BAB V PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Kompetensi Komunikasi dalam Meningkatkan Kualitas
pelayanan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh antara kompetensi komunikasi terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kabupaten Nias Utara, hal ini dibuktikan dengan nilai t-hitung variabel X
1
kompetensi komunikasi sebesar 3.452 yang lebih besar dari t-tabel pada taraf kepercayaan 95 signifikansi 5 atau 0,05 dan derajat bebas df = N-k-1 = 50-
2-1 = 47 dimana N = jumlah sampel, dan k = jumlah variabel independen adalah sebesar 2.052 dengan demikian t-hitung = 3.452 t-tabel = 2.052 dan nilai
signifikansi sebesar 0,001 sig 0,05. Untuk lebih jelasnsya dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 4.41. Koefisien Korelasi Variabel X
1
terhadap Y
Variabel N
t
hitung
t
tabel
Kompetensi Komunikasi X
1
terhadap Kualitas Pelayanan Y 50
3.452 2.052
Berdasarkan tabel di atas, peneliti menyimpulkan bahwa variabel kompetensi komunikasi berpengaruh signifikan dalam meningkatkan kualitas
pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, sehingga hipotesis yang diajukan dapat diterima kebenarannya.
Kompetensi komunikasi adalah variabel bebas dan kualitas pelayanan merupakan variabel terikat pada penelitian ini. Menurut Sriussadaporn-
Charoennangam, Nongluck dan Jabin 2005: 385 bahwa indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kompetensi komunikasi dalam organisasi
Universitas Sumatera Utara
adalah 1 bijaksana dan kesopanan, 2 penerimaan umpan balik, 3 berbagi informasi, 4 memberikan informasi tugas dan 5 mengurangi ketidakpastian
tugas. Sedangkan untuk mengukur kualitas pelayanan peneliti mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Parasuraman 2004: 26 yang mengatakan bahwa ada 5
lima langkah penting untuk mengukur kualitas pelayanan yaitu: a. Reliability keandalan, yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa
yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. b. Responsiveness daya tanggap, yaitu kemampuan untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan. c. Assurance jaminan yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. d. Emphaty empati yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi
bagi pelanggan. e. Tangibles bukti langsung yaitu fasilitas fisik, peralatan, personil dan
media komunikasi. Kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Freddy Rangkuti 2002 kualitas pelayanan
didefinisikan sebagai penyampaian pelayananjasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan.
Ketika layanan dapat memuaskan masyarakat, tidak berarti layanan yang diberikan telah mencapai tujuan akhir, melainkan produsen layanan tidak perlu
cepat merasa puas bahkan sebaliknya terus giat mencari inovasi baru sesuai dengan dinamika pelanggan. Pelayanan yang lebih baik service excellence yang
dilakukan oleh produsen pelayan akan meningkatkan loyalitas masyarakat pelanggan kepada produsen. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa atau
layanan tergantung pada kemampuan penyediaan barangjasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten dan berakhir pada penilaian pelanggan. Ini
berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan penilaian penyedia
Universitas Sumatera Utara
layanan, tetapi didasarkan pada penilaian pelanggan, sebagaimana dikemukakan Kotler 1994: 62 bahwa pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati
layanan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas layanan. Persepsi pelanggan terhadap layanan merupakan penilaian menyeluruh atas
keunggulan suatu layanan. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas,
maka sangat diperlukan kompetensi komunikasi dari para petugas, karena disadari ataupun tidak dalam kesehariannya manusia selalu melakukan komunikasi, baik
komunikasi dengan diri sendiri atau pun dengan lain. Komunikasi sudah seperti halnya manusia membutuhkan oksigen untuk bernafas, karena komunikasi adalah
hal yang sudah biasa dilakukan, kebanyakan kita tidak menyadari bahwa kita telah melakukan kesalahan-kesalahan dalam berkomunikasi. Untuk itulah
diperlukannya sebuah komunikasi yang mampu membangun kerjasama antara satu orang dengan orang lain, yakni dengan berkomunikasi efektif sehingga antara
individu satu dengan yang lainnya akan saling memahami, saling toleransi, saling mengisi dan saling memberi, dalam hal ini kompetensi komunikasi yang
dimaksud adalah kompetensi komunikasi interpersonal. Secara spesifik peran penting komunikasi interpersonal yang baik
membantu para aparatur untuk memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga kualitas pelayanan menjadi semakin baik. sebaliknya,
apabila terjadi komunikasi yang buruk akibat tidak terjalinnya hubungan baik, sikap yang otoriter atau acuh, perbedaan pendapat atau konflik yang
berkepanjangan dan sebagainya, dapat berdampak pada kualitas pelayanan yang tidak maksimal.
Universitas Sumatera Utara
Pada komunikasi interpersonal, seorang komunikator encoder melakukan proses komunikasi interpersonal dengan menggunakan seluruh energy yang
dimilikinya agar pesan yang akan disampaikan kepada komunikan decoder dapat diterima dengan jelas, dan komunikan pun dapat melakukan umpan balik
feedback terhadap pesan tersebut. Adanya penelitian empiris yang menghubungkan antara kompetensi
komunikasi dengan berbagai hasil organisasi termasuk mobilitas pekerjaan, tingkat pekerjaan, gaji, kemampuan memimpin dan kemampuan mental umum
serta kinerja karyawan Ferris, et.al, 2003: 21. Sejumlah penelitian-penelitian tersebut menekankan pentingnya kompetensi komunikasi, namun hanya sedikit
penelitian yang membahas dampak dari kompetensi komunikasi, yang beranjak di luar keterampilan sosial dengan disertakannya elemen-elemen afektif, kognitif,
dan perilaku. Kompetensi komunikasi merupakan komunikasi yang berhasil dimana
tujuan dari pegawai yang berinteraksi dipenuhi dengan menggunakan pesan-pesan yang dianggap tepat dan efektif didalam konteks organisasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Friedrich dalam Lane 2000: 204 mengatakan bahwa kompetensi komunikasi merupakan suatu kemampuan situasional untuk menetapkan tujuan
yang realistis dan tepat untuk memaksimalkan kemampuan seseorang dengan menggunakan pengetahuan akan dirinya, orang lain, isi pesan, dan teori
komunikasi dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya. Spitzberg dalam Lane 2000: 23 mendefinisikan kompetensi komunikasi
sebagai kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial. Kompetensi komunikasi adalah istilah yang kompleks dengan struktur
Universitas Sumatera Utara
internal dan eksternal. Mengenai struktur internal, kita harus menghubungkannya dengan istilah subordinasi seperti efektivitas dan kesesuaian. Efektivitas
menggambarkan hasil kompetensi komunikatif, sedangkan kesesuaian menghubungkan kondisi situasional dari interaksi sosial yang sebenarnya.
Kompetensi komunikasi harus berkaitan dengan system aturan yang menghasilkan situasi yang ideal, bukan mengenai kode linguistik yang menghubungkan bahasa
dan pragmatic yang universal dengan system peran yang sebenarnya. Kompetensi komunikasi juga diterima sebagai suatu peran penting ketika seseorang harus
bekerja karena keahlian yang dimiliki, seperti untuk memecahkan permasalahan, pengambilan keputusan, pengendalian konflik, dan pemberian umpan balik pada
situasi tertentu Kostiainem dalam Rouhiainem, 2005. Dalam konteks pelayanan publik dapat digaris bawahi bahwa keberhasilan
proses pelayanan publik sangat tergantung pada dua pihak yaitu birokrasi pelayan dan masyarakat yang dilayani. Dengan demikian untuk melihat
kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan dan dikaji dua aspek pokok yakni : Pertama, aspek proses internal organisasi birokrasi pelayan; Kedua, aspek
eksternal organisasi yakni kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat pelanggan Juliantara, 2005
Pelayanan publik yang berkualitas dan profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan oleh adanya bukti langsung yang kelihatan berupa aspek-
aspek yang dapat dilihat dan dijangkau, keandalan atau kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan akurat, responsibilitas atau
pemberian pelayanan dengan tanggap, adanya jaminan yaitu berupa kemampuan pemberi pelayanan, kesopanan, sifat dapat dipercaya dan bebas dari bahaya resiko
Universitas Sumatera Utara
serta empati atau kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi antara konsumen dan pemberi pelayanan. Berikutnya adalah efektifitas, lebih
mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sasaran, Sederhana mengandung arti prosedurtata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah,
cepat, tepat, tidak berbelit-belit serta tidak dapat disimpan dalam inventori melainkan langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi.
5.2. Pengaruh Profesionalisme dalam Meningkatkan Kualitas pelayanan
Penelitian ini menghasilkan bahwa ada pengaruh antara profesionalisme terhadap kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
Nias Utara, dimana diperoleh nilai t-hitung sebesar 5.632 sedangkan t-tabel adalah sebesar 2.052 dengan demikian t-hitung = 5.632 t-tabel = 2.052 dan nilai
signifikansi sebesar 0,000 sig 0,05. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.42. Koefisien Korelasi Variabel X
1
terhadap Y
Variabel N
t
hitung
t
tabel
Profesionalisme X
2
terhadap Kualitas Pelayanan Y
50 5.632
2.052 Berdasarkan tabel di atas, peneliti menyimpulkan bahwa variabel
profesionalisme berpengaruh signifikan dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, sehingga
hipotesis yang diajukan dapat diterima kebenarannya. Profesionalisme adalah variabel bebas dan kualitas pelayanan merupakan
variabel terikat pada penelitian ini. Menurut Hall dalam Herawati dan Susanto 2009:4 terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Pengabdian pada profesi Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalam
ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan
hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari
pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.
2.
Kewajiban sosial Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan
profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
3.
Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang
profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi. Setiap
ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.
4.
Keyakinan terhadap peraturan profesi Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling
berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama
5.
Hubungan dengan rekan seprofesi Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan
ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan.
Sedangkan untuk mengukur kualitas pelayanan peneliti mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Parasuraman 2004: 26 yang mengatakan bahwa ada 5
lima langkah penting untuk mengukur kualitas pelayanan yaitu: a. Reliability keandalan, yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa
yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. b. Responsiveness daya tanggap, yaitu kemampuan untuk membantu
pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan. c. Assurance jaminan yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. d. Emphaty empati yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi
bagi pelanggan. e. Tangibles bukti langsung yaitu fasilitas fisik, peralatan, personil dan
media komunikasi. Profesionalisme merupakan variabel yang mempengaruhi kualitas
pelayanan, dapat dikatakan bahwa dengan adanya sikap profesionalisme petugas akan dapat mengakibatkan meningkatnya nilai dari kualitas pelayanan, begitu juga
sebaliknya. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme terhadap kualitas
Universitas Sumatera Utara
pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara, maka disebarlah kuesioner kepada masyarakat. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa ada pengaruh profesionalisme dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara.
Profesionalisme merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu lembaga atau organisasi. Pegawai yang professional akan memperlihatkan
kemampuan dan keahliannya, sikap dan displin, minat dan semangat untuk bekerja, oleh karena itu karyawan dituntut untuk memiliki kemampuan secara
professional dalam melaksanakan tugas-tugasnya sehingga kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat meningkat. Pada gilirannya para pegawai
harus mampu mengembangkan dirinya secara optimal, terutama dalam bidang yang berkaitan langsung dengan peningkatan kualitas pelayanan.
Pada organisasi, banyak aspek yang mendukung terciptanya kualitas pelayanan yang baik, salah satu indikatornya adalah kemampuan dan
profesionalisme seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Pengaruh profesional seseorang sudah tentu akan
berdampak pada kinerjanya. Dengan adanya profesionalisme yang tinggi, maka setiap pegawai akan makin mampu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
menjadi tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya dengan tidak menyisakan pekerjaan yang salah maupun yang tidak mampu diselesaikan. Profesionalisme
adalah mutu kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang profesional. Ciri pegawai yang profesional ditandai dengan kepiawaiannya
dalam melaksanakan tugas profesinya, karena didukung oleh latar belakang
Universitas Sumatera Utara
pendidikannya, minat, bakat, kemampuannya melaksanakan tugas yang penuh dinamika dan tantangan.
Menurut Siagian dalam Kurniawan 2005: 74 profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik,
waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat. Profesionalisme sangat mencerminkan keahlian
seorang terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Menurut Tahri Abeng dalam Moeljono 2003: 107 professional terdiri
atas tiga unsur, yaitu knowledge, skill, integrity. Knowledge dapat diartikan sebagai tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap pekerjaan
yang digelutinya. Skill dapat diartikan sebagai kemampuan atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang dalam menguasai pekerjaannya, dan integrity dapat
diartikan sebagai integritas seseorang dalam menjalankan pekerjaannya di dalam suatu organisasi.
Menurut Martin dalam Kurniawan 2005:75 profesionalisme aparatur memiliki beberapa karakteristik yang sesuai dengan tuntutan good governance,
yaitu a equality, b equity, c loyality, dan d accountability”. a Equality secara bahasa diartikan sebagai kesamaan. Kesamaan yang dimaksud disini yaitu
sikap pegawai yang selalu sama dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat sebagai pengguna jasa. b Equity secara bahasa yaitu
kesetaraan. Kesetaraan adalah pemberian perlakuan yang adil, dengan memberikan peluang dan kesempatan yang sama bagi setiap orang. Menurut
Tjandra 2005:11 “kesetaraan yaitu tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan dan gender”. c Loyality atau loyalitas
Universitas Sumatera Utara
yaitu kesetiaan yang diberikan kepada konstitusi hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan tidak ada
kesetiaan yang mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan yang lainnya. d Accountability atau akuntabilitas merupakan
tanggung jawab atas apa yang menjadi tugas pokok aparat pemerintah terhadap masyarakat sebagai para pengguna jasa layanan publik.
Karakteristik profesionalisme d iatas merupakan profesionalisme yang sesuai dengan tuntutan good governance. Untuk menciptakan pemerintahan yang
baik diperlukan profesionalisme aparat yang baik. Dengan melihat pada keempat hal di atas, dapat ditentukan sejauh mana profesionalisme aparat dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya. Pelayanan administratif merupakan salah satu bentuk dari pelayanan public yang diberikan oleh pemerintah.
Sangat sulit menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat. Masyarakat sebagai pihak yang merasakan secara langsung
pelayanan yang diberikan, memiliki peran penting dalam memberikan penilaian mengenai kualitas pelayanan. Sehingga untuk mengukur kualitas pelayanan, tentu
saja dengan melihat apa yang dianggap penting dan apa yang dianggap perlu oleh masyarakat. Menurut Zeitham dalam Pasolong 2008: 135, untuk mengetahui
kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada lima indicator yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas pelayanan tersebut, yaitu:
a Bukti langsung Tangibles, yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan, dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud
disni adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telefon, computer, dan lain-lain.
b Daya tanggap Responsiveness, yaitu keinginan para staf untuk membantu masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara
informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung, dan ketanggapan dalam membantu masyarakat.
c Keandalan Reliability, yaitu kemampuan memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan
dan kecakapan aparat birokrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai waktu yang
dijanjikannya.
d Jaminan Assurance, yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau
keraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan oleh aparat birokrasi untuk membuat masyarakat pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas
yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan.
e Empati Emphaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para
pelanggan. Hal ini seperti bagaimana aparat birokrasi menciptakan komunikasi eksternal untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Agar pelayanan yang diberikan dapat berjalan secara efektif dan efesien serta memuaskan masyarakat maka perlu adanya peningkatan kinerja aparat
sebagai penyelenggara pelayanan public. Dalam hal ini, keprofesionalan aparat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Nias Utara diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan, sehingga pada akhirnya akan membuat masyarakat untuk tidak bosan berurusan dengan aparat pemerintah.
Dengan terciptanya profesionalisme aparat diharapkan terciptanya pula hasil pelayanan yang berkualitas dimana kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas
utama penyelenggara pelayanan public. Sesuai yang dikemukakan oleh Tjokrowinoto dalam Tangkilisan 2005: 231 bahwa profesionalisme berkaitan
dengan kemampuan aparat yang bekerja dengan memiliki inovasi, dan mempunyai etos kerja tinggi. Tentu akan memberikan kontribusi yang nyata
terhadap kualitas layanan kepada para pengguna jasa. Adanya profesionalisme, kinerja individu secara langsung akan
berpengaruh terhadap kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa. Hal ini sejalan dengan pendapat Siagian dalam Tangkilisan 2005: 231 bahwa
Universitas Sumatera Utara
profesionalisme berkaitan dengan keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat dan dengan prosedur
yang mudah dipahami dan diikuti oleh masyarakat. Oleh sebab itu profesionalisme aparat secara otomatis berpengaruh terhadap kualitas pelayanan
yang dihasilkan.
5.3. Pengaruh Kompetensi Komunikasi dan Profesionalisme terhadap