Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan Kelimpahan Fitoplankton Di Sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar Dan Kabupaten Simalungun Sumatera Utara
HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON
DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI SUNGAI BAH BOLON
KOTA PEMATANGSIANTAR DAN KABUPATEN SIMALUNGUN
SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
ERLINDA MANALU
070805045
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
(2)
ii
PERSETUJUAN
JUDUL
KATEGORI
NAMA
NIM
Departemen
Fakultas
: Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan
Kelimpahan Fitoplankton Di Sungai Bah Bolon Kota
Pematangsiantar Dan Kabupaten Simalungun Sumatera Utara
: SKRIPSI
: ERLINDA MANALU
: 070805045
: BIOLOGI
: Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Sumatera Utara
Diluluskan di
Medan, Februari 2014
Komisi Pembimbing
Pembimbing II
Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si
NIP.19721126 2199803 2 002
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Biologi FMIPA USU
Ketua
Dr.Nursahara Pasaribu,M.Sc
NIP.19630123 199003 2 001
Pembimbing I
Prof.Dr.Ing.TernalaA.Barus,M.Sc
NIP.19581016 198703 1 003
(3)
iii
PERNYATAAN
Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton
Dengan Kelimpahan Fitoplankton Di Sungai Bah Bolon Kota
Pematangsiantar Dan Kabupaten Simalungun
Sumatera Utara
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Februari 2014
ERLINDA MANALU
070805045
(4)
PENGHARGAAN
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Hasil Penelitian ini
dengan judul “Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan
Kelimpahan Fitoplankton di Sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar dan
Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.”
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:Bapak Prof. Dr.Ing. Ternala A.Barus,M.Sc dan Ibu Mayang Sari Yeanny,
S.Si, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan
dorongan, bimbingan dan arahan, waktu dan perhatian yang besar selama proses
penulisan dan penyusunan skripsi ini. Drs.Arlen H.J,M.Si dan Drs.M.Zaidun
Sofyan, M.Si selaku penguji I dan II, yang telah banyak memberikan saran dan
arahan demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Ibu Dr.Nursahara Pasaribu sebagai Ketua Departemen Biologi-FMIPA
USU serta seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Biologi-FMIPA
USU. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Roslina Ginting dan
Bang Erwin selaku Pegawai Administrasi Departemen Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Ungkapan terimakasih yang tak ternilai juga penulis ucapkan kepada ayah
dan ibu tercinta: D. Manalu (Almarhum) & M.Sihotang yang sudah dengan sabar
mengasuh, memberikan banyak doa, harapan, serta dukungan kepada saya dalam
menyelesaikan perkuliahan. Skripsi ini khusus penulis persembahkan kepada ayah
tercinta yang sudah lebih dulu menghadap Tuhan sebelum penulis selesai dalam
menyelesaikan skripsi ini. Kepada keluargaku kakak dan adik ku tersayang: Elvi,
Leoni, Odor Vianney, Pesta Grace, Graciana, Marcelinus, pudan Regina Kristin
serta seluruh keluarga besar yang sudah banyak memberikan doa, arahan,
motivasi serta dukungan kepada penulis selama ini. Kepada abang, kakak stambuk
2005, 2006, penulis banyak mengucapkan terimakasih. Khusus teman-teman saya
stambuk 2007,(Natalia, Siti Mega, Hotda Agnes, Else Nainggolan) serta semua
yang telah mendukung saya dalam penulisan skripsi ini khususnya adik adik
stambuk 2009.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Untuk itu Penulis mengharapkan kritik, saran serta masukan yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi setiap pembaca. Terimakasih
(5)
HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER
FITOPLANKTON DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI
SUNGAI BAH BOLON KOTA PEMATANGSIANTAR DAN KABUPATEN
SIMALUNGUN SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menentukan nilai produktivitas primer yang
berhubungan dengan kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil a.
Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai produktivitas primer dari 112,90- 376,35
mg C/m3/hari dengan nilai tertinggi pada stasiun 1. Nilai produktivitas primer
cenderung meningkat searah dengan kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi
klorofil a. Parameter fisik dan kimia perairan (suhu, NO3, PO4) mempunyai
konsenrasi yang rendah dengan produktivitas primer sementara DO dan pH
mempunyai konsentrasi yang kuat dengan produktivitas primer.
(6)
THE VALUE OF PRIMARY PRODUCTIVITY IN RELATION TO
PHYTOPLANKTON ABUNDANCE IN BAH BOLON RIVER, AT
PEMATANG SIANTAR CITY AND SIMALUNGUN DISTRICT
ABSTRACT
An experiment has been conducted to determine the value of primary productivity
in correlation with the phytoplankton abundance and chlorophyll a concentration.
The value of primary productivity range from 112,90-376,35 mg C/m3/day with
the highest value recorded from the first location. It is showed that the value of
primary productivity tend to increase along with the phytoplankton abundance and
chlorophyll a concentration. Chemical dan physical parameters of water such as
temperature, NO3 , PO4 are less correlated with the primary productivity while
DO and pH evidently correlated with the primary productivity.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Persetujuan
i
Lembar Pernyataan
ii
Kata Penghargaan
iii
Abstrak
iv
Abstract
v
Daftar Isi
vi
Daftar Tabel
viii
Daftar Gambar
ix
Daftar Lampiran
x
BAB 1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Permasalahan
3
1.3. Tujuan Penelitian
3
1.4. Hipotesa
3
1.5. Manfaat Penelitian
4
BAB 2.
Tinjauan Pustaka
2.1. Ekosistem Sungai
5
2.2. Produktivitas Primer
5
2.3. Fitoplankton
8
2.4. Klorofil a
9
BAB 3.
Bahan dan Metode
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
11
3.2. Metode Penelitian
11
3.3. Deskripsi Area
11
3.3.1. Stasiun 1
12
3.3.2. Stasiun 2
12
3.3.3. Stasiun 3
13
3.3.4. Stasiun 4
13
3.3.5. Stasiun 5
14
3.4. Pengukuran Nilai Produktivitas Primer
3.5. Pengukuran Klorofil a
3.6. Pengambilan Sampel Fitoplankton
3.7. Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan
3.8. Analisis Data
14
14
15
15
16
BAB 4.
Hasil dan Pembahasan
4.1. Nilai Produktivitas Primer
19
4.2. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan
22
(8)
BAB 5.
Kesimpulan Dan Saran
5.1. Kesimpulan
28
Daftar Pustaka
5.2. Saran
28
(9)
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Gambar
Judul
Halaman
1.
Stasiun 1
12
2.
Stasiun 2
12
3.
Stasiun 3
13
4.
Stasiun 4
23
5.
Stasiun 5
14
6.
Foto Hasil Penelitian Fitoplankton
41
(10)
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel
Judul
Halaman
1.
Alat dan Satuan Pengukuran Faktor Fisik Kimia
Perairan
16
2.
Nilai Produktivitas Primer, Kelimpahan Fitoplankton
dan Konsentrasi Klorofil a pada Setiap Stasiun
Penelitian
19
3.
4.
Nilai Faktor Fisik Kima Perairan pada Setiap Stasiun
Penelitian
Nilai Korelasi Faktor Fisik Kimia Perairan Terhadap
Produktivitas Primer
22
26
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran
Judul
Halaman
1.
Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO
31
2.
Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD
532
3.
Bagan Kerja Mengukur Nitrat
33
4.
Bagan Kerja Analisis Fospat
34
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Nilai Oksigen Terlarut Maksimum
Bagan Kerja Absorban Klorofil a
Hasil Analisis Korelasi Pearson
Data Mentah Fitoplankton
Foto Hasil Penelitian
Foto Lokasi Penelitian
Hasil Analisis Laboratorium Klorofil a
Hasil Analisis Nitrat dan Fospat
35
36
37
38
41
43
44
45
(12)
HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER
FITOPLANKTON DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI
SUNGAI BAH BOLON KOTA PEMATANGSIANTAR DAN KABUPATEN
SIMALUNGUN SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk menentukan nilai produktivitas primer yang
berhubungan dengan kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil a.
Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai produktivitas primer dari 112,90- 376,35
mg C/m3/hari dengan nilai tertinggi pada stasiun 1. Nilai produktivitas primer
cenderung meningkat searah dengan kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi
klorofil a. Parameter fisik dan kimia perairan (suhu, NO3, PO4) mempunyai
konsenrasi yang rendah dengan produktivitas primer sementara DO dan pH
mempunyai konsentrasi yang kuat dengan produktivitas primer.
(13)
THE VALUE OF PRIMARY PRODUCTIVITY IN RELATION TO
PHYTOPLANKTON ABUNDANCE IN BAH BOLON RIVER, AT
PEMATANG SIANTAR CITY AND SIMALUNGUN DISTRICT
ABSTRACT
An experiment has been conducted to determine the value of primary productivity
in correlation with the phytoplankton abundance and chlorophyll a concentration.
The value of primary productivity range from 112,90-376,35 mg C/m3/day with
the highest value recorded from the first location. It is showed that the value of
primary productivity tend to increase along with the phytoplankton abundance and
chlorophyll a concentration. Chemical dan physical parameters of water such as
temperature, NO3 , PO4 are less correlated with the primary productivity while
DO and pH evidently correlated with the primary productivity.
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Sungai termasuk salah satu wilayah perairan.Wilayah perairan dapat
dibedakan menjadi beberapa kelompok yang berbeda berdasarkan sudut pandang
yang berbeda-beda. Sudut pandang yang biasa digunakan dalam pengelompokan
jenis wilayah perairan ini antara lain morfologi, ekologi, dan antropogenik
(campur tangan manusia pada wilayah perairan) ( Maryono, 2005).
Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk
secara alamiah, mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian
hilir. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil
menguap dan sebagian besar mengalir dalam bentuk-bentuk kecil, kemudian
menjadi alur sedang seterusnya mengumpul menjadi alur besar atau utama.
Dengan demikian dapat dikatakan sungai berfungsi untuk menampung curah
hujan dan mengalirkannya (Loebis
et al
., 1993).
Sungai Bah Bolon terletak di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera
Utara. Sungai ini melewati kota Pematangsiantar dan berhulu di Pematangraya.
Sungai Bah Bolon tidak hanya mengalir melewati kota, namun juga melewati area
perkebunan dan area perladangan. Sungai ini merupakan sumber air bagi beberapa
pabrik yang ada di sekitarnya. Dengan adanya aktivitas ini, maka akan
mempengaruhi keanekaragaman jenis biota air yang ada di dalamnya seperti
plankton (http://jeniarto.blogspot.com/sungai bahbolon/jurnal pdf).
Secara umum keadaan topografi dan geografi suatu perairan mempunyai
ciri tersendiri dengan faktor hidrologinya yang dapat mempengaruhi kehidupan
biota yang ada dalam perairan. Kehidupan biota air khususnya plankton sangat
tergantung pada ciri spesifik dari perairan tersebut. Pertumbuhan populasi
plankton di dalam suatu perairan pada umumnya sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor hidrologi perairan tempat hidupnya, baik secara langsung atau tidak
(15)
langsung, seperti kondisi faktor fisik kimia perairan dan juga faktor biologinya
(Pirzan & Pong-Masak, 2008).
Menurut Nybakken (1992) sifat kimia-fisika perairan sangat penting dalam
ekologi. Bermacam-macam faktor fisik kimia dapat mempengaruhi pertumbuhan,
kelangsungan hidup, dan produktivitas biota air. Oleh karena itu, selain
melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti plankton perlu juga
dilakukan pengamatan pengamatan terhadap faktor abiotik (fisika-kimia) perairan,
karena antar faktor abiotik dan biotik saling berinteraksi. Dengan mempelajari
aspek saling ketergantungan antara organisme dan faktor-faktor abiotiknya maka
diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan.
Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat
penting dalam ekosistem air, karena mampu berfotosintesis. Dalam ekosistem air,
hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton disebut dengan
produktivitas primer. Produktivitas primer merupakan salah satu sumber oksigen
di perairan. Oksigen yang dihasilkan digunakan dalam proses-proses ekologis di
perairan, misalnya respirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
primer fitoplankton khususnya di perairan estuari di antaranya adalah ketersediaan
nutrien, cahaya matahari, suhu dan salinitas. Meningkatnya penggunaan perairan
sebagai sarana berbagai macam kegiatan masyarakat dapat menyebabkan
perubahan pada faktor-faktor tersebut. Keberadaan dan aktivitas fitoplankton
berhubungan dengan lingkungan perairan sekitarnya. Kondisi lingkungan yang
sangat besar pengaruhnya terhadap fitoplankton adalah cahaya dan unsur hara
(Madubun, 2008).
Produktivitas primer dipengaruhi oleh fotosintesis, peran klorofil serta
faktor fisik kimia sehingga terdapat hubungan antara produktivitas primer
terhadap kelimpahan fitoplankton dengan klorofil dalam hal ini klorofil a. Namun
sejauh ini belum ada data yang menunjukkan hubungan nilai produktivitas primer
dengan faktor fisik kimia perairan serta terhadap konsentrasi klorofil a di Sungai
Bah Bolon Kota Pematangsiantar. Sehubungan dengan itu, maka dilakukan
penelitian tentang Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan
Kelimpahan Fitoplankton Di Sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar dan
Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.
(16)
1.2. Permasalahan
Berbagai aktivitas yang terjadi di Sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar
dan Kabupaten Simalungun seperti kegiatan pertanian dan perkebunan,
pembuangan limbah pabrik, penambangan pasir, pemukiman penduduk dapat
mengakibatkan pencemaran air. Air merupakan salah satu kebutuhan manusia
yang utama. Sejauh ini belum diketahui bagaimana hubungan nilai produktivitas
primer fitoplankton dengan kelimpahan fitoplankton di Sungai Bah Bolon Kota
Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a.
Untuk mengetahui hubungan nilai produktivitas primer fitoplankton dengan
kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil a di Sungai Bah Bolon Kota
Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
b. Untuk mengetahui hubungan nilai produktivitas primer fitoplankton dengan
faktor fisik kimia perairan yang mendukung kehidupan biota air di Sungai
Bah Bolon Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, Provinsi
Sumatera Utara.
1.4. Hipotesis
a.
Nilai produktivitas primer berbeda pada setiap lokasi penelitian di di Sungai
Bah Bolon Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, Provinsi
Sumatera Utara.
b.
Terdapat hubungan nilai produktivitas primer dengan kelimpahan
fitoplankton, klorofil a di Sungai Bah Bolon, Kota Pematangsiantar,
Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
1.5. Manfaat
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang nilai produktivitas primer
dan kaitannya dengan faktor fisik kimia perairan di Sungai Bah Bolon untuk
selanjutnya sebagai acuan untuk pemerintah daerah dan instansi yang terkait
dalam pengelolaan pengembangan dan pelestarian Sungai Bah Bolon yang
(17)
mengalir melewati kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun, Provinsi
Sumatera Utara.
(18)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Sungai
Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting
dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses
kehidupan tidak dapat berlangsung. Air termasuk sumber daya alam yang dapat
diperbaharui oleh alam. Air dianggap sebagai milik umum dan terkesan gratis,
sehingga penggunaannya sering dilakukan secara tidak hemat. Sungai merupakan
jaringan alur-alur pada permukaan bumi secara alamiah, mulai dari bentuk kecil
di bagian hulu sampai bentuk kecil di bagian hilir. Air hujan yang jatuh di atas
permukaan bumi dalam perjalanannya sebagian kecil menguap dan sebagian besar
mengalir dalam bentuk bentuk kecil, kemudian menjadi alur sedang dan
seterusnya mengumpul menjadi alur besar atau utama. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sungai berfungsi menampung curah hujan dan mengalirkannya
ke laut (Loebis
et al
., 1993).
Setiap organisme dalam lingkungannya masing-masing, lingkungan,
lingkungan biotik dan abiotik. Lingkungan biotik yaitu semua organisme yang
terdapat di sekelilingnya dan lingkungan abiotik yaitu faktor—faktor seperti
iklim, garam-garam yang terlarut dan medium tempat hidupnya. Untuk
mendapatkan energy dan materi yang diperlukan untuk hidupnya, semua
komunitas dan lingkungan abiotiknya merupakan suatu sistem. Di dalam sistem
ini terdapat arus energi dan materi. Sistem seperti ini disebut sebagai ekosistem
(Soemarwoto
et al
, 1992).
2.2. Produktivitas Primer
Setiap ekosistem atau komunitas, atau bagian-bagiannya memiliki produktivitas
dasar atau disebut produktivitas primer. Batasan produktivitas primer adalah
kecepatan penyimpanan energi potensial oleh organisme produsen, melalui proses
(19)
fotosintesis dan kemosintesis dalam bentuk bahan-bahan organik yang dapat
digunakan sebagai bahan pangan. Dapat dikenal pula kategori produktivitas, yaitu
:
1) Produktivitas primer kotor yaitu kecepatan total fotosintesis, mencakup pula
bahan organik yang dipakai untuk respirasi selama pengukuran.
2) Produktivitas primer bersih, yaitu kecepatan penyimpanan bahan-bahan organik
dalam jaringan tumbuhan, sebagai kelebihan bahan yang dipakai untuk
respirasi tumbuhan selama pengukuran. Kecepatan penyimpanan energi
potensial pada tingkat trofik konsumen dan pengurai, disebut produktivitas
sekunder (Resosoedarmo, 1993)
Produktivitas primer bersih adalah ukuran yang penting, karena
produktivitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi
konsumen dalam suatu ekosistem. Antara 50 % dan 90 % dari produktivitas
primer kotor pada sebagian besar produsen primer tersisa sebagai produktivitas
primer bersih setelah kebutuhan energinya terpenuhi. Produktivitas primer dapat
dinyatakan dalam energi per satuan luas per satuan waktu atau sebagai
biomassa(berat) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem per satuan waktu.
Biomassa umumnya dinyatakan sebagai berat kering suatu bahan organik, karena
molekul air tidak mengandung energi yang dapat digunakan, temperature
kandungan air bervariasi dalam jangka waktu yang singkat (Campbell
et al
.,
2004).
Cara yang umum dipakai dalam mengukur produktivitas primer suatu
perairanadalah dengan menggunakan botol gelap dan botol terang. Botol terang
dipakai untuk mengukur laju fotosintesis yang disebut produktivitas primer kotor
sementara botol gelap digunakan untuk mengukur laju respirasi. Produktivitas
primer dapat diukur sebagai produktivitas kotor atau produktivitas bersih.
Hubungan diantara keduanya dapat dinyatakan sebagai:
Produktivitas bersih (P
N)= Produktivitas kotor (P
g)- Respirasi (R)
R = [O
2]
awal- [O
2]
akhirpada botol gelap
(20)
Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi mg C/m
3, maka nilai dalam mg/l
dikalikan dengan gaktor 375,36. Hal ini akan menghasilkan mg C/m
3dalam
jangka waktu pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satuan
hari, maka nilai per jam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya matahari
hanya selama 12 jam per hari (Barus, 2004)
Menurut
Romimohtarto
et al
(2001), proses fotosintesis terjadi baik di atas
permukaan laut, di darat, di air tawar maupun di dalam laut. Sinar matahari
bergabung dengan komponen-komponen kimiawi dalam air untuk menghasilkan
jaringan tumbuh-tumbuhan hidup. Reaksi kimia terjadi pada semua jasad
fotosintetik dan merupakan dasar bagi semua kehidupan di perairan, kecuali
bakteri tertentu dan biota air yang mampu berkemosintesis atau membuat
makanan tanpa bantuan cahaya matahari. Mereka yang dinamakan produsen
primer, menjadi sumber makanan secara langsung atau tidak bagi semua
konsumen. Prosesnya disebut produksi primer.
Menurut Michael (1994),
dalam
Barus (2004), hasil dari proses
fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil disebut sebagai
produktivitas primer. Fotosintesis yang memainkan peranan sangat penting dalam
pengaturan metabolisme komunitas, sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari, konsentrasi karbondioksida terlarut dan faktor temperatur. Laju
fotosintesis bertambah 2-3 kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10
0C.
Meskipun demikian,intensitas sinar dan temperatur yang ekstrim cenderung
memiliki pengaruh yang menghambat laju fotosintesis. Secara sederhana dapat
diuraikan bahwa dalam fotosintesis terjadi penyerapan energi cahaya dan karbon
dioksida serta pelepasan oksigen yang berupa salah satu produk dari fotosintesis
tersebut. Sebagai proses kebalikan dari fotosintesis dikenal proses respirasi yang
meliputi pengambilan oksigen serta pelepasan karbondioksida dan energi. Apabila
cahaya tidaka ada maka proses fotosintesis akan terhambat, sementara aktivitas
respirasi terus berlangsung.
Energi matahari yang mencapai bumi sebenarnya merupakan kisaran
sempit dalam spektrum radiasi elektromagnetik. Energi itu mencakup radiasi
dengan panjang gelombang antara 400 dan 700 nm (1 nm = 10
-9meter). Intensitas
radiasi yang mengenai buni beragam dengan latituda dan dengan musim tahun.
(21)
Sumbu bumi menyinggung 23,5
0terhadap bidang gerak bumi mengitari matahari.
Untuk alasan ini, belahan bumi utara menerima lebih dari 12 jam cahaya bumi
selama 6 bulan (kira-kira 21 maret sampai 23 september) ketika sumbu bumi
menyinggung ke arah matahari dan kurang dari 12 jam selama bulan-bulan
sisanya ketika itu sumbu itu menjauh. Situasi sebaliknya terjadi di belahan bumi
selatan. Fenomena ini berakibat keuntungan bersih radiasi matahari selama
separuh tahun dan kerugian bersih selama separuh tahun lagi, dan karena itu
menentukan musim-musimnya. Dengan demikian kita mengharapkan
produktivitas hariannya selama bulan-bulan musim panas dapat menyamai
beberapa penelitian yang dilakukan terhadap produktivitas di daerah tropis.
(Kimbal, 1999).
2.3. Fitoplankton
Plankton adalah organisme air yang hidupnya melayang-layang dan
pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gerakan air (Barus, 2004). Biota
mengapung ini mencakup sejumlah besar biota air, baik ditinjau dari jumlah
jenisnya maupun kepadatannya. Produsen primer (fitoplankton), herbivora,
konsumen tingkat pertama, larva dan juwana plantonik dari hewan lain. Digabung
menjadi satu membentuk volume biota air yang luar biasa besarnya
(Romimohtarto & Sri J., 2001).
Fitoplankton merupakan kelompok yang memegang peranan sangat
penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini dengan adanya kandungan
klorofil mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air
yang dilakukan fitoplankton (produsen), merupakan sumber nutrisi utama bagi
kelompok organisme aur lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai
dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok oragnisme air lainnya yang
membentuk rantai makanan. Dalam ekosistem air hasil dari fotosintesis yang
dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut dengan
produktivitas primer. Fitoplankton hidup terutama pada lapisan perairan yang
mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan proses fotosintesis
(Barus, 2004).
(22)
Keberadaan fitoplankton sangat banyak dipengaruhi oleh temperatur,
penetrasi cahaya dan arus. Temperatur sangat menunjang bagi perkembangan dan
pertumbuhan fitoplankton. Berdasarkan penelitian Cairn (1956)
dalam
Shubert
(1984, hlm: 422) bahwa fitoplankton dikembangkan dalam kondidi temperatur
yang berbeda berdasarkan kelompok fitoplankton, yakni kisaran temperatur untuk
diatom adalah 20
0C-30
0C, untuk alga hijau adalah 30
0C-35
0C dan untuk alga hijau
biru adalah lebih besar dari 35
0C.
2.4. Klorofil a
Kadar klorofil a dalam suatu volume air tertentu merupakan suatu ukuran
bagi biomassa tumbuhan yang terdapat dalam air tersebut. klorofil dapat diukur
dengan memanfaatkan sifatnya yang berpijar bila dirangsang dengan panjang
gelombang cahaya tertentu atau mengekstraksi klorofil dari tumbuhan dengan
menggunakan aseton dan kemudian mengukur jumlah ekstrak warna yang
dihasilkan dengan spektrofotometer (Ferguson, 1956).
Proses fotosintesis berlangsung dalam kloroplas, suatu organel yang
terdapat di dalam sel tumbuhan hijau. Kloroplas memiliki membran. Dua lapisan
membran atau pembungkus meneglilingi suatu ruang pusatyang besar yang
dinamai stroma. Stroma mengandungbeberapa banyak enzim larut yang berbeda
yang berfungsi sebagai untuk menggabungkan sebagian organik. Di dalam stroma,
membran juga membentuk granum, setiap granum terdiri dari satu timbunan
kantong atau cepat yang dinamai tilakoid. Granum dihubungkan antara satu sama
lain oleh lamela stroma. Klorofil ada pada membran granum, dan menjadikannya
sistem penyimpanan energi bagi kloroplas. Setiap tilakoid berbentuk seperti
kantong. Pergerakan ion-ion dari ruang ini melintasi membran tilakoid dipercaya
penting dalam proses sintesis. klorofil tidak menyerap panjang gelombang
cahay6a dengan banyak. Karena itu, cahaya ini dipantulkan ke mata dan kita
melihat klorofil sebagai pigmen hijau tersebut (Mader, 1995).
Hasil penelitian diketahui bahwa klorofil a memainkan peranan penting
pada fotosintesis I dan II (dahulu disebut fotoreaksi gelombang pendek dan
gelombang panjang). Pada tahun 1957, Bessel Kok menemukan adanya klorofil a
khususnya yangbdinamakan P700 dan ia berpendapat bahwa itu adalah pusat
(23)
reaksi klorofil a fotosintesis. Selanjutnya diperkirakan keadaan klorofil a khusus
lainnya yakni pusat reaksi lainnya, yakni pusat reaksi P680 dari sistem gelombang
pendek. Klorofil a tidak hanya berperan dalam pemanenean cahaya dan
pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia, juga bertindak sebagai
penyumbang elektron utama (P680, P700), maupun penetima elektron utama.
Feofitin berasal dari klorofil, dengan penggantian Mg dengan H
+di pusat. Sistem
transpor elektron penting untuk reaksi terang dan reaksi gelap yang menyusun
fotosintesis. Terdapat dua pusat reaksi tempat energi dari foton yang terserap
disunakan untuk menjalankan sistem. Pusat-pusat reaksi ini mempunyai banyak
molekul pigmen. Sistem transpor elektron penting untuk reaksi terang dan reaksi
gelap yang menyusun fotosintesis. Terdapat dua pusat reaksi tempat energi dari
foton yang terserap yang digunakan untuk menjalankan sistem. Pusat-pusat reaksi
ini mempunyai banyak molekul pigmen. Apabila suatu pigmen seperti klorofil
atau karotenoid menyerap suatu foton maka energi menaikkan suatu elektron dari
tingkat yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Pada saat berada pada
tingkat energi tinggi ini molekul pigmen dapat memberikan dan menerima
elektron dari molekul-molekul lain. Fotosintesis mengkatalisis pelepasan elektron
dari molekul air dan elektron-elektron ini akan diterima oleh senyawa. Hal ini
menyiapkan energi yang dibutuhkan untuk pembentukan ATP dan NADP
+(Salisbury & Ross, 1995).
(24)
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan selesai di
Sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun Sumatera
Utara dan di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan
sampel adalah Purpossive Random Sampling dengan menentukan lima stasiun
pengamatan yaitu daerah bebas aktivitas, daerah penambangan pasir, daerah
pemukiman penduduk, daerah pertanian, dan daerah pembuangan limbah pabrik.
3.3. Deskripsi Area
Lokasi penelitian berada di Sungai Bah Bolon, Kota Pematangsiantar dan
Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, yang secara geografis terletak
pada 02
056’32,3” – 02
057’22,8” LU dan 099
002’33,5” – 099
007’06,3” BT.
Terdapat berbagai aktivitas masyarakat di pinggiran sungai ini antara lain:
pertanian, pabrik, penambangan pasir dan pemukiman penduduk.
(25)
3.6. Pengambilan Sampel Fitoplankton
Sampel air pada masing-masing stasiun pengamatan diambil dengan
menggunakan ember 5 L sebanyak 25 L. Dituang ke dalam plankton net. Air yang
tersisa di dalam bucket diambil dan dimasukkan dalam botol film dan ditetesi
lugol sebanyak 3 tetes. Kemudian botol film ditutup dan diberi label.
3.7. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan
Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup:
a.
Suhu (ºC)
Temperatur air diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang
dimasukkan ke dalam sampel air selama lebih kurang 10 menit. Kemudian dibaca
skala pada termometer tersebut.
b. Penetrasi cahaya (m)
Diukur dengan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan air hingga
tidak terlihat lagi dari permukaan, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke
dalam air.
c. Intensitas Cahaya
Diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan kearah datangnya
cahaya, kemudian dibaca angka yang tertera pada lux meter tersebut.
d. pH (Derajat keasaman)
Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara
memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil. Kemudian dibaca
angka konstan yang tertera pada pH meter tersebut.
e. DO (Disolved Oxygen)
Disolved Oxygen (DO) diukur dengan menggunakan metode Winkler,
yaitu dengan memasukkan sampel air kedalam botol winkler, kemudian dilakukan
pengukuran oksigen terlarut.
(26)
f. BOD
5Pengukuran BOD
5dilakukan dengan menggunakan metode Winkler.
Sampel air diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20
oC kemudian diukur nilainya
dengan metode winkler dimana nilai BOD
5didapat dari pengurangan DO awal –
DO akhir.
g. Kadar Nitrat dan Fosfat
Pengukuran kadar nitrat dan fosfat menggunakan spektofotometer. Secara
keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia beserta satuan dan alat yang digunakan
dapat dilihat pada tabel faktor fisik-kimia.
Tabel 1. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor
Fisik- Kimia Perairan
No Parameter
Fisik – Kimia
Satuan Alat Tempat
Pengukuran
1. Suhu °C Termometer Air Raksa In – situ
2. Penetrasi Cahaya Meter (m) Keping Sechii In – situ
3. Intensitas Cahaya Candela Lux meter In – situ
4. pH Air - pH meter In - situ
5. DO (OksigenTerlarut) mg/l Metoda Winkler In – situ
6 Natrium mg/l Spektrofotometer Laboratorium
7 Fosfat mg/l Spektrofotometer Laboratorium
8. BOD5 mg/l Metoda Refluks dan
inkubasi
Laboratorium
9 Kejenuhan Oksigen % - In – situ
3.8. Analisis Data
Data yang diperoleh akan diolah dengan menghitung tingkat kejenuhan
oksigen, nilai produktivitas primer fitoplankton, kandungan klorofil a,
kelimpahan fitoplankton, analisis korelasi.
a. Kejenuhan Oksigen
Harga kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai
berikut:
100
%
)
(
2
O
)
(
2
O
(%)
x
t
u
Kejenuhan
=
(27)
dengan:
O
2(u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
O
2(t) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel)
Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia berserta satuan dan alat yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel faktor fisik-kimia.
b. Produktivitas Primer
Untuk menghitung produktivitas primer digunakan rumus :
Produktivitas bersih (P
N)= Produktivitas kotor (P
g)- Respirasi (R)
R = [O
2]
awal- [O
2]
akhirpada botol gelap
P
g= [O
2]
akhirpada botol terang - [O
2]
akhirpada botol
gelap
Untuk mengubah nilai mg/l oksigen menjadi mg C/m
3, maka nilai dalam mg/l
dikalikan dengan faktor 375,36. Hal ini akan menghasilkan mg C/m
3untuk
jangka waktu pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam
satuan hari, maka nilai per jam harus dikalikan dengan 12, mengingat cahaya
matahari hanya selama 12 jam per hari (Barus, 2004; hlm: 112-113).
c. Konsentrasi klorofil a
Konsentrasi klorofil a dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Klorofil a (mg/m
3) = 11,58(OD664)-1,54(OD647)-0,08(OD630) (lampiran)
d. Kelimpahan Fitoplankton (K)
Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan
menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi
menurut
Isnansetyo & Kurniastuty (1995), yaitu:
K
=
W
v
V
p
P
L
T
×
×
×
1
(28)
N = jumlah plankton per liter
T = luas penampang permukaan haemocytometer (mm
2)
L = luas satu lapang pandang (mm
2)
P = jumlah plankter yang dicacah
p = jumlah lapang yang diamati
V = volume konsentrasi plankton pada bucket (ml)
v = volume konsentrat di bawah gelas penutup (ml)
e. Analisis korelasi
Analisis korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver 13.00
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang berkorelasi terhadap
nilai produktivitas primer fitoplankton.
(29)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Produktivitas Primer Perairan
Dari hasil penelitian diperoleh nilai produktivitas primer, konsentrasi klorofil a
dan kelimpahan fitoplankton perairan pada setiap stasiun.
Tabel 2. Nilai Produktivitas Primer, Konsentrasi Klorofil a dan Kelimpahan
Fitoplankton pada Setiap Stasiun Penelitian di Sungai Bah Bolon
Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun Sumatera
Utara.
Stasiun Penelitian
Produktivitas Primer Klorofil a Kelimpahan
Fitoplankton
mgC/m3/hari mg/m3 Ind/l
I 376,35 4,1620 42979,59
II 301,08 3,4170 39346,94
III 263,44 2,4170 7918,36
IV 225,81 2,2730 9183,67
V 112,90 1,9595 7591,837
Keterangan
Stasiun I :Daerah bebas aktivitas Stasiun II :Penambangan Pasir Stasiun III :Pabrik
Stasiun IV :Pemukiman Penduduk Stasiun V :Pertanian
4.1.1 Hubungan Produktivitas Primer dengan Kelimpahan Fitoplankton
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa nilai produktivitas primer yang
tertinggi pada stasiun I sebesar 376,35 mgC/m
3/hari dan terendah pada stasiun
V
sebesar 112,90 mgC/m
3/hari. Demikian juga pada stasiun 1 mempunyai nilai
kelimpahan fitoplankton paling tinggi sebesar 42979,59 ind/l dan terendah pada
stasiun 5 sebesar 7591,837 ind/l. Tetapi nilai produktivitas primer mulai menurun
dari stasiun 2 sampai stasiun 5 disertai dengan menurunnya nilai kelimpahan
(30)
fitoplankton kecuali pada dibandingkan pada stasiun 4 sebesar 9183,673 ind/l
sementara nilai produktivitas primer di stasiun 3 lebih tinggi sebesar 263,44
mgC/m
3/hari dibandingkan dengan stasiun 4 sebesar 225,81 mgC/m
3/hari. Hal ini
dikarenakan pada stasiun 3 adalah daerah pembuangan limbah pabrik rokok
seperti TAR dan nikotin akan mengganggu aktivitas fitoplankton dan
mempengaruhi faktor fisik kimia perairan.
Tingginya nilai produktivitas primer pada stasiun I dikarenakan pada
lokasi ini tidak terdapat aktivitas manusia sehingga aktivitas fotosintesis
fitoplankton tidak terganggu. Kelimpahan fitoplankton di stasiun 1 lebih tinggi
dibandingkan stasiun yang lain. Demikian juga faktor fisik kimia yang lain yang
terdapat pada stasiun 1 seperti suhu, intensitas cahaya, pH, DO, kejenuhan
oksigen, penetrasi cahaya dan kadar fosfat dan nitrat sangat mendukung bagi
keberadaan dan aktivitas fitoplankton. Adanya perbedaan dari nilai produktivitas
primer yang diperoleh pada setiap lokasi penelitian diakibatkan juga oleh
pergerakan air yang membuat fitoplankton tersebar pada setiap stasiun.
Pada stasiun 2, nilai produktivitas primer mulai menurun karena pada
lokasi tersebut merupakan penambangan pasir. Aktivitas penambangan pasir akan
mengganggu aktivitas fotosintesis sehingga mempengaruhi penurunan nilai
produktivitas primer. Pada stasiun 4 yang merupakan daerah pembuangan limbah
rumah tangga, nilai produktivitas primer lebih menurun dibandingkan pada
stasiun 2. Limbah organik seperti sisa deterjen yang dibuang ke badan air akan
mempengaruhi distribusi fitoplankton dan faktor fisik kimia perairan. Menurut
Darmono (2001), limbah organik mengalami degradasi dan dekomposisi oleh
bakteri aerob sehingga lama-kelamaan oksigen terlarut dalam air berkurang.
Dalam kondisi demikian, hanya spesies organism tertentu yang bisa bertahan
hidup. Berkurangnya jumlah spesies tersebut mengakibatkan nilai produktivitas
primer menurun.
Demikian halnya dengan stasiun 5, nilai produktivitas primer dan
kelimpahan fitoplankton paling rendah dari semua stasiun penelitian. Sisa pupuk
dan berbagai jenis pestisida yang masuk ke badan air akan mempengaruhi
kehidupan biota air dan seluruh faktor fisik kimia perairan. Seluruh faktor fisik
kimia perairan harus mendukung bagi keberadaan fitoplankton.
(31)
Dengan demikian, besarnya nilai produktivitas primer pada setiap stasiun
penelitian sebanding dengan kelimpahan fitoplankton. Adanya perbedaan nilai
produktivitas primer dari setiap stasiun penelitian juga disebabkan oleh
pergerakan air yang membuat fitoplankton tersebar.
Menurut Nybakken (1992) tingginya nilai produktivitas primer dapat
dipengaruhi oleh total kelimpahan dari fitoplankton yang dapat melakukan
fotosintesis. Jelas terlihat bahwa nilai produktivitas primer sebanding dengan nilai
kelimpahan fitoplankton dimana semakin tinggi nilai produktivitas primer diikuti
oleh semakin tingginya kelimpahan. Setiap fitoplankton mempunyai toleransi
yang berbeda terhadap kecepatan pergerakan air. Menurut Barus (2001) adanya
perubahan keanekaragaman fitoplankton di suatu ekosistem perairan dapat
menyebabkan laju fotosintesis yang berbeda sehingga menghasilkan produktivitas
primer yang berbeda juga.
4.1.2 Hubungan Produktivitas Primer dengan Konsentrasi Klorofil a
Dari data hasil pengukuran konsentrasi klorofil a didapat nilai klorofil a yang
tertinggi diperoleh pada stasiun I sebesar 4,1620 mg/m
3dan terendah pada stasiun
V sebesar 1,9595 mg/m
3. Demikian juga nilai produktivitas primer tertinggi pada
stasiun 1 dan terendah pada stasiun 5. Penurunan nilai produktivitas primer pada
stasiun III, IV, dan V diikuti dengan penurunan konsentrasi klorofil a pada stasiun
tersebut. Tingginya nilai klorofil a pada stasiun I sesuai dengan tingginya
produktivitas primer, dimana aktivitas fitoplankton tidak terganggu. Pada lokasi
ini bebas dari aktivitas masyarakat. Demikian juga nilai faktor fisik kimia yang
diukur masih sangat mendukung bagi keberadaan fitoplankton.
Menurut Sverdrup
et al (
1961)
,
klorofil a merupakan salah satu parameter
yang sangat menentukan produktivitas primer di sungai. Klorofil a merupakan
salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di perairan.
Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil a sangat terkait dengan kondisi
suatu perairan. Adanya perbedaan nilai klorofil a dari setiap stasiun dapat
disebabkan oleh perbedaan persebaran dari fitoplankton. Menurut Barus (2001)
pengaruh keanekaragaman plankton di suatu ekosistem perairan dapat
(32)
menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi sehingga menghasilkan produktivitas
primer yang tinggi.
4.2. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian
Tabel 3. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan pada Setiap Stasiun Penelitian di
Sungai Bah Bolon Kota Pematangsiantar dan Kabupaten
Simalungun Sumatera Utara.
4.2.1. DO (Dissolved Oxygen)
Nilai rata-rata tertinggi dari setiap stasiun diperoleh pada stasiun I sebesar 7,5 dan
pada stasiun III dan V mempunyai nilai DO yang sama yaitu 6,9. Adanya
perbedaan nilai oksigen terlarut dapat disebabkan oleh aktivitas fotosintesis dan
fitoplankton. Selain itu adanya bahan organik yang berbeda pada setiap stasiun
menyebabkan konsumsi oksigen dari bakteri dan mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa organik tersebut juga berbeda. Menurut Suin (2002),
oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil fotosintesis
tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen dari udara terlarut masuk dalam air karena
adanya difusi langsung dan gerak permukaan air oleh aksi angin dan arus
turbulen.
Secara keseluruhan, kadar oksigen terlarut pada setiap stasiun masih
mendukung eksistensi organisme air. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya
berkisar antara 6-8 mg/l (Barus, 2004). Selanjutnya menurut Sastrawijaya (1991),
menyatakan bahwa kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut
sebanyak 5 mg/l dan tergantung juga pada daya toleransi organisme, dari nilai DO
StasiunPenelitian
DO BOD5 Nitr at Fosfat pH Suhu Kejenuhan
O2
Penetrasi
cahaya
Intensitas cahaya
Kuat Arus
Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l - °C % M cd m/s
I 7,5 0,2 0,147 0,104 7,1 23 89,49 60 cm 395 0,5 II 7,3 0,4 0,182 0,138 7,0 23 87,11 60 cm 395 0,5 III 6,9 0,6 0,246 0,152 7,0 24 83,63 25 cm 405 1 IV 7,0 0,3 0,451 0,235 6,8 23 83,53 40 cm 313 0,5
(33)
yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa sungai Bah Bolon tersebut masih
baik.
4.2.2. BOD
5(Biologycal Oxygen Demand)
Dari nilai rata-rata diperoleh nilai tertinggi pada stasiun III sebesar 0,6 mg/l dan
paling rendah pada stasiun I sebesar 0,2 mg/l. Nilai BOD
5yang diperoleh dari
setiap lokasi penelitian pada prinsipnya menunjukkan indikasi rendahnya kadar
bahan organik dalam air. Nilai BOD
5merupakan parameter indikator pencemaran,
dimana semakin tinggi angkanya semakin tinggi tingkat pencemaran oleh zat
organik dan sebaliknya (Barus, 2001). Nilai BOD
5tersebut menunjukkan bahwa
kondisi sungai Bah Bolon masih baik. BOD adalah kebutuhan oksigen biologis
yang merupakan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan organism untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan yang terlarut dalam air
Nilai BOD
5yang bervariasi kemungkinan karena adanya pergerakan air
sehingga menyebabkan pengadukan air dan zat pencemar. Secara tidak langsung
BOD
5merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi
karbondioksida dan air (Effendi, 2003, hlm: 120). Nilai BOD
5yang dianggap
baik untuk suatu perairan adalah berkisar antara 0,1-5 mg/l.
4.2.3. Fosfat
Berdasarkan penelitian diketahui kandungan fosfat tertinggi terdapat pada stasiun
V sebesar 0,317 mg/l dan terendah pada stasiun I sebesar 0,104 mg/l. Naik
turunnya nilai fosfat ini bisa disebabkan oleh adanya pergerakan air sehingga
kadar fosfat tidak merata pada setiap stasiun dan kedalamannya. Menurut Alaerts
(1987), menyatakan bahwa terjadinya penambahan konsentrasi fosfat (ortofosfat)
sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk dan pertanian
(persawahan). Kandungan massa air cenderung semakin meningkat dengan
bertambahnya kedalaman. Fosfat dan nitrat merupakan nutrisi yang dibutuhkan
oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya (Barus, 2004).
(34)
4.2.4. Kandungan Nitrat
Kandungan nitrat tertinggi pada stasiun V sebesar 0,697 mg/l dan terendah pada
stasiun I sebesar 0,147 mg/l. Dari kadar nitrat yang diperoleh menunjukkan
sumber nutrisi di Sungai Bah Bolon yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat
relatif rendah. Namun adanya percampuran akibat pergerakan air menyebabkan
kadar nitrat setiap stasiun tidak terlalu tinggi. Menurut Mackentum, (1969)
dalam
Haerlina (1987, hlm: 8) kadar nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton
adalah 3,9-15,5 mg/l dan untuk pertumbuhan optimal diperlukan konsentrasi
fosfat (ortofosfat) pada kisaran 0,17 mg/l-5,51 mg/l
Nitrat adalah merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk
tumbuh dan berkembang. Keberadaan nitrat sangat dipengaruhi oleh buangan
yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, proteknik dan pemupukan. Secara
alamiah kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang
diberi pupuk nitrat/nitrogen (Alaerts, 1987)
4.2.5. pH
Dari hasil penelitian diperoleh nilai pH tertinggi pada stasiun I sebesar 7,1 dan
terendah pada stasiun V sebesar 6,1. Dari nilai pH tersebut dapat digambarkan
bahwa pH di sungai Bah Bolon dalam kondisi netral. Artinya masih baik dan
mendukung untuk kehidupan biota air khususnya fitoplankton. Menurut Hawkes
(1979)
dalam
Sinambela (1994), dalam kehidupan dalam air masih dapat bertahan
bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9 sehingga pH di sungai Bah Bolon masih
baik dan mendukung untuk kehidupan biota air khususnya fitoplankton.
4.2.6. Suhu
Nilai suhu tertinggi diperoleh pada stasiun III sebesar 24
0C dan terendah di
stasiun V sebesar 22
0C. Keadaan ini dapat disebabkan oleh keadaan cuaca yang
kurang stabil yang disebabkan oleh angin, hujan. Suhu air merupakan faktor yang
sangat mendapat perhatian karena dapat dimanfaatkan untuk mengkaji gejala
fisika dalam air. Suhu air di perairan Indonesia berkisar 25-31
0C. Menurut Barus
(2004), pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
intensitas cahaya, pertukaran panas antara air dengan udara di sekelilingnya dan
(35)
juga dipengaruhi oleh faktor kanopi (penutupan vegetasi) dari pepohonan yang
tumbuh di tepi. Menurut Brower,
et al
. (1990), kisaran suhu yang optimal untuk
pertumbuhan fitoplankton antara 20
0C- 25
0C. Jadi kisaran temperatur yang
diperoleh dari perairan tersebut masih dalam kisaran mendukung pertumbuhan
fitoplankton di sungai Bah Bolon.
4.2.7. Kejenuhan Oksigen
Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada stasiun I sebesar 89,49 % dan terendah
pada stasiun IV sebesar 83,53 %. Hal ini disebabkan badan perairan memiliki
sumber pemasukan oksigen yang cukup besar yang berasal dari hasil fotosintesis
fitoplankton. Menurut Schwrobel (1987)
dalam
Barus (1996), nilai oksigen
terlarut dalam suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman yang
sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis
tumbuhan. Menurut Ginting (2002), limbah organik akan menyebabkan
penggunaan oksigen oleh biota air akan semakin meningkat untuk menguraikan
limbah tersebut, sehingga terjadi penambahan kejenuhan oksigen.
4.2.8. Penetrasi dan Intensitas Cahaya
Pada setiap stasiun penelitian diperoleh penetrasi cahaya hanya berkisar 65 cm.
Hal ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air antara kelima stasiun ini masih
relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air dipengaruhi oleh zat-zat
tersuspensi pada perairan tersebut. Menurut Nybakken (1992) adanya zat-zat
tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut
dan kekeruhan ini akan mempengaruhi ekologi dalam hal penurunan penetrasi
cahaya yang mencolok. Menurut Odum (1998) bahwa penetrasi cahaya seringkali
dihalangi oleh zat terlarut di dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.
Penetrasi cahaya seringkali dihalangi zat yang terlarut dalam air karena air
mengandung sejumlah partikel yang sering disebut dengan kekeruhan. Menurut
Asdak (2004) kekeruhan suatu perairan diakibatkan oleh unsur sedimen baik yang
bersifat mineral atau organik.
(36)
4.2.9. Intensitas Cahaya
Dari hasil pengukuran didapat bahwa intensitas cahaya tertinggi pada stasiun 3
sebesar 405 cd dan terendah pada stasiun 5 sebesar 248 cd. Perbedaan intensitas
cahaya pada setiap stasiun disebabkan dari stasiun III dan stasiun V karena
banyak terdapat kanopi yang menutupi badan perairan sehingga cahaya yang
masuk terhalang.
4.2.10. Kuat Arus
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kisaran nilai kecepatan arus adalah 0,5-1
m/s. Stasiun III dan stasiun V mempunyai kecepatan arus yang tinggi
dibandingkan dengan stasiun yang lain. Kecepatan arus yang tinggi disebabkan
aliran air yang relatif lurus. Kecepatan arus air tidak dapat ditentukan dengan pasti
karena arus air sangat mudah berubah.
4.3. Analisis Korelasi
Untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik kimia dengan produktivitas primer
perairan dari setiap stasiun, maka nilai dari kedua variabel ini dikorelasikan
dengan menggunakan analisis korelasi Pearson yang dilakukan secara
komputerisasi dengan spss 13.00. Hasil korelasi dari kedua variabel tersebut
adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Nilai Korelasi Antara Faktor Fisik Kimia Perairan Sungai Bah
Bolon Dengan
Produktivitas Primer Perairan Dari Setiap Stasiun Penelitian
KorelasiPearson
Klorofil Kel Ind/l
o
C pH DO BOD Kejo
O2
Nitrat Fosfat
PP 0,985 0,432 0,129 0,672 0,975 0,500 0,974 -0,801 -0,805
Keterangan:
+ = Berkorelasi searah
- = Berkorelasi tidak searah/berbanding terbalik
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai klorofil a dan nilai DO berkorelasi sangat
kuat terhadap produktivitas primer karena mempunyai nilai yang lebih tinggi dan
(37)
berkorelasi positif. Suhu berkorelasi sangat rendah terhadap produktivitas primer
sedangkan kelimpahan fitoplankton berkorelasi sedang terhadap produktivitas
primer Menurut Sugiyono (2005), koefisien korelasi dapat menjadi beberapa
tingkatan seperti pada tabel di atas.
Interval koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat kuat
Dengan demikian, nilai kelimpahan fitoplankton, DO, kejenuhan oksigen,
kandungan nitrat dan fosfat mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan
produktivitas primer fitoplankton di sungai
(38)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai produktivitas primer tertinggi pada stasiun I sebesar 376,35
mgC/m
3/hari dan terendah pada stasiun V sebesar 112,90 mgC/m
3/hari.
Klorofil a tertinggi pada stasiun I sebesar 4,1620 mg/m
3dan terendah pada
stasiun V sebesar 1,9595 mg/m
3dan kelimpahan fitoplankton tertinggi pada
stasiun 1 sebesar
42979,59 ind/l dan terendah pada stasiun 5 sebesar 7591,83
ind/l. Sehingga produktivitas primer memiliki hubungan searah dengan
kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil a
2. Kelimpahan fitoplankton, DO, kejenuhan oksigen mempunyai korelasi yang
sangat kuat dengan produktivitas primer.
5.2. Saran
1.Untuk mendapatkan nilai konsentrasi klorofil a yang lebih akurat, perlu
dilakukan pengukuran langsung di lapangan.
2.Disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap produktivitas
primer pada siang dan malam hari sehingga dapat diketahui rata-rata
produktivitas primer per hari
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts,G & Sri, S.1987.
Metode Penelitian Air
. Surabaya: Usaha Nasional
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengeloaan Aliran Sungai. Cetakan Kedua.
Yokyakarta: Universitas Gadjah Mada Press
Barus. T.A. 2004.
Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan
.
Medan: USU-Press.
...2004.
Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau.
Medan: USU-Press.
Brower, J.E, Jerrold.H.Z. 1990.
Field and Laboratory Methods For General
Ecology
, Third Edition.USA, New York
Campbell, J.B., Reece, L. 2004. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 3. Jakarta
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Jakarta
Dahuri, R. 2003.
Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia
. PT Gramedia Pustaka Utama.
Edmondson, W. T. 1963.
Fres Water Biologi
. Second Edition. New York: Jhon
Wiley & Sons, Inc.
Effendi,H.2003.
Telaah Kualitas Air
.Yokyakarta: Penerbit Kanisius
Ginting.E.M.2002.
Pengaruh Aktivitas Manusia Terhadap Kualitas Air di
Perairan Parapat Danau Toba
. Tesis.Program Pascasarjana. Medan: USU
Isnansetyo, A & Kurniastuty. 1995.
Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton
. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Loebis,J.1995.
Hidrologi Danau Toba dan Sungai Asahan
, Jakarta: Penerbit PT.
Puri Fadjar Mandiri
Nybakken. J. W.1992.
Biologi Laut.
Jakarta: Gramedia.
Odum, E.P.1994.
Dasar-Dasar Ekologi
. Edisi Ketiga.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Sinambela,M.1994.
Keanekaragaman Makrozoobentos sebagai Indikator
Kualitas Sungai Babura
Suin,N.M.2002.
Metode Ekologi
. Cetakan Pertama.Edisi 2.Padang:Universitas
Andalas Press
(40)
Sverdrup,H& Femming.1961.
The Ocean The Phisics Chemistry and General
Biology
.New Jersey:Plentice Hall
Sugiyono.2005.
Analisis Statistik Korelasi Linear Sederhana
(http://jeniarto.blogspot.com/sungai bahbolon/jurnal pdf). Diakses tanggal 25
Januari 2011
(41)
Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan
Oksigen (DO)
Sampel Air
1 ml MnSO
41 ml KOH- KI
Dikocok
Didiamkan
Sampel Endapan
Putih/Cokelat
1 ml H
2SO
4Dikocok
Didiamkan
Larutan Sampel
Berwarna Cokelat
Diambil sebanyak 100 ml
Ditetesi
Na
2S
2O
30,00125 N
Sampel Berwarna
Kuning Pucat
Ditambah 5 tetes Amilum
Sampel
Berwarna Biru
Dititrasi dengan
Na
2S
2O
30,00125N
Sampel Bening
Dihitung volume Na
2S
2O
3yang terpakai
Hasil
(42)
Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD
5
(Michael, 1984, Suin, 2002, hlm: 60)
Keterangan :• Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO
• Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir
dihitung nilai DO akhir
diinkubasi selama 5 hari
pada temperatur 20°C
dihitung nilai DO awal
Sampel Air
Sampel Air
Sampel Air
(43)
Lampiran C. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO
3)
5 ml sampel air
1 ml NaCl (dengan pipet volum)
5 ml H
2SO
475%
4 tetes Brucine Sulfat Sulfanic
Larutan
Dipanaskan selama 25 menit
95
oC
Larutan
Didinginkan
Diukur dengan spektrofotometer
pada
λ
= 410 nm
Hasil
(Konsentrasi Nitrat)
(44)
Lampiran D. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO
43-)
5 ml sampel air
2 ml Amstrong Reagen
1 ml Ascorbic Acid
Larutan
Dibiarkan selama 20 menit
Diukur dengan
spektrofotometer
pada
λ
= 880 nm
Hasil
(Konsentrasi Fosfat)
(45)
Lampiran E. Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) pada Berbagai
Besaran Temperatur Air.
T
˚
C
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
0 14,6
14,1
2
14,0
8
14,0
4
14,0
0
13,9
7
13,9
3
13,8
9
13,8
5
13,8
1
1 13,7
7
13,7
4
13,7
0
13,6
6
13,6
3
13,5
9
13,5
5
13,5
1
13,4
8
13,4
4
2 13,4
0
13,3
7
13,3
3
13,3
0
13,2
6
13,2
2
13,1
9
13,1
5
13,1
2
13,0
8
3 13,0
5
13,0
1
12,9
8
12,9
4
12,9
1
12,8
7
12,8
4
12,8
1
12,7
7
12,7
4
4 12,7
0
12,6
7
12,6
4
12,6
0
12,5
7
12,5
4
12,5
1
12,4
7
12,4
4
12,4
1
5 12,3
7
12,3
4
12,3
1
12,2
8
12,2
5
12,2
2
12,1
8
12,1
5
12,1
2
12,0
9
6 12,0
6
12,0
3
12,0
0
11,9
7
11,9
4
11,9
1
11,8
8
11,8
5
11,8
2
11,7
9
7 11,7
6
11,7
3
11,7
0
11,6
7
11,6
4
11,6
1
11,5
8
11,5
5
11,5
2
11,5
0
8 11,4
7
11,4
4
11,4
1
11,3
8
11,3
6
11,3
3
11,3
0
11,2
7
11,2
5
11,2
2
9 11,1
9
11,1
6
11,1
4
11,1
1
11,0
8
11,0
6
11,0
3
11,0
0
10,9
8
10,9
5
10 10,9
2
10,9
0
10,8
7
10,8
5
10,8
2
10,8
0
10,7
7
10,7
5
10,7
2
10,7
0
11 10,6
7
10,6
5
10,6
2
10,6
0
10,5
7
10,5
5
10,5
3
10,5
0
10,4
8
10,4
5
12 10,4
3
10,4
0
10,3
8
10,3
6
10,3
4
10,3
1
10,2
9
10,2
7
10,2
4
10,2
2
13 10,2
0
10,1
7
10,1
5
10,1
3
10,1
1
10,0
9
10,0
6
10,0
4
10,0
2
10,0
0
14 9,98 9,95 9,93 9,91 9,89 9,87 9,85 9,83 9,81 9,78
15 9,76 9,74 9,72 9,70 9,68 9,66 9,64 9,62 9,60 9,58
16 9,56 9,54 9,52 9,50 9,48 9,46 9,45 9,43 9,41 9,39
17 9,37 9,35 9,33 9,31 9,30 9,28 9,26 9,24 9,22 9,20
18 9,18 9,18 9,15 9,13 9,12 9,10 9,08 9,06 9,04 9,03
19 9,01 8,99 8,98 8,96 8,94 8,93 8,91 8,89 8,88 8,86
20 8,84 8,83 8,81 8,79 8,78 8,76 8,75 58,7
3
8,71 8,70
21 8,68 8,67 8,65 8,64 8,62 8,61 8,59 8,58 8,56 8,55
22 8,53 8,52 8,50 8,49 8,47 8,46 8,44 8,43 8,41 8,40
(46)
23 8,38 8,37 8,36 8,34 8,33 8,32 8,30 8,29 8,27 8,26
24 8,25 8,23 8,22 8,21 8,19 8,18 8,17 8,15 8,14 8,13
25 8,11 8,10 8,09 8,07 8,06 8,05 8,04 8,02 8,01 8,00
26 7,99 7,97 7,96 7,95 7,94 7,92 7,91 7,90 7,89 7,88
27 7,86 7,85 7,84 7,83 7,82 7,81 7,79 7,78 7,77 7,76
28 7,75 7,74 7,72 7,71 7,70 7,69 7,68 7,67 7,66 7,65
29 7,64 7,62 7,61 7,60 7,59 7,58 7,57 7,56 7,55 7,54
30 7,53 7,52 7,51 7,50 7,48 7,47 7,46 7,45 7,44 7,43
(Barus, 2004)
(47)
Lampiran F. Bagan Kerja Pengukuran Absorban Klorofil a
1000 ml Sampel Air
Disaring dengan kain kasa
Dipindahkan
ke
dalam
Ditambah 5 ml aseton
Digiling
dengan
alu
Dituang ke dalam tabung
sentrifus
Dicuci kain kasa penyaring
dengan 5 ml aseton
Dituang ke dalam tabung
sentrifus yang sama
Ekstrak aseton dalam tabung
sentrifus
Didiamkan selama 0,5-1 jam
Disentrifus dengan kecepatan
rpm
Dituang dalam kuvet
Ekstrak aseton dalam kuvet
Diukur absorban klorofil a
dengan
spektrofotometer
730
nm
Dipindah ke dalam tabung
sentrifus
Ekstrak dalam tabung sentrifus
Ditambah 0,1 ml HCl 4 N
Disentrifus selama 30 menit
Ekstrak dalam kuvet
Diukur absorban klorofil a
dengan spektrofotometer
dengan panjang gelombang
665 & 730 nm
Hasil filtrasi
(48)
LAMPIRAN G. HASIL ANALISIS KORELASI PEARSON
Lampiran G. Contoh Perhitungan
1.Produktivitas Primer (stasiun 1)
Produktivitas bersih (P
N)= Produktivitas kotor (P
g)- Respirasi (R)
Keterangan:
R = [O
2]
awal- [O
2]
akhirpada botol gelap
P
g= [O
2]
akhirpada botol terang - [O
2]
akhirpada botol gelap
Stasiun I:
Correlations
1 .985** .432 .975** -.500 -.801 -.815 .672 .129 .974**
.002 .468 .005 .391 .103 .093 .214 .837 .005
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
.985** 1 .574 .977** -.537 -.813 -.839 .701 .177 .983**
.002 .312 .004 .351 .094 .075 .187 .776 .003
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
.432 .574 1 .528 -.530 -.498 -.555 .578 .354 .518
.468 .312 .361 .358 .393 .332 .307 .559 .371
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
.975** .977** .528 1 -.678 -.702 -.725 .596 .000 .985**
.005 .004 .361 .208 .186 .166 .288 1.000 .002
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
-.500 -.537 -.530 -.678 1 .067 .098 -.083 .477 -.608
.391 .351 .358 .208 .914 .875 .894 .417 .277
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
-.801 -.813 -.498 -.702 .067 1 .995** -.961** -.695 -.697
.103 .094 .393 .186 .914 .000 .009 .193 .191
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
-.815 -.839 -.555 -.725 .098 .995** 1 -.948* -.677 -.730
.093 .075 .332 .166 .875 .000 .014 .209 .161
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
.672 .701 .578 .596 -.083 -.961** -.948* 1 .783 .557
.214 .187 .307 .288 .894 .009 .014 .117 .329
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
.129 .177 .354 .000 .477 -.695 -.677 .783 1 .000
.837 .776 .559 1.000 .417 .193 .209 .117 1.000
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
.974** .983** .518 .985** -.608 -.697 -.730 .557 .000 1
.005 .003 .371 .002 .277 .191 .161 .329 1.000
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N Pearson Correlatio Sig. (2-tailed) N PP KLO KEL DO BOD5 NITRAT FOSPAT PH SUHU KEJ
PP KLO KEL DO BOD5 NITRAT FOSPAT PH SUHU KEJ
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). *.
(49)
LAMPIRAN H.DATA MENTAH FITOPLANKTON
No Genus Stasiun 1 Total
Bacilllariophyceae U1 U2 U3
1 Bacillaria 13 22 35 1428,571
2 Chaetoceros 3 3 122,449
3 Coscinodiscus 5 1 6 244,898
4 Cymbella 21 21 857,1429
5 Fragillaria 64 64 2612,245
6 Navicula 24 24 979,5918
7 Neidium 6 6 244,898
8 Surirella 1 1 2 81,63265
9 Rophalodia 5 5 204,0816
Chlorophyceae
10 Closteriopsis 143 78 54 275 11224,49
11 Gonatozygon 243 112 87 442 18040,82
Cryptophyceae
12 Lemanea 31 31 1265,306
13 Oodium 12 45 22 79 3224,49
1 Oscillatoria 21 4 32 57 2326,531
16 Peridium 3 3 122,449
Total
Kelimpahan 1053 42979,59
No Genus Stasiun 2 Total
Bacilllariophyceae U1 U2 U3
1 Bacillaria 9 9 367,3469
2 Chaetoceros 33 33 1346,939
3 Coscinodiscus 5 5 204,0816
4 Cymbella 11 31 58 100 4081,633
5 Fragillaria 64 64 2612,245
6 Navicula 2 1 4 7 285,7143
7 Neidium 6 6 244,898
8 Surirella 1 9 16 26 1061,224
Chlorophyceae 0
9 Closteriopsis 5 5 10 408,1633
10 Gonatozygon 334 212 87 633 25836,73
11 Palmella 2 2 1 5 204,0816
12 Ulotrix 1 5 6 244,898
Cryptophyceae
13 Lemanea 5 15 20 816,3265
14 Oodium 12 12 489,7959
15 Oscillatoria 7 21 28 1142,857
Total
(50)
No Genus Stasiun 3 Total K
Bacilllariophyceae U1 U2 U3
1 Achnantes 2 1 3 122,449
2 Baciillaria 1 1 40,81633
3 Biddulphia 26 12 38 1551,02
4 Chaetoceros 2 2 3 7 285,7143
5 Coscinodiscus 5 1 6 244,898
6 Cymbella 11 11 448,9796
7 Fragillaria 22 22 897,9592
8 Navicula 1 1 2 4 163,2653
9 Neidium 3 4 7 285,7143
10 Surirella 2 1 1 4 163,2653
11 Rophalodia 5 5 204,0816
Chlorophyceae 0
Chlorogonium 5 5 204,0816
Cladophora 36 36 1469,388
Draparnaldia 7 7 285,7143
Palmella 4 34 38 1551,02
Total Kelimpahan 194 7918,367
No Genus Stasiun 4 Total K
Bacilllariophyceae U1 U2 U3
1 Achnantes 1 1 40,81633
2 Baciillaria 1 1 40,81633
3 Biddulphia 5 5 204,0816
4 Chaetoceros 3 3 122,449
5 Coscinodiscus 5 1 6 244,898
6 Cymbella 21 21 857,1429
7 Fragillaria 64 64 2612,245
8 Navicula 24 24 979,5918
9 Neidium 6 6 244,898
10 Surirella 1 1 2 81,63265
11 Rophalodia 5 5 204,0816
Chlorophyceae
Chlorogonium 5 5 204,0816
Cladophora 32 32 1306,122
Draparnaldia 7 7 285,7143
Palmella 4 4 163,2653
Cryptophyceae
Oodium 31 31 1265,306
Triceratium 5 3 8 326,5306
Total
(51)
No Genus Stasiun 5 total
Bacilllariophyceae u1 u2 u3
1 Achnantes 2 1 3 122,449
2 Biddulphia 21 21 857,1429
3 Chaetoceros 2 2 3 7 285,7143
4 Coscinodiscus 5 1 6 244,898
5 Cymbella 3 2 5 204,0816
6 Fragillaria 27 4 31 1265,306
7 Navicula 1 1 2 81,63265
Chlorophyceae
Chlorogonium 1 6 7 285,7143
Cladophora 2 11 36 49 2000
Gonatozygon 21 22 12 55 2244,898
Total
(52)
LAMPIRAN I. FOTO HASIL PENELITIAN
Gambar 1. Chaetoceros
Gambar 2. Biddulphia
(53)
Gambar 4 . Cladophora
Gambar 5 . Chlorogonium
(54)
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts,G & Sri, S.1987.
Metode Penelitian Air
. Surabaya: Usaha Nasional
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengeloaan Aliran Sungai. Cetakan Kedua.
Yokyakarta: Universitas Gadjah Mada Press
Barus. T.A. 2004.
Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan
.
Medan: USU-Press.
...2004.
Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Sungai dan Danau.
Medan: USU-Press.
Brower, J.E, Jerrold.H.Z. 1990.
Field and Laboratory Methods For General
Ecology
, Third Edition.USA, New York
Campbell, J.B., Reece, L. 2004. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 3. Jakarta
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Jakarta
Dahuri, R. 2003.
Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia
. PT Gramedia Pustaka Utama.
Edmondson, W. T. 1963.
Fres Water Biologi
. Second Edition. New York: Jhon
Wiley & Sons, Inc.
Effendi,H.2003.
Telaah Kualitas Air
.Yokyakarta: Penerbit Kanisius
Ginting.E.M.2002.
Pengaruh Aktivitas Manusia Terhadap Kualitas Air di
Perairan Parapat Danau Toba
. Tesis.Program Pascasarjana. Medan: USU
Isnansetyo, A & Kurniastuty. 1995.
Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton
. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Loebis,J.1995.
Hidrologi Danau Toba dan Sungai Asahan
, Jakarta: Penerbit PT.
Puri Fadjar Mandiri
Nybakken. J. W.1992.
Biologi Laut.
Jakarta: Gramedia.
Odum, E.P.1994.
Dasar-Dasar Ekologi
. Edisi Ketiga.Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Sinambela,M.1994.
Keanekaragaman Makrozoobentos sebagai Indikator
Kualitas Sungai Babura
Suin,N.M.2002.
Metode Ekologi
. Cetakan Pertama.Edisi 2.Padang:Universitas
Andalas Press
(56)
Sverdrup,H& Femming.1961.
The Ocean The Phisics Chemistry and General
Biology
.New Jersey:Plentice Hall
Sugiyono.2005.
Analisis Statistik Korelasi Linear Sederhana
(http://jeniarto.blogspot.com/sungai bahbolon/jurnal pdf). Diakses tanggal 25
Januari 2011
(57)
Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan
Oksigen (DO)
Sampel Air
1 ml MnSO
41 ml KOH- KI
Dikocok
Didiamkan
Sampel Endapan
Putih/Cokelat
1 ml H
2SO
4Dikocok
Didiamkan
Larutan Sampel
Berwarna Cokelat
Diambil sebanyak 100 ml
Ditetesi
Na
2S
2O
30,00125 N
Sampel Berwarna
Kuning Pucat
Ditambah 5 tetes Amilum
Sampel
Berwarna Biru
Dititrasi dengan
Na
2S
2O
30,00125N
Sampel Bening
Dihitung volume Na
2S
2O
3yang terpakai
Hasil
(58)
Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD
5
(Michael, 1984, Suin, 2002, hlm: 60)
Keterangan :• Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO
• Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir
dihitung nilai DO akhir
diinkubasi selama 5 hari
pada temperatur 20°C
dihitung nilai DO awal
Sampel Air
Sampel Air
Sampel Air
(59)
Lampiran C. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO
3)
5 ml sampel air
1 ml NaCl (dengan pipet volum)
5 ml H
2SO
475%
4 tetes Brucine Sulfat Sulfanic
Larutan
Dipanaskan selama 25 menit
95
oC
Larutan
Didinginkan
Diukur dengan spektrofotometer
pada
λ
= 410 nm
Hasil
(Konsentrasi Nitrat)
(60)
Lampiran D. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO
43-)
5 ml sampel air
2 ml Amstrong Reagen
1 ml Ascorbic Acid
Larutan
Dibiarkan selama 20 menit
Diukur dengan
spektrofotometer
pada
λ
= 880 nm
Hasil
(Konsentrasi Fosfat)
(1)
LAMPIRAN H.DATA MENTAH FITOPLANKTON
No Genus Stasiun 1 Total
Bacilllariophyceae U1 U2 U3
1 Bacillaria 13 22 35 1428,571
2 Chaetoceros 3 3 122,449
3 Coscinodiscus 5 1 6 244,898
4 Cymbella 21 21 857,1429
5 Fragillaria 64 64 2612,245
6 Navicula 24 24 979,5918
7 Neidium 6 6 244,898
8 Surirella 1 1 2 81,63265
9 Rophalodia 5 5 204,0816
Chlorophyceae
10 Closteriopsis 143 78 54 275 11224,49
11 Gonatozygon 243 112 87 442 18040,82
Cryptophyceae
12 Lemanea 31 31 1265,306
13 Oodium 12 45 22 79 3224,49
1 Oscillatoria 21 4 32 57 2326,531
16 Peridium 3 3 122,449
Total
Kelimpahan 1053 42979,59
No Genus Stasiun 2 Total
Bacilllariophyceae U1 U2 U3
1 Bacillaria 9 9 367,3469
2 Chaetoceros 33 33 1346,939
3 Coscinodiscus 5 5 204,0816
4 Cymbella 11 31 58 100 4081,633
5 Fragillaria 64 64 2612,245
6 Navicula 2 1 4 7 285,7143
7 Neidium 6 6 244,898
8 Surirella 1 9 16 26 1061,224
Chlorophyceae 0
9 Closteriopsis 5 5 10 408,1633
10 Gonatozygon 334 212 87 633 25836,73
11 Palmella 2 2 1 5 204,0816
12 Ulotrix 1 5 6 244,898
Cryptophyceae
13 Lemanea 5 15 20 816,3265
14 Oodium 12 12 489,7959
15 Oscillatoria 7 21 28 1142,857
Total
(2)
No Genus Stasiun 3 Total K
Bacilllariophyceae U1 U2 U3
1 Achnantes 2 1 3 122,449
2 Baciillaria 1 1 40,81633
3 Biddulphia 26 12 38 1551,02
4 Chaetoceros 2 2 3 7 285,7143
5 Coscinodiscus 5 1 6 244,898
6 Cymbella 11 11 448,9796
7 Fragillaria 22 22 897,9592
8 Navicula 1 1 2 4 163,2653
9 Neidium 3 4 7 285,7143
10 Surirella 2 1 1 4 163,2653
11 Rophalodia 5 5 204,0816
Chlorophyceae 0
Chlorogonium 5 5 204,0816
Cladophora 36 36 1469,388
Draparnaldia 7 7 285,7143
Palmella 4 34 38 1551,02
Total Kelimpahan 194 7918,367
No Genus Stasiun 4 Total K
Bacilllariophyceae U1 U2 U3
1 Achnantes 1 1 40,81633
2 Baciillaria 1 1 40,81633
3 Biddulphia 5 5 204,0816
4 Chaetoceros 3 3 122,449
5 Coscinodiscus 5 1 6 244,898
6 Cymbella 21 21 857,1429
7 Fragillaria 64 64 2612,245
8 Navicula 24 24 979,5918
9 Neidium 6 6 244,898
10 Surirella 1 1 2 81,63265
11 Rophalodia 5 5 204,0816
Chlorophyceae
Chlorogonium 5 5 204,0816
Cladophora 32 32 1306,122
Draparnaldia 7 7 285,7143
Palmella 4 4 163,2653
Cryptophyceae
Oodium 31 31 1265,306
Triceratium 5 3 8 326,5306
Total
(3)
No Genus Stasiun 5 total
Bacilllariophyceae u1 u2 u3
1 Achnantes 2 1 3 122,449
2 Biddulphia 21 21 857,1429
3 Chaetoceros 2 2 3 7 285,7143
4 Coscinodiscus 5 1 6 244,898
5 Cymbella 3 2 5 204,0816
6 Fragillaria 27 4 31 1265,306
7 Navicula 1 1 2 81,63265
Chlorophyceae
Chlorogonium 1 6 7 285,7143
Cladophora 2 11 36 49 2000
Gonatozygon 21 22 12 55 2244,898
Total
(4)
LAMPIRAN I. FOTO HASIL PENELITIAN
Gambar 1. Chaetoceros
(5)
Gambar 4 . Cladophora
Gambar 5 . Chlorogonium
(6)