METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB IV METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A. Hakikat Metode Pembelajaran.

Ditinjau dari segi kebahasaan, kata metode berasal dari kata Yunani “methodos”, yang terdiri dari kata “meta” yang berarti “melalui” dan “hodos” yang berarti “jalan”. Jadi metode berarti jalan yang dilalui (HM Ariin, 1994: 97). Secara lebih sederhana, metode dapat berarti cara kerja (Osman Rabily, 1982: 351), atau cara yang tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu (Soergarda Poerbakawatja dan H.A.H Harahap, 1992: 351; Ahmad Tafsir, 1991: 9).

Secara umum, metode berarti cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud (W.J.S. Poerwadarminta, 1976: 649). Bila dihubungkan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam. Pengertian lain ialah teknik penyajian yang dikuasai guru Pendidikan Agama Islam untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran Pendidikan

66- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Agama Islam kepada anak didik di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok/klasikal, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami, dan dimanfaatkan oleh anak didik dengan baik. Makin baik metode pembelajaran, makin efektif pula pencapaian tujuan.

Di dalam kenyataannya, cara atau metode mengajar yang digunakan untuk menyampaikan informasi berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan anak didik dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap (kognitif, psikomotor, afektif). Khusus metode mengajar di dalam kelas, menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya (2005: 52), efektiitas suatu metode dipengaruhi oleh faktor tujuan, faktor anak didik, faktor situasi, dan faktor guru itu sendiri.

Penetapan suatu metode belajar mengajar harus dikuasai guru Pendidikan Agama Islam, sebab berhu- bungan erat dengan kode etik guru, di mana seorang guru harus menciptakan suasana sekolah yang sebaik- baiknya yang menunjang berhasilnya proses pembe- lajaran (Soetjipto dan Ralis Kosasi, 2004: 34).

Dengan memiliki pengetahuan secara umum mengenai sifat berbagai metode, seorang guru Pendidi- kan Agama Islam akan lebih mudah menetapkan meto de yang paling sesuai dalam situasi dan kondisi penga jaran yang khusus. Tanpa suatu metode yang baik dalam proses atau aktivitas pembelajaran, maka tujuan dari proses atau aktivitas pembelajaran itu akan susah untuk dicapai (Subari, 1988: 73-74). Jika cara mengajar seorang guru Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam - 67

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

menyenangkan di mata anak didiknya, maka anak didik akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan tingkah laku pada anak didik baik tutur katanya, sopan- santunnya, motorik, dan gaya hidupnya.

B. Macam-macam Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Kalau kita perhatikan dalam proses perkembangan pendidikan di Indonesia bahwa salah satu hambatan yang menonjol dalam pelaksanaan pendidikan ialah masalah metode pembelajaran. Metode tidaklah mempunyai arti apa-apa bila dipandang terpisah dari komponen lain. Metode hanya penting dalam hubungannya dengan segenap komponen lainnya, seperti tujuan, situasi, dan lain-lain.

Dalam konteks ini, metode pembelajaran berhubungan erat dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Hisyam Zaini dkk. (2002: 82), beberapa tujuan yang ingin dicapai: (1) Mendapatkan pengetahuan; (2) Mampu menyampaikan pendapat; (3) Merubah sikap; dan (4) Keahlian dalam bidang tertentu.

Di dalam penggunaan satu metode atau beberapa metode, syarat-syarat berikut ini harus selalu diperhatikan (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 52-53):

1. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motivasi, minat, atau gairah belajar anak didik.

2. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus

68- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

dapat menjamin perkembangan kepribadian anak didik.

3. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi anak didik untuk mewujudkan hasil karya.

4. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan anak didik untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaruan).

5. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.

6. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalitas dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan.

7. Metode pembelajaran yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai- nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Dapat dimafhumi bahwa metode pembelajaran banyak ragamnya. Dengan begitu, seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam mengajarkan Pendidikan Agama Islam seyogyanya menguasai metode pembelajaran yang beraneka ragam, agar dalam proses dan aktivitas pembelajaran tidak menggunakan hanya satu metode saja, tetapi harus divariasikan, yaitu

Pendidikan Agama Islam - 69

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

disesuaikan dengan tipe belajar anak didik dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu, sehingga tujuan pembelajaran yang sudah dirumuskan oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dapat terwujud/ tercapai.

Macam-macam metode pembelajaran yang bisa kita gunakan dalam Pendidikan Agama Islam, antara lain:

1. Ceramah

Yang dimaksud dengan metode ceramah adalah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran di mana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Hubungan antara guru dengan anak didik banyak menggunakan bahasa lisan (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 53).

Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid mende- ngarkan dan mengikuti secara cermat serta membuat catatan tentang pokok persoalan yang diterangkan oleh guru. Dapat dimafhumi bahwa dalam metode ceramah ini, peran utama ada pada guru. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan metode ceramah bergantung padanya. Karena itu, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam hubungannya dengan penggunaan metode ceramah, yaitu tentang kesatuan bahan pelajaran, apa yang akan

70- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

disampaikan kepada anak didiknya, bagaimana mengajarnya, dan alat-alat pengajaran apa yang dapat dipergunakan.

Dalam lingkungan pendidikan modern, memang seringkali orang menampik pemakaian metode ini, dengan alasan kurang efektif, namun sebagian yang lain masih menganggap metode ceramah sebagai metode yang paling baik, tetapi dalam situasi lain mungkin sangat tidak eisien. Guru Pendidikan Agama Islam yang bijaksana tentu saja harus menyadari kondisi-kondisi yang berhubungan dengan situasi pembelajaran yang dihadapinya, sehingga ia bisa memutuskan bilamanakah metode ceramah sewajarnya dipergunakan, dan bilakah sebaiknya dipakai metode lain.

Tidak jarang guru menunjukkan kelemahannya, karena ia hanya mengenal satu atau dua macam metode saja dan karenanya ia selalu menggunakan metode ceramah untuk segala macam situasi, tanpa memvariasikan dengan metode yang lain. Kelemahan ini yang menurut Hisyam Zaini dkk. (2002: 83) merupakan salah satu sebab mengapa metode ceramah dikritik orang, dan sering dikaitkan dengan sifat verbalistis (kata-kata tetapi tidak mengerti artinya).

Agar metode ceramah dapat berjalan efektif dan eisien maka tentu saja guru Pendidikan Agama

Islam perlu memperhatikan situasi dan kondisi dari materi Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa

Pendidikan Agama Islam - 71

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

contoh situasi di mana metode ceramah itu sesuai untuk digunakan/diterapkan, yaitu:

a. Di saat guru Pendidikan Agama Islam menyam- paikan fakta atau pendapat di mana tidak terda pat bahan bacaan yang merangkum fakta yang dimaksud. Sebagai contoh: di suatu kelas, seorang guru Pendidikan Agama Islam ingin mengajarkan tentang sejarah masuknya Islam di Indonesia. Di perpustakaan sekolah tidak tersedia referensi yang menggambarkan sejarah masuknya Islam di Indonesia tersebut. Maka tepatlah bila guru memberikan penjelasan dengan metode ceramah.

b. Jika guru Pendidikan Agama Islam menyampaikan pengajaran kepada sejumlah anak didik yang besar (misalnya sekitar 40 orang atau lebih), maka metode ceramah lebih eisien dari metode lain seperti diskusi, demonstrasi, atau eksperimen. Sebab dengan diskusi, guru harus mengatur anak didik secara berkelompok dengan mengubah susunan kursi, sudah tentu dibutuhkan kelas yang juga besar. Juga guru akan mengalami kesulitan dalam mengawasi kelompok-kelompok yang berjumlah besar. Demikian pula untuk penyelenggaraan demonstrasi atau eksperimen untuk jumlah besar, selain alat-alat yang tidak mencukupi, pengelolaan pengajaran Pendidikan Agama Islam juga mengalami kesulitan.

c. Kalau guru adalah pembicara yang bersemangat,

72- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

tentu bisa memberikan motivasi kepada anak didik untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dalam keadaan tertentu, sebuah pembicaraan yang bersemangat akan menggerakkan hati anak didik untuk menimbulkan tekad baru. Contohnya ceramah tentang semangat Rasulullah mendakwahkan agama Islam pada periode Mekah dan Madinah.

d. Guru Pendidikan Agama Islam dapat menyimpulkan pokok-pokok penting yang sudah diajarkan, sehingga memungkinkan anak didik melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu dengan lainnya. Contohnya: setelah guru Pendidikan Agama Islam selesai mengajarkan tentang pengertian akhlak terpuji dan akhlak tercela, para anak didik diberikan tugas untuk menjawab beberapa pertanyaan yang dikerjakan dirumah sehubungan dengan contoh-contoh akhlak terpuji dan akhlak tercela. Kemudian pada pertemuan berikutnya, guru membincangkan bersama tentang tugas yang dikerjakan anak didik, dan guru menyimpulkan.

Kelebihan metode ceramah: (a) Praktis dari sisi penerapan dan media yang digunakan; (b) Eisien dari sisi waktu dan biaya; (c) dapat menyampaikan materi yang banyak; (d) Mendorong guru untuk menguasai materi yang akan ia ajarkan; (e) Anak didik tidak perlu persiapan; dan (f) Anak didik dapat langsung menerima ilmu pengetahuan (Hisyam Zaini, dkk., 2002: 84). Sedangkan

Pendidikan Agama Islam - 73

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

kelemahan penggunaan metode ceramah: (a) Guru sulit untuk mengetahui pemahaman anak didik terhadap bahan-bahan yang diberikan; (b) Kadang- kadang guru cenderung ingin menyampaikan bahan sebanyak-banyaknya hingga menjadi bersifat pemompaan; (c) Anak didik cenderung menjadi pasif dan ada kemungkinan kurang tepat dalam mengambil kesimpulan, berhubung guru dalam menyampaikan bahan pelajaran secara lisan; dan (d) Jika guru tidak memperhatikan segi-segi psikologis dari anak didik, ceramah dapat bersifat melantur dan membosankan. Sebaliknya kalau guru berlebih- lebihan berusaha untuk menimbulkan humor, inti dan isi ceramah menjadi kabur (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 56).

2. Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah metode penyam- paian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan anak didik menjawab, atau bisa juga suatu metode di dalam aktivitas pembela- jaran di mana guru bertanya sedangkan anak didik menjawab tentang bahan materi yang ingin diperolehnya (lihat http://www.syafir. com/2011/01/08/metode-tanya-jawab).

Metode tanya jawab bisa dilakukan sebagai ulangan pelajaran yang telah diberikan, sebagai selingan dalam pembicaraan, untuk mengarahkan proses berpikir, dan untuk merangsang anak didik supaya perhatiannya tercurah kepada masalah

74- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

yang sedang dibicarakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mene-

rapkan metode ini: (a) Guru harus benar-benar menguasai bahan pelajaran, termasuk semua jawaban yang mungkin akan didengarkan dari anak didiknya atas suatu pertanyaan yang diajukan; (b) Guru harus benar-benar mempersiapkan semua pertanyaan yang diajukan olehnya kepada anak didik dengan cepat dan tepat; (c) Pertanyaan- pertanyaan harus jelas dan singkat; (d) Susunlah pertanyaan dalam bahasa yang mudah dipahami anak didik; (e) Guru harus mengarahkan pertanyaan pada seluruh kelas; (f) Berikan waktu yang cukup untuk memikirkan jawaban pertanyaan, sehingga anak didik dapat merumuskannya dengan sistematis; (g) Tanya jawab harus dilakukan dengan suasana yang tenang dan bukan dalam suasana yang tegang yang penuh dengan persaingan tidak sehat di antara anak didik; (h) Agar sebanyak- banyaknya anak didik memperoleh giliran menjawab pertanyaan dan jika seseorang tidak dapat menjawab segera, giliran diberikan kepada anak didik yang lain; (i) Usahakan selalu agar setiap pertanyaan hanya berisi satu problem saja; (j) Pertanyaan harus dibedakan dalam golongan pertanyaan pikiran dan pertanyaan yang meminta pendapat dan hanya fakta-fakta (lihat http://www. syair.com/2011/01/08/metode-tanya-jawab).

Dengan menggunakan tanya jawab ini, guru Pendidikan Agama Islam dapat memberikan

Pendidikan Agama Islam - 75

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

motivasi atau stimulus kepada anak didik menjawab pertanyaan tersebut, atas arahan dari guru Pendidikan Agama Islam baik dilakukan pada waktu apersepsi, selingan maupun waktu berakhirnya aktivitas pembelajaran. Selain daripada itu, tanya jawab bisa dilakukan pada waktu guru Pendidikan Agama Islam belum menjumpai materi pelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik.

Sedangkan kekurangan metode ini: (a) Apabila terjadi perbedaan pendapat akan banyak waktu untuk menyelesai-kannya; (b) Kemungkinan akan terjadi penyimpangan perhatian anak didik, terutama apabila terdapat jawaban-jawaban yang kebetulan menarik perhatiannya, tetapi bukan sasaran yang dituju; (c) Dapat menghambat cara berpikir, apabila guru Pendidikan Agama Islam kurang pandai dalam menyajikan materi pelajaran; dan (d) Situasi persaingan bisa timbul, apabila guru kurang menguasai teknik pemakaian metode ini (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 56-57).

3. Listening Teams (Tim Pendengar)

Metode listening teams (tim pendengar) dimaksudkan untuk mengaktifkan seluruh anak didik secara berkelompok dan memberikan tugas yang berbeda kepada masing-masing kelompok tersebut (Hisyam Zaini, dkk., 2002: 28. Adapun langkah-langkahnya:

a. Peserta didik dibagi ke dalam empat kelompok.

76- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Masing-masing kelompok mendapat salah satu dari tugas-tugas berikut ini: Kelompok pertama, anak didik yang diberi tugas bertanya. Kelompok ini bertugas membuat pertanyaan yang didasarkan pada materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang sebelumnya disampaikan guru dengan menggunakan metode ceramah. Kelompok ini diminta mengajukan minimal dua pertanyaan atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Kelompok kedua, kelompok pendukung. Kelompok ini bertugas menemukan ide-ide dan menyampaikan poin-poin yang disepakati/ disetujui atau dipandang berguna dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang baru saja disampaikan dengan menjelaskan alasannya. Kelompok ketiga , kelompok pembantah. Kelompok ini bertugas mencari ide-ide dan mengomentari poin-poin mana yang tidak disepakati/tidak disetujui atau dirasa tidak banyak membantu dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang baru saja disam paikan dengan menjelaskan alasannya. Kelompok keempat, kelompok pemberi contoh. Kelompok ini bertugas memberi contoh spesifik atau aplikasi khusus dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang baru saja disampaikan oleh guru.

b. Guru menyimpulkan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan metode ceramah. Setelah selesai, beri kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyelesaikan

Pendidikan Agama Islam - 77

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

tugasnya sesuai dengan yang telah ditetapkan pada awal aktivitas pembelajaran.

c. Masing-masing kelompok diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil dari tugasnya dengan baik.

Guru bertugas memberikan pengarahan tentang pelaksanaan tugas masing-masing kelompok, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, guru juga memberikan komentar jika ada pendapat kelompok yang menyimpang dari materi pelajaran Pendidikan Agama Islam pada saat itu.

Metode listening teams dapat juga dirancang dalam bentuk variasi yang lain. Contohnya: perintahkan sebuah kelompok untuk mengikhtisarkan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, atau mintalah sebuah kelompok untuk membuat pertanyaan yang menguji pemahaman anak didik tentang materi pelajaran. Variasi lain dapat juga dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu kepada anak didik. Jawabannya akan ditemukan dalam penyajian materi pelajaran. Anak didik diminta untuk mendengarkan dengan cermat agar menemukan jawabannya. Kelompok yang dapat menjawab sebagian besar pertanyaan dianggap memperoleh kemenangan.

78- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

4. Diskusi

Diskusi tidaklah sama dengan berdebat. Diskusi selalu ditujukan untuk memecahkan suatu masalah yang menimbulkan berbagai pendapat (S. Nasution, 1995: 152).

Menurut bahasa, diskusi diartikan sebagai perte muan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah (lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa Depdikbud, 1994: 238). Metode diskusi dalam aktivitas pembelajaran umumnya dipahami sebagai proses interaksi dan komunikasi dua arah atau lebih yang melibatkan guru dan anak didik. Metode ini merupakan salah satu cara untuk menciptakan proses belajar aktif.

Diskusi sebagai metode pembelajaran dapat diterapkan pada kelas besar yang terdiri dari 40-100 orang, namun akan jauh lebih efektif bila metode diskusi diterapkan pada kelas kecil yang terdiri atas 20-30 orang (Hisyam Zaini, dkk. 2002: 134).

Sebagai metode dalam aktivitas pembelajaran, diskusi mungkin saja tidak efektif untuk menyajikan informasi baru di mana anak didik sudah dengan sendirinya termotivasi. Tetapi diskusi lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak: (a) memanfaatkan berbagai kemampuan yang ada pada anak didik; (b) Memberi kesempatan pada anak didik untuk mengeluarkan kemampuannya; (c) Membantu anak didik belajar berpikir secara

Pendidikan Agama Islam - 79

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

kritis; (d) Membantu anak didik belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya; (e) Membantu anak didik menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah sendiri maupun dari pelajaran di sekolah; dan (f) Mengembangkan motivasi untuk belajar lebih lanjut (http://gurupkn.wordpress. com/2007/11/26/metode-diskusi.htm).

Ada beberapa tipe/ jenis diskusi antara lain:

a. Diskusi tak formal , di mana anak-anak didik berhadapan satu dengan lain dalam situasi face to face relationship . Bentuk diskusi ini hanya mungkin dilakukan dalam kelompok yang kecil. Keuntungannya adalah sangat mengaktifkan anak-anak didik.

b. Panel diskusi atau round table discussion, dimana pokok diskusi ditinjau dari berbagai segi. Peserta diskusi hendaknya terdiri atas orang- orang yang berlainan pandangannya.

c. Diskusi formal , di mana untuk diskusi ini perlu seorang moderator, pembicara, dan peserta diskusi.

d. Diskusi dalam bentuk simposium . Simposium dilakukan bila ada masalah yang mengandung kontroversi. Tokoh-tokoh yang berlainan pendapat memberikan keterangan kemudian diadakan diskusi antara pendengar dan pembicara. Dalam hal ini tidak dicari kebenaran tertentu tetapi mendapatkan berbagai

80- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

pandangan.

e. Diskusi ceramah , di mana seorang pembicara memberi uraian tentang suatu masalah lalu berdiskusi dengan para pendengar. Di sini hanya ada satu pandangan dan pembicara berfungsi sebagai pemimpin.

Dari sekian banyak jenis/tipe diskusi, diskusi yang berpusat pada anak didik cenderung lebih efektif daripada diskusi yang berpusat pada guru.

Langkah, petunjuk dan kegiatan yang perlu diperhatikan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam pelaksanaan metode diskusi antara lain: (a) Persoalan harus jelas . Guru harus menetapkan sendiri suatu pokok masalah atau problem yang akan didiskusikan atau guru Pendidikan Agama Islam meminta kepada anak didik untuk mengemukakan suatu problem sebagai kajian diskusi; (b) Guru Pendidikan Agama Islam menjelaskan tujuan diskusi; (c) Guru Pendidikan Agama Islam memberikan ceramah dengan diselingi tanya jawab mengenai materi pelajaran yang didiskusikan; (d) Mendorong semua anak didik berbicara mengeluarkan pendapatnya, jangan sampai anak didik yang berani saja yang menggunakan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya; (e) Guru Pendidikan Agama Islam mengatur giliran pembicara agar tidak semua anak didik berbicara serentak mengeluarkan pendapatnya; (f) Menjaga suasana kelas dan mengatur setiap pembicara agar seluruh kelas dapat mendengarkan apa yang

Pendidikan Agama Islam - 81

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

sedang dikemukakan; (g) Berusaha agar diskusi tidak terlalu formal, melainkan diselingi dengan humor; (h) Mengatur agar sifat dan isi pembicaraan tidak menyimpang dari pokok/problem; (i) Mencatat hal-hal yang menurut pendapat guru Pendidikan Agama Islam harus segera dikoreksi yang memungkinkan anak didik tidak menyadari pendapat yang salah; (j) Selalu berusaha agar diskusi berlangsung antara anak didik dengan anak didik; (k) Bukan lagi menjadi pembicara utama melainkan menjadi pengatur pembicaraan; (l) Menyimpulkan hasil-hasil pembicaraan di akhir kegiatan diskusi; dan (m) mengakhiri diskusi tepat pada waktunya.

Sedangkan langkah, petunjuk, dan kegiatan yang perlu diperhatikan oleh anak didik, antara lain: (a) Menelaah topik/pokok masalah yang diajukan oleh guru atau mengusahakan suatu problem dan topik kepada kelas; (b) Ikut aktif memikirkan sendiri atau mencatat data dari buku-buku sumber atau sumber pengetahuan lainnya, agar dapat mengemukakan jawaban pemecahan problem yang diajukan; (c) Mengemukakan pendapat baik pemikiran sendiri maupun yang diperoleh setelah membicarakan bersama-sama teman sebangku atau kelompok; (d) Berbicara dengan jelas supaya dapat dipahami oleh peserta lain tanpa ada salah paham, dengan mengemukakan argumen-argumen yang valid, tidak berbicara tanpa ada alasan, dasar, atau sumber yang kuat; (e) Mendengar tanggapan reaksi atau tanggapan kelompok lainnya terhadap pendapat

82- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

yang baru dikemukakan; (f) Mendengarkan dengan teliti dan mencoba memahami pendapat yang dikemukakan oleh anak didik atau kelompok lain; (g) Menghargai dan menghormati pendapat teman-teman atau kelompok lainnya walau berbeda pendapat; (h) Mencatat sendiri pokok-pokok pendapat penting yang saling dikemukakan teman baik setuju maupun bertentangan; (i) Menyusun kesimpulan-kesimpulan diskusi dalam bahasa yang baik dan tepat; (j) Ikut menjaga dan memelihara ketertiban diskusi; (k) Tidak bertujuan untuk mencari kemenangan dalam diskusi melainkan berusaha mencari pendapat yang benar yang telah dianalisa dari segala sudut pandang; dan (l) Bersikap ramah selama berlangsungnya diskusi.

Dalam sebuah diskusi, terkadang dijumpai peserta yang aktif sementara yang lain pasif (hampir tidak berbicara sepatah katapun). Hal ini tentu menjadikan kegiatan diskusi tidak berjalan efektif dan hasilnya hanya bisa dirasakan oleh beberapa anak didik saja sementara yang lain tidak. Untuk mengatasi hal ini, setidaknya ada dua teknik yang bisa dipakai:

Pertama, Buzz Groups atau Buzz Session. Kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk melakukan diskusi singkat tentang suatu problem. Tiap kelompok diminta menghasilkan suatu hipotesis yang mereka pandang relevan mengenai suatu konsep atau solusi terhadap sebuah problem. Masing-masing kelompok menunjuk seseorang

Pendidikan Agama Islam - 83

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

yang bertugas sebagai pemimpin sekaligus juru bicara yang akan melaporkan hasil diskusi kelompoknya. Ia kemudian meminta kepada setiap anggotanya untuk mengemukakan ide untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan masalah yang sedang didiskusikan. Hasil ide yang telah disepakati ini lalu dilaporkan dalam diskusi besar. Biasanya dalam diskusi seperti ini, masing-masing kelompok diberi batasan waktu, misalnya lima menit atau tergantung kompleksitas masalahnya.

Kedua, The Inner Circle. Yaitu kelas di dalam kelas. Sebagian anak didik bertindak sebagai kelompok diskusi dan sebagian yang lain sebagai observer. Akan lebih baik jika dimungkinkan kursi disusun membentuk dua lingkaran konsentrik. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kepada anak didik – terutama anak didik yang pasif – sedangkan yang lain mendengarkan pendapat dari yang bersangkutan. Dengan teknik ini anak didik sebagai anggota the inner circle akan lebih merasa punya tanggung jawab untuk mengeluarkan pendapatnya (lihat Hisyam Zaini, dkk. 2002: 116- 118).

Dalam diskusi yang baik biasanya konlik akan muncul. Tugas guru Pendidikan Agama Islam dalam hal ini adalah memfokuskan konlik tersebut dan menjadikannya sebagai sebuah pelajaran tambahan. Di antara cara yang bisa dilakukan guru Pendidikan Agama Islam: (a) merujuk suatu teks atau sumber lain jika solusi tersebut bergantung pada fakta-

84- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

fakta yang pasti; (b) Menjadikan konlik sebagai dasar bagi tugas perpustakaan; (c) jika problemnya menyangkut nilai, maka guru Pendidikan Agama Islam membantu untuk menyadarkan anak didik akan nilai yang terkandung di dalamnya; (d) Menginventarisir di papan tulis semua argumen, misalnya guru Pendidikan Agama Islam membuat kolom “setuju A” dan “setuju B” atau “pro” dan “kontra”, kemudian meminta argumen atau fakta dari anggota diskusi yang ingin mengemukakan pendapatnya. Jika argumen sudah dianggap selesai, maka diskusi beralih ke tahap pemecahan masalah, yaitu dengan mengidentiikasi wilayah pro dan kontra (lihat Hisyam Zaini, dkk. 2002: 118-119).

Kelebihan metode diskusi antara lain: (a) Mendidik anak didik untuk belajar mengemukakan pikiran atau pendapat; (b) Memberi kesempatan kepada anak didik untuk memperoleh penjelasan- penjelasan dari berbagai sumber data; (c) Memberi kesempatan kepada anak didik untuk menghayati pemecahan suatu problem bersama-sama; (d) Melatih anak didik untuk berdiskusi di bawah asuhan guru; (e) Merangsang anak didik untuk ikut mengemukakan pendapat sendiri, menyetujui atau menentang pendapat teman-temannya; (f) Membina suatu perasaan tanggung jawab mengenai suatu pendapat, kesimpulan, atau keputusan yang akan atau telah diambil; (g) Mengembangkan rasa solidaritas/toleransi terhadap pendapat yang bervariasi atau mungkin bertentangan sama sekali;

Pendidikan Agama Islam - 85

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

(h) Membina anak didik untuk berpikir matang- matang sebelum berbicara; (i) berdiskusi bukan hanya menuntut pengetahuan, siap dan kefasihan berbicara saja tetapi juga menuntut kemampuan berbicara secara sistematis dan logis; dan (j) dengan mendengarkan semua keterangan yang dikemukakan oleh pembicara, pengetahuan dan pandangan anak didik mengenai suatu problem akan bertambah luas.

Sedangkan kelemahan metode diskusi: (a) Tidak semua topik dapat menggunakan metode diskusi. Hanya hal-hal yang bersifat problematis saja yang dapat didiskusikan; (b) Diskusi yang mendalam memerlukan banyak waktu; (c) Sulit untuk menentukan batas luas atau kedalaman suatu uraian diskusi; (d) Biasanya tidak semua anak didik berani menyatakan pendapat sehingga waktu akan terbuang karena menunggu anak didik mengemukakan pendapat; (e) Pembicaraan dalam diskusi mungkin didominasi oleh anak didik yang berani dan telah terbiasa berbicara. Anak didik pemalu dan pendiam tidak akan menggunakan kesempatan untuk berbicara; dan (f) Memungkinkan timbulnya rasa permusuhan antar kelompok atau menganggap kelompoknya sendiri lebih pandai dan serba tahu daripada kelompok lain atau menganggap kelompok lain sebagai saingan, lebih rendah, remeh, atau lebih bodoh (lihat http:// gurupkn.wordpress.com/2007/11/26/metode- diskusi.htm).

86- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

5. Debat Aktif

Metode debat aktif merupakan salah satu di antara metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang bisa digunakan untuk merangsang anak didik dalam mendiskusikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam, supaya terlibat secara aktif dalam mengemukakan pendapat dan berpikir kritis, dengan membagi anak didik menjadi dua kelompok, yaitu kelompok “pro” dan “kontra”.

Konsep pengembangan metode debat aktif dilandasi oleh pokok-pokok pikiran tentang demo kratisasi pengajaran di dalam kelas dan teori belajar Gestalt. Demokratisasi pengajaran di dalam kelas memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bertanya, berpikir, dan bertindak atas dasar kebebasan yang bertanggung jawab. Kesempatan untuk mempertanyakan suatu hal atau suatu masalah berarti mengajak anak didik lain untuk memberikan pendapat, komentar, kritik tertentu sehingga dapat ditemukan jawaban-jawaban atas problem yang dihadapi (Omar Hamalik, 2003: 37).

Teori belajar Gestalt memandang bahwa belajar adalah proses untuk mendapatkan suatu pemahaman, dengan harapan pemahaman tersebut bisa digunakan untuk memecahkan problem- problem yang dihadapinya (Baharuddin, 2007: 88-89). Pemahaman tersebut diperoleh melalui proses berpikir yang sistematik dan konstruktif. Berdasarkan pokok pikiran teori belajar Gestalt, maka metode debat aktif diharapkan dapat menciptakan

Pendidikan Agama Islam - 87

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

suasana pembelajaran yang demokratis dan anak didik memperoleh pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran yang telah disajikan.

Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan metode debat aktif, yaitu: (a) Terciptanya keaktifan belajar. Melalui metode debat aktif diharapkan anak didik dapat aktif terlibat secara langsung dalam proses kegiatan debat, sehingga suasana pembelajaran menjadi hidup dengan tumbuhnya rasa ego pada tiap-tiap anak didik untuk mempertahankan ide mereka. (b) Meningkatkan minat dan motivasi belajar. Dalam proses debat, minat dan motivasi belajar anak didik akan meningkat karena perhatian dan pemikiran mereka terfokus pada masalah-masalah yang sedang mereka hadapi; (c) Mendapatkan pengalaman melakukan debat . Pada umumnya anak didik akan belajar lebih banyak tentang topik mereka dan topik lain yang disajikan dalam kelas jika mereka telah terlibat secara langsung, sehingga mereka mendapat pengalaman yang berharga; (d) Proses debat memperkuat daya serap anak didik . Dengan terlibatnya anak didik untuk memecahkan sebuah masalah dalam sebuah topik melalui argumentasi- argumentasi yang efektif, akan dapat memperkuat daya serap anak didik; (e) Penerapan. Penerapan metode debat aktif disesuaikan dengan kemampuan anak didik; dan (f) Hasil belajar. Pendekatan instruksional dari metode ini berorientasi kepada pengembangan keterampilan-keterampilan dalam

88- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

logika, memecahkan masalah, berpikir kritis, komunikasi lisan dan tertulis, pengembangan aspek afektif, pengembangan komunikasi interpersonal, rasa percaya diri atas kemampuan mengajukan pendapat dan analisis kritis (Omar Hamalik, 2003: 39-40).

Berikut langkah-langkah dalam pelaksanaan metode debat aktif:

a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih topik kontroversial dalam materi Pendidikan Agama Islam yang berguna untuk diperdebatkan dengan mempertimbangkan jenjang anak didik dan relevansinya dengan materi pelajaran serta minat anak didik.

b. Guru Pendidikan Agama Islam menyampaikan informasi tentang materi Pendidikan Agama Islam yang akan diajarkan.

c. Guru Pendidikan Agama Islam membagi anak didik menjadi dua tim debat. Berikan secara acak, posisi “pro” kepada satu kelompok dan posisi “kontra kepada kelompok yang lain.

d. Guru Pendidikan Agama Islam membagi anak didik menjadi dua hingga sub kelompok dalam masing-masing tim debat. Misalnya, dalam sebuah kelas yang berisi 24 anak didik dapat dibuat tiga sub kelompok pro dan tiga sub kelompok kontra, masing-masing terdiri dari empat anggota. Tiap sub kelompok diperintahkan untuk menyusun argumen-

Pendidikan Agama Islam - 89

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

argumen untuk posisi yang ditentukannya. Atau tiap-tiap sub kelompok memilih daftar argumen yang lengkap yang memungkinkan untuk didiskusikan. Pada akhir diskusi mereka, setiap sub kelompok memilih seorang juru bicara.

e. Guru Pendidikan Agama Islam mengatur posisi menjadi dua atau empat kursi (tergantung pada jumlah sub kelompok yang dibuat untuk tiap sisi/bagian) untuk para juru bicara kelompok pro dalam posisi berhadapan dengan kursi juru bicara dari pihak yang kontra dengan jumlah yang sama. Posisi anak didik yang lain dibelakang tim debat mereka. Untuk contoh awal, susunan seperti berikut:

xx x pro

kontra x x x x

f. Setelah semua anak didik mendengarkan argumen pembuka, perdebatan dihentikan dan mereka kembali ke sub kelompok semula. Sub-sub kelompok diminta untuk menyusun strategi dalam rangka mengcounter argumen pembuka dari sisi yang berlawanan. Masing- masing sub kelompok memilih juru bicara, akan lebih baik bila menggunakan orang baru.

g. Debat dimulai kembali, juru bicara-juru bicara

90- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

yang duduk berhadapan memberikan “counter argumen”. Ketika perdebatan berlangsung anak didik yang lain didorong untuk mencatat argumen-argumen dan saran dari juru bicara- juru bicara mereka.

h. Ketika perdebatan dianggap telah cukup, perdebatan tersebut dapat diakhiri. Selanjutnya, guru Pendidikan Agama Islam memberikan ulasan tentang materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah diperdebatkan.

i. Pada akhir kegiatan guru Pendidikan Agama Islam melakukan evaluasi guna mengetahui sejauhmana tingkat pemahaman materi yang telah diserap oleh anak didik melalui metode debat aktif.

Ada beberapa kelebihan dalam penggunaan metode debat aktif, yaitu: (a) Anak didik dirangsang untuk menganalisa masalah di dalam kelompok, asalkan debat tersebut diarahkan pada pokok permasalahan yang dikehendaki; (b) dalam pertemuan debat, anak didik dapat menyampaikan fakta dari kedua sisi masalah, kemudian diteliti fakta mana yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan; (c) Terjadinya pembicaraan aktif antara pemateri dan penyanggah diharapkan akan membangkitkan daya tarik untuk turut berpartisipasi dalam mengeluarkan pendapat; (d) Bila masalah yang diperdebatkan menarik, maka pembicaraan itu mampu mempertahankan minat anak didik untuk terus mengikuti perdebatan itu.

Pendidikan Agama Islam - 91

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Sedangkan kelemahan-kelamahan metode debat aktif: (a) Dalam pertemuan ini kadang-kadang keinginan untuk menang mungkin terlalu besar, sehingga tidak memperhatikan pendapat orang lain; (b) karena perdebatan yang sengit bisa terjadi terlalu banyak emosi yang terlibat, sehingga debat itu semakin gencar dan ramai; dan (c) Memerlukan waktu yang relatif lama sehingga perlu perencanaan alokasi waktu yang matang (Roestiyah, 2004: 148- 149).

6. Team Quiz (Pertanyaan kelompok)

Penerapan metode team quiz menurut Melvin L. Silbermen (2006: 175), dapat meningkatkan rasa tanggung jawab atas apa yang mereka pelajari dengan cara yang menyenangkan dan tidak mengancam atau tidak membuat mereka takut.

Beberapa langkah yang bisa dipakai dalam metode ini, sebagai berikut:

a. Pilihlah topik yang bisa disajikan dalam tiga segmen, misalnya tentang macam-macam sunnah, pembagian hadits berdasarkan kualitas rawi dan pembagian hadits berdasarkan kuantitas rawi.

b. Bagilah anak didik menjadi tiga tim.

c. Jelaskan format pelajaran dan mulailah penyajian materinya. Batasi hingga 10 menit atau kurang dari itu.

d. Perintahkan tim A untuk menyiapkan kuis jawa- ban singkat, kuis tersebut harus sudah siap tidak

92- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

lebih dari 5 menit. Tim B dan tim C menggunakan waktu ini untuk memeriksa ulang catatan mereka.

e. Tim A memberi kuis kepada anggota tim B, jika tim B tidak dapat menjawab satu pertanyaan, tim C segera menjawabnya.

f. Tim A mengarahkan pertanyaan berikutnya kepada anggota tim C, dan mengulangi proses yang sama.

g. Ketika kuisnya selesai, lanjutkan dengan segmen kedua dari pelajaran tersebut, dan tunjuklah tim

B sebagai pemandu kuis.

h. Setelah tim B menyelesaikan kuisnya, lanjutkan dengan segmen ketiga dari pelajaran tersebut dan tunjuklah tim C sebagai pemandu kuis.

Variasi lain dari team quiz yaitu:

a. Berikan tim pertanyaan/kuis yang telah diper- sia pkan yang darinya mereka memilih kapan mereka mendapat giliran menjadi pemandu kuis.

b. Berikan satu penyajian materi secara kontinyu, bagilah anak didik menjadi dua tim.

c. Pada akhir pelajaran, perintahkan dua tim saling memberi kuis.

Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan team quiz : (a) pada awal kegiatan, guru Pendidikan Agama Islam menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan metode ceramah singkat atau dengan metode resitasi (di mana guru

Pendidikan Agama Islam - 93

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

menugaskan kepada anak didik secara individu untuk membaca teks yang sudah ditentukan); (b) Guru Pendidikan Agama Islam hendaknya membagi waktu menjadi tiga segmen, sehingga semua tim berhak menjadi pemandu kuis; (c) Tim yang bertugas sebagai pemandu kuis, hendaknya dipilih satu orang yang membaca teks pertanyaan, satu orang sebagai juri dan satu orang sebagai scorer/pencatat nilai; (d) Bentuk pertanyaan hendaknya berupa jawaban singkat (misalnya menyebutkan macam-macam sunnah atau menjelaskan pengertian/deinisi, misalnya apa yang dimaksudkan dengan hadits shahih; (e) Hindari pertanyaan dengan jawaban uraian pendapat, misalnya bagaimana pendapat Anda apabila orang yang beramal dengan hadits dhaif?; (f) Guru Pendidikan Agama Islam berkesempatan untuk mengklariikasi jawaban-jawaban anak didik pada akhir kegiatan.

Penggunaan metode team quiz dapat membangkitkan antusiasme anak didik dalam aktivitas pembelajaran dan melatih mereka bekerja sama dalam sebuah tim. Pada sisi lain, guru harus senantiasa memotivasi anak didik yang secara individu mungkin merasa kurang dilibatkan didalam kelompoknya. Guru juga harus mampu mengelola kelas dengan baik, disebabkan kondisi kelas yang bisa saja ramai.

Metode team quiz dengan berbagai keunggulan dan kelemahannya dapat digunakan sebagai

94- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

alternatif model pembelajaran pada masa sekarang, di mana guru Pendidikan Agama Islam hanya bertugas sebagai fasilitator, sehingga aktivitas pembelajaran lebih terpusat pada aktivitas anak didik, dengan pendekatan kelompok.

7. Reading Aloud (Membaca dengan keras)

Menurut bahasa reading aloud artinya membaca dengan keras. Reading aloud adalah salah satu metode pembelajaran yang penerapannya dengan cara membaca dengan keras, baik oleh guru ataupun anak didik atas kebijakan guru.

Metode reading aloud merupakan salah satu metode yang dalam implementasinya dimaksudkan untuk mengaktifkan individu (anak didik) secara umum. Dengan reading aloud yang bisa diartikan dengan penekanan khusus pada teks-teks tertentu, diharapkan akan lebih memusatkan perhatian anak didik pada materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang sedang diajarkan oleh guru Pendidikan Agama Islam dan memotivasi anak didik untuk bertanya dan mendiskusikannya.

Pada dasarnya metode reading aloud sama sebagaimana metode lainnya, sebagai salah satu metode yang diterapkan dalam rangka memotivasi dan mengkondisikan peran aktif anak didik dalam aktivitas pembelajaran. Anak didik akan belajar secara aktif kalau rancangan pembelajaran yang disusun guru mengharuskan anak didik, baik secara sukarela maupun terpaksa, menuntut

Pendidikan Agama Islam - 95

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

anak didik melakukan aktivitas belajar. Sebab belajar yang efektif adalah belajar dengan berbuat, berpikir, mendiskusikan, bertanya, dan melakukan rangkaian aktivitas lain yang dapat mengantarkan kepada pemahaman.

Secara khusus, tujuan metode reading aloud sebagai berikut: (a) Dengan membatasi sebagian teks dibaca dengan keras, dimaksudkan agar perhatian anak didik terpusat pada teks atau materi yang sedang diajarkan sehingga pemahamannya akan lebih mendalam; (b) Dengan memberikan teks pada anak didik, anak didik termotivasi untuk belajar secara aktif dengan memikirkan, memahami, dan mendiskusikan atau menanyakan poin-poin yang masih belum dimengerti; (c) Dengan membagi teks dengan paragraf tertentu, dimaksudkan agar anak didik lebih terfokus pada teks itu sehingga pemahamannya akan lebih komprehensif dan spesiik; (d) dengan menghentikan bacaan pada teks-teks tertentu memberikankesempatan bagi anak didik untuk memberikan penjelasan, pemahaman, dan atau tanggapan setelah guru memberikan kesempatan atau memberikan penekanan atau contoh bahasan tertentu; dan (e) Dengan guru bertanya pada anak didik, anak didik terinspirasi untuk bisa mendeskripsikan dan atau menyimpulkan materi Pendidikan Agama Islam yang dipresentasikan.

Agar metode reading aloud bisa efektif, guru Pendidikan Agama Islam harus memperhatikan

96- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

langkah-langkah atau prosedur pelaksanaan yang tepat dan proporsional. Langkah-langkah yang harus dilakukan guru dalam metode ini:

a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih teks yang cukup menarik untuk dibaca dengan keras.

b. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan kopian teks kepada anak didik, diberi tanda poin-poin atau isu-isu teks yang menarik untuk didiskusikan.

c. Undang beberapa anak didik untuk membaca bagian-bagian teks yang berbeda-beda.

d. Ketika bacaan sedang berlangsung, berhentilah pada beberapa tempat untuk menekankan arti penting poin-poin tertentu, untuk bertanya, atau sekadar memberi contoh. Beri anak didik waktu untuk berdiskusi jika mereka menunjukkan ketertarikan terhadap poin tersebut.

e. Akhiri proses dengan bertanya kepada anak didik apa yang ada di dalam teks yang mereka baca.

Dari langkah-langkah di atas menunjukkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam aktivitas pembelajaran, dengan menyiapkan dan memberikan teks kepada sejumlah anak didik sebagai bahan pelajaran. Untuk lebih efektif, teks-teks yang direncanakan akan dibaca dengan keras harus dibatasi, yang menurut Melvin L Silberman (2006: 39), teks dimaksud berisi

Pendidikan Agama Islam - 97

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

kurang dari 500 kata. Guru Pendidikan Agama Islam juga harus

membe rikan kesempatan, rangsangan, dan perta- nyaan pada teks yang dibaca untuk mengaktifkan anak didik dalam memahami teks yang telah tersedia. Standar efektiitas dalam metode ini adalah peran aktif anak didik dalam belajar dan bukan benar atau salah dalam memberikan tanggapan atau jawaban. Selanjutnya guru Pendidikan Agama Islam harus bisa memancing anak didik untuk bertanya, mendiskusikan dengan temannya, dengan memberikan kesempatan kepada sebagian anak didik untuk membacakan teks yang berbeda (berbeda teksnya antara anak didik yang satu dengan anak didik yang lainnya).

Adapun variasi yang perlu diterapkan dalam penerapan reading aloud adalah: (a) Pembacaan teks dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam sendiri, jika seorang guru merasa hal ini akan meningkatkan cara penyajian teks, atau seorang guru Pendidikan Agama Islam meragukan kemampuan baca anak didiknya; dan (b) Perintahkan pasangan anak didik untuk membacakan satu sama lain, hentikan klariikasi dan diskusi bila itu dirasa perlu.

Adapun keunggulan metode reading aloud: (a) Reading aloud mempunyai trik khusus dalam memfokuskan atau memusatkan perhatian anak didik pada materi yang sedang diajarkan, sehingga mengarah pada pemahaman yang lebih komprehensif; (b) Reading aloud memberikan

98- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

motivasi dan ruang kreatiitas anak didik yang lebih untuk bisa memahami pelajaran Pendidikan Agama Islam lebih lanjut; (c) Reading aloud leksibel dan solutif untuk mengkondisikan suasana pembelajaran di kelas, terutama bila dilakukan pada suasana pembelajaran yang tidak kondusif; (d) Reading aloud memungkinkan suasana pembelajaran yang menyenangkan karena di samping sebagai metode belajar mengajar juga sebagai variasi pembelajaran.

Sedangkan kelemahan metode reading aloud: (a) Reading aloud tidak bisa digunakan dalam keseluruhan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam, dalam setiap materi dan pembahasan, terutama materi yang tergolong banyak. (b) Fokus reading aloud tidak bisa mewakili keseluruhan materi yang membutuhkan penjelasan yang panjang dan bercabang; (c) Efektiitas reading aloud lebih terfokus pada upaya mengaktifkan individu dan bersifat umum, sehingga terkesan tidak melahirkan daya saing anak didik; dan (d) Reading aloud menuntut guru Pendidikan Agama Islam untuk kreatif untuk memberikan klasiikasi dan stressing pada materi- materi tertentu supaya anak didik bisa fokus pada materi-materi tersebut.

8. Pemberian Tugas Belajar (Resitasi)

Metode pemberian tugas belajar (resitasi) sering juga disebut metode pekerjaan rumah yaitu metode di mana anak didik diberi tugas di luar jam pelajaran. Dalam pelaksanaan metode ini anak-

Pendidikan Agama Islam - 99

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

anak didik dapat mengerjakan tugasnya tidak hanya di rumah, tetapi dapat di perpustakaan, di laboratorium, di kebun percobaan, dan sebagainya untuk dipertanggung-jawabkan kepada guru.

Dalam pengajaran Pendidikan Agama Islam, metode resitasi dilakukan: (a) Apabila guru Pendidikan Agama Islam mengharapkan agar semua pengetahuan yang telah diterima anak didik lebih mantap; (b) Untuk mengaktifkan anak-anak didik mempelajari sendiri suatu masalah dengan membaca sendiri, mengerjakan soal-soal sendiri, mencoba sendiri; dan (c) Agar anak-anak didik lebih rajin.

Adapun yang harus diperhatikan seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak menggunakan metode ini: (a) Tugas yang diberikan harus jelas, sehingga anak didik mengerti apa yang harus dikerjakan; (b) Waktu untuk menyelesaikan tugas harus cukup; (c) Adakan kontrol yang sistematis sehingga mendorong anak-anak didik bekerja dengan sungguh-sungguh; dan (d) Tugas yang diberikan harus menarik perhatian anak- anak didik; mendorong anak didik untuk mencari, mengalami, dan menyampaikan; (e) anak-anak didik mempunyai kemungkinan dapat menyelesaikan; (f) serta bersifat praktis dan ilmiah.

Kelebihan metode ini: (a) Baik sekali untuk mengisi waktu luang yang konstruktif; (b) Memupuk rasa tanggung jawab dalam segala tugas pekerjaan, sebab dalam metode ini anak-anak didik

100- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dikerjakan; (c) Membiasakan anak didik giat belajar; dan (d) Memberikan tugas yang bersifat praktis umpamanya membuat laporan tentang peribadatan di daerah masing-masing, kehidupan sosial dan sebagainya.

Sedangkan kekurangan metode ini: (a) Seringkali tugas di rumah itu dikerjakan oleh orang lain sehingga anak tidak tahu menahu pekerjaan tersebut; (b) Sulit untuk memberikan tugas karena perbedaan individual anak-anak didik dalam kemampuan dan minat belajar; (c) Seringkali anak- anak didik tidak mengerjakan tugas dengan baik, cukup menyalin hasil pekerjaan teman-temannya; dan (d) Apabila tugas itu terlalu banyak dan terlalu berat, akan mengganggu keseimbangan mental anak didik (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 61-62).

9. Demonstrasi dan Eksperimen

Yang dimaksud dengan metode demonstrasi adalah metode mengajar di mana guru Pendidikan Agama Islam atau orang lain yang sengaja diminta atau anak didik sendiri memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses, misalnya proses cara mengambil air wudhu, proses jalannya shalat dua rakaat, dan sebagainya.

Yang dimaksud metode eksperimen adalah metode pengajaran Pendidikan Agama Islam di mana guru dan anak didik bersama-sama

Pendidikan Agama Islam - 101

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

mengerjakan sesuatu sebagai latihan praktis dari apa yang diketahui, misalnya anak didik mengerjakan penyelenggaraan shalat jum‘at, memandikan jenazah, dan sebagainya.

Metode demonstrasi dan eksperimen dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam dilakukan bilamana: (a) Anak didik menunjukkan keterampilan tertentu; (b) Untuk memudahkan berbagai penjelasan, sebab penggunaan bahasa dapat lebih terbatas; (c) Untuk menghindari verbalisme; dan (d) Untuk membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses dengan penuh perhatian sebab akan menarik.

Adapun yang harus diperhatikan seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak menggunakan metode ini: (a) Lakukan dengan metode demonstrasi dan eksperimen dalam hal-hal yang bersifat praktis dan urgen dalam masyarakat; (b) Arahkan pendemonstrasian dan eksperimen agar anak-anak didik dapat memperoleh pengertian yang lebih jelas, pembentukan sikap, serta kecakapan praktis; (c) Usahakan supaya anak didik dapat mengikuti demonstrasi dan eksperimen; dan (d) Berilah pengertian sejelas-jelasnya landasan teori dari apa yang hendak didemonstrasikan maupun dieksperimenkan.

Kelebihan metode ini: (a) Perhatian anak didik akan terpusat kepada apa yang didemonstrasikan, dan memberikan kemungkinan berpikir lebih kritis; (b) Memberi pengalaman praktis yang dapat

102- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

membentuk perasaan dan kemauan anak didik; (c) Akan mengurangi kesalahan dalam mengambil kesimpulan, karena anak didik mengamati langsung terhadap suatu proses; dan (d) Dengan metode ini sekaligus masalah-masalah yang mungkin timbul dalam hati anak-anak didik dapat dijawab.

Sedangkan kekurangan metode ini: (a) Dalam melaksanakan metode demonstrasi dan eksperimen biasanya memerlukan waktu yang banyak; (b) Apabila kekurangan alat-alat peraga, atau alat- alatnya tidak sesuai dengan kebutuhan pengajaran Pendidikan Agama Islam, maka metode ini kurang efektif; (c) Metode ini sukar dilaksanakan apabila anak didik belum matang untuk melaksanakan eksperimen; dan (d) Banyak alat-alat yang tidak didemonstrasikan dalam kelas karena besarnya atau karena harus dibantu dengan alat-alat yang lain (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 62-63).

10. Writing In The Here And Now (Menulis Penga- la man Secara Langsung)

Metode writing in the here and now (menulis penga la man secara langsung) dapat membantu anak didik mereleksikan pengalaman-pengalaman yang mereka alami. Menurut Melvin L. Silberman (2006: 198), sebuah cara untuk meningkatkan perenungan secara mandiri adalah dengan meminta anak didik melaporkan tindakan kala ini tentang sebuah pengalaman yang mereka miliki (seakan itu terjadi

Pendidikan Agama Islam - 103

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

di sini dan sekarang). Prosedur dan langkah-langkah metode writing

in the here and now :

a. Guru Pendidikan Agama Islam memilih jenis pengalaman yang diinginkan untuk ditulis oleh anak didik. Bisa berupa masa lampau atau yang akan datang. Di antara contoh yang dapat diangkat adalah memandikan jenazah, berpuasa di bulan suci Ramadhan, atau menunaikan zakat.

b. Guru Pendidikan Agama Islam menginforma- sikan kepada anak didik tentang pengalaman yang telah dipilih untuk tujuan penulisan relektif. Guru Pendidikan Agama Islam mem- beritahu mereka bahwa cara yang berharga untuk merefleksikan pengalaman adalah menye nangkan atau mengalaminya untuk pertama kali di sini dan saat sekarang.

c. Guru Pendidikan Agama Islam memerintahkan anak didik untuk menulis, saat sekarang tentang pengalaman yang telah dipilih. Perintahkan mereka untuk memulai awal pengalaman dan menulis apa yang sedang mereka dan lainnya lakukan dan rasakan. Guru Pendidikan Agama Islam menyuruh anak didik untuk menulis sebanyak mungkin yang mereka inginkan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perasaan-perasaan yang dihasilkannya.

d. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan

104- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

waktu yang cukup untuk menulis. Anak didik seharusnya tidak merasa terburu-buru. Ketika mereka selesai, guru mengajak mereka untuk membacakan tentang releksinya.

e. Guru mendiskusikan hasil pengalaman anak didik tersebut bersama-sama.

Beberapa variasi metode ini:

a. Untuk membantu anak didik mendapatkan kegairahan dalam menulis imajinatif, laksanakan diskusi kelompok yang relevan dengan topik pelajaran yang akan ditugaskan pada mereka.

b. Perintahkan anak didik untuk saling bercerita tentang apa yang telah mereka tulis. Salah satu alternatifnya adalah dengan memerintahkan sejumlah anak didik untuk membacakan karya mereka yang sudah selesai. Alternatif yang kedua adalah dengan meminta pasangan untuk saling bercerita tentang apa yang mereka tulis.

Kelebihan metode ini: (a) Melatih dan memper- tajam daya imajinasi anak didik; dan (b) lebih meningkatkan pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sedangkan kekurangannya: (a) Kesulitan bagi sebagian anak didik yang merasa tidak mempunyai pengalaman terkait dengan materi pelajaran; dan (b) Kurang eisiennya waktu disebabkan kadang anak didik banyak yang mengulur-ngulur pekerjaannya.

Pendidikan Agama Islam - 105

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

11. Catatan Terbimbing

Metode catatan terbimbing sebagaimana diung- kapkan oleh Melvin L. Silbermen (2006: 123) adalah sebuah konsep yang mengarahkan atau memberikan panduan kepada anak didik dalam membuat catatan-catatan pada saat guru menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dengan metode ini diharapkan anak didik memiliki tingkat konsentrasi dan fokus perhatian terhadap poin-poin utama dalam materi pelajaran tersebut.

Langkah-langkah yang harus dipersiapkan oleh seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika ingin menggunakan metode ini:

a. Guru Pendidikan Agama Islam memberikan panduan kepada anak didik ringkasan poin- poin utama materi yang disampaikan dengan metode ceramah.

b. Kosongkan poin-poin yang dianggap penting sehingga akan terdapat ruang-ruang kosong dalam panduan tersebut. Misalnya :

1) Mengosongkan istilah atau definisi, contohnya: ...... adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang datang dari Nabi Muhammad SAW.

2) Mengosongkan beberapa pernyataan jika poin utamanya terdiri dari beberapa pernyataan, contohnya: Dilihat dari segi kualitasnya, maka hadits terdiri dari: (1) Hadits shahih, (2) ...... , (3) ......

106- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

3) Menghilangkan beberapa kata kunci dari beberapa paragraf, contohnya: (1) Al Qur‘an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada ...... melalui perantaraan malaikat Jibril; (2) Wahyu yang pertama diterima nabi Muhammad SAW adalah surat ......, ketika Nabi Muhammad SAW bertahannuts di ......

4) Dibuat bahan ajar (handout) yang tercantum di dalamnya sub topik dari materi pelajaran, kemudian berikan tempat kosong yang cukup sehingga anak didik dapat membuat catatan di dalamnya. Bentuk ini akan terlihat seperti contoh berikut:

Dari segi kuantitas sanad hadits dibagi menjadi:

Mutawatir ......... ......... ......... Ahad ......... ......... .........

c. Membagikan handout kepada anak didik dan menjelaskannya bahwa bagian yang dikosongkan itu memang sengaja dihilangkan, karena hal tersebut merupakan poin penting

Pendidikan Agama Islam - 107

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

yang akan dijadikan fokus perhatian dalam aktivitas pembelajaran.

d. Setelah proses pembelajaran selesai, selanjutnya guru Pendidikan Agama Islam meminta anak didik untuk membacakan hasil catatannya.

e. Berikan klariikasi atau komentar secukupnya.

12. Karyawisata

Metode karyawisata sering diberi penger- tian sebagai suatu metode pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara bertamasya di luar kelas. Dalam perjalanan tamasya, ada hal-hal tertentu yang telah direncanakan guru Pendidikan Agama Islam untuk didemonstrasikan pada anak didik, di samping hal-hal yang secara kebetulan ditemukan di dalam perjalanan tamasya tersebut.

Metode karyawisata dilakukan: (a) Apabila akan memberi pengertian yang lebih jelas dengan alat peraga langsung; (b) Apabila akan membangkitkan penghargaan dan cinta terhadap lingkungan; dan (c) Apabila akan mendorong anak didik menghargai lingkungan dengan baik.

Adapun yang harus diperhatikan seorang guru Pendidikan Agama Islam ketika hendak menggunakan metode ini: (a) Rumusan tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam harus jelas sehingga terlihat wajar dan tidaknya metode ini digunakan; (b) Selidiki obyek yang akan ditinjau dan perhatikan hal-hal yang sekiranya akan menjadi ksulitan-kesulitan (antara lain kendaraan dan

108- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

sebagainya); dan (c) Jelaskan tujuan karyawisata kepada anak-anak didik dan siapkan pertanyaan- pertanyaan yang harus mereka jawab.

Kelebihan metode ini: (a) Memberi kepua- san kepada anak didik mengenai lingkungan dengan banyak melihat kenyataan-kenyataan di samping keindahan di luar kelas; (b) Anak didik dapat memperoleh tambahan pengalaman melalui karyawisata, sedangkan guru Pendidikan Agama Islam mendapatkan kesempatan menerangkan segala sesuatu; (c) Anak didik akan bersikap terbuka, obyektif, dan berpandangan luas akibat dari pengetahuan yang diperoleh dari luar yang akan mempertinggi prestasi kepribadiannya.

Sedangkan kelemahan metode ini: (a) Apabila obyek karyawisata tidak cocok untuk mencapai tujuan; (b) Waktu yang tersedia tidak mencukupi; dan (c) pembayaran karyawisata merupakan beban tambahan anak didik sehingga memberatkan bagi anak-anak didik yang orangtuanya tidak mampu (lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 66- 67).

13. Sosiodrama dan Bermain Peran

Metode sosiodrama adalah metode pembela ja- ran Pendidikan Agama Islam dengan mendemon- strasikan cara bertingkah laku dalam hubungan sosial, sedangkan bermain peran menekankan kenyataan di mana anak didik diikutsertakan dalam permainan peran di dalam mendemonstrasikan

Pendidikan Agama Islam - 109

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

masalah-masalah sosial (Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, 2005: 65).

Ramayulis (2000: 24) menjelaskan pengertian sosiodrama yang berasal dari kata sosio yang artinya masyarakat dan drama artinya keadaan orang atau peristiwa yang dialami orang, sifat, dan tingkah laku, hubungan seseorang, hubungan seseorang dengan orang lain dan sebagainya.

Metode ini sebagai prinsip dasarnya telah diuraikan di dalam Al Qur‘an di mana banyak kita jumpai macam-macam drama, dari drama cinta segitiga sampai drama cinta sejati (misalnya drama Habil dan Qabil, Yusuf dan Zulaikha), Adam dan Hawa, dan sebagainya).

Dalam metode sosiodrama dan bermain peran, anak didik bisa memerankan tingkah laku tokoh secara bebas sesuai dengan imajinasi mereka, selain itu mereka akan lebih menghayati pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan. Unsur yang menonjol dari metode sosiodrama dan bermain peran adalah unsur hubungan kemasyarakatan, seperti berperan sebagai pahlawan, petani, dokter, guru, dan sebagainya.

Kesuksesan metode sosiodrama dan bermain peran sangat tergantung pada kualitas permainan yang dirancang oleh sang sutradara alias guru mata pelajaran (dalam hal ini guru Pendidikan Agama Islam). Di samping itu sangat tergantung juga pada persepsi anak didik terhadap peran yang dimainkan

110- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

dalam situasi yang nyata. Adapun prosedur atau langkah-langkah metode

sosiodrama dan bermain peran:

a. Guru berupaya memperkenalkan permasalahan kepada anak didik, agar mereka dapat mempe- lajari dan menghayati tugas yang mereka peran- kan dan menggambarkan permasalahan dengan jelas disertai dengan contoh.

b. Guru menyediakan suatu cerita kemudian dibacakan di depan kelas berulangkali, bila arah cerita sudah dipahami baru karya itu bisa dipentaskan.

c. Memilih pemain (partisipan), guru Pendidikan Agama Islam dan anak didik membahas karakter dari setiap pemain dan menentukan siapa yang akan memainkannya, dalam pemilihan pemain ini guru Pendidikan Agama Islam dapat memilih anak didik yang sesuai dengan karakter untuk memainkannya atau anak didik sendiri yang mengusulkan untuk memainkan siapa dan mendeskripsikan peran-perannya, sebagai contoh, seorang anak memilih peran sebagai ayah yang galak dengan kumis tebal seperti pak Raden, dia ingin memerankannya atau guru sendiri yang menunjuk salah seorang anak didik untuk memerankan ilustrasi di atas.

d. Menata panggung, dalam hal ini guru Pendidikan Agama Islam mendiskusikan dengan anak didik di mana dan bagaimana

Pendidikan Agama Islam - 111

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

peran itu akan dimainkan, apa saja kebutuhan yang diperlukan. Penataan panggung ini dapat dilakukan secara sederhana atau kompleks, pementasan secara sederhana adalah hanya dengan membahas skenario saja (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran, misalnya siapa dulu yang muncul kemudian diikuti oleh siapa dan seterusnya. Sementara penataan panggung secara kompleks meliputi aksesoris lain seperti kostum, dekorasi, tempat, dan lain-lain. Konsep sederhana memungkinkan untuk dilakukan karena intinya adalah bukan kemegahan panggung, tetapi proses bermain peran itu sendiri.

e. Menyiapkan pengamat. Guru Pendidikan Agama Islam menunjuk beberapa orang anak didik untuk menjadi pengamat, namun demikian pengamat di sini harus juga terlibat aktif dalam permainan peran tersebut.

f. Pementasan. Drama atau permainan peran dilaksanakan secara spontan. Pada awalnya banyak anak didik yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya dilakonkan alias bertukar peranan. Jika drama dan permainan peran sudah terlalu jauh melenceng dari alur cerita, guru Pendidikan Agama Islam dapat menghentikannya dan segera masuk ke langkah berikutnya.

112- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

g. Guru bersama anak didik bersama-sama mendiskusikan, mengevaluasi drama dan permainan peran. Sehingga pada pementasan yang kedua akan berjalan lebih baik lagi, karena para anak didik sudah menemukan peran yang sesuai dengan skenario yang telah disusun gurunya.

h. Langkah berikutnya, diskusi dan evaluasi kedua. Dalam pembahasan diskusi dan evaluasi, lebih diarahkan pada realitas, karena pada saat drama dan permainan peran dilakukan, banyak peranan yang barangkali melampaui batas kenyataan, misalnya seorang anak didik memainkan peran sebagai pembeli, ia membeli barang dengan harga yang tak realistis, contoh lainnya seorang anak didik yang memainkan peran sebagai orang tua yang galak, kegalakan yang ia perankan tidak sesuai dengan skenario peran yang harusnya ia perankan.

i. Yang terakhir, anak didik diajak berbagi pengalaman tentang tema drama dan permainan peran yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan. Misalnya anak didik akan berbagi pengalaman tentang bagaimana ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya, kemudian guru Pendidikan Agama Islam membahas bagaimana sebaiknya anak didik menghadapi situasi tersebut, seandainya jadi ayah dari anak didik tersebut, sikap apa yang sebaiknya dilakukan.

Pendidikan Agama Islam - 113

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

Metode sosiodrama dan bermain peran bisa diterapkan pada seluruh jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak sampai jenjang SMA. Dalam melaksanakan metode sosiodrama dan bermain peran pada jenjang kelas rendah tidak perlu disusun suatu cerita secara khusus, guru cukup menggambarkan isi cerita secara garis besar, kemudian kepada anak didik ditentukan peran- peran yang ada dalam cerita tersebut.

Sedangkan pada kelas yang lebih tinggi, perlu disusun berdasarkan pertimbangan: (a) Menentukan topik; (b) Menyusun kalimat-kalimat yang tepat; (c) Menentukan pemeran; (d) Mempelajari tugas masing-masing selanjutnya melaksanakan perma inan. Langkah-langkah tersebut dalam pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan tujuan serta jenis permainan (Conny Semiawan, dkk., 1990: 83).

Situasi suatu masalah diperagakan secara singkat, dengan tekanan utama pada karakter atau sifat, kemudian diikuti diskusi dengan masalah yang baru diperagakannya, setelah itu ditentukan secara pasti situasi masalah, mengatur para pelaku, peragaan situasi, menghentikan permainan pada saat mencapai klimaks, menganalisa dan membahas peran tersebut serta mengevaluasi hasilnya (A. Surjadi, 1989: 97). Permainan peran ini bertujuan untuk memecahkan suatu masalah secara bersama-sama, di samping itu juga anak didik dapat memperoleh kesempatan untuk merasakan bagaimana perasaan orang lain.

114- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Kelebihan dari metode sosiodrama dan bermain peran: (a) melatih anak untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian; (b) Metode ini akan menarik perhatian anak didik sehingga suasana kelas menjadi hidup; (c) Anak-anak dapat meng- hayati suatu peristiwa sehingga mudah mengam- bil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri; dan (d) Anak dilatih untuk menyusun pikirannya dengan teratur.

Sedangkan kekurangannya: (a) Metode ini memerlukan waktu yang cukup banyak; (b) Memer- lukan persiapan yang teliti dan matang; (c) kadang- kadang anak didik tidak mau mendrama tisasikan suatu adegan karena malu; dan (d) kita tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa apabila pelaksanaan dramatisasi itu gagal Abu Ahmadi dan (Joko Tri Prasetya, 2005: 66-67).

Demikianlah beberapa metode yang bisa jadi pilihan guru Pendidikan Agama Islam dalam aktivitas pembelajaran. Sebagaimana dapat kita mafhumi, mengajar merupakan usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit untuk menentukan tentang bagaimana mengajar yang baik itu. Pelaksanaan interaksi pembe- lajaran yang baik dapat menjadi petunjuk tentang pengetahuan seorang guru Pendidikan Agama Islam dalam mengakumulasikan dan mengaplikasikan segala penge tahuan keguruannya. Itulah sebabnya dalam melak sanakan interaksi pembelajaran perlu adanya kete rampilan mengajar dari seorang guru, termasuk keterampilan memilih dan menggunakan metode-

Pendidikan Agama Islam - 115

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.

metode mengajar (lihat Sardiman AM, 2007: 195). Mengingat belajar adalah proses bagi anak didik

untuk membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka aktivitas pembelajaran hendaknya memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan hal itu secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan anak didik secara aktif, misalnya mengamati, bertanya, dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Belajar aktif pendek kata tidak dapat terjadi tanpa adanya partisipasi anak didik.

Terdapat berbagai cara membuat proses pembela- jaran yang melibatkan keaktifan anak didik dan mengasah ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses pembelajaran aktif (dalam memperoleh infor- masi, keterampilan, dan sikap akan terjadi melalui proses pencarian dalam diri anak didik. Para anak didik hendaknya lebih dikondisikan berada dalam suatu bentuk pencarian daripada sebuah bentuk reaktif, yaitu mereka mencari jawaban terhadap pertanyaan baik yang dibuat oleh guru Pendidikan Agama Islam maupun yang ditentukan oleh mereka sendiri. Semua ini dapat terjadi bilamana anak didik diatur sedemikian rupa sehingga berbagai tugas dan aktivitas pembelajaran dilaksanakan dalam rangka mendorong mereka berpikir, bekerja, dan merasa.

Pada metode-metode pembelajaran di atas, guru Pendidikan Agama Islam diharapkan bisa mengem- bangkan atau mencari-cari metode yang dipandang lebih tepat, sebab tidak ada metode yang paling ideal.

116- Strategi dan Metode Pembelajaran

Syamsul Kurniawan, S.Th.I, M.S.I.

Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri. Hal ini sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai, materi yang diajarkan, pengguna metode (guru), ketersediaan fasilitas, kondisi anak didik dan situasi serta kondisi yang ada waktu itu. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah metode yang dipakai seyogyanya bisa menyenangkan, menggembirakan, dan menciptakan kesan yang baik bagi diri anak didik, karena itu menurut Al-Syaibany (1979: 619-620), akan menarik minat dan keinginannya serta menolongnya mencapai tujuan-tujuan dan selanjutnya menambah semangatnya dalam aktivitas pembelajaran.

Selamat beraktivitas, semoga Allah SWT senantiasa membimbing dan merahmati kita. Amin.

Pendidikan Agama Islam - 117

Drs. H. Mangun Budiyanto, M.S.I.