dalam Pasal 147.
232
Menurut Barda Nawawi Arief, ketentuan lebih rinci mengenai penyelesaian di luar proses sebagai dasar yang menggugurkan
kewenangan penuntutan seyogyanya akan diatur lebih lanjut dalam RUU KUHAP Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
233
3. Kontribusi Hukum Pidana Adat Baduy terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Konsep KUHP
Pembahasan dalam permasalahan pertama mengenai hukum pidana adat Baduy memberikan beberapa gambaran yang patut dipertimbangkan
untuk ‘diangkat’ menjadi hukum pidana nasional, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Santet Julid
Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mengartikan santet sebagai sihir yang berarti perbuatan yang ajaib yang dilakukan dengan pesona
dan kekuatan gaib guna-guna, mantra dan sebagainya; ilmu tentang cara pemakaian kekuatan gaib; ilmu gaib teluh, tuju dan sebagainya.
Teluh sendiri diartikan sebagai ilmu hitam untuk merugikan orang lain, sedangkan tuju diartikan sebagai sesuatu yang dilepaskan dengan sihir
232
Lihat lebih lanjut dalam Konsep KUHP 2006 atau Konsep KUHP 2008.
233
Barda Nawawi Arief. Mediasi Penal, Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan.
Semarang. Pustaka Magister. 2008.Hlm 49.
jampi, mantra dan sebagainya untuk membuat orang sakit atau mati ada bermacam-macam namanya.
234
Hukum pidana adat Baduy mengenal santet ataupun teluh julid
sebagai ilmu gaib yang bertujuan untuk membuat orang sakit atau mati ataupun membuat usaha seseorang menjadi tidak berhasil. Santet adalah
perbuatan yang merupakan dosa besar dan telah dirumuskan sebagai tindak pidana di Baduy. Jaro Sami menyebut orang yang menyuruh dan
menyantet seseorang dikategorikan sebagai orang yang sirik pidik
iridengki pada orang lain sehingga berbuat zholim pada orang lain.
Orang yang melakukan santet atau julid ka papada santetteluh kepada
sesama menentang hukum alam dan mengambil hak yang maha kuasa dalam mematikan seseorang. Dalam hukum pidana adat Baduy orang
yang menyantet ataupun orang yang menyuruh menyantet diancam dengan hukuman mati dengan cara
ditalian dibalangkeun ka laut diikat dilemparkan ke laut.
Ancaman hukuman mati terhadap santet ini serupa dengan dengan masalah
tenung yang pernah dirumuskan sebagai delik di dalam pasal 13 Perundang-undangan Majapahit. Di zaman Majapahit, perbuatan
tenung dipandang sebagai salah satu dari 6
tatayi kejahatan berat yang diancam dengan pidana mati.
235
Beberapa daerah lain di Indonesia mengenal santet dan sejenisnya dengan berbagai nama: Hukum adat
234
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI.
Jakarta. Balai Pustaka. 1994. Hlm 878, 938, 1028, dan 1077.
235
Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Perkembangan
Penyusunan Konsep KUHP Baru. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2008. Hlm 292
Dayak mengenal Nyampokng Nyawa usaha untuk membunuh orang lain
dengan cara gaib dan Nyampokng padi usaha untuk merusak hasil
panen padi orang lain dengan cara gaib
236
, Hukum pidana adat Baduy mengenal
Julid ka papada perbuatan jahat kepada sesama yang bertujuan untuk membuat orang sakit, mati atau merusak usaha orang lain
secara gaib, Ngeleak hukum adat Bali.
237
Konsep KUHP 2008 telah mengakomodir tindak pidana yang berkaitan dengan santet bukan tindak pidana santet dalam Pasal 293
238
sebagai berikut :
Pasal 293 1 Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib,
memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena
perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan tindak pidana penjara
paling lama 5 lima tahun atau denda paling banyak kategori IV
239
2 Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau
menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 13 satu per tiga
236
Ibid. Hlm 293. Delik ini dimuat dalam kodifikasi hukum adat Dayak yang telah ditetapkandikukuhkan kembali dalam Musyawarah Adat Musdat Dayak “
Kanayatn” se- Kabupaten Pontianak pada tangal 25-27 Mei 1985 di Anjungan
237
Nyoman Serikat Putra Jaya . Kapita Selekta Hukum Pidana. Semarang. BP Undip.
2005. Hlm.165. Lihat juga dalam Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum
Pidana, Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2008 Hlm 292. Leak diartikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai hantu
jadi-jadian yang konon berupa binatang kera, burung hantu dsb yang diciptakan seseorang dengan jalan memantrai diri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI. Jakarta. Balai Pustaka. 1994. Hlm. 573. Lebih lanjut wikipedia mengartikan leak sebagai penyihir jahat. Le arti penyihir dan ak artinya
jahat, http:id.wikipedia.orgwikiLeak.
238
Pasal 292 dalam Konsep KUHP 2004.
239
Rp 75.000.000,00 tujuh puluh lima juta rupiah, lihat dalam Pasal 80 Konsep KUHP 2008.
Perumusan tindak pidana yang berkaitan dengan santet ini pernah dan masih mendapat kritikan dari beberapa kalangan. Diantara yang tidak
setuju dengan perumusan tindak pidana ini adalah J.E Sahetapy. Pada dasarnya ketidaksetujuan Sahetapy dilandaskan pada kesulitan
pembuktian dan anggapan perumusan ini merupakan kemunduran berpikir kembali ke abad pertengahan di Eropa.
240
Dalam uraiannya lebih lanjut Sahetapy juga meragukan keampuhan santet.
241
Uraian mengenai kritik terhadap perumusan delik yang berkaitan dengan santet tersebut menunjukkan bahwa salah satu dasar penolakan
adalah adanya keraguan mengenai keberadaan tindak pidana yang berkaitan dengan santet sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 293.
Realitas kekinian pada dasarnya telah mengikis keraguan mengenai keberadaan santet di masyarakat. Sebelumnya eksistensi santet hanya
diketahui berdasarkan cerita orang lain yang bersumber dari “katanyakononkabarnya” dan sebagainya. Kini setiap orang dapat
melihat wujud dan akibat dari perbuatan santet melalui berbagai media masa baik elektronik maupun cetak yang ditampilkan baik berbentuk
gambar foto maupun gambar audio visual. Misalnya seperti yang dialami Noorsyaidah, seorang ibu di Samarinda dengan puluhan kawat yang
240
J.E.Sahetapy . KUHP, Santet, dan Zina. Jawa Pos edisi Selasa, 18 November 2003.
Diunduh dari http:www.oocities.comlatoehalatjawapos191103.htm, diakses tanggal 30 Mei 2010. Lebih lanjut Sahetapy menuliskan agar dicantumkan pro memorie bertalian
dengan sikap penolaknnya terhadap santet.
241
Dalam artikel yang sama, Sahetapy menuliskan sebagai berikut: “Lagi pula, kalau
santet itu ampuh, mengapa para koruptor tidak disantet saja?”
tertanam di perutnya. Dokter Ajie Syarifuddin, Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Dr AW Syahrani Samarinda mengatakan peristiwa
yang dialami Noorsyaidah di luar jangkauan ilmu kedokteran.
242
Dunia keilmuan medis kemudian menyatakan Noorsyaidah mengalami
carpus allenium, istilah medis yang berarti benda asing.
243
Menurut Barda Nawawi Arief, perumusan pasal yang berkaitan dengan santet dalam Konsep KUHP diatas Pasal 293, merupakan perluasan
jangkauan dari Pasal 162 dalam KUHP yang saat ini berlaku tentang penawaran bantuan keterangankesempatansarana untuk melakukan
tindak pidana
244
yang redaksional lengkapnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 162
Barangsiapa di muka umum, dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk
memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan perbuatan pidana, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah
242
Liputan stasiun televisi Indosiar yang diunduh dari http:www.youtube.comwatch?v=zL3m4kJbKgo diakses 30 Mei 2010.
243
Lihat lebih lanjut dalam “ Diagnosa Dokter, Noorsyaidah Alami Carpus Allenium 23”
Kompas edisi Minggu 13 Juli 2008, diunduh dari http:nasional.kompas.comread2008071305551553diagnosa.dokter.noorsyaidah.ala
mi.carpus.allenium.23, diakses 30 Mei 2010.
244
Dalam KUHP bentuk bantuan yang lebih khusus dan berdiri sendiri secara tersebar diatur dalam berbagai pasal seperti Pasal 333 4 Memberi tempat untuk perampasan
kemerdekaan yang melawan hukum; Pasal 345 memberi sarana untuk bunuh diri; Pasal 349 tabib, dokterbidan, juru obat yang melakukan atau membantu melakukan delik-delik
abortus provocatus; Pasal 415 menolongmembantu seorang pejabat yang menggelapkan uang atau surat berharga; dan Pasal 417 menolongmembantu seorang
pejabat yang menggelapkan, menghancurkan, merusak atau membuat tidak dapat dipakai barang-barang bukti. Lihat lebih lanjut dalam Barda Nawawi Arief.
Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru. Jakarta.
Kencana Prenada Media. 2008. Hlm 297.
Dalam Konsep KUHP 2008, Pasal 162 KUHP tersebut mejadi Pasal 291 dan 292
245
mengenai Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana sebagai berikut:
Pasal 291 Setiap orang dimuka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan
untuk memberi keterangan, kesempatan, atau sarana untuk
melakukan tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1satu tahun atau denda paling banyak kategori III.
246
Pasal 292 1
Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum,
atau memperdengarkan rekaman sehingga sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penawaran untuk keterangan, kesempatan
atau sarana guna melakukan tindak pidana dengan maksud agar penawaran tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak kategori III.
Pada dasarnya Pasal 293 merupakan perluasan dari daya jangkau dua pasal di atas mengingat fenomena mengenai santet dan sejenisnya
ada dalam realitas kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Barda Nawawi Arief menjelaskan alasanlatar belakang pemikiranpertimbangan Konsep
KUHP mengatur masalah delik yang berkaitan dengan santet sebagai berikut:
245
Pasal 221 dan 222 dalam Konsep KUHP 19911992
246
Pidana denda kategori III adalah Rp. 30.000.000,00, lihat lebih lanjut dalam Pasal 80 Konsep KUHP 2008.
1.Berdasarkan hasil penelitian, kajian tesisdisertasi dan masukan dari berbagai seminar bahwa santet merupakan problema sosial yang ada
dalam masyarakat yang meresahkan dan sangat dicela. 2. Sebagai bentuk respon terhadap fenomena, realita dan problem sosial
sehingga perlu diakomodasikan dalam Konsep KUHP. Berkaitan dengan hal ini KUHP yang saat ini berlakupun mengenal perbuatan-perbuatan
yang berhubungan dengan hal gaib yang dirumuskan sebagai tindak pidana diantaranya :
1 Pasal 545, orang yang menjadikan mata pencaharian sebagai peramal, menyatakan peruntungan seseorang atau penafsir mimpi.
2Pasal 546, menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan, mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat atau
benda yang
dikatakan olehnya mempunyai kekuatan gaib; mengajarkan ilmu atau
kesaktian yang
menimbulkan kepercayaan, bahwa karenanya mungkin
melakukan perbuatan pidana tanpa bahaya bagi dirinya sendiri.
3 Pasal 547, saksi di persidangan memakai jimat-jimat atau benda-benda sakti.
Jika menurut KUHP yang sekarang berlaku perbuatan menjadi tukang ramal nasibmimpi dan memakai jimat diancam pidana, maka praktik
persantetan tentunya lebih layak untuk dijadikan delik dikriminalisasikan. 3.Perluasan daya jangkau Pasal 162 KUHP yang berlaku saat ini.
Dalam hukum pidana adat Baduy sendiri hingga saat ini Santet Julid
ka papada masih diatur dan berlaku sebagai tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati. Hal yang menarik adalah dalam hukum pidana
adat Baduy, orang yang melakukan santet terhadap orang lain tanpa ada permintaan dari siapapun tetap dapat dipidana. Hal ini yang belum
dirumuskan dalam Konsep KUHP, sehingga orang yang memiliki kemampuan santet lalu melakukan santet terhadap orang lain tidak dapat
dijangkau oleh Konsep KUHP karena perbuatan tersebut belum dikriminalisasikan. Oleh karenanya berdasarkan uraian di atas Konsep
KUHP kiranya perlu mempertahankan keberadaan perumusan perbuatan yang berkaitan dengan santet sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 293
dan mempertimbangkan untuk mengkriminalisasikan dan memformulasikan tindak pidana santet yang dilakukan oleh orang yang
memiliki kemampuan santet atas inisiatif sendiri.
b. Konsep Pertanggungjawaban Pelaku yang Menderita Kelainan Jiwa