Analisis Serat Langendriya episode Damawulan Ngarit Berdasarkan Strata Norma
A. Analisis Serat Langendriya episode Damawulan Ngarit Berdasarkan Strata Norma
Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit dalam bentuk macapat
merupakan sebuah sruktur yang kompleks, maka untuk memahami struktur tersebut perlu dianalisis setiap unsur-unsurnya. Analisis Struktural berdasarkan srtata norma dimaksudkan untuk menemukan makna setiap gejala yang nampak dari Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit berupa lapis-lapis atau strata norrma. Secara berurutan akan disajikan analisis Serat langemdriya episode Damarwulan Ngarit berdasarkan strata norma yang meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis latar, pelaku dan objek, lapis dunia, lapis metafisis.
1. Lapis Bunyi Macapat atau puisi adalah satuan suara yang menghasilkan makna. Satuan
ini dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit berupa suku kata, kata, dan berangkai ke dalam frase atau kalimat dalam kesatuan cerita. Pada lapis ini satuan-satuan suara dengan pola tertentu yang ada ditunjukkan sifatnya khusus yaitu menimbulkan nilai seni (estetis) daan tanggapan atau imajinasi tertentu.
Ngarit dibangun dengan memanfaatkan sajak (rima). Persajakan yang secara maksimal dimanfaatkan adalah aliterasi dan asonansi. Sarana ini mampu membentuk pola yang berirama yang kemudian menimbulkan suatu tanggapan tertentu dalam memberikan makna tambahan. Hal yaang terpenting adalah kesesuaiannya dengan konvensi tembang yaitu keterkaitannya pada guru gatra, guru wilangan, dan guru lagu, sebab hal ini menunjukkan pada metrum lagu yang dipergunakan dalam karakternya.
Pemanfaatan sajak dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit
secara garis besar selain memberikan efek keindahan karena pola ritmisnya dan penekanan ucapan, sarana ini mampu menimbulkan tanggapan atau imajinasi tentang keutamaan dalam betanggung jawab, sabar serta kegigihan dalam mencapai cita-cita.
a. Repetisi Repetisi adalah gaya bahasa perulangan untuk menekankan sebuah
konteks. Baik itu perulangan bunyi, suku kata, kata, frasa, dan klausa yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.
1) Repetisi berdasarkan bunyi Gaya bahasa repetisi berdasarkan bunyi dapat dilihat contoh dalam
kutipan berikut ini:
No Bentuk
Terjemahan
Letak
1 ngarangmerangmuring- muring
tiba-tiba membuat bernafsu sekali
SL, ph III Snm, bt 3,brs 8
2 ngugung sagung jubriya pamer dengan
membanggakan kesaktiannya
SL, ph V Pgkr, bt 3, brs 4
3 nanging ing panyuwun kula
namun permintaan saya
SL, ph V Pgkr bt 5, brs 1
4 ananging adrênging kapti
namun keinginan yang kuat
SL, ph VIII Snm, bt 2 brs 2
5 wus putus liring wiweka
sudah hilang hati-hatinya
SL, ph VIII Snm, bt 1, brs 3
6 mring kanjêng eyang sang yogi
pada maksud eyang sang putra
SL,ph VIII Snm, bt 2, brs 4
7 mratandhani maling juling
menunjukkan dia pencuri yang picik
SL, ph XVIII Drm, bt 3, brs 5
Kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan contoh dari repetisi berdasarkan
bunyi yaitu nagrang merangmuring-muring dalam kutipan tersebut terdapat repetisi berdaarkan bunyi atau perulangan bunyi /ng/, dalam ngugung sagung jubriyaterdapat berulangan bunyi /ung/, nanginging panyuwun kula merupakan kutipan perulangan bunyi /ing/, begitupula dalam kalimat anaging adrêngingkapti bunyi yaitu nagrang merangmuring-muring dalam kutipan tersebut terdapat repetisi berdaarkan bunyi atau perulangan bunyi /ng/, dalam ngugung sagung jubriyaterdapat berulangan bunyi /ung/, nanginging panyuwun kula merupakan kutipan perulangan bunyi /ing/, begitupula dalam kalimat anaging adrêngingkapti
2) Repetisi berdasarkan suku kata Gaya bahasa repetisi berdasarkan suku kata dapat dilihat contoh dalam
kutipan berikut:
Tabel 2. Repetisi berdasarkan suku kata
No Bentuk
Terjemahan
Letak
1 mangkono kang wis- uwis
demikian yang sudah-sudah SL, ph VIII Snm, bt 3, brs 5
2 ngêgul-guli gêgalane wong yun pupuh
keberanian orang yang ingin berperang
SL, ph V Pgkr, bt
6, brs 5
3 Damarwulan aja sira ling-alinga
Damarwulan jangan berlindung
SL, ph XX Drm, bt 3 brs 1
Kutipan di atas dapat disimpulkan contoh dari repetisi berdasarkan suku
kata yaitu: mangkono kang wis uwis kutipan tersebut merupakan perulangan suku kata /wus/, ngêgul-guli gêgalane wong yun pupuh merupakan perulangan suku kata /gul/. berperang, dan Damarwulan aja sira ling-alinga merupakan perulangan suku kata /ling/.
Gaya bahasa repetisi berdasarkan kata dapat dilihat contoh dalam kutipan berikut:
Tabel 3. Repetisi berdasarkan kata
No Bentuk
Terjemahan
Letak
1 sowang-sowang layak wus ora kuwatir
berpisah satu persatu sudah tak kuwatir
SL, ph I Dgl, bt 3, brs 9
2 Dayun-Dayun sun tarima
Dayun-ayun saya terima
SL, ph III Snm, bt
4, brs 1
3 iya muga-muga
iya semoga saja
SL, ph VII Drm, bt 3, brs 3
4 lêlakon kang rungsit- rungsit
perjalanan yang berbahaya
SL, ph VIII Snm, bt 4, brs 8
5 ingsun pangling dene nguni kyuyus-kyuyus
saya lupa andai seperti dulu kehujanan
SL, ph IX Pgkr, bt
6, brs 5
6 siya-siya mring sasami berbuat aniyaya pada sesama SL, ph IX Pgkr, bt
7, brs 7
7 puluh-puluh kapakna
lubang-lubang itu akan diapakan
SL, ph IX Pgkr, bt
9, brs 4
8 lan dhaharan warna- warna
dan bermacam-macam makanan
SL, ph X Knt, bt
1, brs 5
9 radèn-radèn yèn 9 radèn-radèn yèn
10 nggih mbok êmban sangêt nuwun-nuwun
ya mbok emban sangat berterimakasih
SL, ph XVI Mgt, bt 3, brs 1
11 dhuh lah sokur-sokur gusti
aduh puji syukur paduka
SL, ph XVI Mgt, bt 5, brs 4
12 Wêngi-wêngi yun kapanggih
Malam-malam ingin bertemu SL, ph XIX Pgkr, bt 1, brs 7
Kutipan-kutipan diatas dapat disimpulkan contoh repetisi berdasarkan kata
yaitu: sowang-sowang layak wus ora kuwatir, Dayun-Dayun sun tarima, iya muga-muga, lêlakon kang rungsit-rungsit, ingsun pangling dene nguni kyuyus- kyuyus, siya-siya mring sasami, puluh-puluh kapakna,lan dhaharan warna- warna, radèn-radèn yèn kapundhut dhuwung,nggih mbok êmban sangêt nuwun- nuwun, dhuh lah sokur-sokur gusti, dan wêngi-wêngi yun kapanggih kutipan- kutipan tersebut pada kata bergaris bawah merupakan repetisi berdasarkan suku kata.
4) Repetisi berdasarkan frasa Gaya bahasa repetisi berdasarkan frasa dapat dilihat contoh dalam
kutipan berikut:
a) ...... dhuh Gusti sampun ndêdewa ..... (SL,ph III Snm, bt 3, brs 1) a) ...... dhuh Gusti sampun ndêdewa ..... (SL,ph III Snm, bt 3, brs 1)
Terjemahan:
a) ..... dhuh Gusti jangan memperpanjang .....
b) ..... aduh Gusti sang prabu .....
Kutipan di atas, dhuh Gusti „aduh Gusti‟ dalam kalimat dhuh Gusti sampun ndêdewa „duh Gusti jangan memperpanjang‟ dan dhuh Gusti sang aprabu „duh Gusti sang prabu‟ menunjukkan gaya bahasa repetisi berdasarkan pada
perulanagan frasa.
5) Repetisi berdasarkan klausa Gaya bahasa repetisi berdasarkan klausa dapat dilihat contoh dalam
berikut:
..... gusti pangabêkti kula/ gusti ngabêkti kula/ gusti pangabêkti ulun/
..... (SL,ph XIV Asm, bt 3, brs 4,5,6)
Terjemahan: ..... pengabdianku pada paduka/ pengabdianku pada paduka/ pengabdianku pada paduka/ Terjemahan: ..... pengabdianku pada paduka/ pengabdianku pada paduka/ pengabdianku pada paduka/
b. Gaya bahasa retoris Gaya bahasa retoris dapat ditemukan dalam Serat Langendriyan episode
Damarwulan Ngarit, gaya bahasa yang semata-mata merupakan penyimpangan dari kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu dapat ditemukan gaya bahasa asonansi, aliterasi, dan hiperbola. Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Sedangkan aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi konsonan yang sama.
Tabel 4. Gaya bahasa retoris
No Bentuk Terjemahan
Letak
Jenis
1 lulus trêsna suyud sungkêm dera ngabdi
kasih sayang yang tulus dan hormat dari yang mengabdi
SL,ph I Dgl, bt 1, brs 9
Aliterasi (s)
2 kaya paran para kancanira
seperti penuntun bagi kawan- kawannya
SL, ph I Dgl, bt 1, brs 2
Asonansi (a)
3 ing praja myang manca praja
di kerajaan menuju kerajaan manca
SL, ph I Dgl, bt 1, brs 8
Asonansi (a) Asonansi (a)
perasaan yang senang dalam hati
Snm, bt 1, brs 9
5 mangonêng- onênging galih
rasa rindu yang saangat kuat dalam hati
SL, ph III Snm, bt 3, brs 2
Alitersi (ng)
6 lali labèting la êla lupa bekas hal yang
menyenangkan
SL, ph III Snm, bt 3, brs 3
Aliterasi (l)
7 pêpujanku Ratu Ayu
ratu ayu pujaanku
SL, ph III Snm, bt 4, brs 5
Asonansi (u)
8 wuwuh-wuwuh arsa wiwit
dijaga keinginannya dari awal
SL, ph V Pgkr, bt 3, brs 7
Aliterasi (w)
9 ngrusak sung srik siya-siya
memberi contoh merusak dengan sembarangan
SL, ph V Pgkr, bt 4, brs 1
Aliterasi (s)
10 marmaningsun kudu asung
prayogi
karena itu harus memberi contoh baik
SL, ph V Pgkr, bt 6, brs 2
Asonansi (u)
11 ngêgul-guli gêgalane wong
keberanian orang yang ingin
SL, ph V Pgkr, bt 6,
Aliterasi (g) Aliterasi (g)
12 tilar tata krami
meninggalkan tatakrama
SL, ph VI Mjl, bt 1, brs
Alitersi (t)
13 inggih lêrês kasinggihan rêsi
iya demikian resi
SL, ph VI Mjl, bt 2, brs
Alitersi (r)
14 nanging omong kosong
namun omong kosong
SL, ph VI Mjl, bt 2, brs
Asonansi (o)
15 rêmbug ndika niku ingkras- ingkris
pembicaraanmu itu tampak ragu-ragu
SL, ph VI Mjl, bt 2, Brs
Aliterasi (k)
16 bubut-bubut sabên enjing
mencabuti setiap pagi
SL, ph IX Pgkr, bt 9, brs 7
Aliterasi (b)
17 angrêsiki nyêmpali pang kang garing
membersihkan dahan yang kering
SL, ph IX Pgkr, bt 10, brs 2
Asonansi (i)
18 dhuh radèn kula kautus
aduh raden saya diperintah
SL, ph X Knt, bt 1, brs
Asonansi (u)
19 dados abdi kêmit menjadi abdi yang SL, ph XI
Asonansi (i) Asonansi (i)
brs 5
20 kula suka lila
jika dibunuh
SL, ph XI Drm, bt 4, brs 3
Aliterasi (l)
21 gêbêgên grokên iku
gosoklah kotoran itu
SL, ph XI Gmb, bt 2, brs 2
Alitersi (g)
22 pomo aja kongsi towong
jangan sampai berisik
SL, ph XI Gmb, bt 2, brs 5
Asonansi (o)
Kutipan-kutipan di atas merupakan contoh gaya bahasa retoris, gaya bahasa retoris terdiri dari aliterasi dan asonansi. Yang merupakan aliterasi adalah sebagai berikut: lulus trêsna suyud sungkêm dera ngabdialiterasi /s/, rarasing rèh rinasa rêsmining driya aliterasi /r/, rarasing rèh rinasa rêsmining driyaaliterasi /r/, lali labèting la êlaaliterasi /l/, mangonêng-onênging galihaliterasi /ng/, wuwuh- wuwuh arsa wiwitaliterasi /w/,ngrusak sung srik siya-siyaaliterasi /s/, ngêgul-guli gêgalane wong yun pupuh aliterasi /g/, tilar tata kramialiterasi /t/, inggih lêrês kasinggihan rêsialiterasi /r/, rêmbug ndika niku ingkras-ingkrisaliterasi /k/, bubut- bubut sabên enjingaliterasi /b/, kula suka lilaaliterasi /l/, dangêbêgên grokên ikualiterasi /g/. Sedangkan kutipan berikut merupakan asonansi: kaya paran para
Ayu asonansi /u/, marmaningsun kudu asung prayogiasonansi /u/, nanging omong kosongasonansi /o/, angrêsiki nyêmpali pangasonansi /i/, dhuh radèn kula kautusasonansi /u/, dados abdi kêmit kori asonansi /i/, dan pomo aja kongsi towongasonansi /o/.
2. Lapisan Arti Lapisan Arti adalah satuan arti yang dibangun oleh kata, gabungan kata
dan kalimat. Teks Serat Langendriya episode DamarwulanNgaritmenurut bait dengan jumlah larik tetap sesuai metrumnya. Fungsi bait membagi teks menurut bagian-bagian yang lebih pendek. Sedangkan pola maknanya merupakan makna yang khas yaitu makna tambahan. Makna tersebut terjadi karena formatnya ; adanya unsur kepuitisan bahasa dan unsur bunyi. Susunan teks Serat Langendriya episode DamarwulanNgarit lebih mengutamakan larik sajak, kata-kata yang mewujudkan teks memiliki ketundukan pada tata kalimat, namun lebih mengutamakan pada struktur ritmis sebuah larik. Keutuhan makna akan nampak pada setiap baitnya, karena larik yang satu dengan larik berikutnya mengandung kesatuan isi.
a. Tembung Saroja Tembung Saroja adalah dua kata yang mirip artinya, digunakan secara
bersama –sama, dan menimbulkan pengertian yang berbeda. Tembung saroja yang di gunakan dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit antara lain sebagai berikut; srikênya, tatakrami, ingkras-ingkris, titisunyadan bersama –sama, dan menimbulkan pengertian yang berbeda. Tembung saroja yang di gunakan dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit antara lain sebagai berikut; srikênya, tatakrami, ingkras-ingkris, titisunyadan
b. Tembung Garba Tembung Garba atau sandi berarti menggandeng dua kata atau lebih
menjadi satu kata dengan cara mengurangi jumlah suku kata. Fungsi kata ini adalah untuk menentukan ketepatan jumlah guru wilangan pada tiap lariknya sesuai metrum yang digunakan. Antara lain:
Tabel 5. Tembung Garba
No Kata
Pupuh, Bait, Baris
Pemenggalan
Arti
1. praptèng
Prapta+ing
ka + lungguh + ira (sira)
praja + ira (sira)
jodho + ira (sira)
putra + ingsun
wadya + agung
marma + ingsun
karena itu
8. prabèstri
prabu + èstri
istri prabu
9. prayitnèng
prayitna + ing
Waspadanya
10 swargènipun
swarga + ipun
Almarhum
12. cidrèng
cidra + ing
Ingkar `
Tembung garba ini digunakan untuk memenuhi konvensi guru wilangan. Jadi, fungsinya untuk mengurangi atau menambah jumlah suku kata apabila dalam masing-masing baris kelebihan atau kekurangan suku kata, walaupun tidak menutup kemungkinan terhadap adanya pertimbangan-pertimbangan lain dari pengarang, seperti kelancaran bunyi.
c. Pengulangan kata Pengulangan kata dalam Serat Langendriya episode Damarwulan
Ngarit dimanfaatkan untuk memberikan tekanan suatu hal atau pengulangan. Pengulangan tersebut meliputi pengulangan satu suku kata atau lebih pada awal atau akhir kata dan pengulangan kata yang dikombinasikan dengan imbuhan.
Contoh pengulangan suku kata yang terdapat dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit antara lain:
a) ..... têtulunga ing kaswasih ..... (SL, Ph III Snm, bt 1, brs 2)
Terjemahan: ..... berikan pertolongan kepada yang membutuhkan .....
pêpucuk nggèn kula arsa ..... (SL, ph V Pngkr, bt 1, brs 6) Terjemhan: ..... puncak dari yang saya pikirkan .....
c) ..... èh èh bapa pêpatih Menksabawa ..... (SL, ph VII Drm, bt 1, brs 1) Terjemahan:
eh eh patih menaksabawa .....
d) ..... lêlakon kang rungsit-rungsit ..... (SL, ph VIII Snm, bt 4, brs 8) Terjemahan: ..... perjalanan yang bebahaya .....
Dari kutipan di atas terlihat pada kutipan berikut: têtulunga ing kaswasih,pêpucuk nggèn kula arsa, èh èh bapa pêpatih Menksabawa, danlêlakon kang rungsit-rungsitterdapat perulangan berdasarkan suku kata.
Sedangkan pengulangan kata yang terdapat dalam SeratLangendiya episode Damarwulan ngarit antara lain pada kata:
Tabel 6. Pengulangan Kata No Bentuk
Terjemahan
Letak
1 sowang-sowang layak wus ora kuwatir
berpisah satu persatu sudah tak kuwatir
SL, ph I Dgl, bt 3, brs 9
2 Dayun-Dayun sun tarima Dayun-ayun saya terima
3 iya muga-muga
iya semoga saja
SL, ph VII Drm, bt 3, brs 3
4 lêlakon kang rungsit- rungsit
perjalanan yang berbahaya
SL, ph VIII Snm, bt 4, brs 8
5 ingsun pangling dene nguni kyuyus-kyuyus
saya lupa andai seperti dulu kehujanan
SL, ph IX Pgkr, bt
6, brs 5
6 siya-siya mring sasami
berbuat aniyaya pada sesama
SL, ph IX Pgkr, bt
7, brs 7
7 puluh-puluh kapakna
lubang-lubang itu akan diapakan
SL, ph IX Pgkr, bt
9, brs 4
8 lan dhaharan warna- warna
dan bermacam-macam makanan
SL, ph X Knt, bt
1, brs 5
9 radèn-radèn yèn kapundhut dhuwung
raden-raden jika diambil keris saya
SL, ph XI Drm, bt
4, brs 1
10 nggih mbok êmban sangêt nuwun-nuwun
ya mbok emban sangat berterimakasih
SL, ph XVI Mgt, bt 3, brs 1
11 dhuh lah sokur-sokur gusti
aduh puji syukur paduka
SL, ph XVI Mgt, bt 5, brs 4
12 Wêngi-wêngi yun kapanggih
Malam-malam ingin bertemu
SL, ph XIX Pgkr, bt 1, brs 7 SL, ph XIX Pgkr, bt 1, brs 7
Dilihat dari contoh pengulangan kata di atas memanglah tidak berbeda dengan contoh repetisi berdasarkan kata maupan. Namun di sini yang membedakan adalah kata-kata dalam repetisi berdasarkan suu kata dan kata, secara garis besar selain memberikan efek keindahan karena pola ritmisnya dan penekanan ucapan, sarana ini mampu menimbulkan imajinasi-imajinasi tertentu yang ingin disampaikan oleh penulis cerita kepada pembaca. Sedangkan dalam pengulangan kata lebih menekankan pada keutuhan makna yang tampak pada setiap bait, karena larik yang satu dengan larik berikutnya mengandung kestuan isi.
d. Dasanama Dasanama berassal dari kata dasa artinya sepuluh, nama adalah nama. Artinya satu nama yang memiliki sepuluh nama lain. Walaupun satu nama tersebut memiliki tidak sampai sepuluh nama tetap disebut dasanama. Sarana ini dimanfaatkan untuk memenuhi kesesuaian guru lagu. Untuk menyatakan arti kata Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit disini menggunakan
No
Sinonim
Pupuh, bait, baris
Hati tyas 3, 2, 7 driya
Dewa dewa 9, 6, 4
Dasanama diatas dimanfaatkan untuk menambah variasi dalam pemilihan kata untuk menyatakan arti yang sama.
Gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang.Dalam penelitian ini pembahasan mengenai gaya bahasa didasarkan pada struktur kalimat dan didasarkan pada langsung tidaknya makna.
e. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat Di dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit gaya bahasa
berdasarkan stuktur kalimat dapat ditemukan adanya gaya bahasa repetisi, antitesis, dan klimaks.
1) Klimaks Klimaks adalah gaya bahasa yang menyatakan pernyataan atau pikiran
yang semakin menanjak berdasarkan meningkatkan kepentingan gagasan- gagasannya. Sebagai contoh dapat dilihat dalam kutipan berikut:
Kowè sapa aranmu wong apa sira/ Pinangkanira ing ngêndi/ Tan wruh ing dèduga / Tinggal krama dêgsura/ Rasakna ganjaan mami/ Mara sambata/ Ngakua mumpung urip// ( SL, ph XI Drm, bt 1, brs 1-7)
Terjemahan:
Kamu siapa kamu orang apa/ Kamu berasal darimana/ Tidak tahu tata krama / meninggaalkan sopan santun/ terimalah hukumanku / minta tolonglah/ mengakulah selagi hidup//
Kutipan di atas, kowè sapa aranmu wong apa sira „kamu siapa kamu oran apa‟, pinangka nira ing ngêndi „kamu berasal dari mana‟, tan wruh ing dèduga „tidak tahu tata krama‟, tinggal krama dègsura „meninggalkan sopan Kutipan di atas, kowè sapa aranmu wong apa sira „kamu siapa kamu oran apa‟, pinangka nira ing ngêndi „kamu berasal dari mana‟, tan wruh ing dèduga „tidak tahu tata krama‟, tinggal krama dègsura „meninggalkan sopan
siapa kamu oang apa,kamu orang berasal darimana, tidak tahu tat krama, mennggalkan sopan santun, terimalah hukumnku, minta tolonglah, mengakulah selagi hidup‟. Mengandung pernyataan yang semakin
menggambarkan tentang kemarahannya dari gagasan sbelumnya.
f. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dapat dibagi
menjadi dua bagian yaitu gaaya bahasa retorasi daan kiasan. Gaya bahasa retorasi dan kiasan. Gaya bahasa retorasi adalah gaya bahasa yaang semata- mata merupakan penyimpangan dari kontruksi biasa untuk mencapai efek tertentu, misalnya asonansi, aliterasi, hiperbola, asideton historon postoron, apofasis, dan eufemisme.gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa yang dilihat dari segi makna, tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan makna kata yang membentuknya, misalnya simile, metafora, personifikasi, dan ironi.
1) Hiperbola Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu peryataan yang
berlebihan dengan membesar-besarkan suatu hal. Sebagai contoh dapat dilihat dalam kutipan berikut:
..... si gêndhuk subasiti/ Ratu ayu majalangu/ Kumalaning bawana/
(Sl, ph III Snm, bt 1, brs 5-8)
Terjemahan:
..... Si putri Subasiti/ Ratu ayu Majalangu/ Permatanya dunia/ Ratunya para hapsari/ .....
Kutipan di atas, Si gèndhuk Subasiti „Si putri Subasiti‟, Ratu Ayu Majalangu „Ratu ayu Majalangu‟, Kumalaning bawana „Permatanya dunia‟, ratu-ratune
apsari „ratunya para hapsari‟. Purti Subasiti adalah seorang putri yang cantik sehingga di gambarkan seperti permata dan dianggap sebagi ratunya para putri karena begitu cantiknya. Tidak hanya permata perhiasan yang cantik dan tidak todak hanya putri Subasiti putri yang memiliki wajah yang cantik.
2) Sarkasme Sarkasme adalah gaya bahasa sindiran yang paling kasar dengan
mempergunakan kata-kata tertentu yang cnderung tidak sopan. Sebagai contoh dapat dilihat dalam kutiapan berikut:
a) Si kaparat asu buntung/
..... (SL, ph XIX Pgkr, bt 2,brs 3)
b) ealah sundêl bêndhêl gêmblung/
..... (SL, ph XIX Pgkr, bt 3, brs 3)
c) wis têtela sundêl anjing Anjasmara/
..... (SL, ph XX Drm, bt 2, brs 1)
Terjemahan:
b) Oh, sering melakukan tindakan gila/ .....
c) Sudah jelas Anjasmara anjing/ ..... Kutipan di atas, sikaparat asu buntung „si keparat anjing buntung’.
Seseorang yang dikatakan seperti binatang menunjukkan bahwa kata-kata tersebut sangan kasar dan tidak sopan.
3. Lapis Latar, Pelaku dan Objek
a. Latar Pemahaman terhadap struktur crita latar mendapat prioritas pertama untuk mengetahui keragaman cerita tersebut. Dalam hubunganya dengan Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit diduga menunjukkan hubungan kesatuan struktur dalamnya dengan latar belakang yang melahirkan cerita ini, inilah
sosial pengarang. Latar adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya sebuah peristiwa. Latar atau setting bisa berarti tempat tertentu, daerah tertentu, orang-orang tertentu dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau jamannya, cara hidup tertentu cara berfikir tertentu (Jacob &Sini, 1986 : 76).Aspek latar atau setting meliputi asspek ruang dan waktu terjadinya peristiwa-periatiwa. Ruang adalah tempat atau lokasi peristiwa-peristiwa yang diamati baik yang eksteren maupun interen. Waktu dapat dijelaskan dalam cerita, yaitu seorang pencerita akan memberikan jaman yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa yang disajikan. Biasanya secara jelas tertulis atau secara tersirat secara
1) Latar Tempat Latar tempat dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngaritdi Pulau Jawa, Lumajang, Majalengka,Kalidhadhung, Dusun Paluombo, Balemangu, Kandang kuda dan Ngrandubolo. Latar tempat ini dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut:
a) ..... Dhawuhêna wrataning jawi/ ..... (SL, ph I Dhga, bt 2, brs 5) Terjemahan: ..... Perintahnya rata diseluruh Jawa/ .....
b) ..... Lumajang dhawuh narpati/ .....
(SL, ph II Knt, bt 3, brs 2) Terjemahan: ..... Di Lumajang atas perintah raja/ .....
c) .....
Marang Majalengka/ ..... (SL, ph VII Drm, bt 1, brs 3) Terjemahan: ..... Ke majalengka/ .....
d) ..... Kalidhadhung prayogi/ ..... (SL, ph VII Drm, bt 2, brs 7) Terjemahan: ..... di Kalidhadhung lebih baik/ .....
e) .....
(SL, ph IX Pgkr, bt 1, brs 7) Terjemahan: ..... Sampai pada pintu Jawa/ .....
f) ..... saking dhusun Paluamba palinggih/ ..... (SL, ph IX Pgkr, bt 2, brs 2) Terjemahan: ..... dari desa Paluamba/ .....
g) ..... lan manggona ing gêdhongan gonmu/ ..... (SL, ph XII Gbh, bt 6, brs 2)
Terjemahan: ..... dan tinggalah di kandang kuda tempatmu/ .....
h) ..... sami wisma Ngrandubala sêyaningsun/ ..... (SL, ph XIII Pcg, bt 3) Terjemahan: ..... semuanya berasal dari rumah di Ngrandubala/ .....
i) ..... nèng dhuwur gêdhongan/ .....
(SL, ph XVIII Drrm, bt 2, brs 3) Terjemahan: ..... di atas kandang kuda/ .....
Dari kutipan diatas digambarkan dan dilukiskan bagaimana keadaan di Jawa, Lumajang, Majalengka, Paluamba, dan kandang kuda.
Latar Waktu berkaitan dengan suatu dekade yang menyebutkan saat suatu peristiwa itu sedang terjadi. Waktu itu sangat penting, sebab dengan adanya kepastian waktu yang jelas, dapat diketaui rentetan peristiwa secara kronologis. Dalam Serat Lngendriya episoe Damarwulan Ngarit, latar waktu bisa dilihat pada kutipan berikut ini:
a.) ........... bubut-bubut sabên enjing/ ..... (SL, ph IX Pgkr, bt 1, brs 7) Terjemahan: ..... mencabuti setiap pagi/
b.) ..... tugur lawan mèlêk dalu/ ..... (SL, ph IX Pgkr, bt 2, brs3) Terjemahan:
..... dan terjga di malam hari/ .....
c.) .....
mênko têngah ratri nggoningsun lumêbu/ ..... (SL, ph XVI Mgt, bt 1, brs 1) Terjemahan: ..... nanti tengah malam saya masuk/ .....
d.) ..... wêngi-wêngi yun kapanggih/ ..... (SL, ph XIX Pgkr, bt 1, brs 7)
Terjemahan: ..... malam-malam ingin bertemu/ .....
waktu yang terdapat dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit yaitu pagi, malam dan tengah malam.
b. Pelaku Pelaku adalah pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa (Jakob & Saini, 1986:144). Serat langendriya episode Damarwulan Ngarit menampilkan beberapa pelaku dengan berbagai fungsi. Tokoh Damarwulan adalah tokoh utama yang tertulis dalam naskah Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit. Kutipan tersebut dapat telihat sebagai berikut:
Èh damarwulan kulup/ ing samêngko mungguh karsaningsun/ sun marèni gonmu dadi kêmit kori/ sun lih dadi tunggonipun/ jran rolas mangsaborong// (SL, ph XII Gmbh, bt 1)
Terjemahan:
Eh nak Damarwulan/ nanti jika ad keiginanku/ saya akan memberhentikanmu menjadi penjaga pintu/ saya pindah menjadi/ penjaga duabelas kuda mangsaborong/ Dari kutipan diatas /
c. Obyek Objek-objek yang di utamakan dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit erkaitan dengan kegigihan dan kesungguhan seseorang dalam menjalankan tanggung jawabnya demi mewujudkan cita-citanya. Di dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit mengajarkan bahwa c. Obyek Objek-objek yang di utamakan dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit erkaitan dengan kegigihan dan kesungguhan seseorang dalam menjalankan tanggung jawabnya demi mewujudkan cita-citanya. Di dalam Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit mengajarkan bahwa
4. Lapis Dunia Pemanfaatan bunyi baik vokal maupun konsonan dalam Serat
Langendriya episode Damarwulan Ngarit disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan arti. Arti ini menjadi dasar adanya hal-hal yang dikemukakan secara menyeluruh. Hal-hal yang dikemukakan menunjuk pada dunia tertentu dalam pandangan pengarang. Dunia yang dinyatakan adalah tentang keberadaan manusia di dunia, yang terangkum dalam keseluruhan baitnya. Nampak bahwa dari keseluruhan bait dalam Serat Langendriya episode Damawulan Ngarit berisi tentang teladan hidup yang baik untuk di contoh dalam kehidupan. Serat Langendriya episode Damarwulan Ngarit berisikan tentang tanggung jawab serta kegigihan seseorang dalam mengemban tugasnya hingga mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan kemampuannya.
5. Lapis Metafisis Melalui lapis di atas timul lapis metafisis, artinya dapat memberikan
suatu renungan bagi pembacanya. Menyebabkan pembaca lebih mendalam memahami isi yang disampaikan oleh pengarang. Di dalam Serat
Dalam pencapain itu di butuhkan suatau proses dan bertahap perlu adanya perjungan. Hal ini tercermin dalam kuipan sebagai berikut:
Èh anak Damarwulan kulup/ Ing samêngko ungguh karsa ningsun/ Sun marèni gonmu daadi kêmit kori/ Sun lih tunggonipun/ Jaran rolas mangsaborong/ ..... (Sl, ph XII Gmb, bt 1, brs 1-5)
Terjemahan:
Eh nak Damarwulan/ Nanti jika ada keinginanku/ Saya akan memberhentikanmu menjadi penjaga pintu/ Saya pindah menjadi penjaga/ Duabelas kuda mongsoborong/
Dari kutipan di atas , èh damarwulan kulup „eh nak Damarwulan‟, ing samêngko mungguh karsa ningsun „nanti jika adaa keinginanmu‟, sun marèni gonmu dadi kêmit kori „saya akan memberhentikanmu menjadi penjaga pintu‟, sun lih dadi tunggonipun „saya pindah menjadi penjaga‟, jara rolas mangsaborong „duabelas kuda mangsaborong‟. Bahwa, setiap usaha pasti ada hasilnya dan untuk mencapai cita-cita membutuhkan proses. Dari sesuatu yang kecil dan terus menerus sampai ahkhirnya sedikit demi sedikit menjadi sesuatu yan besar.