dengan: O
2
u = nilai konsentrasi oksigen yang diukur mgl O
2
t = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya pada tabel Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel faktor fisik-kimia.
b. Produktivitas Primer
Untuk menghitung produktivitas primer digunakan rumus : Produktivitas bersih P
N
= Produktivitas kotor P
g
- Respirasi R R = [O
2
]
awal
- [O
2
]
akhir
pada botol gelap P
g
= [O
2
]
akhir
pada botol terang - [O
2
]
akhir
pada botol gelap
Untuk mengubah nilai mgl oksigen menjadi mg Cm
3
, maka nilai dalam mgl dikalikan dengan faktor 375,36. Hal ini akan menghasilkan mg Cm
3
untuk jangka waktu pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam
satuan hari, maka nilai per jam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari hanya selama 12 jam per hari Barus, 2004; hlm: 112-113.
c. Konsentrasi klorofil a
Konsentrasi klorofil a dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Klorofil a mgm
3
= 11,58OD664-1,54OD647-0,08OD630 lampiran
d. Kelimpahan Fitoplankton K Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan
menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut
Isnansetyo Kurniastuty 1995, yaitu: K
= W
v V
p P
L T
1 ×
× ×
Keterangan:
Universitas Sumatera Utara
N = jumlah plankton per liter T = luas penampang permukaan haemocytometer mm
2
L = luas satu lapang pandang mm
2
P = jumlah plankter yang dicacah p = jumlah lapang yang diamati
V = volume konsentrasi plankton pada bucket ml v = volume konsentrat di bawah gelas penutup ml
e. Analisis korelasi
Analisis korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver 13.00 digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap
nilai produktivitas primer fitoplankton.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Produktivitas Primer Perairan
Dari hasil penelitian diperoleh nilai produktivitas primer, konsentrasi klorofil a dan kelimpahan fitoplankton perairan pada setiap stasiun.
Tabel 2. Nilai Produktivitas Primer, Konsentrasi Klorofil a dan Kelimpahan Fitoplankton pada Setiap Stasiun Penelitian di Sungai Bah Bolon
Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.
Stasiun Penelitian
Produktivitas Primer Klorofil a
Kelimpahan Fitoplankton
mgCm
3
hari mgm
3
Indl
I 376,35 4,1620
42979,59 II 301,08
3,4170 39346,94
III 263,44 2,4170
7918,36 IV 225,81
2,2730 9183,67
V 112,90 1,9595
7591,837
Keterangan
Stasiun I :Daerah bebas aktivitas
Stasiun II :Penambangan Pasir
Stasiun III :Pabrik
Stasiun IV :Pemukiman Penduduk
Stasiun V :Pertanian
4.1.1 Hubungan Produktivitas Primer dengan Kelimpahan Fitoplankton
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai produktivitas primer yang tertinggi pada stasiun I sebesar 376,35 mgCm
3
hari dan terendah pada stasiun V sebesar 112,90 mgCm
3
hari. Demikian juga pada stasiun 1 mempunyai nilai kelimpahan fitoplankton paling tinggi sebesar 42979,59 indl dan terendah pada
stasiun 5 sebesar 7591,837 indl. Tetapi nilai produktivitas primer mulai menurun dari stasiun 2 sampai stasiun 5 disertai dengan menurunnya nilai kelimpahan
Universitas Sumatera Utara
fitoplankton kecuali pada dibandingkan pada stasiun 4 sebesar 9183,673 indl sementara nilai produktivitas primer di stasiun 3 lebih tinggi sebesar 263,44
mgCm
3
hari dibandingkan dengan stasiun 4 sebesar 225,81 mgCm
3
hari. Hal ini dikarenakan pada stasiun 3 adalah daerah pembuangan limbah pabrik rokok
seperti TAR dan nikotin akan mengganggu aktivitas fitoplankton dan mempengaruhi faktor fisik kimia perairan.
Tingginya nilai produktivitas primer pada stasiun I dikarenakan pada lokasi ini tidak terdapat aktivitas manusia sehingga aktivitas fotosintesis
fitoplankton tidak terganggu. Kelimpahan fitoplankton di stasiun 1 lebih tinggi dibandingkan stasiun yang lain. Demikian juga faktor fisik kimia yang lain yang
terdapat pada stasiun 1 seperti suhu, intensitas cahaya, pH, DO, kejenuhan oksigen, penetrasi cahaya dan kadar fosfat dan nitrat sangat mendukung bagi
keberadaan dan aktivitas fitoplankton. Adanya perbedaan dari nilai produktivitas primer yang diperoleh pada setiap lokasi penelitian diakibatkan juga oleh
pergerakan air yang membuat fitoplankton tersebar pada setiap stasiun. Pada stasiun 2, nilai produktivitas primer mulai menurun karena pada
lokasi tersebut merupakan penambangan pasir. Aktivitas penambangan pasir akan mengganggu aktivitas fotosintesis sehingga mempengaruhi penurunan nilai
produktivitas primer. Pada stasiun 4 yang merupakan daerah pembuangan limbah rumah tangga, nilai produktivitas primer lebih menurun dibandingkan pada
stasiun 2. Limbah organik seperti sisa deterjen yang dibuang ke badan air akan mempengaruhi distribusi fitoplankton dan faktor fisik kimia perairan. Menurut
Darmono 2001, limbah organik mengalami degradasi dan dekomposisi oleh bakteri aerob sehingga lama-kelamaan oksigen terlarut dalam air berkurang.
Dalam kondisi demikian, hanya spesies organism tertentu yang bisa bertahan hidup. Berkurangnya jumlah spesies tersebut mengakibatkan nilai produktivitas
primer menurun. Demikian halnya dengan stasiun 5, nilai produktivitas primer dan
kelimpahan fitoplankton paling rendah dari semua stasiun penelitian. Sisa pupuk dan berbagai jenis pestisida yang masuk ke badan air akan mempengaruhi
kehidupan biota air dan seluruh faktor fisik kimia perairan. Seluruh faktor fisik kimia perairan harus mendukung bagi keberadaan fitoplankton.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, besarnya nilai produktivitas primer pada setiap stasiun penelitian sebanding dengan kelimpahan fitoplankton. Adanya perbedaan nilai
produktivitas primer dari setiap stasiun penelitian juga disebabkan oleh pergerakan air yang membuat fitoplankton tersebar.
Menurut Nybakken 1992 tingginya nilai produktivitas primer dapat dipengaruhi oleh total kelimpahan dari fitoplankton yang dapat melakukan
fotosintesis. Jelas terlihat bahwa nilai produktivitas primer sebanding dengan nilai kelimpahan fitoplankton dimana semakin tinggi nilai produktivitas primer diikuti
oleh semakin tingginya kelimpahan. Setiap fitoplankton mempunyai toleransi yang berbeda terhadap kecepatan pergerakan air. Menurut Barus 2001 adanya
perubahan keanekaragaman fitoplankton di suatu ekosistem perairan dapat menyebabkan laju fotosintesis yang berbeda sehingga menghasilkan produktivitas
primer yang berbeda juga.
4.1.2 Hubungan Produktivitas Primer dengan Konsentrasi Klorofil a
Dari data hasil pengukuran konsentrasi klorofil a didapat nilai klorofil a yang tertinggi diperoleh pada stasiun I sebesar 4,1620 mgm
3
dan terendah pada stasiun V sebesar 1,9595 mgm
3
. Demikian juga nilai produktivitas primer tertinggi pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 5. Penurunan nilai produktivitas primer pada
stasiun III, IV, dan V diikuti dengan penurunan konsentrasi klorofil a pada stasiun tersebut. Tingginya nilai klorofil a pada stasiun I sesuai dengan tingginya
produktivitas primer, dimana aktivitas fitoplankton tidak terganggu. Pada lokasi ini bebas dari aktivitas masyarakat. Demikian juga nilai faktor fisik kimia yang
diukur masih sangat mendukung bagi keberadaan fitoplankton. Menurut Sverdrup et al 1961, klorofil a merupakan salah satu parameter
yang sangat menentukan produktivitas primer di sungai. Klorofil a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di perairan.
Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil a sangat terkait dengan kondisi suatu perairan. Adanya perbedaan nilai klorofil a dari setiap stasiun dapat
disebabkan oleh perbedaan persebaran dari fitoplankton. Menurut Barus 2001 pengaruh keanekaragaman plankton di suatu ekosistem perairan dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi sehingga menghasilkan produktivitas primer yang tinggi.
4.2. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian Tabel 3. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian di
Sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.
4.2.1. DO Dissolved Oxygen
Nilai rata-rata tertinggi dari setiap stasiun diperoleh pada stasiun I sebesar 7,5 dan pada stasiun III dan V mempunyai nilai DO yang sama yaitu 6,9. Adanya
perbedaan nilai oksigen terlarut dapat disebabkan oleh aktivitas fotosintesis dan fitoplankton. Selain itu adanya bahan organik yang berbeda pada setiap stasiun
menyebabkan konsumsi oksigen dari bakteri dan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik tersebut juga berbeda. Menurut Suin 2002,
oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis tumbuh- tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen dari udara terlarut masuk dalam air karena
adanya difusi langsung dan gerak permukaan air oleh aksi angin dan arus turbulen.
Secara keseluruhan, kadar oksigen terlarut pada setiap stasiun masih mendukung eksistensi organisme air. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya
berkisar antara 6-8 mgl Barus, 2004. Selanjutnya menurut Sastrawijaya 1991, menyatakan bahwa kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut
sebanyak 5 mgl dan tergantung juga pada daya toleransi organisme, dari nilai DO
Stasiun Penelitian
DO BOD
5
Nitr at Fosfat pH Suhu Kejenuhan
O
2
Penetrasi cahaya
Intensitas cahaya
Kuat Arus
Mgl Mgl Mgl
Mgl -
°C M
cd ms
I 7,5 0,2 0,147 0,104
7,1 23 89,49 60
cm 395
0,5 II 7,3
0,4 0,182 0,138 7,0
23 87,11 60 cm
395 0,5 III 6,9
0,6 0,246 0,152 7,0
24 83,63 25 cm
405 1 IV 7,0
0,3 0,451 0,235 6,8
23 83,53 40 cm
313 0,5 V 6,9
0,4 0,697 0,317 6,1
22 83,63 25 cm
248 1
Universitas Sumatera Utara
yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa sungai Bah Bolon tersebut masih baik.
4.2.2. BOD
5
Biologycal Oxygen Demand
Dari nilai rata-rata diperoleh nilai tertinggi pada stasiun III sebesar 0,6 mgl dan paling rendah pada stasiun I sebesar 0,2 mgl. Nilai BOD
5
yang diperoleh dari setiap lokasi penelitian pada prinsipnya menunjukkan indikasi rendahnya kadar
bahan organik dalam air. Nilai BOD
5
merupakan parameter indikator pencemaran, dimana semakin tinggi angkanya semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat
organik dan sebaliknya Barus, 2001. Nilai BOD
5
tersebut menunjukkan bahwa kondisi sungai Bah Bolon masih baik. BOD adalah kebutuhan oksigen biologis
yang merupakan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan organism untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan yang terlarut dalam air
Nilai BOD
5
yang bervariasi kemungkinan karena adanya pergerakan air sehingga menyebabkan pengadukan air dan zat pencemar. Secara tidak langsung
BOD
5
merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi
karbondioksida dan air Effendi, 2003, hlm: 120. Nilai BOD
5
yang dianggap baik untuk suatu perairan adalah berkisar antara 0,1-5 mgl.
4.2.3. Fosfat
Berdasarkan penelitian diketahui kandungan fosfat tertinggi terdapat pada stasiun V sebesar 0,317 mgl dan terendah pada stasiun I sebesar 0,104 mgl. Naik
turunnya nilai fosfat ini bisa disebabkan oleh adanya pergerakan air sehingga kadar fosfat tidak merata pada setiap stasiun dan kedalamannya. Menurut Alaerts
1987, menyatakan bahwa terjadinya penambahan konsentrasi fosfat ortofosfat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk dan pertanian
persawahan. Kandungan massa air cenderung semakin meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Fosfat dan nitrat merupakan nutrisi yang dibutuhkan
oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya Barus, 2004.
Universitas Sumatera Utara
4.2.4. Kandungan Nitrat
Kandungan nitrat tertinggi pada stasiun V sebesar 0,697 mgl dan terendah pada stasiun I sebesar 0,147 mgl. Dari kadar nitrat yang diperoleh menunjukkan
sumber nutrisi di Sungai Bah Bolon yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat relatif rendah. Namun adanya percampuran akibat pergerakan air menyebabkan
kadar nitrat setiap stasiun tidak terlalu tinggi. Menurut Mackentum, 1969 dalam Haerlina 1987, hlm: 8 kadar nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton
adalah 3,9-15,5 mgl dan untuk pertumbuhan optimal diperlukan konsentrasi fosfat ortofosfat pada kisaran 0,17 mgl-5,51 mgl
Nitrat adalah merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang. Keberadaan nitrat sangat dipengaruhi oleh buangan
yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, proteknik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang
diberi pupuk nitratnitrogen Alaerts, 1987
4.2.5. pH
Dari hasil penelitian diperoleh nilai pH tertinggi pada stasiun I sebesar 7,1 dan terendah pada stasiun V sebesar 6,1. Dari nilai pH tersebut dapat digambarkan
bahwa pH di sungai Bah Bolon dalam kondisi netral. Artinya masih baik dan mendukung untuk kehidupan biota air khususnya fitoplankton. Menurut Hawkes
1979 dalam Sinambela 1994, dalam kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9 sehingga pH di sungai Bah Bolon masih
baik dan mendukung untuk kehidupan biota air khususnya fitoplankton.
4.2.6. Suhu
Nilai suhu tertinggi diperoleh pada stasiun III sebesar 24 C dan terendah di
stasiun V sebesar 22 C. Keadaan ini dapat disebabkan oleh keadaan cuaca yang
kurang stabil yang disebabkan oleh angin, hujan. Suhu air merupakan faktor yang sangat mendapat perhatian karena dapat dimanfaatkan untuk mengkaji gejala
fisika dalam air. Suhu air di perairan Indonesia berkisar 25-31 C. Menurut Barus
2004, pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya, pertukaran panas antara air dengan udara di sekelilingnya dan
Universitas Sumatera Utara
juga dipengaruhi oleh faktor kanopi penutupan vegetasi dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Menurut Brower, et al. 1990, kisaran suhu yang optimal untuk
pertumbuhan fitoplankton antara 20 C- 25
C. Jadi kisaran temperatur yang diperoleh dari perairan tersebut masih dalam kisaran mendukung pertumbuhan
fitoplankton di sungai Bah Bolon.
4.2.7. Kejenuhan Oksigen
Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada stasiun I sebesar 89,49 dan terendah pada stasiun IV sebesar 83,53 . Hal ini disebabkan badan perairan memiliki
sumber pemasukan oksigen yang cukup besar yang berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton. Menurut Schwrobel 1987 dalam Barus 1996, nilai oksigen
terlarut dalam suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis
tumbuhan. Menurut Ginting 2002, limbah organik akan menyebabkan penggunaan oksigen oleh biota air akan semakin meningkat untuk menguraikan
limbah tersebut, sehingga terjadi penambahan kejenuhan oksigen.
4.2.8. Penetrasi dan Intensitas Cahaya
Pada setiap stasiun penelitian diperoleh penetrasi cahaya hanya berkisar 65 cm. Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air antara kelima stasiun ini masih
relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air dipengaruhi oleh zat-zat tersuspensi pada perairan tersebut. Menurut Nybakken 1992 adanya zat-zat
tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut dan kekeruhan ini akan mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi
cahaya yang mencolok. Menurut Odum 1998 bahwa penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat terlarut di dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.
Penetrasi cahaya seringkali dihalangi zat yang terlarut dalam air karena air mengandung sejumlah partikel yang sering disebut dengan kekeruhan. Menurut
Asdak 2004 kekeruhan suatu perairan diakibatkan oleh unsur sedimen baik yang bersifat mineral atau organik.
Universitas Sumatera Utara
4.2.9. Intensitas Cahaya Dari hasil pengukuran didapat bahwa intensitas cahaya tertinggi pada stasiun 3
sebesar 405 cd dan terendah pada stasiun 5 sebesar 248 cd. Perbedaan intensitas cahaya pada setiap stasiun disebabkan dari stasiun III dan stasiun V karena
banyak terdapat kanopi yang menutupi badan perairan sehingga cahaya yang masuk terhalang.
4.2.10. Kuat Arus
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kisaran nilai kecepatan arus adalah 0,5-1 ms. Stasiun III dan stasiun V mempunyai kecepatan arus yang tinggi
dibandingkan dengan stasiun yang lain. Kecepatan arus yang tinggi disebabkan aliran air yang relatif lurus. Kecepatan arus air tidak dapat ditentukan dengan pasti
karena arus air sangat mudah berubah.
4.3. Analisis Korelasi
Untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik kimia dengan produktivitas primer perairan dari setiap stasiun, maka nilai dari kedua variabel ini dikorelasikan
dengan menggunakan analisis korelasi Pearson yang dilakukan secara komputerisasi dengan spss 13.00. Hasil korelasi dari kedua variabel tersebut
adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Nilai Korelasi Antara Faktor Fisik Kimia Perairan Sungai Bah Bolon Dengan
Produktivitas Primer Perairan Dari Setiap Stasiun Penelitian
Korelasi Pearson
Klorofil Kel Indl
o
C pH DO BOD Kejo
O
2
Nitrat Fosfat PP
0,985 0,432 0,129 0,672 0,975 0,500 0,974 -0,801 -0,805 Keterangan:
+ = Berkorelasi searah - = Berkorelasi tidak searahberbanding terbalik
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai klorofil a dan nilai DO berkorelasi sangat kuat terhadap produktivitas primer karena mempunyai nilai yang lebih tinggi dan
Universitas Sumatera Utara
berkorelasi positif. Suhu berkorelasi sangat rendah terhadap produktivitas primer sedangkan kelimpahan fitoplankton berkorelasi sedang terhadap produktivitas
primer Menurut Sugiyono 2005, koefisien korelasi dapat menjadi beberapa tingkatan seperti pada tabel di atas.
Interval koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Dengan demikian, nilai kelimpahan fitoplankton, DO, kejenuhan oksigen, kandungan nitrat dan fosfat mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan
produktivitas primer fitoplankton di sungai
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan