dan bagaimana hal tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjangnya.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa fungsi budaya perusahaan adalah memberi rasa identitas bagi suatu anggota organisasi yang
membedakannya dengan anggota organisasi yang lain, mempermudah munculnya komitmen bersama, meningkatkan stabilitas sistem sosial serta mengarahkan sikap
dan perilaku karyawan sesuai dengan yang diharapkan perusahaan.
5. Pembentukan Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan tidak muncul begitu saja, namun melalui suatu rangkaian proses pembentukan. Budaya perusahaan terbentuk banyak ditentukan
oleh beberapa hal antara lain lingkungan usaha, nilai-nilai yang merupakan konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi, panutan atau keteladanan, acara-
acara ritual yang selalu diadakan perusahaan untuk menghargai karyawannya, jaringan komunikasi informal dalam perusahaan yang menjadi penyebaran nilai-
nilai budaya organisasi. Tiga kekuatan penting dalam mempertahankan budaya perusahaan adalah praktek seleksi, tindakan manajemen puncak, dan metode
sosialisasi Robbins, 2001, h.255.
Gambar 1. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi Sumber: Robbins, 2001, h. 262
Filsafat dari pendiri
organisasi Kriteria
seleksi Manajemen
Puncak
Sosialisasi Budaya
Organisasi
Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan,
dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu perusahaan. Disamping itu proses seleksi juga memberikan informasi mengenai
perusahaan, jika tidak terjadi kesesuaian nilai yang dianut pelamar dengan perusahaan pelamar dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar.
Manajemen puncak juga mempunyai dampak besar terhadap pembentukan budaya perusahaan. Melalui perkataan ataupun perbuatan mereka, eksekutif akan
menegakkan norma-norma yang akan merembes kebawahnya.
Gambar 2. Suatu Model Sosialisasi Sumber: Robbins, 2001, h. 260
Dalam upaya pembentukan budaya organisasi, dilakukan proses penyesuaian yang dikenal dengan sosialisasi. Menurut Robbins 2001, h.259
proses sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap:
a. Tahap pertama merupakan tahap pra kedatangan, terjadi sebelum seorang
karyawan bergabung dengan perusahaan tersebut. Prakedatangan
Perjumpaan Metamorfosis
Produktifitas Komitmen
Kecenderungan kurangnya karyawan
yang keluar Proses Sosialisasi
Hasil
b. Tahap kedua, karyawan baru tersebut melihat seperti apakah perusahaan itu
sebenarnya dan menghadapi kemungkinan harapan dan kenyataan yang berbeda.
c. Tahap ketiga, terjadi perubahan yang relatif tahan lama akan terjadi.
Karyawan baru tersebut menguasai ketrampilan yang diperlukan untuk pekerjaannya, dengan berhasil melakukan perannya.
Senada dengan Robbins, Feldman dalam Kreitner dan Kinicki, 2002, h. 84, menawarkan tiga fase sosialisasi yang dapat meningkatkan pemahaman yang
lebih mendalam terhadap budaya perusahaan. Fase-fase tersebut adalah : a.
Fase Pendahuluan Anticipatory. Fase ini terjadi sebelum individu masuk ke dalam perusahaan. Individu mengumpulkan informasi mengenai perusahaan
yang akan dimasuki.
b.
Fase Pertemuan Encounter. Pada fase ini individu baru saja memasuki perusahaan. Nilai-nilai, keahlian dan sikap-sikap mulai berubah seiring
dengan pengetahuan mengenai keadaan yang sebenarnya di perusahaan. Individu mencari kejelasan dan belajar tentang perannya baik dalam
organisasi maupun dalam kelompok-kelompok yang berhubungan dengan perannya.
c.
Fase Change and Acquisition. Individu menguasai keahlian dan perannya serta beradaptasi terhadap nilai dan norma kelompok kerja. Persaingan tuntutan
peran dapat diselesaikan dan norma-norma kelompok telah terinternalisasi. Proses sosialisasi di atas dapat menghasilkan perilaku dan hal-hal yang
bersifat afektif yang dapat digunakan untuk menilai seberapa baik individu telah
menyesuaikan diri dengan budayanya. Hasil yang berupa perilaku seperti, individu menunjukkan peran yang tetap, bertahan dalam perusahaan serta
spontanitas dalam inovasi dan kerjasama. Hasil yang bersifat afektif, seperti adanya kepuasan, termotivasi secara internal dan keterlibatan kerja yang tinggi.
Sosialisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kinerja karyawan bergantung pada tingginya tingkat pengetahuannya akan apa yang harus atau tidak harus
dikerjakan. Memahami cara yang benar untuk melakukan suatu pekerjaan menunjukkan sosialisasi yang benar.
Menurut Robbins 2001, h. 260, proses sosialisasi telah selesai diantaranya ditandai dengan adanya penerimaan oleh rekan kerja sebagai seorang
individu yang dihargai dan dipercaya, merasa yakin bahwa individu mempunyai kompetensi untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan sukses dan memahami
sistem, seperti aturan, prosedur dan praktek-praktek yang diterima secara informal. Akhirnya, individu tahu bagaimana dirinya akan dievaluasi, artinya
individu tahu kriteria yang akan digunakan untuk mengukur dan menilai kerjanya. Karyawan tahu apa yang diharapkan dan apa yang menentukan bahwa suatu
pekerjaan telah diselesaikan dengan baik.
6. Kekuatan Budaya Perusahaan