membersihkan batin si pelaku dan desa masyarakat atas tindak pidana yang telah terjadi. Jika tindak pidana tersebut menimbulkan korban lebih
dari satu orang, maka pertanggungjawaban lahiriah juga diberikan sejumlah korban dari tindak pidana yang terjadi. Lebih lanjut Ayah Mursyid
menjelaskan serangkaian tindak pidana yang telah dilakukan tidak dilebur menjadi satu, tetapi dimintakan pertanggungjawaban atas setiap tindak
pidana yang dilakukan.
b. Percobaan
Niat dalam hukum pidana adat Baduy adalah sesuatu yang harus dipertanggunjawabkan. Sehingga jika ada seseorang yang telah berniat
mencuri maka niat yang telah ada menjadi penilaian tersendiri mengingat niat tersebut tidak baik. Maka dalam hukum pidana adat Baduy tidak
dipandang apakah suatu tindak pidana selesai atau tidak selesai dilakukan. Ayah Mursyid menjelaskan bahwa misalnya dalam hal
pembunuhan, karena niatnya sudah tidak baik, tidak dipisahkan meninggal atau tidak meninggalnya seseorang
niatna geus teu hade, teu dipisahkeun paeh teu paeh, jelasna kudu diberikeun sanksi, geus
mungkar. Hukum pidana adat Baduy dalam hal ini terfokus pada niat yang tidak baik yang harus dibersihkan, harus diberi sanksi, bahwa
kemudian menimbulkan kematian sesuai dengan niatnya maka itu hal yang lain lagi. Jika kemudian deliknya selesai berakhir pada tujuan yakni
kematian, maka pertanggungjawabannya disesuaikan dengan aturan mengenai pembunuhan. Namun jika tidak selesai, niatnya tersebut telah
menjadi sesuatu hal yang luar biasa dalam masyarakat Baduy, harus diwaspadai diselidiki kenapa bisa timbul niat tersebut.
c. Pengulangan
Dalam hukum pidana adat Baduy tidak dikenal adanya pemberatan hukuman terhadap pengulangan tindak pidana
residivisme sebagaimana dalam KUHP.
205
Namun terhadap pelaku tindak pidana yang melakukan pengulangan tindak pidana, maka proses penyelesaiannya ditingkatkan
satu tingkatan setiap terjadi pengulangan. Misalnya dalam hal pencurian sedapat mungkin diselesaikan antara
pihak keluarga, ada proses ganti rugi dan sebagainya. Jika kemudian melakukan pengulangan terhadap tindak pidana yang sama maka proses
penyelesaiannya diselesaikan oleh jaro tangtu jaro di Baduy Dalam,
misalnya dilakukan warga Cibeo maka diselesaikan dan dihukum oleh Jaro Cibeo melalui musyawarah dengan
kokolot lembur sesepuh kampung, si pelaku juga dinujum oleh
tangkesan dukun, dicari sekiranya ada persoalan
katulahkaliwarakualat yang menimpa si pelaku yang harus dibersihkan. Jika kemudian terjadi pengulangan lagi maka
ditingkatkan lagi penyelesaiannya ke jaro tujuh struktur adat yang menyelesaikan masalah hukum. Namun menurut Ayah Mursyid,
pengulangan jarang sekali terjadi, karena dalam penyelesaian oleh jaro
tangtu dilakukan sumpah adat, biasanya jika terjadi pengulangan maka di
205
Pengulangan tidak diatur dalam aturan umum Buku I KUHP, tetapi diatur dalam Buku II Bab XXXI Pasal 486 KUHP.
pelaku akan katulahkualat dengan ucapan sumpah adatnya sendiri, bisa
sakit-sakitan gering bae, umurnya tidak panjangmeninggal teu hebeul
umur, sesuai dengan apa yang diucapkan pelaku dalam sumpah adat. Secara skematik, tahap penyelesaian tindak pidana dalam hal
pengulangan dapat dilihat sebagai berikut: Skema 5: Alur penyelesaian bentuk tindak pidana pengulangan
Sumber: Wawancara Ayah Mursyid
d. Penyertaan