b. Hukum Adat.
Sebagaimana halnya dengan Adat, kata Hukum juga berasal dari bahasa Arab
hukm, bentuk jamaknya ahkam yang berarti perintah, suruhan atau ketentuan.
91
Cristian Snouck Hurgronje adalah ahli hukum
yang mengenalkan istilah hukum adat Adatrecht. Hurgronje
menggunakan istilah hukum adat pertamakalinya dalam buku De Aceher’s
Orang-orang Aceh tahun 1894. Istilah hukum adat digunakannya untuk menyebut sistem pengendalian sosial
social control yang bersanksi disebut hukum adat, yang dibedakan dengan istilah adat sebagai sistem
pengendali sosial lain yang tidak memiliki sanksi.
92
91
Dominikus Rato. Pengantar Hukum Adat. Yogyakarta. LaksBang Pressindo. 2009. Hlm
4.
92
I Gede AB Wiranata. Hukum Adat Indonesia, Perkembangnya dari Masa ke Masa.
Bandung. Citra Aditya Bakti. 2005. Hlm.9. Cristian Snouck Hurgronje 8 Februari 1857-26 Juni 1939 adalah orientalis ahli ketimuran, ahli bahasa Arab dan agama Islam.
Hurgronje masuk Fakultas Teologi Universitas Leiden pada tahun 1875 namun kemudian pindah ke Fakultas Sastra Jurusan Bahasa Arab. Pada 1880 ia meraih gelar
doktor sastra Arab. Pada Tahun 1906, saat pulang berlibur ke negeri Belanda, Hurgronje diangkat menjadi guru besar di Universitas Leiden. Tahun 1884 ia pergi ke Mekah untuk
mendalami pengetahuan praktis tentang Bahasa Arab dan untuk mnegetahui cara berfikir atau pola pikir masayarakat Aceh, karena sudah hampir 300 tahun sejak Belanda di
Hindia Belanda, Aceh belum juga dikuasai. Berkat jasa Hurgronje Aceh akhirnya dikuasai Belanda tahun 1917-1919 hingga kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Di Mekah
Hurgronje menyatakan diri masuk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar literatur lain menyebut nama samarannya Affan Ghafar. Beberapa kontroversi dalam
literatur lain menyebutkan bahwa Hurgronje sebenarnya tidak masuk Islam, hanya untuk keperluan kepenelitian, sehingga suatu saat penyamarannya terbongkar atas campur
tangan pihak Perancis. Maka 1885 Hurgronje kembali ke Leiden untuk mengajar. Pada 1889 ia datang ke Indonesia dengan tugas meneliti suku Aceh, lima tahun kemudian
De Aceher’s berhasil dirampungkannya. Aceh saat itu termasuk daerah yang sulit ditaklukan
kolonial Belanda. Hurgronje memperingatkan Pemerintah Hindia Belanda supaya melestarikan tradisi nenek moyang orang Indonesia dan mengusahakan supaya Islam
hanya menjadi “agama masjid”. Artinya agama hanya sebagai ibadah kepada tuhan semata-mata. Kebijaksanaan ini diambil karena ia melihat bahwa Islam itu merupakan
suatu kekuatan yang membahayakan kelestarian penjajahan Belanda atas Indonesia. Lihat lebih lanjut dalam Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam.
Ensiklopedi Islam. Jakarta. PT Ikhtiar Baru Van Hoeve.1994 hlm.278. Lihat juga Dominikus Rato.
Pengantar Hukum Adat. Yogyakarta. LaksBang Pressindo. 2009. Hlm. 7.
Pengertian yang diberikan Hurgronje tersebut telah berjasa dalam meletakan dasar pembeda istilah adat dan hukum adat. Dasar pengertian
tersebut bahkan diterima luas dan diteruskan penggunaannya oleh para ahli hukum lainnya seperti Van Vollenhoven, Ter Haar, Soepomo hingga
Soekanto.
93
Persetujuan pembedaan adat dan hukum adat tersebut terlihat dari pernyataan Soekanto dalam bukunya Meninjau Hukum Adat
Indonesia, sebagai berikut:
94
Kompleks adat-adat inilah yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi dari itu
hukum, jadi mempunyai akibat hukum, kompleks ini disebut hukum adat.
Jika dikaji lebih lanjut, pada dasarnya pernyataan Soekanto tersebut memberikan demarkasi, batas tegas antara adat dan hukum adat, yang
sekaligus membedakannya dengan hukum positif. Penegasan bersifat paksaan, mempunyai sanksi dan akibat hukum adalah pembeda antara
adat dan hukum adat yang dikemukakan Soekanto dalam uraian tersebut.
c. Hukum Kebiasaan Customary Law