Asas Legalitas Materil dan Kedudukannya dalam Peraturan Perundang-undangan.

Perlu digaris bawahi pula bahwa keberlakuan asas legalitas materil tidak terbatas pada hukum adat, legalitas materil didasarkan pada hukum yang ada, hidup dan berlaku di masyarakat—yang biasanya adalah hukum kebiasaan yang menjelma dari perasaan hukum yang nyata dari masyarakat. Maka asas legalitas materil meliputi hukum adat adat rechtadat law dan hukum kebiasaangewoonterechtcustomary law. Oleh karenanya asas legalitas materil identik dengan hukum adat dalam hal sumber hukum.

5. Asas Legalitas Materil dan Kedudukannya dalam Peraturan Perundang-undangan.

Selain pengakuan asas legalitas materil dalam ajaran hukum pidana. Kedudukan legalitas materil sebenarnya juga telah diakui keberadaan dan keberlakuannya pasca kemerdekaan Indonesia dalam peraturan perundang-undangan. Berbagai peraturan perundang-undangan yang mengakui legalitas materil misalnya terdapat dalam: • Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 Tentang Tindakan-Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-Pengadilan Sipil. • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964 Tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 10: Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan memutus sesuatu perkara yang diajukan, dengan dalih, bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib dengan bertanggung jawab kepada Negara dan Revolusi memberikan putusan. Pasal 201: Hakim sebagai alat Revolusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dengan mengintegrasikan dari dalam masyarakat guna benar-benar mewujudkan fungsi hukum sebagai pengayoman. • Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman: Pasal 271: Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 25 1: 128 “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Pasal 28 1: Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. • Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5: 1 Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. 128 Lihat juga dalam Barda Nawawi Arief. Perkembangan Asas Hukum Pidana Indonesia. Semarang Penerbit Pustaka Magister Undip. 2008. Hlm.7. • Undang-Undang Dasar UUD 1945 Pasal 18B ayat 2 amandemen ke 2: 129 Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang. Berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut menjelaskan bahwa kedudukan asas legalitas materil dalam peraturan perundang-undangan diakui keberadaan dan keberlakuannya. Terlebih dalam pasal 24 amandemen ke-3 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Maka pada hakikatnya peradilan diselenggarakan untuk menegakan hukum rechtius dan keadilan, bukan menegakan hukum secara sempit yang sering direduksi menjadi undang-undang wetlege. Hukum memiliki makna yang lebih luas dari undang undang, sebab hukum berarti meliputi hukum yang tertulis dan hukum yang tidak tertulis.

6. Hukum Adat dalam Konsep KUHP