Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Masing-masing pokok bahasan akan dijelaskan sebagai berikut.

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu masa peralihan terpenting dalam kehidupan manusia adalah peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis. Oleh karena itu, orang dewasa adalah seseorang yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya di dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya Hurlock, 2002. Hurlock 2002 mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira- kira usia 40 tahun. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa awal ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Mahasiswa sebagai individu yang sudah tergolong dewasa dan sudah memasuki masa dewasa awal, peran dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. Kehidupan dewasa muda makin kompleks dibandingkan dengan masa remaja karena selain bekerja, mereka akan memasuki kehidupan berkeluarga, membentuk keluarga baru, memelihara anak-anak, dan tetap harus memperhatikan orang tua yang makin tua. Selain dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugas akademis, mahasiswa yang berada dalam rentang usia remaja akhir menuju masa dewasa awal, dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas 2 perkembangannya. Namun pada kenyataannya tugas perkembangan tidak selalu berjalan searah dengan potensi, harapan, dan nilai-nilai yang dianut dalam kehidupan sehari-hari. Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN menunjukkan bahwa provinsi dengan presentase perkawinan dini 15-19 th tertinggi adalah Kalimantan Tengah 52,1, Jawa Barat 50,2, Kalimantan Selatan 48,4, Bangka Belitung 47,9, dan Sulawesi Tengah 46,3. Dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini merupakan gambaran kurangnya pemahaman penduduk mengenai hidup berkeluarga dan menjadi fenomena tersendiri di masyarakat sehingga akibat yang timbul dalam keluarga beragam dan berdampak langsung pada kesejahteraan keluarga. Melihat usia ideal untuk menikah, pemenuhan tugas perkembangan dewasa awal yang dipenuhi oleh memilih pasangan, menikah, dan hidup berkeluarga menjadi pertimbangan bagi mahasiswa untuk mempersiapkan diri menuju jenjang pernikahan, walaupun masih banyak alasan yang membuat mahasiswa akhirnya memilih menunda untuk menikah dan melanjutkan studi atau bekerja terlebih dahulu. Di antara tujuh tugas-tugas perkembangan dewasa awal yang dikemukakan oleh Hurlock 2002, empat diantaranya merupakan kegiatan-kegiatan pokok yang bersangkutan dengan hidup berkeluarga. Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah a memilih seorang teman hidup, b belajar hidup bersama dengan suami atau istri dalam membentuk suatu keluarga, c membesarkan anak- anak, dan d mengelola sebuah rumah tangga. 3 Pemenuhan tugas perkembangan tersebut sangatlah penting bagi mahasiswa karena akan segera masuk ke dalam kehidupan pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Menurut UU Perkawinan Tahun 1974 Pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri, dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan marriage adalah ikatan kudus sucisakral antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang wanita yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa yang telah diakui secara sah dalam hukum agama Dariyo, 2004. Pernikahan yang diharapkan setiap pasangan adalah terbinanya hubungan rumah tangga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Setelah proses pernikahan, seorang perempuan memiliki predikat menjadi seorang istri, dan seorang laki-laki memiliki predikat menjadi seorang suami. Indonesia termasuk negara dengan presentase pernikahan usia muda tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Pada tahun 2010, terdapat 158 negara dengan usia legal minimum menikah adalah 18 tahun ke atas, dan Indonesia masih diluar itu. Namun faktanya, perempuan muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0.2 persen atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah. Pada interval usia yang lebih tinggi, perempuan muda berusia 15-19 yang telah menikah memiliki angka 11,7 jauh lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun sejumlah 1,6 Kompasiana.com. 4 Data yang diperoleh dari salah satu media cetak mengatakan, Indramayu kembali menjadi urutan pertama dalam angka perceraian di Indonesia tahun 2015. Jumlah perceraian tahun 2015 pun meningkat dibandingkan dengan tahun 2014 dan didominasi oleh usia produktif. Indramayu menempati peringkat pertama dengan 9.444 kasus, diikuti Malang sebanyak 8.497 kasus, Surabaya 8.262 kasus, Kabupaten Cirebon 7.991 kasus. Sebanyak 70 persen gugatan yang terjadi mayoritas dilayangkan oleh pihak istri. Jika dilihat dari aspek pendidikan, perceraian didominasi oleh pasangan yang lulus SD 45, SLTP 35, SLTA 15 , dan 5 berpendidikan diploma dan sarjana Pikiran Rakyat, 2016. Gambaran angka perceraian di atas menunjukkan bahwa untuk mempertahankan atau melanggengkan hidup berkeluarga dan membina rumah tangga bukanlah proses yang mudah. Banyak didapati pasangan muda yang bercerai tidak lama setelah menikah ataupun pasangan yang telah lama menikah kemudian memutuskan untuk berpisah. Dampak dari perceraian bukan hanya pada suami-istri dan keluarga dari masing-masing pasangan saja, namun dampak terhadap anak-anak dilihat dari dampak psikologis dan sosialnya akan sangat terasa. Seks pra nikah pada remaja juga banyak terjadi di Indonesia, seperti yang dimuat salah satu media massa bahwa 62,7 remaja di Indonesia telah melakukan hubungan seks di luar nikah, 20 dari 94.270 perempuan yang mengalami hamil di luar nikah juga berasal dari kelompok usia remaja dan 21 diantaranya pernah melakukan aborsi. Hal ini mencerminkan kurangnya pemahaman remaja 5 mengenai pacaran sehat, risiko hubungan seksual, dan kemampuan untuk menolak hubungan yang sebenarnya tidak mereka inginkan kompasiana.com. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian kepada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta diketahui 27 mahasiswa 48 dari 56 jumlah populasi yang diteliti, memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori sangat siap, 26 mahasiswa 46 memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori siap, 3 mahasiswa 6 memiliki kesiapan menikah dengan intensitas kategori cukup siap Oktaviyana, 2015. Dari hasil survey tersebut, dapat dikatakan bahwa hampir dari setengah populasi sudah memiliki kesiapan dalam menikah, namun tidak menutup kemungkinan bahwa sebenarnya mereka belum siap dalam mengarungi hidup berkeluarga. Salah satu penyebab dari tingginya angka perceraian yang terjadi di Indonesia karena terbatasnya upaya persiapan pernikahan yang dilakukan baik itu pemahaman akan nilai-nilai pernikahan ataupun pemahaman akan terjadinya perubahan tugas, fungsi dan tanggung jawab sebagai suami atau istri. Dengan demikian, penting sekali sebagai mahasiswa dalam proses perkembangan menuju dewasa memerlukan bekal pengetahuan seputar pernikahan dan hidup berkeluarga agar dapat menjalani kehidupan keluarga yang harmonis, bahagia, dan tidak terpisah selamanya. Bimbingan dan konseling sebagai salah satu jurusan di dunia pendidikan memiliki peranan dalam menyikapi fenomena yang terjadi di kalangan mahasiswa dan juga yang terjadi pada pernikahan yang berakhir dengan perceraian. Merupakan tugas pembimbing untuk memfasilitasi mahasiswa guna memenuhi 6 tuntutan tugas perkembangan masa dewasa awal menuju persiapan pernikahan dan berkeluarga yaitu dengan mewujudkan program atau pembekalan yang dapat digunakan mahasiswa sebagai bekal seputar pernikahan seperti hak dan kewajiban suami atau istri. Pentingnya mahasiswa mengetahui dan mempersiapkan hidup berkeluarga agar kedepannya ketika mahasiswa sudah memutuskan untuk hidup berkeluarga memiliki gambaran dan bekal mengenai keluarga, menambah wawasan dan pengetahuan mengenai perkawinan dan hidup berkeluarga dari sudut pandang psikologi, moral, seksualitas, kesehatan, ekonomi, gender, dll serta menjadi pegangan untuk mengambil tindakan untuk mengatur hidupnya sendiri sesuai dengan asas moral yang berlaku. Dengan mahasiswa mengetahui dan mempersiapkan hidup berkeluarga, diharapkan mampu mengurangi tingkat perceraian yang disebabkan oleh kurangnya persiapan dalam perkawinan. Dengan melihat fenomena yang berkembang di kalangan mahasiswa, kondisi pemenuhan tugas perkembangan mahasiswa menuju jenjang pernikahan dirasa masih kurang optimal dan belum cukup untuk membekali mahasiswa menghadapi kekhawatiran yang mungkin terjadi dalam kehidupan keluarganya kelak. Maka menarik untuk diteliti “Tingkat Kesiapan Psikologis Mahasiswa Berpacaran Untuk Hidup Perkawinan dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Sosial Studi Deskriptif pada Mahasiswa Berpacaran Angkatan 2013 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta”. 7

B. Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Tingkat toleransi hidup bersama mahasiswa asrama (studi deskriptif pada mahasiswa Student Residence Sanata Dharma tahun akademik 2015/2016, dan Implikasinya terhadap penyusunan usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial).

0 2 102

Tingkat kematangan karier mahasiswa (studi deskriptif pada mahasiswa prodi bimbingan dan konseling angkatan 2014/2015 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan karier).

0 1 2

Tingkat kesiapan hidup perkawinan ditinjau dari kematangan psikologis mahasiswa berpacaran dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial (studi deskriptif pada mahasiswa berpacaran angkatan 2013 program studi Bimbingan dan Konselin

0 0 95

Persefsi mahasiswa terhadap perilaku asertifnya : studi deskriftif pada mahasiswa program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan tahun 2014 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial.

0 2 99

Deskripsi tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga dan implikasi terhadap usulan topik-topik bimbingan berkeluarga.

0 0 102

Deskripsi penyesuaian sosial siswa SMP BOPKRI 3 Yogyakarta kelas VII tahun ajaran 2013/2014 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial.

1 0 93

Deskripsi penyesuaian sosial siswa SMP BOPKRI 3 Yogyakarta kelas VII tahun ajaran 2013 2014 dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi sosial

0 0 91

Tingkat konformitas siswa studi deskriptif pada siswa kelas XI SMK Marsudi Luhur 2 Yogyakarta tahun ajaran 20122013 dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi sosial

0 0 119

Tingkat daya juang siswa mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi

1 2 120

Faktor-faktor penyebab perilaku kenakalan remaja santri dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial - USD Repository

0 0 113