Pengaruh Kompetensi Komunikasi Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Pelayanan Aparatur Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara

(1)

P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N

PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN

APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN

PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA

T E S I S

Oleh

FANOLO TELAUMBANUA 127045021

M A G I S T E R I L M U K O M U N I K A S I

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N

PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN

APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN

PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Ilmu Komunikasi dalam Program Magister Ilmu

Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univeresitas Sumatera Utara

Oleh

FANOLO TELAUMBANUA 127045021

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PENGARUH KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA

Nama Mahasiswa : Fanolo Telaumbanua Nomor Pokok : 127045021

Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

(Dra. Mazdalifah, M.Si, Ph.D.) (Drs. Hendra Harahap, M.Si.) NIP. 196507031989032001 NIP. 196710021994031002

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D.) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si.) NIP. 196704051990032002 NIP. 196007281987032002


(4)

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Telah diuji pada

Tanggal : 26 November 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A., Ph.D. Anggota : 1. Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D.

2. Drs. Hendra Harahap, M.Si. 3. Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS. 4. Drs. Safrin, M.Si.


(5)

P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N

PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN

APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN

PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA

Dengan ini penulis menyatakan bahwa:

1. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara benar merupakan hasil karya peneliti sendiri. 2. Tesis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar

akademik, (sarjana, magister dan/atau doctor), baik di Universitas Sumatera Utara maupun di perguruan tinggi lain.

3. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Komisi Pembimbing dan masukan Tim Penguji.

4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 26 November 2014 Penulis


(6)

THE EFFECT OF COMMUNICATIVE COMPETENCE AND

PROFESIONALISM ON THE SERVICE QUALITY AT DINAS

KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

KABUPATEN NIAS UTARA

ABSTRACT

The communicative competence and professionalism is important thing to decided of service quality. The country employee especially employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara should be have the communicative competence and professionalism. The aim of this research is to know the effect of communicative competence and professionalism on the service quality of employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The method used of this research is correlational method, where the professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The population of this research was the employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The sample of this research consisted of 15 peoples of employees and 50 peoples of Desa Lawira Satua Kecamatan Lotu. To decided the number of sample used Slovin formula. The technique of sample taking used random sampling. The technique of collecting the data used questioner and interview. The result of the research shows that there is a significant effect between communicative competence on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, where tcount > ttable or 3.452 > 2.052. The result of the research also shows

that there is a significant effect between professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, where tcount >

ttable or 5.632 > 2.052. and then, the result of the research concluded that there was

a significant effect of communicative competence and professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, it can be seen from the F-count more bigger than F-table in significant level of 0,05, with the other words it can be concluded that communicative competence who has been added of professionalism increased the service quality that were giving to the society at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.


(7)

P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N

PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN

APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN

PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA

ABSTRAK

Kompetensi komunikasi dan profesionalisme adalah hal penting dalam menentukan kualitas pelayanan. Aparatur Negara khususnya aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara diharapkan memiliki kompetensi komunikasi dan profesionalisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, dimana ingin melihat pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Populasi penelitian yaitu aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Sampel penelitian yang terdiri dari 15 orang pegawai aparatur dan 50 orang penduduk desa Lawira Satua Kecamatan Lotu. Penentuan jumlah sample menggunakan rumus Slovin. Teknik penarikan sampel menggunakan random sampling. Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa ada pengaruh antara kompetensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara, dimana thitung > ttabel atau

3.452 > 2.052. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh antara profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara, dimana thitung > ttabel atau 5.632> 2.052. Kemudian

hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, hal ini dibuktikan dengan nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf kepercayaan signifikansi 0,05, dengan demikian disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi yang dipadukan dengan profesionalisme aparatur dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H. M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas dan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A., Ph.D, selaku Ketua Penguji dan Ketua Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Mazdalifah, M.Si., Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Drs. Hendra Harahap, M.Si, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS, selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.

7. Bapak Drs. Safrin, M.Si, selaku Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan.


(9)

8. Bapak Drs. Edward Zega, selaku Bupati Kabupaten Nias Utara yang telah memberikan bantuan beasiswa kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.

9. Bapak Ya’aro Zai, S.Sos, selaku Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

10. Bapak Amsmin Nazara, selaku Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara dan seluruh pegawai yang telah membantu peneliti untuk melaksanakan penelitian.

11. Bapak Rozaman Gea, S.Sos, M.Si, selaku Staff Ahli Pemerintah Kabupaten Nias Utara.

12. Istri tercinta Maria Fatima Blegur dan kedua anak Fransiskus Adrian Telaumbanua dan Anna Maria Patricia Telaumbanua yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

13. Kedua orang tua penulis Bapak Fatolosa Telaumbanua (Alm) dan Ibu Atilina Zebua (Alm), serta keluarga besar penulis di Nias, dan seluruh keluarga yang ada di Flores Timur Larantuka Bapak Lukas Lumu Blegur, Ibu Anna Nuhan, yang telah memberikan motivasi dan dorongan moril kepada penulis hingga selesainya penulisan tesis ini.

14. Bapak Yahman Idrianus Telaumbanua, selaku teman seperjuangan dari Kabupaten Nias Utara yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan studi di Universitas Sumatera Utara.


(10)

Penulis menyadari bahwa tesis ini banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita semua. Amin.

Medan, 26 November 2014 Penulis,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN TESIS

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS PERNYATAAN

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Penelitian Terdahulu ... 10

1.2. Komunikasi ... 12

1.3. Komunikasi Interpersonal ... 17

1.4. Kompetensi Komunikasi ... 24

1.5. Proses Menyiratkan Kompetensi Komunikatif ... 37

1.6. Pelayanan dan Kompetensi Komunikasi ... 47

1.7. Proses Pelayanan adalah Proses Komunikasi ... 48

1.8. Profesionalisme ... 51

1.9. Pelayanan Publik (Public Service) ... 56

1.10. Kualitas Pelayanan Publik ... 58

1.11. Kerangka Konsep ... 65

1.12. Kerangka Pemikiran ... 66

1.13. Hipotesis Penelitian ... 70

BAB III. METODE PENELITIAN 1.1. Lokasi Penelitian ... 72

1.2. Jenis Penelitian ... 72

1.3. Populasi dan Sampel ... 73

1.4. Jenis dan Sumber Data ... 74

1.5. Teknik Pengumpulan Data ... 74

1.6. Definisi Operasional Variabel ... 75

1.7. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 79

1.8. Teknik Analisis Data ... 83

BAB IV. TEMUAN PENELITIAN 4.1. Karakteristik Responden ... 87

4.2. Temuan Variabel Kompetensi Komunikasi (X1) ... 90


(12)

4.4. Temuan Variabel Kualitas Pelayanan (Y) ... 99 4.5. Analisa Regresi Linear Berganda ... 105 4.6. Pengujian Hipotesis ... 106 BAB V. PEMBAHASAN

1.1. Pengaruh Kompetensi Komunikasi dalam Meningkatkan

Kualitas Pelayanan ... 111 1.2. Pengaruh Profesionalisme dalam Meningkatkan Kualitas

Pelayanan ... 116 1.3. Pengaruh Kompetensi Komunikasi dan Profesionalisme terhadap

Kualitas Pelayanan ... 122 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan ... 128 6.2. Saran ... 129 DAFTAR PUSTAKA ... 130 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Matrik Penilaian Pelayanan ... 62

3.1. Definisi Operasional Variabel ... 76

3.2. Validitas Item ... 80

3.3. Hasil Uji Validitas ... 80

3.4. Hasil Uji Reliabilitas ... 82

4.1. Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 87

4.2. Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 88

4.3. Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan ... 88

4.4. Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 89

4.5. Jumlah Responden Berdasarkan Urusan ke Dinas ... 89

4.6. Tanggapan responden tentang kebijaksanaan aparatur dalam melayani ... 91

4.7. Tanggapan responden tentang kesopanan aparatur dalam melayani 91 4.8. Tanggapan responden tentang penerimaan umpan balik aparatur saat mengurus surat-surat ... 91

4.9. Tanggapan responden tentang umpan balik yang diberikan kepada aparatur ... 92

4.10. Tanggapan responden tentang informasi yang diberikan oleh aparatur ... 92

4.11. Tanggapan responden tentang informasi yang diberikan oleh aparatur ... 93

4.12. Tanggapan responden tentang tingkat keakuratan informasi yang diberikan aparatur ... 93

4.13. Tanggapan responden tentang tingkat kebutuhan informasi yang diberikan oleh petugas ... 94

4.14. Tanggapan responden tentang tingkat pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada aparatur ... 94

4.15. Tanggapan responden tentang pelayanan petugas ... 94

4.16. Tanggapan responden tentang tingkat dedikasi petugas ... 95

4.17. Tanggapan responden tentang tingkat pengetahuan aparatur ... 96

4.18. Tanggapan responden tentang peran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara dalam kehidupan masyarakat 96 4.19. Tanggapan responden tentang pekerjaan yang dilaksanakan oleh petugas ... 96

4.20. Tanggapan responden tentang keputusan yang diberikan oleh petugas ... 97

4.21. Tanggapan responden tentang kemampuan petugas dalam memiliki keputusan ... 97

4.22. Tanggapan responden tentang kesesuaian pelayanan petugas dengan peraturan ... 98

4.23. Tanggapan responden tentang ketaatan petugas pada peraturan yang diberikan ... 98 4.24. Tanggapan responden tentang pekerjaan yang dilaksanakn petugas 99


(14)

4.25. Tanggapan responden tentang menjalin hubungan yang baik

dengna seprofesi dan juga kepada masyarakat ... 99

4.26. Tanggapan responden tentang waktu dalam pengurusan surat (akta) kelahiran ... 100

4.27. Tanggapan responden tentang tingkat kepercayaan dalam pengurusan surat (akta) kelahiran ... 100

4.28. Tanggapan responden tentang daya tanggap petugas bila ada masyarakat memerlukan bantuan ... 101

4.29. Tanggapan responden tentang kemampuan dan kecepatan petugas dalam membantu dan memberikan jasa ... 101

4.30. Tanggapan responden tentang terjaminnya dan amannya setiap pengurusan ... 101

4.31. Tanggapan responden tentang tingkat kesopanan petugas ... 102

4.32. Tanggapan responden tentang tingkat perhatian petugas ... 102

4.33. Tanggapan responden tentang tingkat pemahaman petugas dalam melayani ... 103

4.34. Tanggapan responden tentang tingkat kelengkapan fasilitas sarana dan prasarana ... 103

4.35. Tanggapan responden tentang kecukupan petugas yang melayani . 103 4.36. Descriptive Statistics ... 104

4.37. Rangkuman Hasil Empiris Penelitian ... 105

4.38. Koefisien Korelasi Antar Variabel ... 106

4.39. Hasil Pegujian Hipotesis Untuk Uji Simultan dengan F- Test ANOVAb ... 108

4.40. Hasil Pengujian Untuk Uji Koefisien Determinasi (R Square) ... 109

4.41. Koefisien Korelasi Variabel X1 terhadap Y ... 111

4.42. Koefisien Korelasi Variabel X2 terhadap Y ... 116


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 136

2. Hasil Kuesioner Penelitian untuk Variabel Kompetensi Komunikasi ... 141

3. Hasil Kuesioner Penelitian untuk Variabel Profesionalisme ... 143

4. Hasil Kuesioner Penelitian untuk Variabel Kualitas Pelayanan .... 145

5. Reliability Kompetensi Komunikasi ... 147

6. Frequencies Karakteristik Responden ... 152

7. Descriptives ... 154

8. Regression ... 155


(16)

THE EFFECT OF COMMUNICATIVE COMPETENCE AND

PROFESIONALISM ON THE SERVICE QUALITY AT DINAS

KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

KABUPATEN NIAS UTARA

ABSTRACT

The communicative competence and professionalism is important thing to decided of service quality. The country employee especially employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara should be have the communicative competence and professionalism. The aim of this research is to know the effect of communicative competence and professionalism on the service quality of employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The method used of this research is correlational method, where the professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The population of this research was the employee of Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. The sample of this research consisted of 15 peoples of employees and 50 peoples of Desa Lawira Satua Kecamatan Lotu. To decided the number of sample used Slovin formula. The technique of sample taking used random sampling. The technique of collecting the data used questioner and interview. The result of the research shows that there is a significant effect between communicative competence on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, where tcount > ttable or 3.452 > 2.052. The result of the research also shows

that there is a significant effect between professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, where tcount >

ttable or 5.632 > 2.052. and then, the result of the research concluded that there was

a significant effect of communicative competence and professionalism on the service quality at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, it can be seen from the F-count more bigger than F-table in significant level of 0,05, with the other words it can be concluded that communicative competence who has been added of professionalism increased the service quality that were giving to the society at Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.


(17)

P E N G A R U H K O M P E T E N S I K O M U N I K A S I D A N

PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN

APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN

PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA

ABSTRAK

Kompetensi komunikasi dan profesionalisme adalah hal penting dalam menentukan kualitas pelayanan. Aparatur Negara khususnya aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara diharapkan memiliki kompetensi komunikasi dan profesionalisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, dimana ingin melihat pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Populasi penelitian yaitu aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara. Sampel penelitian yang terdiri dari 15 orang pegawai aparatur dan 50 orang penduduk desa Lawira Satua Kecamatan Lotu. Penentuan jumlah sample menggunakan rumus Slovin. Teknik penarikan sampel menggunakan random sampling. Teknik pengambilan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa ada pengaruh antara kompetensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara, dimana thitung > ttabel atau

3.452 > 2.052. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh antara profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara, dimana thitung > ttabel atau 5.632> 2.052. Kemudian

hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, hal ini dibuktikan dengan nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel pada taraf kepercayaan signifikansi 0,05, dengan demikian disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi yang dipadukan dengan profesionalisme aparatur dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pelayanan publik merupakan salah satu tugas penting yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan terjadi stagnasi maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan, oleh sebab itu perlu ada perencanaan yang baik dan bahkan perlu diformulasikan standar pelayanan pada masyarakat sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah. Konsekuensi dari pelaksanaan Otonomi Daerah terlebih setelah ditetapkannya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintahan Daerah diberi kewenangan yang demikian luas oleh pemerintah pusat untuk mengatur rumah tangga daerahnya sendiri, termasuk di dalamnya adalah pemberian pelayanan kepada masyarakat di daerahnya.

Masyarakat dalam menilai kualitas layanan yang diberikan oleh birokrat pemerintah tergantung pada bagaimana harapan masyarakat terhadap layanan dibandingkan dengan layanan yang diterima. Apabila layanan yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas layanan dinilai baik dan memuaskan. Jika layanan yang diterima melampaui harapan masyarakat, maka layanan dinilai memiliki kualitas yang sangat ideal. Sebaliknya jika layanan yang diterima masyarakat lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas layanan dinilai buruk.

Pemerintah memiliki peran untuk melaksanakan fungsi pelayanan dan pengaturan warga negara, dalam mengimplementasikan fungsi tersebut,


(19)

pemerintah melakukan aktivitas pelayanan, pengaturan, pembinaan, koordinasi dan pembangunan dalam berbagai bidang. Sekarang ini banyak muncul berbagai masalah dalam pelayanan yang diberikan pemerintah seperti pada saat pembuatan surat pengantar Kartu Tanda Penduduk (KTP), akta, perizinan sampai pada penyediaan sarana dan prasarana umum dan sosial.

Kualitas penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan melalui pendekatan dari aspek manusia. Salah satu faktor utamanya adalah kompetensi komunikasi yang dimiliki oleh penyelenggara pelayanan yaitu seluruh pimpinan dan pegawai. Kompetensi komunikasi sama dengan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi. Meskipun setiap hari orang berkomunikasi, tetapi jarang orang yang tahu sejauh mana efektivitas komunikasinya, baik secara individual, sosial, maupun secara profesional.

Kompetensi komunikasi yang diperlukan dalam melayani masyarakat tersebut menurut Slocum dan Hellriegel (2009: 385) adalah: 1) bijaksana dan kesopanan, 2) penerimaan umpan balik, 3) berbagi informasi, 4) memberikan informasi tugas, 5) mengurangi ketidakpastian tugas. Kegiatan kerja yang dilakukan dalam organisasi berkaitan dengan proses komunikasi, dan yang memiliki tanggung jawab besar dalam keberhasilan instansi. Pimpinan dan pegawai bertugas melayani masyarakat, maka kompetensi komunikasi berperan dalam tugas melayani tersebut. Oleh sebab itu kompetensi komunikasi harus dimiliki oleh pemimpin dan petugas.

Berger (2007: 102) mendefinisikan kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi kandungan (content) dan bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa


(20)

suatu topik mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain). Pengetahuan tentang tatacara perilaku nonverbal (misalnya kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik) juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi. Kompetensi komunikasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah kompetensi komunikasi interpersonal.

Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi interpersonal sebagai salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi interpersonal merupakan aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan cara untuk menyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, gagasan, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara komunikator dan komunikan. Secara umum, definisi komunikasi interpersonal adalah “sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi.

Menurut Devito dalam Liliweri (2005: 112) komunikasi interpersonal adalah pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik secara langsung. Selanjutnya bahwa komunikasi interpersonal, individu selain menunjukkan perhatian juga menunjukkan seberapa jauh perhatian itu diberikan. Semakin besar interaksi interpersonal yang ada menunjukkan semakin besar perhatian seseorang pada orang lain yang diajak komunikasi, sebaliknya semakin sedikit komunikasi interpersonal yang terjadi semakin kecil orang memperhatikannya.


(21)

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek besar dalam hal mempengaruhi orang lain terutama perindividu. Hal ini disebabkan, biasanya pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi bertemu secara langsung, tidak menggunakan media dalam penyampaian pesannya sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara komunikator dengan komunikan (face to face). Oleh karena saling berhadapan muka, maka masing-masing pihak dapat langsung mengetahui respon yang diberikan, serta mengurangi tingkat ketidak jujuran ketika sedag terjadi komunikasi. Sedangkan apabila komunikasi interpersonal itu terjadi secara sekunder, sehingga antara komunikator dan komunikan terhubung media, efek komunikasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik interpesonalnya. Misalnya seorang aparatur berkomunikasi dengan seorang warga masyarakat, maka efek komunikasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kualitas pesan, namun yang lebih penting adalah adanya ikatan interpersonal yang bersifat emosional.

Meskipun komunikasi interpersonal ini merupakan aktivitas yang rutin dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataan menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal tidak selamanya mudah. Pada saat tertentu, perbedaan latar belakang sosial budaya antar individu telah menjadi factor potensial menghambat keberhasilan komunikasi. Keberhasilan komunikasi interpersonal ditentukan oleh faktor-faktor yang dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu yang terpusat pada personal dan yang berpusat pada situasi. Faktor personal ini terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis, suasana perilaku, teknologi, faktor sosial, lingkungan psikososial, dan stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku. Komunikasi yang efektif apabila pesan diterima dan di mengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan


(22)

ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan secara suka rela oleh penerima pesan dan meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi, dan tidak ada hambatan untuk hal itu.

Fungsi komunikasi interpersonal yang efektif ialah membentuk dan menjaga hubungan baik antar individu, menyampaikan pengetahuan, mengubah sikap dan peribalku, pemecahan masalah hubungan antar pribadi dan citra diri menjadi lebih baik. Hukum komunikasi efektif meliputi respect, empathy,

audible, clarity dan humble. Sedang untuk sikap positif yang mendukung

komunikasi interpersonal adalah keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan. Faktor keefektifan komunikasi interpersonal dapat dipandang dari sudut komunikator, komunikan dan pesan.

Selain itu, faktor lain yang diduga mempengaruhi kualitas pelayanan adalah profesionalisme aparatur. Profesionalisme merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu lembaga atau organisasi. Profesionalisme sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan menurut bidang tugas dan tingkatannya masing-masing. Hasil dari pekerjaan itu lebih ditinjau dari segala segi sesuai porsi, objek, bersifat terus-menerus dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun serta jangka waktu penyelesaian pekerjaan yang relatif singkat. Thoha (2000 : 1) mengatakan bahwa untuk mempertahankan kehidupan dan kedinamisan organisasi, setiap organisasi mau tidak mau harus adaptif terhadap perubahan organisasi. Birokrasi yang mampu bersaing dimasa mendatang adalah birokrasi yang memiliki sumberdaya manusia berbasis pengetahuan dengan memiliki berbagai keterampilan dan keahlian.


(23)

Menurut Tjokrowinoto (1996: 191) profesionalisme adalah kemampuan untuk menjalankan tugas dan menyelenggarakan pelayanan publik dengan mutu tinggi, tepat waktu, dan prosedur yang sederhana. Terbentuknya kemampuan dan keahlian juga harus diikuti dengan perubahan iklim dalam dunia birokrasi yang cenderung bersifat kaku dan tidak fleksibel. Sudah menjadi kebutuhan mendesak bagi aparat untuk bekerja secara professional serta mampu merespon perkembangan global dan aspirasi masyarakat dengan mengedepankan nilai-nilai pelayanan yang responsif, inovatif, efektif, dan mengacu kepada visi dan nilai-nilai organisasi.

Harapan masyarakat (selaku konsumen pelayanan) adalah menginginkan pelayanan yang adil dan merata. Bentuk pelayanan yang adil dan merata, hanya dimungkinkan oleh kesiapan psikologis birokrat pemerintah yang senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan sosial (social change) dan dinamika masyarakat sebagai sasaran pelayanannya. Pelayanan menjadi kewajiban dan tanggungjawab birokrasi dalam mengadopsi perubahan dan kebutuhan sosial yang berdasarkan atas profesionalisme dan nilai-nilai kemanusian.

Mengingat sangat pentingnya eksisten Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang kegiatan pemerintahan yang disebutkan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur, khususnya pegawai negeri, oleh karena itu setiap aparatur dituntut untuk dapat melakukan tugas dan fungsinya secara professional. Namun dalam kenyataannya hal tersebut tidaklah mudah untuk terbentuk dengan sendirinya. Banyak hal yang terjadi malah sebaliknya, dimana banyak aparatur pemerintah


(24)

daerah kurang mampu dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dengan kredibilitas yang tinggi, sehingga proses pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi relatif kurang optimal.

Tugas pokok Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta merupakan ujung tombak pertama dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dalam melayani masyarakat, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara juga tidak terlepas dari permasalahan yang berkenaan dengan kondisi pelayanan yang relative belum memuaskan, hal ini terutama berkaitan dengan sumber daya aparatur yang belum professional dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, sedikitnya sosialisasi langsung oleh aparatur birokrasi terhadap masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa kelemahan pelayanan mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan. Sikap dan tindakan aparat yang terkadang kurang berkenan, sedikit lambat dan kurangnya fasilitas pelayanan sehingga pelayanan yang diberikan kurang memuaskan. Kejadian ini membuktikan bahwa proses hubungan antara pemerintah dan masyarakat sangat berkaitan dalam proses pelayanan. Hal ini memberi isyarat bahwa kajian dan analisis masalah pelayanan merupakan salah satu fenomena penting, khususnya di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.

Aparatur yang memiliki kompetensi komunikasi dan professionalisme akan memperlihatkan kemampuan dan keahliannya, sikap dan displin, minat dan semangat untuk bekerja terhadap kualitas pelayanan yang tinggi, oleh karena itu aparatur dituntut untuk memiliki kemampuan secara professional dalam


(25)

melaksanakan tugas-tugasnya sehingga kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat meningkat. Aparatur pemerintah harus mampu mengembangkan dirinya secara optimal, terutama dalam bidang yang berkaitan langsung dengan peningkatan kualitas pelayanan.

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka peneliti ingin mengadakan suatu penelitian dengan judul: “Pengaruh Kompetensi Komunikasi dan Profesionalisme terhadap Kualitas Pelayanan Aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kompetensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara? 2. Bagaimana pengaruh profesionalisme aparatur terhadap kualitas pelayanan

aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi komunikasi terhadap kualitas

pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.

2. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme aparatur terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.


(26)

3. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi komunikasi dan profesionalisme terhadap kualitas pelayanan aparatur di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Bagi Instansi Pemerintah

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas pelayanan sehingga dapat mendorong aparatur atau PNS dalam bekerja untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Nias Utara.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman berharga dalam menerapkan teori – teori yang didapat dibangku kuliah dan sebagai awal informasi penelitian lanjutan, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komunikasi di Universitas Sumatera Utara.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Telah terhadap tesis dan jurnal yang terkait dengan variabel penelitian yang berlandaskan teori Zeithaml et.al ditinjau dari dimensi tangiable, reliability,

responsiveness, assurance and emphaty dengan maksud penelitian yang penulis

lakukan fokus terhadap sejumlah variabel yang mengacu kepada teori yang sama mengenai kualitas pelayanan. Dari hasil telaah tersebut diharapkan dapat menjadi gambaran bagi penulis dalam rangka mempertegas teori-teori yang telah ada, sekaligus menjadi acuan untuk kemudian diturunkan ke dalam butir-butir pernyataan yang nantinya akan disebarkan kepada responden.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan dapat dijadikan perbandingan oleh peneliti dalam memahami kualitas pelayanan diantaranya sebagai berikut :

Azharuddin (2006), Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Layanan Pada Direktor Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas layanan pegawai dengan menggunakan konsep Servqual

melalui dimensi tangiable, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty di Ditjen AHU, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hasil analisis berdasarkan perhitungan statistic kelima pada dimensi kualitas pelayanan, dapat diasumsikan pelanggan menyatakan cukup puas. Sementara menurut perhitungan


(28)

terdapat hubungan yang signifikan antara harapan pegawai dengan kualitas pelayanan pegawai.

Toto Bondan (2005), penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan masyarakat di kantor-kantor lurah se-Kotamadya Jakarta Timur dilihat dari dimensi tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima dimensi tersebut masih memiliki nilai kepuasan yang negative. Dengan kata lain bahwa kualitas pelayanan masyarakat di kantor lurah se-Kotamadya Jakarta Timur belum memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai penerima layanan, sehingga perlunya ditanamkan sikap kepada aparat kelurahan bahwa kesediaan membantu kesulitan yang dihadapi masyarakat merupakan hal yang perlu dilakukan, namun yang harus diingat bahwa hal ini tidak terlepas dari peran pimpinan.

Lidya Erika (2003), penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis komponen yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan nasabah bank. Hasil analisis menyatakan terdapat kesenjangan antara persepsi dan harapan terhadap pelayanan secara keseluruhan dan terbukti bahwa kualitas pelayanan yang diberikan belum optimal. Kemudian pada dimensi reliability dan

tangibility mempunyai hubungan tinggi terhadap kepuasan pelanggan, sehingga

diharapkan adanya dukungan pengetahuan dan keterampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Muhammad RIdha (2001), faktor-faktor yang berdampak pada kualitas pelayanan pelanggan di Matahari Departemen Store Group, ditinjau dari 5 (lima) dimensi, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Hasil analisis menyatakan tingkat kompetensi sumber daya manusia internal sangat signifikan dalam menentukan kualitas layaan terhadap pelanggan. Selain itu


(29)

kualitas pelayanan ditentukan juga oleh waktu, kondisi ruangan, keteraturan dan keamanan. Manajemen sumber daya manusia dan budaya organisasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kualitas pelayanan.

2.2. Komunikasi

Istilah komunikasi (bahasa inggris; communication) mempunyai banyak arti. Asal katanya (etimologi), istilah komunikasi berasal dari bahasa latin, yaitu communis, yang berarti sama (common). Dari kata communis berubah menjadi kata kerja kommunicare, yang berarti menyebarkan atau memberitahukan. Jadi menurut asal katanya, komunikasi berarti menyebarkan atau memberitahukan informasi kepada pihak lain guna mendapatkan pengertian yang sama. (Indrawan, 2006: 143)

Umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti kedua belah pihak. Komunikasi juga dapat dilakukan secara non verbal jika bahasa verbal tidak dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi non verbal dapat dilakukan dengan gerak-gerik badan, menunjukan sikap misalnya, tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, mengangguk dan masih banyak lagi.

Komunikasi adalah suatu proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Menurut Handoko (2006: 272) komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke-orang lain. Dalam perpindahan pengertian tersebut tidak hanya sekedar kata-kata yang digunakan dalam sebuah percakapan, tetapi juga dibutuhkan ekspresi wajah, intonasi, titik putus vocal dan lain sebagainya.


(30)

Menurut Hovland dalam Effendy (2005:10) komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Seseorang dapat mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain apabila terjalin komunikasi yang komunikatif. Sementara paradigma Lasswell menjelaskan komunikasi meliputi unsur-unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukkan (Who says, what in, which channel, to

whom, with what effect?) diantaranya: komunikator, pesan, media, komunikasi,

dan efek.

Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam organisasi. Menurut Kohler ada dua model komunikasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perkantoran ini. Pertama, komunikasi koordinatif, yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-bagian (subsistem) perkantoran. Kedua, komunikasi interaktif, ialah proses pertukaran informasi yang berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub sistem dalam perkantoran, maupun antara perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.

Kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja suatu organisasi menjadi semakin baik. Dan sebaliknya, apabila terjadi komunikasi yang buruk akibat tidak terjalinnya hubungan yang baik, sikap yang otoriter atau acuh, perbedaan pendapat atau konflik yang berkepanjangan, dan sebagainya, dapat berdampak pada hasil kerja yang tidak maksimal.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang komunikator kepada komunikan atau pengirim pesan dari satu pihak kepada pihak lain untuk


(31)

mendapatkan saling pengertian. Komunikasi dengan orang lain kadang sukses atau efektif mencapai maksud yang dituju, namun terkadang juga gagal. Adapun makna komunikasi yang efektif menurut Effendy (2005:11) adalah komunikasi yang berhasil menyampaikan pikiran dengan menggunakan perasaan yang disadari. Walter Lippman dalam Effendy (2005:11) juga menjelaskan komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berusaha memilih cara yang tepat agar gambaran dalam benak dan isi kesadaran dari komunikator dapat dimengerti, diterima bahkan dilakukan oleh komunikan.

Menurut Suranto (2005: 107) ada beberapa indikator komunikasi efektif, yaitu:

a. Pemahaman

Ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator.Tujuan dari komunikasi adalah terjadinya pengertian bersama, dan untuk sampai pada tujuan itu, maka seorang komunikator maupun komunikan harus sama-sama saling mengerti fungsinya masing-masing. Komunikator mampu menyampaikan pesan sedangkan komunikan mampu menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator.

b. Kesenangan

Yakni apabila proses komunikasi itu selain berhasil menyampaikan informasi, juga dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan kedua belah pihak. Suasana yang lebih rilex dan menyenangkan akan lebih enak untuk berinteraksi bila dibandingkan dengan suasana yang tegang. Karena komunikasi bersifat fleksibel. Dengan adanya suasana semacam itu, maka akan timbul kesan yang menarik.

c. Pengaruh pada sikap

Tujuan berkomunikasi adalah untuk mempengaruhi sikap. Jika dengan berkomunikasi dengan orang lain, kemudian terjadi perubahan pada perilakunya, maka komunikasi yang terjadi adalah efektif, dan jika tidak ada perubahan pada sikap seseorang, maka komunikasi tersebut tidaklah efektif.

d. Hubungan yang makin baik

Bahwa dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Seringkali jika orang telah memiliki persepsi yang sama, kemiripan karakter, cocok, dengan sendirinya hubungan akan terjadi dengan baik.

e. Tindakan

Komunikasi akan efektif jika kedua belah pihak setelah berkomunikasi terdapat adanya sebuah tindakan. Alexis Tan


(32)

mengemukakan bahwa perlu ada daya tarik dengan similarity (kesamaan),

familiarity (keakraban) dan proximity (kesukaan). Seseorang biasanya

akan cenderung lebih tertarik dengan orang lain karena memiliki faktor kesamaan (sama hobi, sama sifat), keakraban (keluarga, teman karib), dan kesukaan. Dengan kondisi seperti itu orang tidak merasa sungkan untuk berbicara, yakni menceritakan masalah hidupnya secara jujur tanpa adanya kecanggungan berkomunikasi dintara kedunya. Jika sudah demikian, maka antara satu dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi dan dengan sendirinya komunikasi akan berlangsung secara efektif.

Adapun komunikasi bisa disebut efektif jika suara pesan: a) Diterima oleh pendengar yang dimaksud.

b) Diinterpretasikan dengan cara yang pada dasarnya sama oleh penerima dan si penerima.

c) Diingat dalam jangka waktu yang cukup lama, dan

d) Digunakan jika timbul keadaaan yang tepat (Gellerman, 1999: 66)

Keempat dari unsur ini penting sekali, dan jika salah satu tidak ada, maka komunikan tidaklah efektif. Dengan demikian, komunikasi hanya akan efektif jika memberikan pengaruh bagi perilaku.

Menurut Sentoso (2007: 103) prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi dapat dirangkum dalam satu kata, yaitu REACH (Respect,

Empathy, Audible, Clarity, Humble), yang berarti merengkuh atau meraih.

a) Hukum pertama dalam berkomunikasi adalah Respect.

Respect merupakan sikap hormat dan sikap menghargai terhadap

lawan bicara kita.Dengan sikap ini kita belajar untuk berhenti sejenak agar tidak mementingkan diri kita sendiri akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Dengan informasi yang telah disampaikan kita berusaha untuk memahami orang lain dan menjaga sikap bahwa kita memang butuh akan informasi tersebut.

b) Hukum kedua adalah Empathy

Yaitu kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain.Dalam hal ini kita berusaha untuk memahami sikap seseorang serta ikut dalam kondisi yang sedang dialami oleh seseorang tersebut, sehingga hubungan emisional pun akan lebih mudah terjalin. Biasanya orang akan lebih senang berkomunikasi dengan orang yang bisa membuat perasannya nyaman. Arti nyaman di sini adalah lebih pada perhatian dan pengertian seseorang dalam memahami sikap orang lain.


(33)

c) Hukum ketiga adalah Audible

Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Kunci utama untuk dapat menerapkan hukum ini dalam mengirimkan pesan adalah:

(1) Buat pesan Anda mudah untuk dimengerti (2) Fokus pada informasi yang penting

(3) Gunakan ilustrasi untuk membantu memperjelas isi dari pesan tersebut

(4) Taruhlah perhatian pada fasilitas yang ada dan lingkungan di sekitar Anda

(5) Antisipasi kemungkinan masalah yang akan muncul (6) Selalu menyiapkan rencana atau pesan cadangan(backup).

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif memerlukan kemampuan seseorang dalam menyampaikan pesan, menganalisis, serta cepat tanggap tehadap situasi dan kondisi yang ada. d) Hukum keempat adalah kejelasan dari pesan yang kita sampaikan

(Clarity)

Kejelasan dari pesan dibutuhkan adanya simbol atau isyarat, bahasa yang baik dan penegasan kata. Cara untuk menyiapkan pesan agar jelas yaitu:

(1) Tentukan tujuan yang jelas

(2) Luangkan waktu untuk mengorganisasikan ide kita (3) Penuhi tuntutan kebutuhan format bahasa yang kita pakai (4) Buat pesan anda jelas, tepat dan meyakinkan

(5) Pesan yang disampaikan harus fleksibel.

Untuk menunjang uraian di atas juga perlu diperhatikan, bahwa untuk menyampaikan pesan tidak bisa hanya sekali saja, akan tetapi harus berulang kali, karena sifat dari pesan atau informasi biasanya informasi yang lama akan kalah dengan informasi yang baru. Agar pesan yang lama tersebut tidak dilupakan maka perlu diingatkan kembali. Maka dari itu, ketika menyampaikan sebuah pesan diusahakan semenarik mungkin, sehingga kesan dari epsan tersebut mampu bertahan lama.

e) Hukum kelima dalam komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati

(Humble)

Sikap seperti ini berarti juga tidak sombong, karena dengan kerendahan hati, seseorang akan lebih menghargai seseorang baik sikap, tindakan serta perkatannya. Dengan sikap seperti ini juga akan lebih memudahkan seseorang untuk menyampaikan pesan, karena pada dasarnya sikap seperti ini lebih mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingannya sendiri. Karena sikap ini lebih kepada bagaimana memahami orang lain, bukannya bagaimana orang lain memahami kita. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila dalam suatu proses komunikasi itu, pesan yang disampaikan seorang komunikator dapat diterima dan dimengerti oleh komunikan, persis seperti yang dikehen-daki oleh komunikator, dengan demikian, dalam komunikasi itu komunikator berhasil menyampaikan pesan yang dimaksudkannya, sedang komunikan berhasil


(34)

menerima dan memahaminya. Efektifnya sebuah komunikasi adalah jika pesan yang dikirim memberikan pengaruh terhadap komunikan, artinya bahwa informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan respon atau umpan balik dari penerimanya. Contohnya; adanya tindakan, hubungan yang makin baik dan pengaruh pada sikap.

2.3. Komunikasi Interpersonal

Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi interpersonal sebagai salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi interpersonal merupakan aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan cara untuk menyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, gagasan, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara komunikator dan komunikan. Secara umum, definisi komunikasi interpersonal adalah “Sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi.

Secara kontekstual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun, memberikan definisi kontekstual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi interpersonal karena setiap interaksi antara satu individu dengan individu lain berbeda-beda.

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek besar dalam hal mempengaruhi orang lain terutama perindividu. Hal ini


(35)

disebabkan, biasanya pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi bertemu secara langsung, tidak menggunakan media dalam penyampaian pesannya sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara komunikator dengan komunikan (face to face). Oleh karena saling berhadapan muka, maka masing-masing pihak dapat langsung mengetahui respon yang diberikan, serta mengurangi tingkat ketidak jujuran ketika sedang terjadi komunikasi. Sedangkan apabila komunikasi interpersonal itu terjadi secara sekunder, sehingga antara komunikator dan komunikan terhubung media, efek komunikasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik intepersonalnya. Misalnya dua orang saling berkomunikasi melalui media telepon selular, maka efek komunikasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kualitas pesan dan kecanggihan media, namun yang lebih penting adalah adanya ikatan interpersonal yang bersifat emosional.

Meskipun komunikasi interpersonal ini merupakan aktivitas yang rutin kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataan menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal tidak selamanya mudah. Pada saat tertentu, kita menyadari bahwa perbedaan latar belakang sosial budaya antar individu telah menjadi faktor potensial menghambat keberhasilan komunikasi.

Muhammad (2005: 159) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Sedangkan Mulyana (2005: 73) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian informasi, pikiran dan sikap tertentu


(36)

antara dua orang atau lebih yang terjadi pergantian pesan baik sebagai komunikan maupun komunikator dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian, mengenai masalah yang akan dibicarakan yang akhirnya diharapkan terjadi perubahan perilaku.

Komunikasi interpersonal diistilahkan sebagai komunikasi yang terjadi antara beberapa individu (bukan banyak individu) yang saling kenal satu sama lainnya dalam periode waktu tertentu. Dengan kata lain, seseorang akan memandang individu lain sebagai seorang yang unik, tergantung dari kualitas hubungan interpersonal dengan orang tersebut. Fakta yang harus di perhatikan, bahwa dalam berkomunikasi perhatian seseorang justru lebih tertuju kepada figure orang yang berkomunikasi dengannya. Dari perbedaan latar belakang pendidikan, latar belakang budaya, perbedaan kemampuan, perbedaan karakter dari tiap orang dan faktor-faktor lainnya akan mempengaruhi tingkat keefektifan komunikasi.

Devito (2007: 271) menggambarkan proses komunikasi interpersonal sebagai berikut:

Gambar 2.1. Proses Komunikasi Interpersonal

Berdasarkan gambar di atas, proses komunikasi interpersonal dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sensasi

Sensasi adalah proses pencerapan informasi (energy/stimulus) yang datang dari luar melalui panca indra. Sebagai contoh: Ketika kita sedang mendengarkan

1 Sensasi

2 Asosiasi

3 Persepsi

4 Memori

5 Berpikir


(37)

permasalahan yang disampaikan oleh seseorang. Di sini terjadi proses pencerapan informasi dengan melalui indera pendengaran.

2. Asosiasi

Asosiasi adalah pengalaman dan kepribadian yang mempengaruhi proses sensasi. Thorndike dalam Devito (2007: 272) mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respons ini megikuti hukum-hukum berikut:

a. Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respons sering terjadi, asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respons dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. b. Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk

antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan, maka asosiasi akan semakin meningkat. Ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sering terjadinya pengalaman yang terjadi terhadap suatu peristiwa, maka semakin menguatkan asosiasi dan pada gilirannya akan semakin menguatkan sensasi kita terhadap peristiwa tersebut. Selain itu penguatan asosiasi juga terbentuk karena akibat dari suatu peristiwa (asosiasi stimulus dan respon).

3. Persepsi

Persepsi adalah pemaknaan/arti terhadap informasi yang masuk ke dalam kognisi manusia. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Sensasi adalah bagian dari persepsi. Menurut Desiderato dalam Devito (2007: 274) menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi (perhatian), ekspektasi, motivasi, dan memori.


(38)

4. Memori

Memori adalah stimuli yang telah diberi makna, direkam, dan kemudian disimpan dalam otak manusia. Menurut Devito (2007: 276) memori meliputi 3 proses, yaitu:

a. Perekaman (encoding) yaitu pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkuit syaraf internal.

b. Penyimpanan (storage) yang menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa, dan di mana. Penyimpanan bisa bersifat aktif atau pasif.

c. Pemanggilan (retrieval), yang dalam sehari-hari disebut mengingat kembali adalah menggunakan informasi yang disimpan.

5. Berpikir

Berpikir adalah akumulasi dari proses sensasi, asosiasi, persepsi, dan memori yang dikeluarkan untuk mengambil keputusan. Selain itu berpikir juga diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan (decision making), memecahkan persoalan (problem

solving) dan menghasilkan sesuatu yang baru (creativity). Salah satu fungsi

berfikir adalah menetapkan keputusan. Keputusan yang kita ambil sangatlah beraneka ragam. (Devito, 2007: 276)

Bagi seorang komunikator, melakukan komunikasi interpersonal amat penting sebelum berkomunikasi dengan orang lain. Dengan komunikasi interpersonal seseorang komunikator berupaya untuk memformulasikan pesan yang akan disampaikan kepada komunikan, sehingga komunikasi akan efektif sesuai dengan tujuan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun memiliki pengetahuan tentang teknik komunikasi yang efektif, tetapi ternyata kepribadian yang buruk temperan, sombong, sinis, merupakan salah satu faktor internal yang


(39)

berpengaruh pada proses komunikasi interpersonal. Kepribadian berpengaruh terhadap proses ideasi seseorang (pemikiran, perencanaan dan pengorganisasian) pesan yang akan disampaikan kepada lawan bicara. Kepribadian yang buruk akan berpengaruh terhadap proses ideasi yang pada akhirnya akan menghasilkan pesan yang buruk.

Menurut Suranto (2011:9) komponen-komponen komunikasi interpersonal yaitu:

1) Sumber/komunikator

Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks komunikasi interpersonal komunikator adalah individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan.

2) Encoding

Encoding adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam

menciptakan pesan melalui pemilihan symbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan.

3) Pesan

Pesan merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat symbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Dalam aktivitas komunikasi, pesan merupakan unsur yang sangat penting. Pesan itulah disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diintepretasi oleh komunikan.

4) Saluran

Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks komunikasi interpersonal, penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka.

5) Penerima/komunikan

Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi interpersonal, penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan proses interpretasi dan memberikan umpan balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan.


(40)

6) Decoding

Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui

indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana indera menangkap stimuli.

7) Respon

Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negative. Respon positif apabila sesuai dengan yang dikehendaki komunikator. Netral berarti respon itu tidak menerima ataupun menolak keinginan komunikator. Dikatakan respon negative apabila tanggapan yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator.

8) Gangguan (noise)

Gangguan atau noise atau barrier beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam komponen-komponen manapun dari system komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan psikis.

9) Konteks komunikasi

Komunikasi selalu terjadi dalam suatu konteks tertentu, paling tidak ada tiga dimensi yaitu ruang, waktu dan nilai. Konteks ruang menunjuk pada lingkungan konkrit dan nyata tempat terjadi komunikasi, seperti ruangan, halaman dan jalanan. Konteks waktu menunjuk pada waktu kapan komunikasi tersebut dilaksanakan, misalnya: pagi, siang, sore, malam. Konteks nilai, meliputi nilai sosial dan budaya yang mempengaruhi suasana komunikasi, seperti: adat istiadat, situasi rumah, norma pergaulan, etika, tata karma, dan sebagainya.

Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Orang yang saling berkomunikasi tersebut adalah sumber dan penerima. Sumber melakukan encoding untuk menciptakan dan memformulasikan menggunakan saluran. Penerima melakukan

decoding untuk memahami pesan, dan selanjutnya menyampaikan respon atau

umpan balik. Tidak dapat dihindari bahwa proses komunikasi senantiasa terkait dengan konteks tertentu, misalnya konteks waktu. Hambatan dapat terjadi pada sumber, encoding, pesan, saluran, decoding, maupun pada diri penerima.


(41)

Pada institusi pemerintahan, proses komunikasi adalah prose yang pasti dan selalu terjadi. Komunikasi adalah sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam instansi tersebut. Instansi pemerintah yang berfungsi baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai komponen. Komunikasi interpersonal antara aparatur dengan masyarakat ditandai dengan adanya pemahaman, kesenangan, pengaruh pada sikap dan tindakan, dan hubungan yang semakin baik. semakin baik komunikasi interpersonal antara aparatur dan masyarakat, diperkirakan dapat meningkatkan kualitas pelayanan pada instansi pemerintahan tersebut.

2.4. Kompetensi Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, fakta, pikiran dan perasaan, dari satu orang ke orang lain. Kehidupan organisasi, komunikasi menjadi sesuatu yang sangat penting karena komunikasi dapat meningkatkan saling pengertian antara karyawan dan atasan, dan meningkatkan koordinasi dari berbagai macam kegiatan/tugas yang berbeda. Robbins (2002:57), mengemukakan konflik antar perseorangan yang mungkin paling sering dikemukakan adalah buruknya komunikasi, sebab kita menggunakan hampir 70% dari waktu aktif kita untuk berkomunikasi, menulis, membaca, berbicara, mendengar sehingga beralasan untuk menyimpulkan bahwa satu dari kekuatan yang paling menghalangi suksesnya pekerjaan kelompok adalah kelangsungan komunikasi efektif. Komunikasi diperlukan agar karyawan mengetahui kewajiban dan tanggung jawabnya, hal ini berarti karyawan mengetahui posisinya dalam organisasi. Jadi mekanisme komunikasi dapat membuat keterpaduan perilaku setiap karyawan dalam kelompoknya, agar mencapai satu tujuan.


(42)

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja, sebab komunikasi yang tidak baik mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi, misalnya konflik antar karyawan, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja. Mengingat yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan merupakan sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter, maka komunikasi yang terbuka harus dikembangkan dengan baik.Karyawan yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja karyawan menjadi semakin baik.

Adanya penelitian empiris yang menghubungkan antara kompetensi komunikasi dengan berbagai hasil organisasi termasuk mobilitas pekerjaan, tingkat pekerjaan, gaji, kemampuan memimpin dan kemampuan mental umum serta kinerja karyawan (Ferris, et.al, 2003: 21). Sejumlah penelitian-penelitian tersebut menekankan pentingnya kompetensi komunikasi, namun hanya sedikit penelitian yang membahas dampak dari kompetensi komunikasi, yang beranjak di luar keterampilan sosial dengan disertakannya elemen-elemen afektif, kognitif, dan perilaku.

Menurut Slocum dan Hellriegel (2009: 114) kompetensi komunikasi adalah kemampuan untuk memilih perilaku komunikasi yang sesuai dan efektif dalam situasi tertentu. Kompetensi komunikasi adalah kemampuan berkomunikasi secara pribadi dan efektif dan dengan cara sosial. Sedangkan menurut Spitzberg dalam Yusuf (2010: 208) bahwa kompetensi komunikasi adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain.


(43)

Spitzberg dalam Lane (2000: 23) mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial. Pengertian yang lebih lengkap diungkapkan oleh Friedrich dalam Lane (2000: 204) yang mengatakan bahwa kompetensi komunikasi merupakan suatu kemampuan situasional untuk menetapkan tujuan yang realistis dan tepat untuk memaksimalkan kemampuan seseorang dengan menggunakan pengetahuan akan dirinya, orang lain, isi pesan, dan teori komunikasi dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya.

Menurut Richard D. Rowley (1999: 271) kompetensi komunikasi adalah kemampuan menyampaikan berita dan mempromosikan pencapaian tujuan secara sosial. Komunikator mencoba meluruskan satu sama lain sehingga mengahasilkan dialog yang mulus, produktif dan seringkali disenangi. Kompetensi ini meliputi sikap dan kemampuan yang penting: (1) komitmen dan keyakinan (commitment

and good faith), (2) empathy: kemampuan melihat situasi dari pandangan orang

lain. (3) flexibility: kemampuan komunikator mengembangkan berbagai kemampuan komunikasi. (4) sensitivity to consequences: pemilihan komunikasi dapat memberikan hasil dalam satu situasi dan mungkin tidak berhasil dalam hal yang lain. Melalui pengalaman, kompetensi komunikasi mendapatkan keakuratan yang lebih besar dalam memahami pengaruh potensial dari berbagai keterampilan dalam situasi yang kompleks. (5) adeptness: dengan pengalaman yang kita peroleh, kita akan lebih tangguh. Efektifitas pilihan komunikasi sebahagian dihubungkan dengan bagaimana kita menerimanya secara spontan. Waktu, pilihan-kata, penekanan, infleksi, dan ritma semuanya harus terintegrasi dengan baik dan secara spontan, jika keterampilan komunikasi diterima sebagaimana dimaksudkan.


(44)

Jablin dan Sias (dalam Payne, 2005: 11) mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai sejumlah kemampuan, selanjutnya, disebut resources, yang dimiliki seorang komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Definisi ini merupakan pendekatan strategik, berorientasi tujuan terhadap kompetensi yang menekankan pengetahuan dan kemampuan.

Konsep kompetensi saat ini terus bergantung pada kriteria orisinil dari Spitzberg dan Cupach yaitu: ketepatan (appropriatness) dan efektivitas

(effectiveness). Salleh (207: 304) mendefinisikan kompetensi komunikasi sebagai

sejumlah kemampuan, selanjutnya, disebut resources, yang dimiliki seorang komunikator untuk digunakan dalam proses komunikasi. Definisi ini merupakan pendekatan strategik, berorientasi tujuan terhadap kompetensi yang menekankan pengetahuan dan kemampuan. Jelas definisi-definisi ini melampaui komunikasi yang hanya merupakan keberhasilan dengan menekankan dua komponen utama: pengetahuan akan komunikasi dan konteks serta kemampuan untuk meraih tujuan (keterampilan).

Kompetensi ini mencakup hal-hal seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi isi (konten) dan bentuk pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain). Pengetahuan tentang tatacara perilaku nonverbal (misalnya, kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta kedekatan fisik) juga merupakan bagian dari kompetensi komunikasi. Secara singkat, komunikasi yang dilakukan oleh seseorang komunikator yang kompeten mencakup dua hal, yaitu: efektifitas dan kesesuaian (Salleh, 2007: 42).


(45)

Kompetensi sendiri memiliki pengertian kemampuan seseorang yang meliputi keterampilan, pengetahuan, dan sikap dalam melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan tertentu sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan. Kata kunci dari kompetensi adalah kemampuan yang sesuai standar. Sedangkan kompetensi komunikasi memiliki pengertian kemampuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dalam mengelola pertukaran pesan verbal dan non-verbal berdasarkan patokan-patokan tertentu.

Menurut Canary dan Cody dalam Lane (2000) ada tujuh kriteria untuk menentukan kompetensi komunikasi yaitu:

1. Adaptabilitas atau fleksibilitas (kemampuan mengubah perilaku dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan interaksi), adaptibilitas terdiri dari enam faktor: a. Pengalaman sosial yaitu partisipasi dalam interaksi sosial,

b. Hubungan sosial,yaitu ketenangan dan persepsi yang akurat, c. Konfirmasi sosial, yaitu pengakuan teman

d. Sensitifitas, yaitu kepekaan terhadap jumlah dan jenis informasi, e. Artikulasi yaitu kemampuan menyatakan ide melalui bahasa, dan f. Kemampuan menggunakan humor.

2. Keterlibatan berbicara (conversational involvement), meliputi: a. Kegiatan kognitif, dan perilaku,

b. Keterlibatan kognitif melalui interaksi perilaku, dan itentukan melalui tiga faktor; responsiveness – yaitu mengetahui apa yang akan dibicarakan, mengetahui peran dan interaksi; perceptiveness – menyadari bagaimana orang lain melihat/memandang kamu, dan attentiveness – mendengarkan tanpa berpraduga.


(46)

3. Manajemen pembicaraan (conversational management), meliputi a. Bagaimana komunikator mengatur interaksinya,

b. Mengadaptasi dan mengontrol situasi sosial,

c. Siapa yang mengontrol interaksi, alir, dan jalannya interaksi, dan d. Bagaimana topik dimulai dan berubah.

4. Empati (empahty), meliputi

a. Kemampuan untuk menunjukkan pemahaman dan berbagi emosi, b. Tidak perlu diarahkan untuk membantu orang lain,

c. Pemahaman kognitif, dan d. Emosi parallel

5. Kesesuaian (appropriateness) yakni :

a. Menentukan harapan dalam situasi tertentu b. Kriteria dasar untuk menentukan kompetensi.

6. Sensitivity to Consequences: pemilihan komunikasi dapat memberikan hasil

dalam satu situasi dan mungkin tidak berhasil dalam hal yang lain. Melalui pengalaman, kompetensi komunikasi mendapatkan keakuratan yang lebih besar dalam memahami pengaruh potensial dari berbagai keterampilan dalam situasi yang kompleks.

7. Adeptness: dengan pengalaman yang diperoleh, kita akan lebih tangguh.

Efektifitas pilihan komunikasi sebahagian dihubungkan dengan bagaimana kita menerimanya secara spontan. Waktu, pilihan-kata, penekanan, infleksi, dan ritma semuanya harus terintegrasi dengan baik dan secara spontan, jika keterampilan komunikasi diterima sebagaimana dimaksudkan.

Meskipun para peneliti telah mengkaji kompetensi komunikasi atau keterampilan sosial dalam organisasi, namun ada kesenjangan yang nyata dalam


(47)

penelitian tersebut. Satu masalah mendasar adalah kurangnya instrumen pengukuran yang memadai yang mengoperasikan konstruk dalam organisasi. Kesenjangan kedua yang lebih substansial dalam literatur adalah kurangnya konseptualisasi yang jelas atas kompetensi yang memasukkan elemen afektif, kognitif dan perilaku. Pendekatan relasional Spitzberg dan Cupach menyajikan sebuah model yang bermanfaat bagi pengukuran kompetensi komunikasi interpersonal. Spitzberg dan Cupach dalam Saleh (2007: 54) dimensi-dimensi dari kompetensi komunikasi adalah antara lain sebagai berikut :

1) Motivasi komunikasi. Sering kali terkait dengan kesediaan seseorang untuk mendekati atau menghindari interaksi dengan yang lain. Kebanyakan penelitian motivasi komunikasi masuk dalam kerangka karakteristik, kejengahan seperti rasa takut komunikasi atau rasa malu. Skala motivasi dirancang untuk mengukur kesediaan seseorang untuk memperluas empati, mengatur interaksi, dan menyesuaikan komunikasi di dalam organisasi.

2) Pengetahuan komunikasi. Untuk membuat rencana tindakan, sering kali disebut sebagai skenario komunikasi. Para komunikator yang kompeten memiliki pengetahuan prosedural untuk menyusun dan menjalankan skenario ini didalam situasi sosial yang berbeda dan harus memiliki kemampuan perseptif untuk “membaca” situasi sosial. Menurut Spitzberg dan Cupach pengetahuan prosedural adalah “mengetahui bagaimana bukan isi dari

mengetahui bahwa atau mengetahui apa”. Pengetahuan ini diraih melalui

pendidikan, pengalaman, dan dengan pengamatan apa yang disebut prototipe

dari kompetensi interpersonal sebuah role model. sekaligus mengetahui standar organisasi untuk komunikasi.

3) Keterampilan komunikasi. Mencakup kinerja aktual dari perilaku. Hal ini sering kali merupakan bagian yang sulit bagi komunikator mengubah motivasi


(48)

dan rencana menjadi tindakan. Individu sering kali termotivasi untuk berkomunikasi dan memiliki pengetahuan, namun kurang keterampilan dalam pengkomunikasiannya secara aktual. Banyak ukuran ketrampilan mencakup variabel-variabel terkait seperti orientasi lain, kejengahan sosial, keekspresifan, manajemen interaksi. Pendekatan-pendekatan ketrampilan lain fokus pada kemampuan psikomotor kemampuan seseorang untuk berbicara, mendengar, melihat dan mengungkapkan pesan secara non-verbal dalam situasi tertentu. Keterampilan yang dibutuhkan oleh organisasi termasuk pembinaan hubungan, menyimak dan mengikuti instruksi, memberikan umpan balik, bertukar informasi, mencari umpan balik, dan penyelesaian masalah Maes dkk dalam Payne (2005: 2).

Menurut Slocum dan Hellriegel (2009: 385) bahwa indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kompetensi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:

a. Bijaksana dan kesopanan

Bijaksana dan kesopanan yaitu sikap keseharian berupa tingkah laku, cara berbicara, kerapihan.

b. Penerimaan umpan balik

Umpan balik adalah mengomunikasikan kepada seseorang atau kelompok tentang bagaimana prilaku orang telah mempengaruhi kita atau orang lain. Komunikasi yang bisa dilakukan dalam memberikan umpan balik dapat berupa kata-kata yang diucapkan, sikap, atau tindakan. Umpan balik dapat digunakan untuk membangun orang lain (konstruktif) atau merusak (destruktif), hal ini tergantung pada apakah umpan balik itu berasal dari kebutuhan penerima atau kebutuhan si pemberi yang diberikan. Salah satu fungsi umpan balik adalah untuk membuat seseorang menyadari efek dari perilakunya pada orang lain sehingga ia dapat mengubah atau membuang perilaku yang kurang baik. Umpan balik memungkinkan seseorang tahu di mana keberadaan posisinya dalam satu kelompok dan bagaimana ia dilihat oleh anggota lain. Agar umpan balikyang diberikan memiliki kegunaan bagi orang yang menerima umpan balik tersebut, maka si pemberi umpan balik harus (1) mampu menggambarkan reaksinya sendiri terhadap perilaku tersebut, (2) menggambarkan prilaku yang spesifik atau kejadian yang membangkitkan reaksi (3) umpan balik hendaknya dikakukan sesegera mungkin setelah


(49)

perilaku terjadi dan mempertimbangkan kebutuhan orang di ujung penerimaan umpan balik yang diberikan.

c. Berbagi informasi

Berbagi informasi dalam hal ini yaitu instruksi yang disampaikan oleh pimpinan kepada bawahan mengenai berbagai informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dan instruksi tersebut di informasikan kepada masyarakat sesuai dengan instruksi atasannya.

d. Memberikan informasi tugas

Memberikan informasi tugas adalah instruksi yang diberikan oleh pimpinan kepada para aparatur tentang tugas-tugas yang akan dilakukan. Informasi yang diberikan berkaitan dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan dan keadilan dalam melayani masyarakat.

e. Mengurangi ketidakpastian tugas

Ketidakpastian tugas sebagai ketidakmampuan individu dalam memprediksi sesuatu secara tepat sehingga mengalami ambiguitas struktur dalam tugas-tugasnya. Situasi ketidakpastian tugas yang rendah (low task

uncertainty), merupakan ukuran terbaik untuk menilai prestasi seseorang

dan membawa akibat yang baik terhadap prestasi seseorang. Sebaliknya dalam situasi ketidakpastian tugas tinggi (high task uncertainty), maka akan membawa akibat yang kurang baik terhadap prestasi seseorang dan dapat menimbulkan perilaku negatif (disfunction behavior) bawahan. Adam (2005) menyebutkan bahwa ketidakpastian itu sendiri sering dijabarkan dalam dua hal yaitu ketidakpastian lingkungan (environmental

uncertainty) dan ketidakpastian tugas (task uncertainty). Environmental

uncertainty terkait dengan kondisi lingkungan organisasi sebagai sebuah

sistem dan harus bisa dihadapi oleh perusahaan. Task uncertainty

mencakup environmental uncertainty apabila faktor lingkungan merupakan bagian yang terkait dengan tugas-tugasnya (Gerrloff et al. 1991). Pernyataan ini didukung oleh Marsudi dalam Meildawati (2001) yang mendefinisikan ketidakpastian tugas sebagai volatilitas lingkungan yaitu perubahan atau variabilitas dalam lingkungan eksternal organisasi, sehingga menunjukkan bahwa dalam ketidakpastian tugas terdapat unsur yang sama dengan ketidakpastian lingkungan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi komunikasi telah di konsep untuk mencakup unsur-unsur pengetahuan, motivasi, keterampilan, perilaku, dan efektivitas. Spitzberg dan Cupach menyatakan bahwa “interaksi kompeten dapat dilihat sebagai bentuk pengaruh interpersonal, dimana seorang individu dihadapkan dengan tugas memenuhi fungsi dan tujuan (efektivitas) komunikatif dan tetap menjaga norma-norma percakapan dan interpersonal (kesesuaian)”. Dari perspektif ini, semakin banyak pimpinan termotivasi untuk berinteraksi dengan karyawan, berpengetahuan luas dalam


(50)

keterampilan komunikasi yang memfasilitasi keterbukaan, negosiasi, dan kerja sama tim, terampil dalam menggunakan teknik, dan sensitif terhadap konteks komunikasi.

Menurut Spitzberg & Cupach dalam Fajar (2009: 152) kompetensi komunikasi meliputi tiga komponen: 1) pengetahuan, 2) keterampilan dan 3) motivasi. Pengetahuan berarti mengetahui perilaku apa yang paling baik dalam satu situasi. Keterampilan adalah kemampuan menggunakan perilaku itu di dalam situasi tertentu. Motivasi adalah keinginan berkomunikasi dengan cara yang kompeten. Model tiga komponen Spitzberg & Cupach menyatakan bahwa seorang komunikator harus 1) mengenal komunikasi apa yang sesuai (knowledge), 2) mempunyai kemampuan melakukan komunikasi (skill) dan 3) mau berkomunikasi dengan cara yang efektif dan sesuai (motivation). Untuk menjadi seorang komunikator yang kompeten, seseorang itu harus dapat mengenal keterampilan mana yang diperlukan di dalam situasi tertentu, dengan keterampilan yang dimiliki, termotivasi untuk menggunakan keterampilan dengan baik. Komunikasi terjadi secara transaksional, artinya setiap orang yang berkomunikasi mengirim dan menerima komunikasi secara simultan. Komunikasi dapat dinadang sebagai suatu proses, yaitu perubahan kejadian dan hubungan merupakan alir yang kontinu. Setiap pengalaman komunikasi merupakan hasil akumulasi pengalaman yang sebelumnya. Pengalaman baru mempengaruhi pengalaman yang akan datang. Jadi komunikasi berarti berbagi pengertian dengan orang lain.

Sedangkan ukuran kompetensi komunikasi ada 3, yaitu: 1) pemahaman terhadap berbagai proses komunikasi dalam berbagai konteksnya, 2) kemampuan perilaku komunikasi verbal dan non-verbal secara tepat, dan 3) berorientasi pada


(51)

sikap positif terhadap komunikasi. Seseorang dikatakan kompeten dalam berkomunikasi, bila memenuhi tiga komponen tersebut.

Menurut William Howel dalam Griffin (2003: 425) ada 4 tingkatan kompetensi dalam berkomunikasi, yaitu :

1. Unconscious Incompetence

Tidak sadar dan tidak bisa melakukan apa-apa. Dimaksud tidak sadar adalah telah salah menafsirkan pesan atau perilaku komunikasi pihak lain secara tidak sadar. Sedangkan tidak bisa melakukan apa-apa adalah tidak cukup peduli dengan perilaku komunikasinya sendiri. Bentuk kompetensi ini adalah yang paling rendah dari bentuk lainnya.

2. Conscious Incompentence

Sadar dalam berkomunikasi, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa. Dimaksud sadar adalah komunikasi yang dilakukannya tidak efektif dan seringkali terjebak pada salah paham, seperti penanganan konflik yang tidak produktif. Meskipun begitu, mampu melakukan apapun untuk memperbaikinya.

3. Conscious Competence

Sadar dalam hal berkomunikasi dan mampu melakukan sesuatu. Orang pada bentuk ini mampu mengontrol perilaku komunikasinya secara sadar dan melakukannya terus menerus sehingga menjadi komunikasi yang lebih efektif.

4. Unconscious Competence

Tidak sadar karena telah menjadi sebuah kebiasaan dan mampu melakukan sesuatu. Bentuk ini merupakan tingkatan paling tinggi dalam kompetensi komunikasi. Orang pada tingkatan ini memiliki kemampuan untuk menyatukan tindakan komunikasi menjadi bagian dari perilakunya sehari-hari. Dia tidak perlu


(1)

Lampiran 7

Descriptives

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

kualitas pelayanan (y) 50 4.42 4.60 4.5500 .08718 kompetensi

komunikasi(x1)

50 2.90 4.78 3.8255 .53472

profesionalisme (x2) 50 3.84 4.72 4.3633 .22072 Valid N (listwise) 50


(2)

Lampiran 8

Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

kualitas pelayanan (y) 4.5500 .08718 50 kompetensi

komunikasi(x1)

3.8255 .53472 50

profesionalisme (x2) 4.3633 .22072 50

Correlations

kualitas pelayanan (y)

kompetensi komunikasi (x1)

profesionalisme (x2)

Pearson Correlation kualitas pelayanan (y) 1.000 .455 .637

kompetensi komunikasi(x1)

.455 1.000 .178

profesionalisme (x2) .637 .178 1.000 Sig. (1-tailed) kualitas pelayanan (y) . .000 .000

kompetensi komunikasi(x1)

.000 . .108

profesionalisme (x2) .000 .108 .

N kualitas pelayanan (y) 50 50 50

kompetensi komunikasi(x1)

50 50 50


(3)

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method

1 profesionalisme (x2),

kompetensi komunikasi (x1)a

. Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: kualitas pelayanan (y)

Model Summaryb

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .726a .526 .506 .66587

a. Predictors: (Constant), profesionalisme (x2), kompetensi komunikasi (x1)


(4)

Model Summaryb

Model Change Statistics

Durbin-Watson R Square

Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .526 26.118 2 47 .000 2.306

b. Dependent Variable: kualitas pelayanan (y)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 23.161 2 11.580 26.118 .000a

Residual 20.839 47 .443

Total 44.000 49

a. Predictors: (Constant), profesionalisme (x2), kompetensi komunikasi(x1) b. Dependent Variable: kualitas pelayanan (y)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.161 1.430 5.708 .000

kompetensi komunikasi (x1)

.094 .027 .352 3.452 .001

profesionalisme (x2) .116 .021 .575 5.632 .000


(5)

Coefficientsa

Model 95.0% Confidence Interval for B

Lower Bound Upper Bound

1 (Constant) 5.284 11.037

kompetensi komunikasi (x1)

.039 .148

profesionalisme (x2) .075 .158

a. Dependent Variable: kualitas pelayanan (y)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 16.2339 19.2695 4.5500 .68751 50 Residual -1.26946 1.10501 .00000 .65214 50 Std. Predicted Value -2.860 1.556 .000 1.000 50 Std. Residual -1.906 1.659 .000 .979 50


(6)

BIODATA PENELITI

Nama

: Fanolo Telaumbanua

Panggilan

: Fantel

Tempat, Tgl. Lahir

: Lelewonu Niko’o, 28 Februari 1975

Alamat (Medan)

: Jln. S.M. Raja Garu II No. 7 B

Alamat (Nias)

: Jln. Fondrakho KM 3,5 Gunung Sitoli

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Katolik

Pekerjaan

: PNS Kab. Nias Utara

Golongan Darah

: O

Hobi

: Baca Koran

Status

: Kawin

E-mail

:

nofatnfrans@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

1.

SD

: Tamat Tahun 1988 (SD. Sihare’o)

2.

SMP

: Tamat Tahun 1991 (SMP Negeri 3 Gunung Sitoli)

3.

STM

: Tamat Tahun 1994 (STM Pemda Nias)

4.

S-1

: Tamat Tahun 1999 (Universitas Widya Mataram,

Yogyakarta)

5.

S-2

: Tahun Tahun 2014 (Magister Ilmu Komunikasi FISIP

USU)


Dokumen yang terkait

Kinerja Aparatur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandung

0 4 1

PROFESIONALISME APARATUR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN PESAWARAN DALAM PELAYANAN PUBLIK

3 12 105

PROFESIONALISME APARATUR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN PESAWARAN DALAM PELAYANAN PUBLIK

0 15 4

PENGARUH KOMPETENSI, LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN SEMANGAT KERJA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PEGAWAI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN MAGELANG

0 8 128

Implementasi Kebijakan Pelayanan KTP-EL di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir (Studi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Samosir )

4 64 165

KUALITAS PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN KARANGANYAR

5 13 129

Pengaruh Kualitas Sumber Daya Manusia Terhadap Pelayanan Administrasi Kependudukan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Buton Utara - Universitas Terbuka Repository

0 1 161

Pengaruh Kompetensi Komunikasi Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Pelayanan Aparatur Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara

0 0 6

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kompetensi Komunikasi Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Pelayanan Aparatur Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara

0 0 9

PENGARUH KOMPETENSI KOMUNIKASI DAN PROFESIONALISME TERHADAP KUALITAS PELAYANAN APARATUR DI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN NIAS UTARA TESIS

0 0 15