a. Menurut ajaran sifat melawan hukum yang formil.
Suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum, apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang; sifat
melawan hukumnya perbuatan itu dapat hapus, hanya berdasarkan undang-undang. Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan
melawan atau bertentangan dengan undang-undang hukum tertulis.
b. Menurut ajaran sifat melawan hukum yang materil.
Suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang yang tertulis saja, akan tetapi harus dilihat
berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus
berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan- aturan yang tidak tertulis
übergesetzlich.
123
Sifat melawan hukum materiel kemudian dibedakan lagi menjadi dua bagian dalam fungsi negatif dan dalam fungsi positif :
• Ajaran sifat melawan hukum yang materiil dalam fungsinya yang negatif mengakui kemungkinan adanya hal-hal yang ada di luar
undang-undang menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang, jadi hal tersebut sebagai
alasan penghapus sifat melawan hukum formil.
123
Ibid.Hlm.78. Lihat juga dalam Nyoman Serikat Putra Jaya. Beberapa Pemikiran ke
Arah Pengembangan Hukum Pidana. Bandung. Citra Aditya Bakti. 2008. Hlm 18.
• Pengertian sifat melawan hukum yang materiil dalam fungsinya yang positif menganggap sesuatu perbuatan tetap sebagai suatu
delik, meskipun tidak nyata diancam dengan undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau ukuran-ukuran lain yang
ada di luar undang-undang. Jadi di sini diakui hukum yang tak tertulis sebagai sumber hukum yang postitif.
124
Penjelasan tersebut membuka wawasan bahwa undang-undang bukanlah segalanya. Asas legalitas formil bukanlah asas hukum pidana
yang kaku yang harus ‘diagungkan’ dan tak dapat diterobos keberlakuannya.
125
Ajaran sifat melawan hukum materil sebagaimana dipaparkan di atas memberikan pengertian bahwa hukum yang tidak tertulis juga merupakan
sumber hukum. Ini berarti asas legalitas materil sebagai sumber hukum dalam ajaran hukum pidana diakui keberadaan dan keberlakuannya.
Perbedaan antara legalitas formil dan legalitas materil adalah persoalan tertulis atau tidak tertulisnya suatu perbuatan berikut ancaman
hukumannya. Namun jika ditelaah lebih jauh pada dasarnya kata kunci
124
Ibid. Hlm 81,82.
125
Lihat dalam Ferry Fathurokhman. Pengakuan Asas Legalitas Materiil Dalam
Rancangan Undang-Undang KUHP Sebagai Ius Constituendum. Jurnal Ilmu Hukum Litigasi. Fakultas Hukum Universitas Pasundan. Volume 10 Nomor 3. Oktober 2009.
asas legalitas materil sebenarnya bukan tak tertulis, tetapi hukum yang ada, hidup dan berlaku di masyarakat—yang biasanya tidak tertulis.
126
Selain persoalan mendasar tersebut, pada hakikatnya legalitas formil dan legalitas materil adalah sama. Berkaitan dengan hal ini, Moeljatno
pernah menuliskan sebuah pertanyaan retorik yang menarik, “ Bukankah
tiap-tiap anggota masyarakat adat kita dahulu tahu benar tentang adanya perbuatan-perbuatan pantang atau pamali?
127
Ini berarti pula bahwa hakikat ajaran
psychologische zwang dari von Feuerbach sebagai embrio lahirnya asas legalitas formil telah ada di Indonesia. Hanya saja
perbedaannya Feuerbach menghendaki perbuatan-perbuatan dan ancaman hukumannya dituliskan agar khalayak umum mengetahui
terlebih dahulu sehingga ada kepastian hukum dan kesewenang- wenangan dapat dihindari. Pada masyarakat adat kita, sekalipun
perbuatan terlarang tidak dituliskan, tiap anggota masyarakat adat mengetahui mana perbuatan yang boleh dan mana yang tidak boleh. Hal
yang patut diperhatikan adalah peristiwa kesewenang-wenangan raja di masa
ancien regime yang memicu lahirnya legalitas formil tidak identik dengan hukum adat di Indonesia yang dilahirkan dari kebiasaan
masyarakatnya.
126
Meskipun sebagian besar hukum adat tidak tertulis, namun terdapat beberapa hukum adat yang dituliskan seperti Kitab Amanna Gappa yang memuat ketentuan hukum
pelayaran dan perniagaan di Bugis. Lihat lebih lanjut dalam I Gede AB Wiranata. Hukum
Adat Indonesia, Perkembangannya dari Masa ke Masa. Bandung. Citra Aditya Bakti. 2005. Hlm. 67.
127
Moeljatno. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia. Jakarta. Bina Aksara. 1985.
Hlm.22.
Perlu digaris bawahi pula bahwa keberlakuan asas legalitas materil tidak terbatas pada hukum adat, legalitas materil didasarkan pada hukum
yang ada, hidup dan berlaku di masyarakat—yang biasanya adalah hukum kebiasaan yang menjelma dari perasaan hukum yang nyata dari
masyarakat. Maka asas legalitas materil meliputi hukum adat adat
rechtadat law dan hukum kebiasaangewoonterechtcustomary law. Oleh karenanya asas legalitas materil identik dengan hukum adat dalam hal
sumber hukum.
5. Asas Legalitas Materil dan Kedudukannya dalam Peraturan Perundang-undangan.