yang disebabkan malathion juga menunjukkan aktivitas antioksidan.


(29)

Penggabungan garam dan ekstrak jahe pada daging sapi tanpa lemak tengik selama penyimpanan, meningkatkan kelembutan dan menambah jangka waktu simpan. Beberapa komponen senyawa yang bersifat antioksidan (gambar 2.2).

H2C

H2C C H C O C CH3 CH3 CH3 CH2 CH2 CH2

CH CH2 CH= C CH3 CH3

CH3

CH3

H2C H2C

C H

C C H

C CH3 CH3 CH2 CH2

1,8-sineol Zingiberen Kamfen

Gambar 2.2. Struktur Senyawa yang Bersifat Antioksidan pada Jahe

C. Jahe sebagai antimikroba

Jahe juga sangat efektif digunakan dalam pengawetan makanan meskipun sifat antimikroba tidak terlalu tinggi namun dapat mencegah pembusukkan pada makanan dan dapat juga merangsang nafsu makan (Ravindran, 2005).

Pemanfaatan rempah-rempah sebagai pengawet alami pangan sudah banyak diteliti baik untuk pangan segar maupun pangan olahan. Beberapa penelitian tersebut antara lain pengawetan sale pisang basah menggunakan jahe (Kawiji dkk, 2011), penggunaan pasta jahe sebagai antimikroba pada coating ikan lele asap (Johnson and Ndimele, 2011), dan pengawetan keju dengan ekstrak jahe (Balewu et al., 2005). Beberapa struktur senyawa yang bersifat antimikroba (gambar 2.3.).

CH2 C CH3 C HC C H3C CH

3

CH2

H

C O

H

CH2 CH2

C CH3

C H C H O CH C H3C

CH3

Geranial Neral


(30)

2.4. Minyak Atsiri

Jahe merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki beragam kasiat. Tumbuhan yang digolongkan kedalam suku temu-temuan ini memang mengandung banyak senyawa aktif yang baik bagi kesehatan, salah satu senyawa aktif tersebut adalah minyak atsiri. Minyak ini merupakan senyawa-senyawa yang sangat mudah menguap, dan aroma khas jahe berasal dari minyak atsiri ini. Minyak ini biasanya digunakan sebagai aroma terapi karena mampu untuk memberikan efek relaksasi, dimana minyak jahe ini dapat diperoleh dengan cara hidrodestilasi (Kawiji dkk, 2011).

Akan tetapi kendala penggunaan minyak atsiri pada pangan adalah adanya perubahan organoleptik (aroma maupun rasa) produk yang diaplikasikan. Oleh karena itu untuk meminimalkan kadar penggunaan minyak atsiri maka terbuka peluang untuk menggunakan edible coating atau edible film sebagai bahan pembawa komponen alami tersebut (Krochta et al., 1994).

Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Golongan Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur Hidrogen (H) dan Karbon (C). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam alam dan minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen, serta paraffin, olefin dan hidrokarbon aromatik. Komponen kimia golongan hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas setiap jenis minyak. Sebagai contoh minyak terpentin yang mengandung monoterpen disebut pinen dan minyak jeruk mengandung 90% limonen.

2. Oxygenated hydrocarbon

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehida, keton, oksida, ester, dan eter. Ikatan atom karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan jenuh dan ikatan tidak jenuh. Persenyawaaan yang mengandung ikatan tidak jenuh umumnya tersusun dari terpen.


(31)

Komponen lainnya terdiri dari persenyawaaan fenol, asam organik yang terikat dalam bentuk ester misalnya lakton, kumarin dan turunan furan misalnya quinin. (Ketaren, 1985).

2.5. Ikan

Ikan merupakan anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernafas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang sangat beraneka ragam. Lebih dari 27.000 jenis ikan di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya, ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha), ikan bertulang rawan (kelas Chondritchtyes), dan sisanya ikan tergolong bertulang (kelas Osteichthyes).

Ikan biasa ditemukan di hampir semua genangan air yang cukup besar baik air tawar, air payau, dan air asin pada kedalaman yang bervariasi, dari dekat permukaan sampai beberapa ribu meter dari permukaan. Ikan terdiri dari ikan air tawar dan air laut. Salah satu ikan dari air tawar adalah ikan nila. Keduanya adalah sumber protein yang sangat penting bagi pertumbuhan. Ikan mengandung 18% protein yang terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak pada waktu dimasak. Kandungan lemaknya 1 – 20% lemak yang mudah dicerna dan bisa langsung digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemaknya sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan pada masa pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol yang ada dalam darah (Hamid, 2010).

Minyak ikan merupakan jenis minyak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh paling tinggi dibandingkan dengan jenis minyak lainnya (Departemen Kesehatan RI, 1988). Minyak ikan terdapat pada daging ikan baik daging yang berwarna merah maupun putih, selain dalam daging, minyak juga terdapat dalam bagian tubuh ikan lain terutama hati dengan kadar yang beragam. Minyak ikan merupakan komponen lemak dalam jaringan tubuh ikan yang telah diekstraksi dalam bentuk minyak. Sampai saat ini, pengertian minyak/lemak atau lipida secara umum belum didefenisikan dengan pasti dan dapat diterima oleh semua

ilmuan. Sampai saat ini minyak ikan masih merupakan sumber asam lemak ω-3 utama (Estiasih, 2009). Ditinjau dari segi kesehatan, hal ini sangat menguntungkan terutama kandungan asam lemak omega-3 nya. Kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi menyebabkan minyak ikan menjadi kurang stabil, karena mudah mengalami oksidasi. Proses


(32)

oksidasi akan semakin meningkat dengan adanya panas, cahaya dan oksigen (Departemen Kesehatan RI, 1988).

Ikan mengandung lemak dengan persentase yang berbeda dan sebagian besar berupa lemak tidak jenuh yang memiliki beberapa ikatan rangkap. Lemak dengan ikatan rangkap demikian bersifat tidak stabil dan relatif mudah mengalami proses oksidasi. Selama penyimpanan, reaksi oksidasi yang terjadi akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berperan pada pembentukkan aroma, cita rasa dan penampakan. Oksidasi lemak merupakan penyebab utama penurunan kualitas pada ikan segar yang disimpan pada suhu rendah. Mikroba dan enzim yang dihasilkannya dapat berperan dalam proses ketengikan lemak, tetapi proses oksidasi lemak lebih dominan sebagai penyebab ketengikan (Liviawaty, 2010).

Ikan nila merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bentuk tubuh memanjang, pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Jenis ini merupakan ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan setelah ikan mas (Cyrprinus Carpio) dan telah dibudidayakan di lebih dari 85 negara. Saat ini, ikan ini telah tersebar ke Negara beriklim tropis dan subtropik, sedangkan pada wilayah beriklim dingin tidak dapat hidup dengan baik. Bibit nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Peneliti Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan (Dinas kelautan dan perikanan, 2010).

Kandungan gizi ikan nila per 100 gram daging yang dapat dimakan: Kadar air : 73,83 – 79,5

Protein : 19,53 – 18, 65

Lemak : 3,51 – 0,55

Abu : 0,91 – 1,30 (Nurjanah, dkk, 2011)

Klasifikasi ikan nila:

Kelas : Osteichthyes Sub-kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi


(33)

Famili : Cichli dae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila basah, nila merah (nirah) dan nila albino ( Sugiarto, 1988).

2.6. Oksidasi Lipida

Minyak dan lemak pada makanan memburuk melalui beberapa reaksi degredasi baik pada pemanasan dan penyimpanan jangka panjang. Proses kerusakan utama adalah reaksi oksidasi dan dekomposisi dari produk oksidasi yang mengakibatkan penurunanan nilai gizi dan kualitas sensorik. Dengan adanya proses-proses oksidasi adalah penting bagi produsen makanan dan untuk semua yang terlibat dalam seluruh rantai makanan dari pabrik ke konsumen. Oksidasi dapat dihambat oleh berbagai metode termasuk pencegahan akses oksigen, penggunaan suhu rendah, inaktivitas enzim mengkatalisis oksidasi, reduksi tekanan oksigen dan penggunaan kemasan yang cocok.

Reaksi spontan oksigen atmosfer dengan lipida, yang dikenal sebagai autoksidasi, adalah proses yang paling umum yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Asam lemak tak jenuh ganda memiliki potensi untuk membusuk oleh proses ini, apakah dalam bentuk asam lemak bebas atau dalam bentuk trigliserida (digliserida atau monogliserida) atau posfilipida.

Kerusakan minyak ikan akibat oksidasi selama proses pemurnian dapat dikurangi dengan penambahan antioksidan dan setiap jenis antioksidan menpunyai tingkat efektivitas kerja yang berbeda-beda. Penggunaan antioksidan, termasuk jenis dan konsentrasinya, harus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (1988). Jenis antioksidan yang diteliti adalah yang sering digunakan di Indonesia, sehingga memudahkan dalam penerapannya. Bila oksidasi dapat dicegah atau dikurangi dengan menggunakan antioksidan yang tepat, proses pemurnian diharapkan dapat menghasilkan minyak ikan bermutu baik dengan kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi. Usaha pemanfaatan minyak ikan yang mempertimbangkan keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, terutama


(34)

kandungan asam lemak omega-3 akan sangat bermanfaat, karena dapat menghasilkan produk sesuai dengan yang diinginkan.

Hampir semua tahapan pada pemurnian minyak ikan melibatkan panas dan dilakukan pada tempat yang memungkinkan kontak langsung dengan udara. Tahapan tersebut adalah degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi (Departemen Kesehatan RI, 1988).

2.6.1. Produk Oksidatif Lipida

Komponen dibentuk pada tahap awal autoksidasi adalah hidroperoksida, dan ini juga produk dibentuk pada oksidasi katalisis lipoksigenase. Meskipun hidroperoksida adalah tidak mudah menguap dan tidak berbau, namun senyawa tersebut relatif tidak stabil dan secara spontan dapat mendekomposisi atau dalam reaksi katalis membentuk senyawa aroma yang mudah menguap, yang aromanya tak sedap. Sifat aroma tak sedap terdeteksi terutama tergantung pada komposisi asam lemak dari substrat dan tingkat oksidasi, meskipun kondisi oksidasi juga dapat mempengaruhi senyawa mudah menguap yang dihasilkan dan sifat sensorik dari minyak teroksidasi. Contoh dari oksidatif aroma tak sedap adalah rasa kacang yang tidak enak pada minyak kedelai. Aroma amis yang berkembang di minyak ikan, dan aroma logam yang terdapat pada lemak susu. Aldehida umumnya berkontribusi untuk aroma tak sedap yang berkembang selama oksidasi lipida. Selain pengembangan rasa tengik, kerusakan oksidatif lipida dapat menyebabkan pemutihan disebut radikal bebas, yang dibentuk selama oksidasi lipida. Radikal bebas juga dapat menyebabkan pengurangan kualitas gizi melalui reaksi dengan vitamin, khususnya vitamin E, yang hilang dari makanan selama aksinya sebagai antioksidan.

Aroma tak sedap yang berkembang selama oksidasi lipida secara umum merupakan peringatan bahwa makanan tersebut tidak lagi dapat dimakan, meskipun hal ini tidak berlaku untuk suplemen lemak tak jenuh ganda yang diambil dalam bentuk kapsul. Ada beberapa kekhawatiran bahwa asupan berlebihan hidroperoksida lipida dapat menyebabkan efek merugikan kesehatan. Secara teori, jika hidroperoksida diserap konsumen yang merupakan potensial sumber radikal maka akan dapat menyebabkan kerusakan secara in vivo. Radikal bebas yang dihasilkan oleh dekomposisi hidroperoksida dapat menyebabkan kerusakan protein, enzim, atau DNA dan juga dapat menghasilkan karsinogen.


(35)

Hidroperoksida bisa terbentuk oleh autoksidasi, tetapi jalur alternatif adalah dengan tindakan dari enzim lipokgenase pada asam lemak tak jenuh ganda. Lipokgenase terjadi pada berbagai tanaman termasuk kedelai, jagung, kentang, tomat, mentimun, benih gandum dan biji barley. Ini adalah sangat penting dalam pengembangan rasa dan sayuran, tetapi pada tanaman biji minyak, aksi lipoksigenase sebelum dan selama ekstraksi minyak dapat menyebabkan hidroperoksida yang kemudian terurai untuk membentuk aroma tak sedap dalam minyak.

Hidroperoksida juga bisa terbentuk oleh foto-oksidasi jika cahaya bekerja pada lemak dengan kehadiran sebuah sensitizer. Namun, dekomposisi hidroperoksida adalah reaksi energi rendah untuk inisiasi autooksidasi, dan dekomposisi dari aroma tak sedap yang terbentuk biasanya merupakan karakteristik produk autooksidasi (Pokorny, 2001).

2.6.2. Mekanisme Autoksidasi

Sebagai reaksi radikal bebas, autoksidasi berlangsung dalam tiga langkah yang berbeda, (Gambar 2.4)

Inisiasi X• + RH R• + XH

Propagasi R• + O2 ROO•

ROO• + R-H ROOH + R’•

Terminasi ROO• + ROO• ROOR + O2

ROO• + R• ROOR

R• + R• RR

Inisiasi Sekunder ROOH RO• + •OH


(36)

Inisiasi pengkatalisis logam

Mn+ + ROOH RO• + -OH + M(n+1)+

M(N+1)+ + ROOH ROO• + H+ + M(N)+ Gambar 2.4. Mekanisme Autoksidasi Lipida

Langkah pertama adalah inisiasi dimana radikal lipida terbentuk dari lipida molekul. Abstraksi atom hidrogen oleh spesies reaktif seperti radikal hidroksil dapat menyebabkan inisiasi oksidasi lipida. Namun, dalam mnyak sering kali ada jejak hidroperoksida, yang mungkin telah dibentuk oleh aksi lipoksigenase sebelum dan selama ekstraksi minyak. Inisiasi sekunder dengan pemecahan homolitik dari hidroperoksida berlangsung pada energi reaksi yang relatif rendah dan biasanya reaksi inisiasi utama terdapat dalam minyak yang dimakan. Reaksi ini biasanya dikatalisis oleh ion logam.

Setelah inisiasi, reaksi propagasi terjadi dimana satu lipid radikal diubah menjadi berbeda lipida radikal. Reaksi ini umumnya melibatkan abstraksi atom hidrogen dari molekul lipida atau penambahan oksigen ke suatu alkil radikal. Entalpi reaksi tersebut relatif rendah dibandingkan dengan reaksi inisiasi, sehingga reaksi propagasi terjadi dengan cepat dibandingkan dengan reaksi inisiasi.

Pada tekanan atmosfer, reaksi radikal alkil dengan oksigen sangat cepat, sehingga konsentrasi radikal peroksi lebih tinggi dari radikal alkil. Abstraksi hidrogen terjadi secara istimewa pada atom karbon yang energi disosiasinya rendah. Karena energi disosiasi ikatan C-H dikurangi dengan tetangga fungsi alkena, maka abstraksi hidrogen terjadi paling cepat pada kelompok metilen antara dua kelompok alkena dalam asam lemak tak jenuh ganda (PUFA).

Para radikal yang terbentuk awalnya dari sebuah PUFA yang terdelokalisasi di lima atom karbon dari bagian 1,4-pentadienil, dan reaksi dengan oksigen terjadi secara istimewa dengan penambahan pada satu dari karbon akhir struktur ini. Ini mengarah pada pembentukkan 9 – dan 13-hidroperoksida dari asam linoleat seperti ditunjukkan pada (Gambar 2.5).


(37)

CH3CH2CH2CH2CH2CH=CH-CH2-CH=CH(CH2)7COOH

ROO● Asam Linoleat

CH3CH2CH2CH2CH2CH=CH-CH●-CH=CH(CH2)7COOH

Radikal linoleil

CH3CH2CH2CH2CH2CH●-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

O2

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

OO● Radikal peroksil

RH

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

OOH 13-hidroperoksida

Gambar 2.5. Pembentukkan 13-hidroperoksida dari asam Linoleat (Senyawa 9-hidroperoksida merupakan produk utama yang terbentuk melalui jalur seperti diatas) (Ketaren, 1985).

2.7. Antioksidan

Antioksidan dalam makanan dapat didefinisikan sebagai zat yang mampu menunda, memperlambat atau mencegah pengembangan ketengikan dan rasa dalam makanan atau kerusakan lainnya akibat oksidasi. Antioksidan menunda pengembangan aroma tak sedap dengan memperpanjang masa induksi. Penambahan antioksidan setelah akhir priode ini cenderung tidak efektif dalam memperlambat pengembangan ketengikan (Pokorny, 2001).

Sejak perang dunia telah dikenal kurang lebih sebanyak 500 macam persenyawaan kimia yang mempunyai aktivitas antioksidan dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidasi. Pertama kali bahan kimia tersebut ditambahkan untuk menghambat kerusakan oleh oksidasi pada karet, gasoline, plastik atau bahan non pangan lainnya, dan belum digunakan dalam bahan pangan karena pada saat itu belum diketahui seberapa jauh pengaruh racun yang mungkin dapat ditimbulkan. Pada saat


(38)

sekarang, antioksidan tersebut telah banyak digunakan atau ditambahkan kedalam lemak atau bahan pangan berlemak.

Berdasarkan penelitian Food Laboratoris of Eastman Chemical Product Inc, telah diketahui efektivitas beberapa jenis antioksidan, sifat sinergis dari posfolipid, serta pengaruh asam sitrat dan asam posfat terhadap aktivitas antioksidan pada kondisi tertentu. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi yaitu: 1) pelepasan hidrogen dan antioksidan, 2) pelepasan elektron dari antioksidan, 3) adisi lemak kedalam cincin aromatik pada antioksidan, dan 4) pembentukkan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan.

Bahan kimia yang dapat mempercepat oksidasi atau sebagai pengoksidasi adalah salah satunya peroksida. Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif lemak segar, dan dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan asam perasid dapat mempercepat proses oksidasi (Ketaren, 1985). Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan diklasifikasikan dalam tiga tipe antioksidan, yaitu:

1. Primary Antioksidan (Antioksidan utama/ Antioksidan Primer) Termasuk:

- SOD (Superoxide Dismutase) - GPX (Glutathion Perokxide)

- Metalbinding protein seperti Ferrtin atau Ceruloplasmin

Antioksidan primer ini bekerja untuk mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal bebas.


(39)

2. Secondary Antioksidan (Antioksidan Kedua/ Antioksidan Sekunder)

Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh: antioksidan sekunder: vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin.

3. Tertiary Antioksidan (Antioksidan Ketiga/ Antioksidan Tersier)

Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah mentionin sulfoksidan reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker (Kosasih, 2004).

Spesi oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida (H2O2), anion radikal superoksida

(O2●) dan radikal hidroksil (OH●) dapat terbentuk oleh karena adanya cahaya, logam, panas, radiasi ionisasi, beberapa reaksi kimia, proses metabolis dan penuaan. Spesi yang reaktif ini berperan dalam perubahan sitotoksitas dan metabolik tubuh seperti penyimpanan kromosom, oksidasi lipida protein, perubahan pada morfologi jaringan otak pada hewan dan manusia, serta juga terlibat dalam perkembangan beberapa penyakit seperti kanker, jantung koroner, diabetes dan lain sebagainya (Moskovitz, et al., 2002).

Minyak atsiri telah dikenal luas penggunaannya sebagai bahan pengawet pada industri makanan dan dapat diterima konsumen karena berasal dari alam. Namun demikian, aplikasi minyak atsiri masih terbatas mengingat pertimbangan flavour yang dibawanya dan efektifitasnya yang tidak terlalu tinggi oleh karena interaksinya dengan komponen-komponen yang terdapat dalam makanan (Skandamis et al., 2001).

Beberapa tumbuh-tumbuhan terutama yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan merupakan sumber senyawa fenolik dan telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik. Salah satu tumbuhan bumbu yang memiliki sifat antioksidan yang baik adalah jahe (Zingiber officinalis), beberapa peniliti telah melakukan penelitian inkorporasi minyak atsiri yang bersifat antioksidan kedalam edible packaging sama dengan permasalahan penambahan antimikroba. Pelepasan bahan aktif dan pengaruh penambahannya terhadap sifat mekanis, daya penghambatan, dan sifat optis edible packaging memperbaiki sifat permeabilitas uap air filmnya oleh karena fraksi yang mengandung gugus hidrofobik semakin meningkat (Sanchez-Gonzalez et al., 2011).


(40)

2.7.1. Pengaruh Antioksidan terhadap Oksidasi

Antioksidan dapat menghambat atau memperlambat oksidasi dalam dua cara: baik dengan peredaman radikal bebas, dalam hal ini senyawa tersebut digambarkan sebagai antioksidan primer, atau dengan mekanisme yang tidak melibatkan peredaman radikal bebas langsung, dalam hal ini senyawa tersebut adalah antioksidan sekunder. Antioksidan primer termasuk senyawa fenolik. Komponen ini diasumsikan selama periode induksi. Antioksidan sekunder beroperasi dengan berbagai mekanisme termasuk mengikat ion logam, peredaman oksigen, mengubah hidroperoksida untuk spesi non-radikal menyerap radiasi UV atau menonaktifkan oksigen singlet (Pokorny, 2001).

2.7.2. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan DPPH Radikal Bebas

Peredaman radikal merupakan suatu mekanisme utama dari antioksidan yang berperan dalam makanan. Beberapa metode yang telah dikembangkan dalam perhitungan nilai aktivitas antioksidan oleh peredaman radikal sintetis dalam pelarut organik polar, pada suhu kamar. Yang dipergunakan yakni radikal 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl/ DPPH dan 2,2’-azino-bis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulphonic acid)/ ABTS.

Dalam pengujian DPPH, peredaman radikal-radikal DPPH diikuti dengan memantau penurunan absorbansi yang disebabkan karena reduksi oleh antioksidan (AH) atau reaksi dengan spesi radikal (R●).

DPPH• + AH DPPH-H + A•

DPPH•+ R• DPPH-R

Reaksi cepat terjadi pada radikal DPPH dengan beberapa senyawa fenolik, tetapi reaksi selanjutnya lambat yang disebabkan terjadinya penurunan absorbansi. Oleh karena itu, keadaan dasar tidak akan tercapai untuk beberapa jam. Kebanyakan dokumentasi untuk penggunaan metode DPPH adalah peredaman 15 atau 30 menit waktu reaksi. Hasil yang dituliskan berupa IC50, yang merupakan suatu konsentrasi sampel antioksidan yang diuji

mampu melakukan peredaman 50% terhadap radikal DPPH dalam jangka waktu tertentu (Pokorny, 2001).


(41)

Senyawa polisakarida yang telah diuji antioksidannya oleh peneliti sebelumnya yaitu galaktomanan dari biji aren kolang-kaling (Arenga pinnata) melalui peredaman radikal bebas dengan nilai IC50 adalah 22,109 mg/mL (Tarigan, 2012).

2.8. Ekstraksi Lipida

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction (Ketaren, 1985).

Lipida dalam hal sifat terkait dengan molekul lain melaui: (a) interaksi Van der Waals

Contoh : interaksi beberapa lipida dengan protein (b) ikatan elektrostatis dan hiderogen

Terutama antara lipida dengan protein

(c) ikatan kovalen antara lipida, karbohidrat dengan protein

Karena itu, untuk memisahkan dan mengisolasi lipida dari matriks seluler yang kompleks, penanganan secara kimia dan fisis yang berbeda harus diberikan. Ketidaklarutan dalam air secara umum digunakan untuk pemisahan lipida dari komponen lainnya. Ekstraksi lengkap mungkin memerlukan waktu ekstraksi yang lama atau seri atau kombinasi pelarut sehingga lipida dapat dilarutkan dari matriks. Perosedur dalam ekstraksi lipida dari jaringan hewan atau tumbuhan biasanya meliputi beberapa langkah :

(a) penyediaan sampel, yang meliputi: pengerinagan , pengecilan ukuran atau hidrolisis (b) homogenisasi jaringan dengan adanya pelarut

(c) pemisahan cairan (organik dan larutan) dan fase padat (d) penghilangan kontaminasi non-lipida

(e) penghilangan pelarut dengan pengeringan dari ekstrak

Untuk mencegah atau memperlambat kerusakan oksidatif pada makanan, antioksidan banyak digunakan sebagai aditif dalam lemak dan minyak, dan dalam pengolahan makanan (Akoh, 2002).


(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Gelas Erlenmeyer 1000 mL Pyrex

Gelas Erlenmeyer 2000 mL Pyrex

Labu alas 1000 mL Pyrex

Gelas ukur 250 mL Pyrex

Gelas ukur 10 mL Pyrex

Labu takar 100 mL Pyrex

Labu takar 50 mL Pyrex

Labu takar 500 mL Pyrex

Beaker glass 500 mL Pyrex

Corong Pisah 500 mL Pyrex

Labu Rotarievaporator 500 mL Pyrex

Blender National Super

Botol Akuades

Kondensor bola Pyrex

Kondensor Biasa Pyrex

Alat vakum Fison

Statif dan Klem

Neraca analitis Shimadzu

Hotplate stirer Fisons

Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

Rotarievaporator Heidolph


(43)

Termometer 210oC Fisons

Corong Pyrex

Alat soklet Pyrex

Spatula

Tabung reaksi Pyrex

Pipet tetes Desikator Teflon

Alat Sentrifugasi Open Blower

Plat Kaca 13×13 cm

Pipet volume 1 mL pyrex

3.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Rimpang Jahe

Etanol p.a E’merck

N-heksan p.a E’merck

Kolang-kaling

Natrium Sulfat Anhidrous Akuades

Monogliserololeat Gliserol

Isopropanol

Asam asetat glasial Kloroform

KI jenuh

Na2S2O3 0,0036N


(44)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Ekstrak 1) dengan Metode Hidrodestilasi Menggunakan Alat Stahl

Sebanyak 750 gram rimpang jahe dimasukkan kedalam labu destilasi 1000 ml ditambahkan air suling sebanyak 200 ml, dipasang pada alat stahl. Kemudian dipanaskan selama 5 jam. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak atsiri rimpang jahe dan air, dipisahkan kemudian pada minyak atsiri jahe ditambahkan Na2SO4 anhidrat. Minyak atsiri rimpang jahe

(ekstrak 1) yang diperoleh disimpan pada suhu 4oC hingga penggunaan selanjutnya kemudian dianalisis komponen kimianya dengan GC-MS.

3.3.2. Pembuatan Ekstrak Etanol Ampas Rimpang Jahe Kering (Ekstrak 2)

Ampas rimpang jahe dikeringkan pada oven Blower dengan suhu 35oC selama 2 hari. Sebanyak 25 gram ampas rimpang jahe kering diblender hingga halus sehingga dihasilkan serbuk ampas jahe kering, kemudian di sokletasi dengan 150 mL pelarut etanol 96% selama 5 jam. Setelah itu, dilakukan perulangan soklet selama 3 jam kembali dengan 125 mL etanol 96%. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotarievaporator dan dikeringkan pada oven blower dengan suhu 35o C sampai diperoleh ekstrak pekat kering (ekstrak 2).

3.3.3. Uji Sifat Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 (Ramawasmy, 2011) 3.3.3.1. Pembuatan Larutan DPPH

Larutan DPPH 0,3 mM dibuat dengan melarutkan 11,85 mg serbuk DPPH dalam etanol p.a pada labu takar 100 mL, kemudian dihomogenkan.


(45)

3.3.3.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

Ekstrak 1 dibuat larutan induk 1000 ppm : dengan melarutkan 0,025 g dengan pelarut etanol dalam labu takar 25 mL. Kemudian dari larutan induk dibuat lagi variasi konsentrasi larutan 25, 50, 125, 250 ppm untuk diuji aktivitas antioksidannya. Dilakukan perlakuan yang sama untuk membuat variasi ekstrak 2.

3.3.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan a. Uji Larutan Blanko

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 mL etanol, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu, diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum = 518 nm.

b. Uji Sampel

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 mL sampel, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu, diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum = 518 nm.

(sampel yang dipakai : ekstrak 1 dan ekstrak 2).

3.3.4. Pembuatan Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstark 1 dan Ekstrak 2

Sebanyak 0,9 gram galaktomanan dilarutkan dengan 50 mL akuades, ditambahkan 0,5 gram ekstrak 1, 0,6 gram monogliserololeat, dan 0,2 gram gliserol dalam 100 mL larutan pada labu takar 100 mL, kemudian diaduk selama 2 jam dengan magnetik stirer, lalu dituang sebanyak 75 mL ke plat kaca berukuran 13×13 cm, setelah itu dikeringkan pada oven Blower selama 20 jam pada suhu 35oC. Dengan prosedur yang sama dilakukan untuk ekstrak 2.


(46)

3.3.5. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

3.3.5.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila

Sebanyak 400 gram daging ikan Nila dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, lalu dihaluskan, kemudian dipisahkan menjadi 4 bagian sampel, sampel yang pertama sebanyak 100 gram daging ikan nila kondisi segar tanpa penyimpanan (S1), sampel yang kedua sebanyak 100

gram daging ikan nila disimpan selama 5 hari pada suhu penyimpanan 4oC (S2), sampel

ketiga sebanyak 100 gram daging ikan nila dilapisi dengan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak 1 kemudian disimpan selama 5 hari pada suhu ± 4oC (S3) dan

sampel keempat sebanyak 100 gram daging ikan nila dilapisi dengan edible film yang diinkorporasi dengan ekstrak 2 kemudian disimpan selama 5 hari pada suhu ± 4oC (S4),

kemudian dilakukan ekstraksi lipida.

3.3.5.2. Ekstraksi Minyak Sampel Daging Ikan Nila (Hara, 1978)

Sebanyak 100 gram sampel daging ikan nila yang telah dipreparasi (S1) diblender dengan

penambahan 400 mL heksana : isopropanol (3:2). Campuran diblender selama 2 menit. Kemudian suspensi difiltrasi dengan penyaring Buchner hingga residu menjadi kering. Residu kembali diblender dengan 180 mL heksana : isopropanol (3:2) selama 1 menit, disaring dan residu yang diperoleh dicuci lagi dengan 150 mL heksana : isopropanol (3:2), disaring. Filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan pada corong pisah. Kemudian dicampurkan dengan penambahan 80 mL larutan Na2SO4 6,67% dan dihomogenkan selama 1 menit,

didiamkan dan dipisahkan. Lapisan atas ditambahkan dengan 5 gram Na2SO4 anhidrous,

disaring dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator. Ditimbang minyak yang diperoleh.

Dengan prosedur yang sama seperti diatas dilakukan untuk sampel “S2, S3, dan S4”.

Kemudian minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi sampel “S1” dilakukan uji GC

sedangkan yang diperoleh dari hasil ekstraksi “S2, S3, dan S4” dianalisis dengan


(47)

3.3.5.3. Penentuan Bilangan Peroksida

Sebanyak 0,5 gram sampel minyak ikan (hasil ekstraksi dari sampel daging ikan nila S1, S2,

S3, dan S4) dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 30 mL

campuran larutan asam asetat glasial-kloroform dengan perbandingan (3:2). Setelah itu, ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh, ditutup dan dikocok selama ± 2 menit. Kemudian ditambahkan 30 mL air suling dan dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 0,0036N hingga larutan

kuning pucat, ditambahkan 1 mL indikator amilum 1% yang kemudian dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,0036N sampai warna yang terbentuk hilang, dihitung dan dicatat volume


(48)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Ekstrak 1) dengan Metode Hidrodestilasi Menggunakan Alat Stahl

750 gram rimpang jahe yang telah dirajang

Dimasukkan ke dalam labu destilasi 1000 mL

Ditambahkan 200 mL air suling Dirangkai pada alat sthal Dipanaskan selama 5 jam

Minyak atsiri rimpang jahe

Dimasukkan ke dalam botol vial

Ditambahkan Na2SO4

anhidrous Didekantasi

Ditimbang Ditutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin

Diinkorporasi pada galaktomanan Destilat

Residu (ampas) rimpang jahe + Air


(49)

3.4.2. Pembuatan Ekstrak Etanol Ampas Rimpang Jahe (Ekstrak 2)

ampas rimpang jahe basah

Dikeringkan pada oven blower pada suhu 35oC selama 2 hari serbuk ampas jahe kering

Disokletasi dengan menggunakan 150 mL pelarut etanol 96% selama 5 jam

Filtrat II

Dirotarievaporator

ekstrak etanol rimpang jahe kering (ekstrak 2) Ditimbang

Diinkorporasi pada galaktomanan

Diblender halus sebanyak 25 gram

filtrat 1 residu 1

Disoklet kembali dengan 125 mL etanol

96% selama 3 jam

residu II


(50)

3.4.3. Uji Sifat Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 3.4.3.1. Pembuatan Larutan DPPH

11,85 mg serbuk DPPH

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

dihomogenkan


(51)

3.4.3.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

0,025 gram sampel

dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL

ditambahkan dengan pelarut (yang sesuai dengan sampel) hingga garis tanda

dihomogenkan

25 mL larutan induk 1000 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

ditambahkan dengan pelarut ( yang sesuai dengan sampel) hingga garis tanda

dihomogenkan

100 mL larutan 250 ppm

dibuat variasi 125 ppm dan 50 ppm

dipipet 5 mL dengan pipet volum dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL ditambahkan dengan pelarut (yang sesuai dengan sampel) hingga garis tanda

dihomogenkan

25 mL larutan 50 ppm dipipet 12,5 dengan pipet volum

dimasukkan kedalam labu takar 25 mL ditambahkan dengan pelarut (yang sesuai dengan sampel) hingga garis tanda dihomogenkan

25 mL larutan 125 ppm

dipipet 5 mL dengan pipet volum dimasukkan kedalam labu takar 25 mL

ditambahkan dengan pelarut (yang sesuai dengan sampel)hingga garis tanda

dihomogenkan


(52)

3.4.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan (Ramawasmy, 2011)

a. Uji Larutan Blanko

1 mL larutan DPPH 0,3 mM

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 mL etanol p.a dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum = 518 nm

Hasil

b. Uji Sampel

1 mL DPPH 0,3 mM

ditambahkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 mL sampel

dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum = 518 nm


(53)

3.4.4. Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

0,9 gram galaktomanan

Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Dilarutkan dengan 50 akuades dalam 100 mL larutan Ditambahkan 0,5 gram ekstrak 1

Ditambahkan 0,6 gram monogliserololeat Ditambahkan 0,2 gram gliserol

Diaduk selama 2 jam dengan magnetik stirer

Dituangkan sebanyak 75 mL ke plat kaca berukuran 13 x 13 cm Dikeringkan pada oven blower selama 20 jam pada suhu 35oC

Edible Film

Dilakukan prosedur yang sama untuk ekstrak 2 Aplikasi pada Daging Ikan Nila


(54)

3.4.5. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila (Oroechromis Niloticus)

3.4.5.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila

400 g daging ikan nila dibersihkan dipotong kecil-kecil dihaluskan

dipisahkan menjadi 4 bagian sampel

100 g daging ikan nila

sampel S1

disimpan selama 5 hari pada suhu 4oC

dilapisi dengan

edible film

disimpan selama 5

sampel S 2

hari pada suhu 4oC

100 g daging ikan nila 100 g daging ikan nila 100 g daging ikan nila

galaktomanan

dilapisi dengan

edible film

galaktomanan ekstrak 2 disimpan selama 5

hari pada suhu 4oC sampel S3 sampel S4

ekstrak 1


(55)

sampel S1

ditambahkan 400 ml n-heksana : isopropanol (3:2) diblender selama 2 menit

larutan suspensi

disaring dengan corong Buchner

residu I

ditambahkan 180 ml n-heksana : isopropanol (3:2) selama 1 menit

disaring dengan corong Buchner residu II

dicuci dengan 150 ml n-heksana: isopropanol (3:2) selama 1 menit

disaring dengan corong Buchner

filtrat I

filtrat II

filtrat bening kekuningan


(56)

filtrat bening kekuningan

dimasukkan kedalam corong pisah

ditambahkan dengan 80 mL larutan Na2SO4 6,67% dihomogenkan selama 1 menit

didiamkan dipisahkan

lapisan bawah

(bening) lapisan tengah(bening keruh)

dipindahkan kedalam Erlenmeyer

ditambahkan 5 gram Na2SO4 anhidrous

disaring

residu filtrat bening kekuningan

dipekatkan dengan alat rotarievaporator

ditimbang

minyak ikan lapisan atas

(bening kekuningan)

Dengan prosedur yang sama dilakukan untuk sampel "S2, S3, dan S4

Minyak hasil ekstraksi dari sampel S1 dilakukan analisa GC


(57)

3.4.5.3. Penentuan Bilangan Peroksida

0,5 gram minyak sampel S2

dimasukkan kedalam Erlenmeyer ditambahkan 30 mL asam asetat glasial : kloroform (3:2)

ditambahkan 0,5 KI jenuh ditutup

dikocok selama 2 menit ditambahkan 30 mL aquadest dititrasi dengan Na2S2O3 0.0036 N

larutan kuning pucat

ditambahkan 1 mL indikator amilum 1 % dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,0036 N

larutan bening

dicatat volume Na2S2O3 0,0036 N yang terpakai

dihitung bilangan peroksida Hasil


(58)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Segar (Ekstrak 1)

Minyak atsiri jahe segar (ekstrak 1) diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat stahl. Proses ini dilakukan secara triplo. Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Minyak Atsiri Jahe Segar yang Diperoleh dengan Metode Hidrodestilasi

Parameter

Hasil Destilasi

Rata-rata

I II III

Berat minyak (g) Kadar minyak (%)

0,74 0,097

0,75 0,1

0,71 0,095

0,73 0,097 Keterangan : berat sampel (jahe gajah segar) sebesar 750 gram

Minyak atsiri yang diperoleh dianalisis komponen senyawa kimianya dengan GC-MS dan hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.2 dan kromatogram pada lampiran 1. Pada kromatogram tersebut terdapat 41 komponen senyawa kimia pada minyak atsiri jahe segar dimana komponen senyawa-senyawa tersebut disesuaikan dengan data Library Wiley 229.


(59)

Hasil interpretasi menunjukkan komponen-komponen kimia senyawa atsiri utama (>3%) pada jahe segar seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Komponen Senyawa Kimia Minyak Atsiri Jahe Segar (ekstrak 1)

Peak Waktu retensi Kandungan (%) Senyawa yang mungkin

27 17,952 20,21 Geranial

12 9,914 14,87 1,8-Sineol

24 16,944 14,23 Neral

6 7,250 12,32 Kamfen

5 6,723 4,26 Beta Ocimene

9 8,428 3,21 Beta Myrcene

33 24,100 3,00 Zingiberen

4.1.2. Hasil Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe Kering dengan Metode Sokletasi (Ekstrak 2)

Ampas jahe sisa hidrodestilasi dikeringkan dioven blower pada suhu 35oC selama 2 hari. Ampas jahe yang telah kering diekstraksi dengan etanol 96% sebanyak 150 mL dengan alat soklet, secara triplo. Ekstrak tersebut dipekatkan dengan alat rotarievaporator dan dikeringkan pada oven Blower dengan suhu 35oC sehingga diperoleh hasil dalam bentuk jeli yang berwarna cokelat dan dihitung persentasenya. Hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe Kering (Ekstrak 2)

Parameter

Hasil Sokletasi

Rata-rata

I II III

Berat ekstrak kering (g) Kadar ekstrak kering (%)

4,2 12

4,1 11,7

4,0 11,4

4,1 11,7 Keterangan: berat sampel (serbuk ampas jahe kering) sebanyak 5 gram


(60)

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

Uji aktivitas antioksidan ekstrak 1 dan ekstrak 2 dilakukan dengan metode DPPH radikal bebas untuk memperoleh nilai IC50, dengan mengamati perubahan absorbansi DPPH

menggunakan alat spekstrofotometer UV-Visible (Absorbansi yang diukur pada Lampiran 2) pada panjang gelombang maksimum 518 nm. Hasilnya ditunjukkan pada table 4.4.

Tabel 4.4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2.

Parameter

Sampel

Ekstrak I Ekstrak II

IC50 (μg/mL) 1.363, 298 1.124, 464

4.1.4. Hasil Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

Hasil pembuatan edible film dari 0,9 g galaktomanan yang diinkorporasi dengan 0,5 g ekstrak 1, 0,6 g gliserol dan 0,2 g monogliserololeat ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 4.1. Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1


(61)

Hasil pembuatan edible film dari 0,9 g galaktomanan yang diinkorporasi dengan 0,5 g ekstrak 2, 0,6 g gliserol dan 0,2 g monogliserololeat di tunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 4.2. Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 2

4.1.5. Hasil Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

Ekstraksi minyak daging ikan nila dilakukan dengan metode Hara (Hara, 1978). Sebanyak 100 g daging ikan nila dilapisi dengan edible film yang diinkorporasi dengan ekstrak 1 dan ekstrak 2, kemudian disimpan selama 5 hari pada suhu 4oC. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut n-heksana : isopropanol (3 : 2). Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Ekstraksi Minyak dari Sampel Daging Ikan Nila

Parameter

Sampel Daging

S1 S2 S3 S4

Berat Minyak (g) Kadar Minyak (%)

3.674 0,037

3,866 0,039

3,756 0,038

3,755 0,038 Keterangan :


(62)

S1 = Daging Ikan Nila Segar

S2 = Daging ikan nila (penyimpanan 5 hari pada suhu 4oC)

S3= Daging ikan nila dilapis edible film galaktomanan + ekstrak 1 (penyimpanan 5 hari pada

suhu 4oC)

S4= Daging ikan nila dilapis edible film galaktomanan + ekstrak 2 (penyimpanan 5 hari pada

suhu 4oC)

Minyak yang diperoleh dari ekstraksi sampel daging ikan nila yang dilapisi edible film yang diinkorporasi dengan ekstrak 1 dan ekstrak 2 maupun tanpa dilapisi edible film yang bersifat antioksidan “S2, S3, dan S4“ diuji bilangan peroksida dengan metode titrasi iodometri

(Tabel 4.6) dan FT-IR (Lampiran 5-7).

Tabel 4.6. Hasil Penentuan Bilangan Peroksida Minyak Sampel Daging Ikan Nila dengan Metode Iodometri

Parameter

Sampel

S2 S3 S4

Bilangan peroksida (meq/kg)

15,12 12,38 11,88

Berdasarkan analisis FT-IR pada sampel minyak dari S2, diperoleh puncak serapan

yang sekaligus menunjukkan %Transmitansi puncak. Adapun %Transmitansi untuk puncak gugus hidroperoksida (-OH) dari hasil ekstraksi minyak S2 adalah 94, 48. Sedangkan pada S3

dan S4 puncak serapan dan %Transmitansi (-OH) tidak muncul pada daerah bilangan


(63)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Isolasi Minyak Atsiri Jahe Segar (Ekstrak 1)

Isolasi minyak atsiri jahe segar (ekstrak 1) dilakukan secara hidrodestilasi menggunakan alat stahl. Berat ekstrak 1 diperoleh sebanyak 0,73 g (0,097%). Ekstrak 1 yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan GC-MS yang disesuaikan dengan library wiley 229, maka diperoleh komponen utama dari ekstrak 1 (>3%) yaitu geranial (20,21%), 1,8 sineol (14,87%), neral (14,23%), kamfen (12,32%), beta-ocimene (4,26%), myrcene (3,21%), sedangkan zingiberen hanya (3,00%).

Hasil yang diperoleh sedikit berbeda dengan hasil yang diperoleh oleh peneliti sebelumnya (Tantono, 2012), yaitu minyak atsiri jahe gajah segar yang diperoleh secara hidrodestilasi yang dianalisis dengan GC-MS. Komponen–komponen utama yang ditemukan antara lain: geranial (13,97%), 1,8 sineol (12,06%), neral (10,94%), kamfen (8,63%), dan zingiberen (6,17%). Komponen utama sama-sama senyawa geranial hanya saja persentasenya lebih banyak jahe segar dibandingkan dengan jahe gajah segar, tetapi senyawa zingiberen lebih sedikit pada minyak atsiri jahe segar, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, seperti asal sampling, jenis sampling, pengolahan, suhu, iklim dan metodologi analitis secara keseluruhan dapat berkontribusi pada variasi yang ditemukan dalam komposisi minyak atsiri (Zachariah, 2008; Padalia, 2011).


(1)

Nilai IC50 :

50 = 0,04483X – 0,40975 X = 50,40975

0,04483 = 1.124,464 μg/mL

Jadi IC50 = 1.124,464 ppm

Grafik % Peredaman Vs Konsentrasi dari Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Ampas Jahe Kering (Ekstrak 2) terhadap DPPH Radikal Bebas

y = 0.044x - 0.410 R² = 0.991

-2 0 2 4 6 8 10 12

0 50 100 150 200 250 300


(2)

Lampiran 4. Penentuan Bilangan Peroksida (Sudarmadji,1989)

Bilangan Peroksida = volume Na2S2 03 x Normalitas Na2S2 03 x 1000

0,5 gr

Normalitas Na2S2O3 yang terpakai = 0,0036N

Bilangan Peroksida dari Minyak Daging Ikan Nila (penyimpanan 5 hari) /S2

Bilangan peroksida = 2,1 x 0,0036 x 1000

0,5 = 15,12 meg/kg

Bilangan Peroksida dari Minyak Daging Ikan Nila (dilapis edible film Galaktomanan Diinkorporasi dengan Minyak Atsiri Jahe Gajah, penyimpanan 5 hari) / S3

Bilangan peroksida = 1,72 x 0,0036 x 1000

0,5 = 12,384 meg/kg

Bilangan Peroksida dari Minyak Ikan Nila (dilapis edible film Galaktomanana yang Diinkorporasi dengan Ekstrak Etanol Ampas Jahe Gajah (ekstrak 2), penyimpanan 5 hari) / S5

Bilangan peroksida = 1,65 x 0,0036 x 1000


(3)

Lampiran 5. Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S2”

___ Mawar Minyak ikan 28122013


(4)

Lampiran 6.Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S3”

Name Description

___ Minyak Ikan (EF1)Mawar

15012014

Sample 021 By Administrator Date Wednesday, January 15 2014


(5)

Lampiran 7. Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S4”

Name Description

___ Mawar Minyak Ikan (EF2)

27122013


(6)

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

3 49 97

Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

1 51 97

Pengaruh Pemberian Ekstrak Metanol Rimpang Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Plasma dan Otot Gastroknemius Mencit Sebelum Latihan Fisik Maksimal

1 39 73

Pembuatan Edibel Film Yang Bersifat Antimikroba dan Antioksidan dari Galaktomanan Kolang-Kaling (Arenga pinnata) dan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinalle)

0 3 95

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Edible Film - Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

0 1 21

Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

0 0 28

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMPONEN MINYAK ATSIRI BAHAN SEGAR DAN EKSTRAK ETANOL DARI AMPAS RIMPANG JAHE GAJAH SERTA APLIKASI TERHADAP DAGING IKAN NILA SKRIPSI EDY TANTONO

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Aktivitas Antioksidan Komponen Minyak Atsiri Bahan Segar Dan Ekstrak Etanol Dari Ampas Rimpang Jahe Gajah Serta Aplikasi Terhadap Daging Ikan Nila

0 0 28

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMPONEN MINYAK ATSIRI BAHAN SEGAR DAN EKSTRAK ETANOL DARI AMPAS RIMPANG JAHE GAJAH SERTA APLIKASI TERHADAP DAGING IKAN NILA SKRIPSI EDY TANTONO

0 0 14