Praktik Pela Gandong Batumerah-Passo

114 BAB IV KONFLIK BERDARAH DI KOTA AMBON DARI PRESPEKTIF HUBUNGAN ISLAM DAN KRISTEN DALAM PELA GANDONG

A. Hubungan Pela Gandong Batumerah-Passo Sebelum Konflik

1. Praktik Pela Gandong Batumerah-Passo

Praktik hubungan berpela antara negeri Batumerah-Passo sebelum konflik merupakan serangkaian peristiwa adatis eksklusif moment khusus yang dilakukan -diatur dan dikerjakan- saling bahu-membahu atau sepenanggungan bersama oleh kedua komunitas. Peristiwa dimaksud antara lain, yakni: pelantikan raja; pembangunan rumah adat Baileu, rumah ibadah Mesjid dan Gereja, acara panas-pela. Adapun proses inti dalam praktik adatis Pela ini diisi dengan beberapa muatan ritual yang berhubungan dengan historitas pembentukan hubungan Pela tersebut, diantaranya: akta minum sopi oleh tua-tua adat, sejarah pembentukan pela antar kedua negeri didramatisir, diceritakan, dibacakan kembali. Kedua ritual tersebut dilakukan dengan tujuan yakni agar hubungan ini abadi menjadi peringatan bersama oleh kedua komunitas, dan memediasi keterhubungan mereka dengan para leluhur yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang memiliki andil dalam proses pembentukan hubungan Pela tersebut. Praktik adat bermuatan ritual historis pembentukan hubungan Pela Batumerah Passo dengan tujuan memediasi keterhubungan masyarakat dengan para leluhur tersebut sejalan dengan gagasan Ruhulessin 1 mengenai sejarah tradisi Pela. Hal tersebut penting, karena secara historis hubungan Pela tidak dapat dilepaskan dari latar keyakinan masyarakat Maluku umumnya dan di Pulau Seram khususnya bahwa hubungan Pela yang dibentuk oleh para Leluhur. Selanjutnya, yang unik berkaitan dengan pelaksanaan peristiwa adatis tersebut, bahwa praktik pela Batumerah-Passo ini, tidak mengabaikan fakta keber- 1 John. Chr. Ruhulessin,. Etika Publik: Menggali Dari Tradisi Pela di Maluku, Salatiga: Satya Wacana University Press-Program Pasca Sarjana Program Studi Sosiologi Agama. 2007,255 115 agama-an kedua belah pihak. Hal tersebut nampak ketika dalam kegiatan pembangunan rumah Ibadah, baik Mesjid di Batumerah dan Gereja di Passo, proses pengerjaan diawali dengan serangkaian ritual keagaman –dilakukan dalam gedung gereja atau masjid- yang sesuai dengan keyakinan masing-masing pihak di mana pekerjaan tersebut dilangsungkan. Pada saat itu, orang Batumerah masuk dalam gereja dan sebaliknya orang Passo ke Mesjid untuk berdoa. Perilaku demikian sejalan dengan yang diungkapkan Ruhulessin 2 tentang pemaknaan hakekat hubungan Pela sebagai kesatuan Persaudaraan Orang Basudara yang paling jelas terlihat dalam relasi Islam-Kristen. Dikatakan sejalan karena secara religius, kebersamaan dan kesatuan Islam-Kristen merefleksikan kesatuan dan kesamaan: kesetaraan dihadapan Tuhan. Olehnya masyarakat Batumerah-Passo adalah masyarakat yang secara historis telah mengakui, menerima dan menghargai adanya perbedaan agama sebagai ciri masyarakat yang majemuk. Karakter masyarakat Batumerah-Passo berwatak komunitas kultur yang khas telah menuntun kedua untuk memahami kepentingan individu-komunitas masing- masing yang berbeda menjadi satu kepentingan bersama yang dikerjakan dan dipelihara bersama. Hal tersebut masih sejalan dengan gagasan Ruhulessin 3 , bahwasannya makna penting dari hubungan sebagai “orang basudara” terimplementasi manakala masing-masing pihak memposisikan diri sebagai yang setara, harus dihormati. Perbuatan yang dilakukan terhadap sesama anggota komunitas yang berPela dipahami sebagai sebuah tindakan yang dilakukan terhadap diri sendiri secara pribadi. Tindakan yang dilakukan oleh orang Batumerah Islam yang bekerjasama dan membantu orang Passo Kristen untuk mengerjakan gedung Gereja -yang walaupun bukan untuk kepentingan bersama atau hanya sepihak- tidak hanya dimaknai sebagai sebuah tindakan yang dilakukan bagi dirinya sendiri tetapi lebih daripada itu yakni untuk kepentingan komunitas masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut terjadi karena secara historis hubungan Pela Batumerah-Passo sebagai orang basudara sebagaimana orang yang dilahirkan sekandung Gandong terbentuk dari suatu pengakuan dan kesepakatan bersama untuk hidup saling mensejahterakan. 2 John. Chr. Ruhulessin,. Etika Publik…. 2007,259 3 John. Chr. Ruhulessin,. Etika Publik… 2007, 260 116 Selain itu, khususnya berkaitan dengan praktek adat panas pela, hubungan Batumerah-Passo tidak hanya berfungsi sebagai momentum mempererat ikatan hubungan berpela. Tetapi juga sebagai sebuah pendekatan penyelesaian konflik antar sesama negeri yang berpela. Faktual dalam pengalaman kedua negeri Batumerah-Passo, sebagaimana diungkapkan oleh seorang informan: ...ketika keduanya pernah terlibat dalam persoalan perkelahian, orang Passo memukul orang Batumerah di negeri Passo, yang mengakibatkan orang Passo mengalami wabah penyakit... . Untuk menyelesaikan konflik tersebut maka, Orang Batumerah-Passo, dengan perantara tokoh-tokoh adat negerinya melakukan perjumpaan dan menggelar pertemuan bersama, berkompromi, bernegosiasi, mencari solusi menyelesaikan masalah tersebut. Adapun praktik ritus yang dilakukan kedua komunitas yakni, orang Passo mengambil air dari “Mesjid Batumerah “ dan memberikan kepada warga Passo yang menderita penyakit. Dan akhirnya wabah penyakit tersebut berangsur-angsur hilang. Upaya penyelesaian konflik hubungan antar warga berPela dalam pengalaman negeri Batumerah dengan metode negosiasi yang termediasi melalui perjumpaan tokoh-tokoh adat seperti yang telah diungkapkan di atas sejalan dengan gagasan Galtung 4 tentang perdamaian dengan tipe peacemaking. Artinya, k onflik “horisontal“ dapat diselesaikan lebih tepat melalui peacemaking. Hal tersebut termungkinkan karena secara kultural, hubungan Pela sangat memiliki muatan konsep perdamaian yang ampuh dalam penyelesaian konflik dalam sebuah organisasi atau kelompok secara internal. Penyelesaian konflik melalui pendekatan kultur dalam pengalaman negeri Batumerah-Passo yang seperti demikian akhirnya menegaskan apa yang telah diungkapkan oleh Wirawan 5 tentang rekonsilasi sebagai proses tua yang telah berakar pada budaya dan praktek hidupan masyarakat Indonesia, dengan metode pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan konflik. Mengapa demikian, karena secara sosio-religio, relasi berpela dengan 4 Yulius Hermawan, Transformasi dalam studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu, dan Metodologi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007, 9393 dan Jhon. Galtung. “Three Approaches to Peace: Peacekeeping, Peacemaking, and Peacebuilding ””. In Editor, J. Galtung. Peace, War and Defence: Essays in Peace Research. Copenhagen: Christian Ejlders, 1976, 284-288 5 Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik: Teori dan Aplikasi Jakarta: Salemba Humanika, 2010,177 117 aspek perjanjian yang teraktakan melalui ritus minum darah dan bersumpah untuk saling mengasihi dalam persaudaraan telah menjadi spirit: keyakinan dan perilaku yang dapat melahirkan kedamaian. Akhirnya, praktek hubungan Pela Gandong Batumerah –Passo yang berakar secara historis dan pada kenyataannya memiliki guna nilai bagi masyarakat kedua negeri. Hal tersebut sejalan dengan pikiran Van peursen 6 , tentang realitas fakta dan nilai, maka budaya Pela Gandong dalam hubungan Batumerah-Passo instrinsik memperlihatkan realitas nilai kultural, agama dan sosial yang saling berkaitan, terdapat relasional antara seluruh komponen adat Pela Gandong, masyarakat-ritual-leluhur yang terwujud dalam perilaku antar sesama komunitas yang saling membantu, menolong solider, penghargaan, dan penerimaan fakta keragaman, perbedaan keberagamaan tidak memisahkan masyarakat untuk bersekutu, bekerjasama demi kepentingan bersama. Berdasarkan kajian diatas, maka salah satu hal penting berkaitan dengan pemaknaan terhadap hubungan Pela dalam praktik Batumerah-Passo terpahami dalam dua segi. Pertama, hubungan Pela Gandong sebagai hubungan yang didasari oleh pengakuan bahwa kedua negeri berasal dari keturunan yang sama geneologis; dan Kedua, sebagai sebuah kontrak sosial. Keduanya secara bersamaan mengarahkan individu-komunitas untuk berperilaku inklusif, kolektif, dan aktif bagi pemenuhan kepentingan bersama.

2. Dampak Praktik Pela Gandong Batumerah-Passo Terhadap hubungan

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Sintuwu Maroso Pasca Konflik di Poso dalam Menciptakan Perdamaian T2 752012005 BAB IV

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB VI

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB V

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB II

3 10 60

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pela Gandong sebagai Konseling Orang Basudara dan Agen Perdamaian Konflik Islam-Kristen di Ambon T2 752012008 BAB I

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ain Ni Ain sebagai Pendekatan Konseling Perdamaian Berbasis Budaya T2 752015029 BAB IV

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konflik Ambon Dalam Perspektif Teori Identitas Sosial T2 752013009 BAB IV

0 1 9

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Media Sosial sebagai Ruang Publik Komunitas MudaMudi dalam Ancaman Konflik Ambon Akibat Segregasi T2 BAB IV

0 0 6