Deskripsi tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga dan implikasi terhadap usulan topik-topik bimbingan berkeluarga.

(1)

ABSTAK

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN PSIKOLOGIS CALON SUAMI/ISTRI UNTUK HIDUP BERKELUARGA DAN IMPLIKASI TERHADAP

USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BERKELUARGA

Natalia Wulansari

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga dan implikasi terhadap topik-topik bimbingan keluarga.

Subjek penelitian ini adalah calon suami/istri yang sudah memiliki komitmen berpacaran/bertunangan selama minimal 2 tahun. Jumlah subjek penelitian adalah 38 calon suami/istri. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hudup berkeluarga yang disusun berdasarkan 4 aspek, yaitu (1) kematangan emosi, (2) menerima pasangan, (3) memelihara hubungan, (4) menjaga komitmen. Angket tersebut terdiri dari 51 item yang sudah diuji validitasnya. Pengukuran validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS 16.0. Teknik analisis data yang digunakan berpatokan pada kriteria kategorisasi menurut konsep Azwar (2012). Tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri dikelompokan menjadi 5 kategorisasi, yaitu “sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah”, dan “sangat rendah”.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 14 orang (37%) calon suami/istri memiliki tingkat kesiapan psikologis untuk berkeluarga sangat tinggi yang artinya sangat siap, 19 orang (50%) calon suami/istri memiliki tingkat kesiapan psikologis untuk berkeluarga tinggi yang artinya siap, dan 5 orang (13%) calon suami/istri memiliki tingkat kesiapan psikologis untuk berkeluarga sedang. Tidak ada calon suami/istri memiliki tingkat kesiapan psikologis untuk berkeluarga rendah atau sangat rendah yang artinya tidak siap atau sangat tidak siap. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, item yang masuk dalam kategori rendah dipertimbangkan sebagai dasar usulan topik-topik bimbingan keluarga.


(2)

ABSTRACT

DESCRIPTION OF PSYCHOLOGICAL READINESS LEVEL FOR HUSBAND / WIFE PROSPECTIVES AND THE IMPLICATIONS FOR MARRIED LIFE

TOPICS PROPOSED BY FAMILY GUIDANCE

Natalia Wulansari

Sanata Dharma University

Yogyakarta

2015

This study aims to know the level of psychological readiness for husband / wife prospective for having family life and the implications of the topics proposed by family guidance

Subjects of this study were husbands / wives prospective who already have a commitment dating / engaged for at least 2 years . The number of research subjects are 38 candidates for the husbands / wives . the collecting data in this study used a questionnaire for psychological readiness level of husband / wife prospective to have family life which is based on four aspects , namely ( 1 ) the emotional maturity , ( 2 ) receive a pair , ( 3 ) maintain relationships , ( 4 ) maintain a commitment . The questionnaire consists of 51 items that have been tested validity. The measurement for validity and reliability used SPSS 16.0 . Data analysis techniques are used based on the categorization criteria according to the concept of Anwar ( 2012) . The level of psychological readiness potential husband / wife grouped into 5 categories , which are " very high " , "high" , "medium" , "low " and "very low" .

The results showed that : 14 ( 37 % ) husbands / wives prospective have a level of psychological readiness for a family. The category is very high which means that they are ready , 19 people ( 50 % ) husbands / wives prospective have high level of psychological readiness for a family, which means ready , and 5 ( 13 % ) husbands / wives prospective have low psychological readiness level for a family. No husband / wife prospective has low or very low psychological readiness level for a family, which means not prepared or very prepared . Based on these results , the items that fall into the low category considered as a basis proposed topics family guidance


(3)

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN PSIKOLOGIS CALON

SUAMI/ISTRI UNTUK HIDUP BERKELUARGA DAN

IMPLIKASI TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK

BIMBINGAN BERKELUARGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Natalia Wulansari

111114016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN PSIKOLOGIS CALON

SUAMI/ISTRI UNTUK HIDUP BERKELUARGA DAN

IMPLIKASI TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK

BIMBINGAN BERKELUARGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Natalia Wulansari

111114016

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

iv Karya ini dipersembahkan untuk:

1. Tuhan yang selalu setia mencurahkan berkahNYA dengan memberikan kekuatan dan tuntunan.

2. Kedua orangtua dengan kasih yang tulus tak pernah lupa selalu menyebut nama anak dalam doa, dan selalu mengusahakan yang terbaik.

3. Kakak yang selalu memberi motivasi dan memberi dukungan dengan harapan saya menjadi lebih baik.

4. Bapak/ibu dosen yang tak jenuh membimbing dalam belajar untuk menjadi konselor yang sejati

5. Sahabat-sahabat saya Aan, Agnes dan Putri yang merangkul dan saling mendukung untuk maju.

6. Keluarga baru saya Omah Noto Plankton yang mengajak saya untuk berkembang bersama.

7. Teman-teman Bimbingan dan Konseling 2011 yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan tugas akhir dan saling memberikan semangat.


(8)

(9)

(10)

vii ABSTAK

DESKRIPSI TINGKAT KESIAPAN PSIKOLOGIS CALON SUAMI/ISTRI UNTUK HIDUP BERKELUARGA DAN IMPLIKASI TERHADAP

USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BERKELUARGA

Natalia Wulansari

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga dan implikasi terhadap topik-topik bimbingan keluarga.

Subjek penelitian ini adalah calon suami/istri yang sudah memiliki komitmen berpacaran/bertunangan selama minimal 2 tahun. Jumlah subjek penelitian adalah 38 calon suami/istri. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hudup berkeluarga yang disusun berdasarkan 4 aspek, yaitu (1) kematangan emosi, (2) menerima pasangan, (3) memelihara hubungan, (4) menjaga komitmen. Angket tersebut terdiri dari 51 item yang sudah diuji validitasnya. Pengukuran validitas dan reliabilitas menggunakan program SPSS 16.0. Teknik analisis data yang digunakan berpatokan pada kriteria kategorisasi menurut konsep Azwar (2012). Tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri dikelompokan menjadi 5 kategorisasi, yaitu “sangat tinggi”, “tinggi”, “sedang”, “rendah”, dan “sangat rendah”.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 14 orang (37%) calon suami/istri memiliki tingkat kesiapan psikologis untuk berkeluarga sangat tinggi yang artinya sangat siap, 19 orang (50%) calon suami/istri memiliki tingkat kesiapan psikologis untuk berkeluarga tinggi yang artinya siap, dan 5 orang (13%) calon suami/istri memiliki tingkat kesiapan psikologis untuk berkeluarga sedang. Tidak ada calon suami/istri memiliki tingkat kesiapan psikologis untuk berkeluarga rendah atau sangat rendah yang artinya tidak siap atau sangat tidak siap. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, item yang masuk dalam kategori rendah dipertimbangkan sebagai dasar usulan topik-topik bimbingan keluarga.


(11)

viii

ABSTRACT

DESCRIPTION OF PSYCHOLOGICAL READINESS LEVEL FOR HUSBAND / WIFE PROSPECTIVES AND THE IMPLICATIONS FOR MARRIED LIFE

TOPICS PROPOSED BY FAMILY GUIDANCE

Natalia Wulansari

Sanata Dharma University

Yogyakarta

2015

This study aims to know the level of psychological readiness for husband / wife prospective for having family life and the implications of the topics proposed by family guidance

Subjects of this study were husbands / wives prospective who already have a commitment dating / engaged for at least 2 years . The number of research subjects are 38 candidates for the husbands / wives . the collecting data in this study used a questionnaire for psychological readiness level of husband / wife prospective to have family life which is based on four aspects , namely ( 1 ) the emotional maturity , ( 2 ) receive a pair , ( 3 ) maintain relationships , ( 4 ) maintain a commitment . The questionnaire consists of 51 items that have been tested validity. The measurement for validity and reliability used SPSS 16.0 . Data analysis techniques are used based on the categorization criteria according to the concept of Anwar ( 2012) . The level of psychological readiness potential husband / wife grouped into 5 categories , which are " very high " , "high" , "medium" , "low " and "very low" .

The results showed that : 14 ( 37 % ) husbands / wives prospective have a level of psychological readiness for a family. The category is very high which means that they are ready , 19 people ( 50 % ) husbands / wives prospective have high level of psychological readiness for a family, which means ready , and 5 ( 13 % ) husbands / wives prospective have low psychological readiness level for a family. No husband / wife prospective has low or very low psychological readiness level for a family, which means not prepared or very prepared . Based on these results , the items that fall into the low category considered as a basis proposed topics family guidance


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, berkat bimbingan Tuhan

sehingga penulisan skripsi ini pun dapat diselesaikan dengan baik. Berkat dan

bimbinganNya pun tak pernah lepas dari banyak pengantara, untuk itu diucapkan

banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Ketua Program Studi Bimbingan

dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dra. M. J. Retno Priyani, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang selalu setia dan sabar dalam membimbing dari awal penulisan hingga

akhir. Terima kasih atas motivasi dan banyak ilmu yang diberikan.

3. Semua dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma yang selama 4 tahun ini membimbing dalam belajar.

4. Kedua orangtua yang pendukung yang utama dengan memberi yang

terbaik.

5. Kakak yang selalu memberikan motivasi dan nasehat dengan harapan yang

tulus agar saya menjadi seseorang yang lebih baik.

6. Ketiga sahabatku Aan, Agnes dan Putri yang selalu menjadi teman berbagi

cerita dan belajar bersama, terutama dalam penulisan skripsi ini.

7. Teman-temanku Pipit, Caroline, Tika dan Mbak Sulis yang selalu menjadi

teman dalam berbagi ilmu untuk mendukung skripsi.

8. Teman-teman angkatan 2011 terutama kelas A yang selama 4 tahun ini


(13)

(14)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Definisi Operasional Variabel ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Hidup Berkeluarga/Perkawinan ... 11

B. Persiapan Hidup Berkeluarga ... 12

C. Peranan Faktor Psikologis dalam Hidup Berkeluarga ... 14

1. Kematangan Emosi ... 14

2. Menerima Pasangan ... 16

3. Memelihara Hubungan ... 17

4. Menjaga Komitmen ... 19

C. Topik Persiapan Hidup Berkeluarg... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 23

A. Jenis Penelitian ...23

B. Subyek Penelitian ...23

C. Instrumen Penelitian...24

1. Pengertian Angket Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri ...24

2. Skala Pengukuran dan Penentuan Skor ...24

a. Skala pengukura ...24


(15)

xii

D. Validitas dan Reliabilitas ...26

1. Validitas ...26

2. Reliabilitas ...29

E. Prosedur Pengumpulan Data ...30

1. Persiapan dan Pelaksanaan ...30

2. Pengumpulan Data ...31

F. Teknik Analisis Data ...31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...37

A. Hasil Penelitian ...37

1. Hasil Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri ...37

2. Hasil Skor Item-item Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri ...39

B. Pembahasan Hasil Penelitian ...42

1. Deskripsi Hasil Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri ...42

2. Item-item Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri ...44

3. Usulan Topik-topik Bimbingan ...49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...51

A. Kesimpulan ...51

B. Saran ...51

DAFTAR PUSTAKA ...53


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kisi-kisi Angket Kesiapan Psikologis Calon

Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 25

Tabel 2 Norma Skoring Inventori Tingkat Kesiapan Psikologis

Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 26

Tabel 3 Jabaran Kisi-kisi Angket Kesiapan Psikologis

Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 55

Tabel 4 Butir Item-item Kesiapan Psikologis Calon

Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 28

Tabel 5 Kriteria Guilford ... 30

Tabel 6 Norma KategorisasiTingkat Kesiapan Psikologis Calon

Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 32

Tabel 7 Kategorisasi Tingkat Kesiapan Psikologis Calon

Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 34

Tabel 8 Norma Kategorisasi Skor Item Kesiapan Psikologis

Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 35

Tabel 9 Kategorisasi Skor Item Kesiapan Psikologis Calon

Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 36

Tabel 10 Kategori Tingkat Kesiapan Psikologis Calon

Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 37

Tabel 11 Kategorisasi Skor Item Deskripsi Kesiapan Psikologis

Calon Suami/Istri ... 39

Tabel 12 Item-item Deskripsi Tingkat Kesiapan Psikologis


(17)

xiv

Tabel 13 Usulan topik-topik bimbingan persiapan psikologis

calon suami/istri menuju hidup berkeluarga ... 50

Tabel 14 Usulan Bimbingan Psikologis Calon Suami/Istri


(18)

xv

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 Histogram Deskripsi Tingkat Kesiapan Psikologis

Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 38

Grafik 2. Histogram Skor Item Deskripsi Kesiapan Psikologis


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Jabaran Kisi-kisi Angket Kesiapan Psikologis

Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga ... 55

Lampiran 2 Angket Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri... 60

Lampiran 3 Hasil Penelitian Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri (Data Sebelum diolah) ... 65

Lampiran 4 Hasil Penelitian Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri (Tanda Merah Valid) ... 67

Lampiran 5 Hasil Penelitian Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri ... 68

Lampiran 6 Validitas ... 69

Lampiran 7 Reliability... 77


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Calon suami/istri adalah individu yang memiliki komitmen untuk

menjalin ikatan yang lebih serius dalam pernikahan atau hidup

berkeluarga. Menurut Hornby (dalam Walgito, 1984:9) marriage: the

union of two persons as husband and wife (perkawinan itu adalah

bersatunya dua orang sebagai suami istri). Naluri untuk hidup berpasangan

terwujud dalam bentuk perkawinan (Nurhayati, 2011:203). Menurut

Purwadarminta (dalam Walgito, 1984:9) kawin dapat diartikan sebagai

pernikahan, yakni perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri.

Kebutuhan berpasangan membentuk rumah tangga sebagai tugas

perkembangan usia dewasa (Nurhayati, 2011:203). Untuk menyalurkan

naluri berpasangan dengan lawan jenis, agama mensyariatkan kepada

laki-laki dan perempuan untuk “menikah”, sehingga dorongan yang bergejolak itu tersalurkan dan masing-masing menjadi tentram (Nurhayati, 2011:204).

Pasangan suami istri adalah dua individu yang sudah mengikat

janji dalam pernikahan baik secara agama maupun negara yang sudah

diakui oleh masyarakat. Relasi suami istri memberi landasan bagi


(21)

ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami istri. Kunci bagi keharmonisan

dalam berkeluarga adalah keberhasilan melakukan penyesuaian di antara

pasangan. Penyesuaian ini bersifat dinamis dan memerlukan sikap dan

cara berpikir yang luwes (Lestari, 2012:9).

Pernikahan dapat diumpamakan sebagai suatu perjalanan yang

panjang (Gunarsa, 2002:3). Calon suami/istri dalam membangun

pernikahan atau berkeluarga tentu perlu mempersiapkan diri, karena

banyak faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai hubungan keluarga

yang harmonis. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan perlu

dipertimbangankan sebelum hidup berkeluarga oleh calon suami isteri

antara lain, faktor psikologi, faktor sosial, faktor ekonomi dan faktor fisik.

Calon suami/istri yang mempersiapkan diri dengan baik, merupakan awal

yang baik. Awal yang baik akan memberikan arah yang baik dan semangat

dalam menjalani semua liku-liku kehidupan (Gunarsa, 2002:3).

Pengamatan di beberapa tempat di Yogyakarta dan wawancara

dengan pembimbing Kursus Persiapan Perkawinan dan pasangan suami

istri yang dilakukan untuk melihat semakin dalam tentang keluarga,

ditemukan banyak calon suami/istri yang kurang persiapan untuk hidup

berkeluarga. Kurangnya persiapan calon suami/istri diantaranya terlalu

banyak angan-angan yang indah tanpa diimbangi dengan sikap yang

mendukung seperti saling menerima kekurangan pasangan, belum mampu


(22)

benar-benar terbuka, belum benar-benar-benar-benar saling percaya dan banyak hal yang

lainnya.

Keluarga yang kurang harmonis tak jauh berbeda dengan calon

suami/istri yang kurang persiapan, dapat terlihat dari kurangnya

komunikasi antara pasangan suami istri. Kurangnya komunikasi pada

pasangan suami istri terlihat saat mereka tidak tahu kesibukan atau

kegiatan satu sama lain walaupun tinggal dalam satu rumah, saling

menarik diri satu sama lain, dan tidak ada keceriaan pada keluarga

tersebut. Mereka cenderung bertahan dalam rumah tangga mereka karena

merasa itu pilihan yang terbaik, jika bercerai mereka merasa tidak lebih

baik. Berbagai alasan pasangan suami istri tersebut mempertahankan

hubungannya antara lain karena memperjuangkan kebahagiaan anaknya,

takut akan cibiran lingkungan sosial, merasa dicukupi secara ekonomi dan

mungkin banyak hal yang lainnya.

Pasangan suami istri tersebut menikah dengan berbagai sebab, ada

suami/istri menikah karena dijodohkan, ada yang hamil pra nikah dan ada

pula yang sama-sama tertarik atau mereka menyebutnya karena cinta.

Sehingga mereka memutuskan untuk berkeluarga agar dapat saling

membahagiakan. Setelah mereka menikah, lama kelamaan kehidupan

mereka mengalami perubahan, lebih-lebih jika sudah memiliki anak.

Kalau suami istri itu mengalami kesulitan dalam menerima perubahan itu,


(23)

Beberapa kasus keluarga yang tak lagi memaksakan diri untuk

mempertahankan rumah tangganya, mereka memilih mengakhirinya

dengan berpisah. Terdapat beberapa kasus di berbagai tempat, berserta

dengan penyebab-penyebabnya. Seorang peneliti bernama Fachrul Rasyid

HF melakukan penelitian di Tanjung Pati dan Payakumbuh mengungkap

bahwa terdapat sebanyak 338 kasus ditangani Pengadilan Agama (PA) Tanjung Pati dan 539 kasus oleh PA Payakumbuh. Artinya, tiap hari rata-rata sekitar tiga pasangan suami istri bercerai di kedua daerah berpenduduk sekitar 520 ribu jiwa. Kalau saja tiap keluarga yang bercerai rata-rata memiliki dua anak, setidaknya ada 1.900 anak yang menjadi yatim berbapak. Yakni, anak-anak yang masih memiliki ayah, tapi ayahnya tak lagi berada di dekat mereka. Hal tersebut berdampak secara sosial, ekonomi dan psikologis terhadap perkembangan anak. Secara langsung maupun tak langsung, perceraian juga merupakan sumber masalah yang berdampak bagi berbagai pihak yang akan jadi beban pemerintah daerah.

Sebagaimana diberitakan, penyebab perceraian cukup beragam. Di wilayah PA Tanjung Pati misalnya, sekitar 181 keluarga bercerai karena tak ada keharmonisan, 45 pasangan suami tak bertanggungjawab, 41 pasangan karena pihak ketiga, 18 pasangan karena faktor ekonomi, 7 pasangan karena cemburu, 3 pasangan karena poligami, 2 pasangan krisis akhlak, kawin paksa, dan kekerasan. Alasan serupa terjadi di wilayah PA Payakumbuh, kategori yang menonjol 20% perkara gugatan cerai suami


(24)

yang merasa terganggu pihak ketiga. Berita itu kian menarik karena faktanya perceraian di kedua PA tersebut bukan karena faktor ekonomi. Mungkin karena kedua daerah terbilang daerah yang makmur di Sumatera Barat, bahkan tingkat pendidikan penduduk juga terbilang tinggi. Di lima puluh kota saja diperkirakan rata-rata tiga sarjana tiap rumah. Sementara di PA Padang, lebih 700 kasus perceraian, didominasi pasangan berusia antara 21-41 tahun. Mereka umumnya bekerja sebagai buruh kasar dan tak punya penghasilan tetap.

Tampaknya angka perceraian terus meningkat dari tahun ke tahun, Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Padang mencatat pada 2012 terdapat 6.154 perkara talak/cerai secara Islam. Faktor penyebab perceraian karena tidak adanya tanggungjawab mencapai 38,24 persen. Secara nasional, menurut Dirjen Badilag Mahkamah Agung, Wahyu Widiana, seperti dikutip Republika, Selasa (24/1/2012), sejak 2005 rata-rata terjadi peningkatan di atas 10 persen setahun. Pada 2010 di Indonesia terjadi 285.184 perceraian. Penyebabnya, sebanyak 91.841 perkara akibat ketidakharmonisan, 78.407 perkara suami tak bertanggungjawab, dan masalah ekonomi 67.891 perkara.

Menurut Dagun (1990:146) perceraian dalam keluarga itu biasanya

berawal dengan suatu konflik antara anggota keluarga. Bila konflik ini

sampai titik kritis maka peristiwa perceraian itu berada di ambang pintu,


(25)

Pada saat kemelut, biasanya masing-masing pihak mencari jalan keluar

mengatasi berbagai rintangan dan menyesuaikan diri dengan hidup baru.

Hidup berkeluarga tidak semata-mata hanya untuk menghindari

perceraian, tetapi untuk membangun keluarga yang harmonis. Dari

pengamatan dan wawancara, pasangan suami istri yang harmonis dalam

menjalani rumah tangganya dengan saling menjaga kepercayaan,

keterbukaan, mengerti, menerima kekurangan dan kelebihan

masing-masing dan juga saling mengisi satu sama lain. Sikap-sikap tersebut

ternyata juga berdampak untuk hal yang lainnya seperti lebih semangat

dalam bekerja, lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, lebih mampu

menjaga dalam bersosialisasi dengan orang lain, dan lain sebagainya.

Berdasarkan dari pengamatan, wawancara yang dilakukan dan didukung

beberapa fakta penelitian dapat disimpulkan kesiapan psikologis sangat

mempengaruhi dalam hidup berumahtangga.

Menurut Setiono (2011:9) dari pendekatan psikologi, keluarga

harmonis, atau bisa juga disebut keluarga serasi, adalah bila interaksi

antara anggota keluarga terpenuhi, dan khusus dari sudut pandang

psikologi perkembangan, perkembangan keluarga optimal, mengingat

keluarga adalah lingkungan pertama atau utama. Perlu adanya

pertimbangan dan pemantapan pada calon pasangan suami istri sebelum

hidup berkeluarga, bertujuan untuk menciptakan dan menjaga keluarga


(26)

Setelah melihat fenomena di atas, maka menarik untuk meneliti

calon suami/istri tetapi lebih berfokus pada faktor psikologisnya. Untuk

melakukan penelitian lebih mendalam maka diangkat judul “Deskripsi tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga dan

implikasi terhadap usulan topik-topik bimbingan berkeluarga”. Melalui ini diharapkan akan ada manfaat yang dapat diambil oleh calon suami/istri

dalam mempersiapkan hidup berkeluarga.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan

kesiapan psikologis calon suami/istri dapat diidentifikasi berbagai masalah

sebagai berikut:

1. Kurangnya kesiapan psikologis pada calon suami/istri terutama dalam

berkomunikasi untuk hudup berkeluarga.

2. Adanya indikasi pada calon suami/istri yang cenderung banyak

angan-angan hidup bahagia dalam berkeluarga tanpa memikirkan

kemungkinan-kemungkinan masalah yang bisa/akan terjadi

didalamnya.

3. Kurang adanya pertimbangan pada calon suami/istri untuk hidup

berkeluarga.

4. Kurang adanya kesiapan psikologis untuk perannya yang baru sebagai


(27)

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan untuk menjawab

kesiapan psikologis calon suami/istri yang lebih pada mengungkap

komunikasi untuk hidup berkeluarga.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Seberapa baik tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup

berkeluarga untuk dasar penyusunan program?

2. Topik bimbingan apa sajakah yang sesuai dengan bimbingan kesiapan

psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mendiskripsikan kesiapan psikologis calon suami/istri untuk menuju

hidup berkeluarga.

2. Merumuskan topik bimbingan yang mengikuti kesiapan psikologis

calon suami/istri untuk hidup berkeluarga.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:


(28)

a. Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur yang dapat

digunakan penyelenggara program persiapan hidup berkeluarga

untuk melihat seberapa kesiapan psikologis calon suami/istri.

b. Penyelenggara program persiapan hidup berkeluarga juga dapat

menentukan langkah-langkah yang dapat diberikan kepada calon

suami/istri yang mengikuti persiapan hidup berkeluarga

kaitannya dalam meningkatkan kesiapan psikologis dalam hidup

berkeluarga yang perlu dikembangkan.

2. Bagi calon suami/istri

a. Calon suami/istri dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk

melihat seberapa baik persiapan psikologis mereka dalam hidup

berkeluarga.

b. Berdasarkan hasil penenlitian ini calon suami/istri dapat lebih

lanjut mempersiapkan hidup berkeluarga.

3. Bagi peneliti

a. Dapat belajar untuk lebih memahami kesiapan psikologis calon

suami/istri untukhidup berkeluarga.

b. Dapat belajar untuk mempersiapakan program persiapan

berkeluarga bagi calon suami/istri sebelum berkeluarga.

c. Dapat mengusulkan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk

membantu meningkatkan kesiapan psikologis calon suami/istri


(29)

G. Definisi Operasional Variabel

Adapun Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Calon suami/istri adalah individu yang memiliki komitmen untuk

melanjutkan ke ikatan yang lebih serius dalam pernikahan atau hidup

berkeluarga.

2. Kesiapan psikologis calon suami/istri menuju hidup berkeluarga

adalah kesiapan jiwa sebelum hidup berkeluarga meliputi:

a. Kematangan emosi

b. Menerima pasangan

c. Memelihara hubungan


(30)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan mengenai konsep hidup berkeluarga/perkawinan

dan konsep peranan faktor psikologis dalam hidup berkeluarga.

A. Hidup Berkeluarga/Perkawinan

Calon suami/istri adalah individu yang memiliki komitmen yang

lebih serius untuk melanjutkan ke ikatan pernikahan atau hidup

berkeluarga. Menurut Hornby (dalam Walgito, 1984:9) marriage: the

union of two persons as husband and wife (perkawinan itu adalah

bersatunya dua orang sebagai suami istri). Naluri untuk hidup berpasangan

terwujud dalam bentuk perkawinan (Nurhayati, 2011:203). Purwadarminta

(dalam Walgito, 1984:9) kawin dapat diartikan sebagai pernikahan, yakni

perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri. Kebutuhan

berpasangan membentuk rumah tangga sebagai tugas perkembangan usia

dewasa (Nurhayati, 2011:203). Untuk menyalurkan naluri berpasangan

dengan lawan jenis, agama mensyariatkan kepada laki-laki dan perempuan

untuk “menikah”, sehingga dorongan yang bergejolak itu tersalurkan dan masing-masing menjadi tentram (Nurhayati, 2011:204).Pasangan suami

istri adalah dua individu yang sudah mengikat janji dalam

pernikahan/perkawinan, baik secara agama maupun negara yang sudah

diakui oleh masyarakat.

Pernikahan/perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang


(31)

membentuk sebuah keluarga. Tujuan umum calon suami/istri dari

pernikahan/pekawinan adalah hidup bersama dengan pasangan yang

dicintai dan mendapatkan keturunan untuk mencapai kebahagiaan dalam

keluarga yang harmonis. Setiono (dalam Nurhayati, 2011:9) dari

pendekatan psikologi, keluarga harmonis, atau bisa juga disebut keluarga

serasi, adalah bila interaksi antara anggota keluarga terpenuhi; dan khusus

dari sudut pandang psikologi perkembangan, perkembangan keluarga

optimal, mengingat keluarga adalah lingkungan pertama atau utama.

Dalam mencapai keharmonisan keluarga bukan hal mudah kerena

dalam pernikahan/perkawinan melibatkan dua individu yang pasti

memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut yang tidak menutup kemungkinan

menimbulkan suatu masalah. Maka demi membentuk keluarga yang

harmonis, calon pasangan suami istri perlu mempersatukan perbedaan

untuk satu tujuan yang sama dalam membangun berkeluarga yang

harmonis. Dalam tujuan membangun keluarga yang harmonis perlu

disadari bahwa tujuan tersebut akan dicapai bersama-sama dengan

pasangan.

B. Persiapan Hidup Berkeluarga

Persiapan hidup berkeluarga sangat diperlukan untuk membangun

keluarga yang harmonis. Persiapan berkeluarga tidak hanya dengan

sama-sama mencintai tetapi juga perlu beberapa persiapan lainnya seperti


(32)

tersebut ada karena kebutuhan-kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh setiap

individunya. Kebutuhan-kebutuhan yang ada pada manusia itu dapat

digolongkan menjadi:

1. Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik yaitu merupakan kebutuhan-kebutuhan yang

berkaitan dengan jasmani,kebutuhan yang diperlukan untuk

mempertahankan eksistensinya sebagai mahluk hidup, misalnya

kebutuhan akan makanan, minuman, seksual, udara segar.

2. Kebutuhan psikologis

Kebutuhan psikologis yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan

dengan segi psikologis, misalnya kebutuhan akan rasa aman, kasih

sayang.

3. Kebutuhan sosial

Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan

interaksi sosial, kebutuhan akan berhubungan dengan orang lain,

misalkan berteman, bersaing.

4. Kebutuhan Religi

Kebutuhan religi yaitu kebutuhan-kebutuhan untuk berhubungan

dengan kekuatan yang diluar diri manusia, kebutuhan berhubungan


(33)

C. Peranan Faktor Psikologis dalam Hidup Berkeluarga

Dalam hidup berkeluarga/perkawinan faktor psikologis adalah

salah satu hal yang penting. Relasi suami istri memberi landasan dan

menentukan warna begi keseluruhan relasi di dalam keluarga. Banyak

keluarga yang berantakan ketika terjadi kegagalan dalam relasi suami istri.

Kunci dari kelanggengan perkawianan adalah dalam keberhasilan

melakukan penyesuaian di antara pasangan. Penyesuaian ini bersifat

dinamis dan memerlukan sikap dan cara berpikir yang luwes (Lestari,

2012:9). Dalam hal ini, komunikasi yang baik ikut berperan untuk

membangun harmonis. Menjalin komunikasi yang baik dalam berkeluarga

meliputi:

1. Kematangan Emosi

Orang yang matang secara emosi mempunyai persepsi obyektif dan

mampu memberi respon positif. Menurut Walgito (1984) mengenai

peranan psikologis dalam perkawinan ada beberapa, diantaranya

menjelaskan kematangan emosi. Kematangan emosi meliputi, yaitu

persepsi obyektif dan respon positif. Orang yang matang emosinya

biasanya mampu mengelola emosi, sehingga dalam keadaan emosi

yang seperti apapun, baik emosi positif seperti senang, bahagia, rindu,

maupun negatif seperti marah, kecewa, ia tetap dapat menempatkan

diri. Orang yang dapat menempatkan diri biasanya memiliki persepsi


(34)

Dalam hidup berkeluarga tentu kematangan emosi juga sangat

penting untuk mecapai keluarga yang harmonis. Emosi yang matang

didalamnya ada persepsi obyektif artinya melihat lebih dalam sebab

dan akibat sebuah kejadian, keadaan yang terjadi dalam diri atau

pasangan. Dengan lebih melihat kejadian, keadaan secara obyektif

orang dapat memberi respon secara positif. Respon positif berarti

dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik tanpa meledak-ledak

sehingga berdampak pada diri sendiri maupun orang lain. Jadi

persepsi obyektif dan respon positif saling mempengaruhi.

Orang yang memiliki persepsi obyektif maka seharusnya juga

dapat memberi respon positif begitu juga sebaliknya, orang yang

mampu merespon positif biasanya juga mempunyai persepsi obyektif.

Sebelum hidup berkeluarga calon suami/istri akan jauh lebih baik jika

mempersiapkan dirinya terlebih dahulu, salah satunya dengan

mengelola emosi agar emosinya benar-benar matang. Dengan emosi

yang matang maka orang akan disiapkan pula untuk mampu

menghadapi kemungkinan-kemungkinnya yang tidak terduga dalam

hidup berkeluarga.

Dalam hubungan tentu tidak akan selalu baik seperti apa yang

diinginkan. Maka calon suami/istri perlu belajar dalam mmengelola

emosi dengan membentuk persepsi secara obyektif dan memberikan


(35)

hidup berkeluarga. Jadi di dalam emosi yang matang terdapat persepsi

yang obyektif dan respon yang positif.

2. Menerima Pasangan

Selain kematangan emosi, menerima pasangan juga salah satu hal

yang sangat penting untuk membina hidup berkeluarga. Orang yang

menerima pasangan karena mengenal dapat mengerti tentang

pasangan. Untuk itu sebelum hidup berkeluarga calon suami/istri perlu

mengenal pasangan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

upaya mengenal pasangan, yakni perbedaan-perbedaan yang dimiliki

masing-masing (Gunarsa, 2002:5). Mengenal pasangan tidak hanya

sekedar tahu siapa namanya, tetapi mengenal pasangan berarti tahu

bahwa pasangan dari keluarga yang seperti apa, memahami pola asuh

kedua orangtuanya, mengetahui lingkungan sekitarnya dan lain

sebagainya.

Mengetahui banyak tentang pasangan, membuat calon suami/istri

dapat lebih mengerti, sehingga calon suami/istri tidaklah merasa

kaget, heran dengan sifat pasangannya. Dengan mengenal calon

suami/istri dapat saling memberikan pengertian pula. Dengan adanya

saling pengertian ini masing-masing pihak saling mengerti akan

kebutuhan-kebutuhannya, saling mengerti akan kedudukan dan

perannya masing-masing, sehingga dengan demikian diharapkan


(36)

(Walgito, 1984:47). Semakin mengenal juga membuat calon

suami/istri lebih mengerti dan mau memberikan toleransi.

Sikap bertoleransi yang baik perlu dibina dan hal tersebut dapat

dilakukan kalau adanya pengertian dari masing-masing pihak

(Walgito, 1984:44). Membina hubungan suami-istri yang akrab dan

mesra memerlukan tekad baik dan derajat toleransi yang tinggi untuk

dapat mengatasi macam-macam masalah (Gunarsa, 2002:11). Melalui

hal tersebut calon suami/istri belajar untuk semakin mengerti.

3. Memelihara Hubungan

Setelah mengenal pasangan sehingga dapat mengerti pasangan,

calon suami/istri juga perlu belajar memelihara hubungan yang baik

dengan pasangan. Tentu dalam sebuah hubungan itu harus dipelihara

agar tidak terjadi pertengkaran, kekecewaan maupun hal-hal negatif

lainnya. Hal yang diinginkan pastilah hal-hal yang positif seperti

kebahagiaan, keterbukaan, kejujuran dan banyak lagi yang mengarah

keharmonisan.

Untuk mencapai keharmonisan, cinta adalah modal utama

mengingat bahwa cinta adalah salah satu kebutuhan manusia. Rasa

cinta perlu dipupuk dengan adanya perhatian, untuk selalu

memeliharanya. Perhatian tersebut dapat ditunjukan dengan peka

terhadap keadaan pasangan, mengingatkan pasangan, memberi


(37)

dengan adanya berbagai macam kebutuhan antara lain kebutuhan rasa

aman, kebutuhan akan rasa cinta, kebutuhan akan aktualisasi diri,

kesemuanya pada dasarnya ingin mendapatkan pemenuhan, tidak

terkecuali dalam kehidupan berkeluarga. Maslow mengatakan bahwa

salah satu kebutuhan manusia adalah akan rasa cinta kasih (love

needs) dan kebutuhan ini juga ingin mendapatkan pemenuhannya

(Walgito, 1984:48).

Untuk memenuhi kebutuhan cinta maka orang juga harus mampu

memelihara hubungan. Dalam memelihara hubungan perlu ada rasa

percaya dan pengertian. Dengan adanya rasa percaya maka orang

berani untuk terbuka dalam berkomunikasi dengan pasangan, tidak

ragu dalam berbagi cerita dalam hal apapun sehingga tidak

menimbulkan rasa negatif yang akan membuat hati kurang nyaman.

Keluarga yang tidak memiliki rasa saling percaya satu sama lain,

maka dapat dikatakan bahwa keluarga itu hidup di atas sekam yang

berapi, akan adanya rasa panas (Walgito, 1976:49). Maka kepercayaan

dan perhatian itu sangatlah penting dalam hubungan dan perlu

dipelihara. Setelah memelihara dan membina hubungan suami-istri

dengan melancarkan komunikasi dalam mengatasi masalah


(38)

4. Menjaga Komitmen

Tidak cukup dengan memelihara saja, dalam hidup berkeluarga

juga perlu menjaga komitmen. Perlu disadari dalam hidup berkeluarga

tentu sedikit atau banyak akan mempengaruhi sikap seseorang.

Perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap relasi dalam

berhubungan. Relasi-relasi pasangan tidak statis, tetapi tak terelakan

berubah sebagai konsekuensi dari tahap perkembangan relasi

(Geldard, 2009:358). Jadi dengan berjalannya waktu, perubahan dari

sikap seseorang itu pasti ada. Sehingga jika terjadi perubahan sikap

pada pasangan atau diri sendiri adalah hal yang wajar. Orang perlu

menyadari perubahan yang terjadi pada dirinya juga berdampak pada

pasangan.

Perubahan sikap yang terjadi pada seseorang dipengaruhi antara

lain karena kesibukan, lingkungan sekitar, perkembangan diri,

cita-cita atau keinginan diri dan masih banyak lagi. Saat pasangan terlihat

berbeda atau berubah sikap, sering kali orang menuntut pasangan

untuk seperti dulu atau yang diinginkan. Tetapi, jika itu berbalik maka

orang pun akan marah pada pasangan karena merasa dituntut.

Perubahan yang terjadi pada pasangan sering kali tidak dipahami dan

perubahan diri sendiri sering kali tidak disadari, sehingga orang

dikuasai oleh ego dan melupakan komitmen awal dalam menjalani


(39)

Penting bagi calon suami/istri menyadari perubahan yang terjadi

pada diri sendiri atau pasangan, dan berusaha untuk dapat

menyikapinya dengan baik atas perubahan-perubahan tersebut.

Menurut Goldenberg Keggua pasangan harus menunjukan

kemampuan untuk mengubah aturan-aturan untuk berelasi satu sama

lain saat relasi mereka berkembang, sambil memepertahankan

beberapa atauran agar dapat mempertahankan suatu tingkat stabilitas

dalam relasi mereka (Geldard, 2011:359). Setiap perubahan yang

mempengaruhi relasi dalam hubungan, dapat disikapi dengan baik

apabila memahami dan mengingat kembali komitmen yang sudah

disepati bersama.

Menjaga komitmen dalam hidup berkeluarga perlu kemandirian

dan tanggung jawab. Kemandirian berarti dapat menghadapi segala

tantangan hidup dengan sebisa dan sebaik mungkin tanpa

ketergantungan dengan orang lain, apalagi lari dari masalah. Dapat

menghadapi tantangan hidup yang dimaksut adalah tahu akan

batasan-batasan dalam bergaul, tidak tergantung pada orang lain, dapat

menjaga nama baik pasangan dan mampu menyelesaikan masalah

bersama pasangan dengan penuh bijaksana dan tanggung jawab.

Apabila kita memiliki masalah alangkah baik jika kita membicarakan

bersama untuk mendapatkan solusinya, hal tersebut membuat individu


(40)

Dalam hidup berkeluarga tentu perlu sikap kemandirian yang

diimbangi dengan tanggung jawab. Tanggung jawab berarti berani

menanggung segala kosekuensi yang telah dipilih atau diputuskan.

Maka dalam mengambil keputusan perlu dipikirkan secara matang

agar tidak terjadi penyesalan. Bertanggungjawab pada calon suami

istri adalah mampu menjaga diri, menjaga pasangan dan mempunyai

target menikah, memiliki anak dan lain sebagainya. Hal ini perlu

dimiliki calon suami/istri agar dapat melihat jauh dalam berhubungan

agar mempunyai gambaran untuk dapat semakin belajar dan

mempersiapkan psikologisnya kembali.

Hal-hal tersebut tidaklah bisa dilakukan sendiri, tetapi setiap

individu terlebih yang ingin menikah/berkeluarga perlu memiliki

kesadaran untuk tergerak dan melakukannya. Dalam kehidupan

berkeluarga melibatkan suami dan istri, jadi berhasil dan tidaknya

menjalankan hidup berkeluarga tergantung pada keduanya. Dengan ini

calon suami/istri diharapkan semakin belajar sebelum memutuskan untuk

hidup berumah tangga karena hidup berkeluarga adalah perjalanan hidup

yang panjang. Perjalanan hidup yang panjang tersebut akan menyenangkan

apabila jalannya dipersiapkan secara matang, tetapi sebaliknya akan terasa

menyebalkan, membuat stres atau tekanan batin apabila tidak ada


(41)

D. Topik Bimbingan Persiapan Hidup Berkeluarga

Topik Bimbingan Persiapan Hidup Berkeluarga adalah topik yang

diajukan kepada calon suami/istri yang akan berkeluarga, agar memiliki

gambaran lebih luas dan dapat mempersiapkan lebih matang sebelum

mengambil keputusan untuk hidup berkeluarga. Persiapan ini berfokus

pada persiapan psikologis, yang meliputi kematangan emosi, menerima

pasangan, memelihara hubungan dan menjaga komitmen. Calon

suami/istri yang mengikuti program Persiapan Hidup Berkeluarga akan


(42)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan metodologi

penelitia, antara lain jenis penelitian, subyek penelitian, instrumen pengumpulan,

reliabilitas angket, teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan

menggunakan metode survey. Penelitian deskriptif merupakan metode

penelitian yang berusaha menggambarkan objek sesuai dengan keadaan

yang terjadi didalamnya secara nyata/apa adanya/tidak dibuat-buat

(Azwar, 2012). Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif karena dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat

kesiapan psikologis calon suami/isteri dengan cara mengambil sampel.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah calon suami/istri yang dipilih secara

acak, dijumpai/bertempat tinggal di Yogyakarta. Subyek penelitian adalah

individu yang memiliki pasangan/pacar/tunangan, minimal usia hubungan

2 tahun. Subyek penelitian memiliki usia hubungan antara 2 tahun sampai

8 tahun. Subyek penelitian berjumlah 38 orang. Berbandingan subyek

penelitian antara laki-laki dan perempuan yaitu 1:3, dan dilihat dari segi


(43)

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket yang disusun sendiri. Pertama-tama kisi-kisi dibuat dengan menentukan aspek dan indikator kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga. Kemudian membuat item pernyataan berdasarkan indikator setiap aspek.

Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan angket:

1. Pengertian Angket Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri

Angket ini memuat pernyataan-pernyataan yang mengungkapkan

tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga.

Angket ini bersifat tertutup, artinya alternatif jawaban sudah

disediakan sehingga calon suami/istri tinggal memilih alternatif

jawaban yang sesuai.

2. Skala Pengukuran dan Penentuan Skor

a. Skala pengukuran

Angket ini memiliki 4 alternatif jawaban yaitu Sangat

Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak

Sesuai (STS). Alternatif jawaban dibuat hanya empat dengan

maksud untuk menghilangkan kelemahan yang ada dalam skala

lima tingkat, yaitu alternatif yang di tengah (alternative ketiga)

mempunyai arti belum dapat memutuskan atau ragu-ragu.

Tersedianya jawaban netral menimbulkan kecenderungan

responden untuk memilih (central tendency effect), terutama bagi


(44)

Pernyataan-pernyataan yang digunakan adalah pernyataan

yang diharapkan dapat mengungkapkan kesiapan psikologis calon

suami/istri. Rekapitulasi aspek-aspek dan nomor item angket

tentang tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup

berkeluarga disajikan dalam Tabel1.

Tabel 1

Kisi-kisi Angket Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Aspek Indikator No Item Jumlah

Favourabel Unfavourabel

Kematangan Emosi

Persepsi Obyektif

1, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8 16

Respon Positif 9, 10, 11, 12 13, 14, 15, 16

Menerima Pasangan

Mengenal Pasangan

17, 18, 19, 20 21, 22, 23, 24 16

Mengerti Pasangan

25, 26, 27, 28 29, 30, 31, 32

Memelihara Hubungan

Perhatian 33, 34, 35, 36 37, 38, 39, 40 16

Percaya 41, 42, 43, 44 45, 46, 47, 48

Menjaga Komitmen

Mandiri 49, 50, 51, 52 53, 54, 55, 56 16 Tanggung

Jawab

57, 58, 59, 60 61, 62, 63, 64

TOTAL 64

2. Penentuan Skor

Skor untuk alternatif jawaban tersedia dalam bentuk norma

skoring. Norma skoring dikenakan terhadap pengolahan data yang

dihasilkan dari instrumen angket Tingkat Kesiapan Psikologis


(45)

Tabel 2

Norma Skoring Inventori Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Angket dikonstruk berdasarkan aspek-aspek Kesiapan Psikologis

Calon Suami/Istri untuk berkeluarga. Kisi-kisi angket kesiapan

psikologis calon suami/istri untuk berkeluarga dijabarkan pada

Tabel 3 pada lampiran.

D. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Suatu tes atau instrument pengukur dikatakan mempunyai

validitas yang tinggi apabila alat yang bersangkutan menjalankan

fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan

maksud pengukuran. Suatu alat ukur yang valid, tidak sekedar mampu

mengungkapkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan

gambaran yang cermat mengenai data tersebut.

Validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi

tidak dapat dinyatakan dengan angka, namun pengesahannya perlu

Alternatif Jawaban Skor Favourable Skor Unfovourable

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak Sesuai 2 3


(46)

melalui tahap pengujian terhadap isi alat ukur dengan kesepakatan

penilai dari beberapa penilai yang kompeten (expert judgement)

(Azwar, 2012). Dalam penelitian ini, instrumen penelitian

dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan

selanjutnya dikonsultasikan pada beberapa ahli dalam bidangnya.

Ahli-ahli tersebut antara lain: dosen pembimbing, ahli psikologi.

Hasil konsultasi yang telah dilakukan oleh para ahli dilengkapi

dengan pengujian empirik dengan cara mengkorelasikan skor-skor

item instrument terhadap skor-skor total aspek dengan teknik korelasi

Spearman’s Rho menggunakan aplikasi SPSS for Window. Rumus

korelasi Spearman’s Rho adalah sebagai berikut:

Keterangan :

rs = Koefisien Korelasi Spearman

Σd² = Total Kuadran selisih antar ranking

n = Jumlah Sampel Penelitian

Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang

minimal sama dengan 0,30 (Azwar, 2010). Apabila terdapat item yang


(47)

gugur atau tidak valid. Berdasarkan perhitungan statistik yang telah

dilakukan, diperoleh 51 item yang valid dan 13 item yang tidak valid

terdapat pada tabel 4

Tabel 4

Butir Item-item Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Berkeluarga yang Valid dan Tidak Valid

Aspek Indikator Item

Favorable Item Unfavorable Item Valid Item Tidak Valid Kematangan Emosi Persepsi Obyektif

1, ,2, 3, 4 5, 6, 7, 8 1, 4, 5, 6, 7, 8

2, 3

Respon Positif 9, 10, 11, 12

13, 14, 15, 16 9, 10, 11, 12, 14, 15 13, 16 Menerima Pasangan Mengenal Pasangan 17, 18, 19, 20

21, 22, 23, 24 17, 18, 19, 20, 22, 24 21, 23 Mengerti Pasangan 25, 26, 27, 28

29, 30, 31, 32 26, 27, 28, 29, 30, 31 25, 32 Memelihara Hubungan

Perhatian 33, 34, 35, 36

37, 38, 39, 40

33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40

Percaya 41, 42, 43, 44

45, 46, 47, 48 41, 42, 43, 44, 46, 47, 48 45 Menjaga Hubungan

Mandiri 49, 50, 51, 52

53, 54, 55, 56 49, 51, 52, 54, 56 50, 53, 55 Tanggung Jawab 57, 58, 59, 60

61, 62, 63, 64

58, 59, 60, 61, 62, 63,


(48)

64

TOTAL 51 13

2. Reliabilitas

Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil pengukuran.

Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi yaitu yang mampu

memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut reliable. Pengukuran

yang menggunakan instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai

reliabilitas yang tinggi, apabila alat ukur yang dibuat mempunyai hasil

yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur.

Perhitungan indeks reliabilitas angket penelitian ini menggunakan

pendekatan koefisien Alpha Cronbach (α). Adapun rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (α) adalah sebagai berikut:

α =

2[1-

]

Keterangan rumus :

S12 dan S22 :Varians skor belahan 1 dan varians skor

belahan 2

Sx2 :Varians skor skala

Hasil data tes dari angket tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri

yang dipilh secara acak dan dilakukan di Yogyakarta. Perhitungan

koefisien reliabilitas seluruh intrumen dengan menggunakan rumus

2 S

2 S + 2 S

x i x


(49)

koefisien alpha yaitu 0,809 dapat disimpulkan bahwa koefisien

instrument masuk dalam kategori tinggi. Perhitungan indeks

reliabilitas dikonsultasikan dengan kriteria Guilford (Masidjo, 1995)

dan tersaji dalam tabel 5.

Tabel 5

Kriteria Guilford

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91 – 1,00 Sangat Tinggi 0,71 – 0,90 Tinggi 0,41 – 0,70 Cukup 0,21 – 0,40 Rendah negatif – 0,20 Sangat Rendah

E. Prosedur Pengumpulan Data

Berikut ini adalah tahap-tahap yang ditempuh pada pengumpulan data:

1. Persiapan dan Pelaksanaan

a. Mempelajari buku-buku tentang kesiapan psikologis calon

suami/istri

b. Menyusun angket tentang kesiapan psikologis calon suami/istri

dengan mengikuti beberapa langkah, yaitu:

1) Menetapkan dan mendefinisikan variabel penelitian, yaitu

tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri

2) Menjabarkan variabel penelitian ke dalam aspek-aspek dan


(50)

3) Menyusun item-item pernyataan sesuai dengan aspek dan

indikator yang sudah dibuat

4) Mengkonsultasikan angket pada dosen pembimbing

2. Pengumpulan Data

Angket yang sudah dikonsultasikan dengan dosen

pembimbing dan diperbolehkan digunakan untuk penelitian,

kemudian dipergunakan untuk pengumpulan data penelitian.

Pengumpulan data tersebut dilaksanakan pada tanggal 27-30

Agustus 2015. Jumlah calon suami/istri yang menjadi subyek

penelitian sebanyak 38 orang.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

mengungkapkan keadaan yang sebenarnya mengenai tingkat kesiapan

psikologis calon suami/istri. Langkah-langkah yang digunakan untuk

melakukan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Peneliti menentukan skor pada setiap alternatif pilihan jawaban,

skoring untuk pernyataan positif adalah: sangat sesuai = 4, sesuai =

3, tidak sesuai = 2, sangat tidak sesuai = 1 dan untuk pernyataan

negatif adalah sebaliknya: sangat sesuai = 1, sesuai = 2, tidak


(51)

2. Membuat tabulasi data dan menghitung skor masing-masing

responden dengan menggunakan bantuan Microsoft office excel,

kemudian diolah menggunakan bantuan Statistical Product and

Service 16.0 (SPSS 16.0) guna menentukan validitas dan

reliabilitas.

3. Menentukan tingkat kesiapan psikologis calon suami/istri yang

mengacu pada pedoman Azwar (2012) dengan lima jenjang

kategori yaitu, sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat

rendah. Norma kategorisasi yang digunakan dapat dilihat pada

tabel 6.

Tabel 6

Norma Kategorisasi Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Perhitungan Skor Kategori

µ+1,5 σ < X Sangat Tinggi

µ+0,5 σ < X ≤ µ +1,5 σ Tinggi

µ- 0,5 σ < X ≤ µ+0,5 σ Sedang

µ- 1,5 σ < X ≤ µ-0,5 σ Rendah


(52)

Keterangan:

X maksimum teoritik :Skor tertinggi yang diperoleh subjek

penelitian berdasarkan perhitungan

skala

X minimum teoritik :Skor terendah yang diperoleh subjek

penelitian berdasarkan perhitungan

skala

Standar deviasi (σ/ sd) :Luas jarak rentangan yang dibagi dalam 6 satuan deviasi sebaran.

µ (mean teoretik) :Rata-rata teoritis skor maksimum dan

minimum.

4. Mencari patokan yang akan digunakan dengan mencari X

maksimal teoritik dan X minimum teoritik, standar devisiasi dan

mean teoritik. Perhitungan dalam penggolongan norma kategorisasi

disesuaikan dengan item penelitian yang berjumlah 51 butir item.

Dari 51 item dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

Skor maksimum teoritik : 4 x 51 = 204

Skor minimum teoritik : 1 x 51 = 51

Luas Jarak : 204 – 51 = 153 Standardeviasi (σ/ sd) : 253 : 6= 25,5


(53)

Setelah perhitungan maka akan diperoleh kategori skala. Kategori

skala dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7

Kategorisasi Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Perhitungan Skor Rerata Skor Keterangan

µ+1,5 σ < X 165,75< X Sangat

Tinggi

µ+0,5 σ < X ≤ µ +1,5

σ 140,25< X ≤ 165,75 Tinggi

µ- 0,5 σ < X ≤ µ+0,5

σ 114,74 < X ≤140,25 Sedang

µ- 1,5 σ < X ≤ µ-0,5 σ 89,25 < X ≤ 114,75 Rendah

µ- 1,5 σ 89,25 Sangat

Rendah

Data setiap subjek penelitian dikelompokkan berdasarkan skor total

yang diperoleh ke dalam kategori di atas yaitu sangat tinggi, tinggi,

sedang, rendah dan sangat rendah. Data dapat dihitung jumlah dan

persentasenya dalam ketegori deskripsi tingkat kesiapan psikologis

calon suami/istri.

5. Peneliti mengkategorisasikan item menggunakan skala untuk

mengetahui item mana yang sudah baik dan yang kurang baik.

Norma kategorisasi skor item kesiapan psikologis calon suami/istri

diperoleh ke dalam kategori di atas yaitu sangat tinggi, tinggi,

sedang, rendah dan sangat rendah. Norma kategorisasi yang


(54)

Tabel 8

Norma Kategorisasi Skor Item Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Perhitungan Skor Kategori

µ+1,5 σ < X Sangat Tinggi

µ+0,5 σ < X ≤ µ +1,5 σ Tinggi

µ- 0,5 σ < X ≤ µ+0,5 σ Sedang

µ- 1,5 σ < X ≤ µ-0,5 σ Rendah

µ- 1,5 σ Sangat Rendah

Keterangan:

X maksimum teoritik :Skor tertinggi yang diperoleh

subjek penelitian berdasarkan

perhitungan skala

X minimum teoritik :Skor terendah yang diperoleh

subjek penelitian berdasarkan

perhitungan skala

Standar deviasi (σ/ sd) :Luas jarak rentangan yang dibagi dalam 6 satuan deviasi

sebaran.

µ (mean teoretik) :Rata-rata teoritis skor


(55)

6. Mencari tinggi rendahnya skor item-item dengan

menggunakan N = 38. Dari N = 38 dapat diperoleh hasil

sebagai berikut:

Skor maksimum teoritik : 4 x 38 = 152

Skor minimum teoritik : 1 x 38 = 38

Luas Jarak : 152 – 38= 114 Standar deviasi(σ/ sd) : 114 :6= 19 µ (mean teoretik) : (152+ 38) : 2= 95

Setelah melakukan perhitungan, maka akan diperoleh ketegori

skala item. Kategori skala item dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9

Kategorisasi Skor Item Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Perhitungan Skor Rerata Skor Keterangan

µ+1,5 σ < X 123,5< X Sangat Tinggi

µ+0,5 σ < X ≤ µ +1,5 σ 104,5< X ≤ 123,5 Tinggi

µ- 0,5 σ < X ≤ µ+0,5 σ 85,5< X ≤ 104,5 Sedang

µ- 1,5 σ < X ≤ µ-0,5 σ 66,5< X ≤ 85,5 Rendah


(56)

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian mengenai hasil penelitian tentang tingkat kesiapan

psikologis calon suami/istri untuk hidup berkeluarga di Yogyakarta yang dipilih

secara acak dan pembahasan hasil penelitian.

A. Hasil Penelitian

1. Hasil Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup

Berkeluarga

Berdasarkan data yang dikumpul dan dioalah, dapat diketahuai

tingkat kesiapan psikologis calon suami/isteri untuk hidup berkeluarga

di Yogyakarta yang dipilih secara acak dapat dilihat pada tabel 10 di

bawah ini.

Tabel 10

Kategori Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga Hormula Kriteria Rerata Skor Frekuen si Persentase (%) Ketera ngan Kesiapan

µ+1,5 σ <

X

165,75 < X

14 37% Sangat Tinggi

Sangat Baik

µ+0,5 σ < X ≤ µ +1,5

σ

140,25

< X ≤

165,75

19 50% Tinggi Baik

µ- 0,5 σ <

X ≤ µ+0,5 σ

114,74

< X ≤

140,25

5 13% Sedang Sedang

µ- 1,5 σ <

X ≤ µ-0,5

σ

89,25 <

X ≤

114,75

0 0% Rendah Kurang Baik


(57)

µ- 1,5

σ 89,25 0 0% Rendah Sangat

Sangat Kurang

Baik

Kategorisasi tentang kesiapan psikologis calon suami/istri untuk hidup

berkeluarga dapat dilihat pada grafik sebagai berikut:

Grafik 1

Grafik Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Berdasarkan tabel 11 dan gambar 1, terlihat bahwa:

a. Terdapat 14 calon suami/istri atau (37%) calon suami istri yang

memiliki tingkat kesiapan psikologis yang sangat tinggi.

b. Terdapat 19 calon suami/istri atau (50%) calon suami istri yang

memiliki tingkat kesiapan psikologis yang tinggi.

c. Terdapat 5 calon suami/istri atau (13%) calon suami istri yang

memiliki tingkat kesiapan psikologis yang sedang.

d. Terdapat 0 calon suami/istri atau (0%) calon suami istri yang

memiliki tingkat kesiapan psikologis yang rendah.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Sangat Tinggi

Tinggi Sedang Rendah Sangat


(58)

e. Terdapat 0 calon suami/istri atau (0%) calon suami istri yang

memiliki tingkat kesiapan psikologis yang sangat rendah.

2. Hasil Skor Item-item Tingkat Kesiapan Psikologis Calon

Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Berdasarkan data yang terkumpul dan diolah maka dapat diketahui

skor-skor item yang termasuk dalam kategori sangat tinggi, tinggi,

sedang, rendah dan sangat rendah. Hasil kategorisasi item dapat dilihat

pada tabel 11.

Tabel 11 Kategorisasi Skor Item

Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

Formula Kriteria

Rerata Skor

Frekuensi Persentase (%)

Keterangan µ+1,5 σ <

X

123,5 < X 20 39% Sangat Tinggi

µ+0,5 σ < X ≤ µ +1,5

σ

104,5 < X ≤

123,5

22 43% Tinggi

µ- 0,5 σ <

X ≤ µ+0,5 σ

85,5 < X ≤

104,5

9 9% Sedang

µ- 1,5 σ <

X ≤ µ-0,5

σ

66,5 < X ≤

85,5

0 0% Rendah

µ- 1,5

σ 66,5 0 0% Rendah Sangat

Kategorisasi tentang skor item kesiapan psikologis calon suami/istri


(59)

Grafik 2.

Grafik Skor Item Deskripsi Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untik Hidup Berkeluarga

Berdasarkan tabel 12 dan gambar 2, terlihat bahwa:

a. Terdapat 20 item atau (39%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang sangat tinggi

b. Terdapat 22 item atau (43%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang tinggi

c. Terdapat 9 item atau (18%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang sedang

d. Terdapat 0 item atau (0%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang rendah

e. Terdapat 0 item atau (0%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang sangat rendah

Secara keseluruhan menjukan bahwa ketercapaian semua aspek

kesiapan psikologis dalam penelitian ini termasuk dalam kategori

0% 5% 10% 15% 20% 25%

Sangat Tinggi

Tinggi Sedang Rendah Sangat


(60)

tinggi. Perhitungan skor terlihat bahwa tidak terdapat item yang

termasuk dalam kategori rendah dan sangat rendah. Perhitungan skor

terlihat terdapat 9 item atau 18% termasuk dalam kategori sedang.

Butir-butir tersebut dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12

Item-item Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga yang Termasuk dalam Kategori Sedang

Aspek Indikator No.Item Item Hasil

Kematangan Emosi

Persepsi obyektif

3 Saya menerima dan mengolah masukan dari orang lain untuk hubungan saya

92

4 Saya tidak akan mendengarkan komentar orang lain mengenai hubungan saya 94 Respon Positif

11 Saya menunjukkan rasa sayang saya dengan selalu menggandeng pasangan saya 99 Memelihara Hubungan

Percaya 37 Saya memilah-milah untuk menceritakan tentang diri saya kepada pasangan saya

104

38 Saya menanyakan informasi tentang pasangan saya kepada orang lain untuk memastikan


(61)

39 Saya perlu mengenal semua teman pasangan saya

91

Menjaga Komitmen

Mandiri 43 Saya menceritakan hubungan saya pada orang lain untuk meminta bantuan dalam mengambil keputusan

100

44 Saya terbuka dalam menceritakan hubungan saya dengan pasangan pada sahabat saya

90

Bertanggung jawab

49 Saya tidak memiliki target berapa lama pacaran

98

Item-item diatas yang tergolong sedang akan digunakan sebagai dasar

pembuatan usulan topik-topik.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Deskripsi Hasil Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri

untuk Hidup Berkeluarga

Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang pembatasan, ada yang

perlu diungkapkan terlebih dahulu sehubung dengan keterbatasan yang

masih terkandung dengan intrumen penelitian ini. Pertama, angket


(62)

memiliki kelemahan yaitu membatasi calon suami/istri dalam

menanggapi pernyataan yang terdapat dalam angket. Kedua, hal-hal

yang dialami dan dirasakan oleh calon suami/istri dalam kesiapan

psikologis sebelum hidup berkeluarga tidak seluruhnya terungkap

dalam angket. Ketiga, hasil penelitian ini bukanlah hasil yang tetap

karena kemungkinan kesiapan psikologis calon suami/istri dapat

berubah dengan berjalannya waktu.

Pada penelitian ini tidak terdapat calon suami/istri yang memiliki

tingkat kesiapan psikologis yang rendah dan sangat rendah. Pada

penelitian ini menunjukan bahwa beberapa calon suami/istri memiliki

tingkan kesiapan psikologis yang masih sedang, tetapi sebagian besar

calon suami/istri mempunyai kesiapan psikologis yang tinggi yaitu

mencapai 50%. Faktor yang mungkin melatarbelakangi calon

suami/istri tersebut dari hasil pengamatan dan wawancara adalah

karena hubungan mereka sudah cukup lama, berkisar antara 2 tahun

samapai 8 tahun.

Dalam jangka waktu yang cukup lama tersebut meraka banyak

mengalami suka dan duka dalam hubungan. Tak hanya rasa suka saja

yang mereka hayati, tetapi rasa duka juga meneka hayati. Duka dalam

hubungan tersebut mereka olah sehingga mereka semakin dewasa

dalam mengambil sikap untuk hubungan mereka.

Dari rasa duka dalam hubungan tersebut calon suami/istri belajar


(63)

obyektif sehingga mampu memberi respon yang positif. Calon suami

istri juga belajar lebih menerima pasangan dengan mengenal pasangan

lebih dalam dan mengerti, mereka juga memelihara hubungan mereka

dengan memberi perhatian dan memberi rasa percaya. Selain itu juga

calon suami istri menjaga komitmen dengan sikap mandiri dan

bertanggung jawab.

Rasa duka yang calon suami/istri alami ini mereka maknai dan

mereka olah agar menjadi baik. Segala rasa suka yang mereka

rasakan, mereka berusaha pertahankan agar menjadi bekal dalam

cita-cita mereka untuk membangun keluarga yang harmonis.

Selain lama hubungan yang calon suami/istri jalani faktor ekonomi

sedikit banyak juga mempengaruhi kesipan psikologis untuk hidup

berkeluarga. Calon suami/istri yang menjadi subyek penelitian secara

ekonomi mereka termasuk dalam ekonomi menengah keatas. Jadi hal

tersebut juga menjadi keyakinan atau tidak menjadi kekawatiran

dalam mempersiapkan untuk hidup berkeluarga.

2. Item-item Tingkat Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk

Hidup Berkeluarga

Berdasarkan hasil penelitian item tingkat kesiapan psikologis calon

suami/istri di Yogyakarta yang dipilih secara acak adalah sebagai


(64)

a. Terdapat 20 item atau (39%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang sangat tinggi

b. Terdapat 22 item atau (43%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang tinggi

c. Terdapat 9 item atau (18%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang sedang

d. Terdapat 0 item atau (0%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang rendah

e. Terdapat 0 item atau (0%) skor item tingkat kesiapan psikologis

calon pasangan suami/istri yang sangat rendah

Item-item yang termasuk dalam kategori sangat tinggi dan tinggi

dapat diartikan bahwa kesiapan psikologis untuk hidup berkeluarga

tersebut telah dimiliki oleh calon suami/istri dengan baik.

Kemampuan tersebut antara lain calon suami/istri mampu belajar

untuk mengolola kematangan emosi sehingga memiliki persepsi

obyektif. Dari persepsi obyektif mempengaruhi sikap, sehingga

mampu memberi respon yang positif. Calon suami/istri juga mau lebih

mengenal pasangan sehingga dapat belajar menerima pasangan.

Mereka juga mampu memelihara hubungan mereka dengan memberi

perhatian dan memberi rasa percaya. Selain itu calon suami istri

mampu menjaga komitmen dengan sikap mandiri dan bertanggung


(65)

Item-item yang berada dalam kategori sedang bukan berarti bahwa

kesiapan psikologis untuk hidup berkeluarga tersebut tidak dimiliki,

hanya saja kemempuan yang dimiliki belum maksimal. Kesiapan

calon suami/istri tersebut dapat diolah dan dikembangkan lagi agar

calon suami/istri benar-benar siap dalam menjalani hidup berkeluarga.

Item-item yang berada dalam kategori sedang antara lain:

a. Saya menerima dan mengolah masukan dari orang lain untuk

hubungan saya

b. Saya tidak akan mendengarkan komentar orang lain mengenai

hubungan saya

c. Saya menunjukan rasa sayang saya dengan selalu mengandeng

pasangan saya

d. Saya memilah-milah untuk menceritakan tentang diri saya kepada

pasangan saya

e. Saya menanyakan informasi tentang pasangan saya kepada orang

lain untuk memastikan

f. Saya perlu mengenal semua teman pasangan saya

g. Saya menceritakan hubungan saya pada orang lain untuk meminta

bantuan dalam mengambil keputusan

h. Saya terbuka dalam menceritakan hubungan saya dengan pasangan

pada sahabat saya


(66)

Pada item a, b dan c adalah beberapa item dengan kategori sedang.

Sedangnya item diindikasikan karena sedangnya kematangan emosi

pada calon suami/istri. Calon suami/istri belum benar-bener memiliki

persepsi obyektif. Masih ada beberapa calon siami/istri yang sulit

untuk mendengarkan orang lain, mereka lebih fokus pada pasangan

mereka. Mereka perpikir hanya pasangannya yang selalu baik atau

hubungan mereka yang selalu baik, padahal terkadang komentar orang

lain juga baik untuk mereka. Mereka merasa lebih baik tidak

mendengarkan orang lain daripada mendengarkan orang lain yang

menurut mereka malah membuat sakit hati atau tidak sesuai dengan

apa yang mereka inginkan. Komentar tersebut untuk membangun diri,

agar semakin lebih baik.

Selain itu, beberapa pasangan juga belum mampu mengekpresikan

sayang mereka secara tepat. Ekspresi yang kurang tepat yaitu terlalu

menunjukan rasa sayang mereka di depan umum dengan berlebihan,

sehingga tanpa disadari membuat orang disekitar menjadi kurang

nyaman. Seakan-akan mereka hanya hidup berdua saja walaupun

berada di tempat umum. Disini perlu disadari bahwa kematangan

emosi perlu dimiliki oleh calon suami/istri untuk dapat menjalani

hubungan lebih baik lagi, yaitu dengan memiliki persepsi obyektif dan

juga merespon positif.

Selain item a, b dan c, item d, e dan f juga dalam ketegori sedang.


(67)

pada calon suami/istri yang belum seutuhnya percaya dengan

pasangan. Dengan kurangnya rasa percaya maka mempengaruhi

keterbukaan dalam komunikasi. Beberapa calon suami/istri masih

meyakinkan diri bahwa pasangan mereka dalam keadaan baik atau

benar dengan melibatkan orang lain dan perlu mengenal semua teman

dari pasangan mereka. Kurangnya rasa percaya terkadang

menimbulkan rasa curiga, untuk itu menjaga hubungan perlu adanya

rasa percaya. Percaya yang dimaksud adalah percaya dengan pasangan

dan mampu menjaga rasa percaya pasangan.

Pada item g, h dan i juga sama seperti item a, b, c, d, e dan f, item

ini termasuk dalam ketegori sedang. Dalam item g, h dan i ini terlihat

ada indikasi pada beberapa calon suami/istri kurang mandiri dan

tanggung jawab dalam menjaga komitmen. Kurang kemandirian pada

calon suami/istri terlihat ketika menghadapi keadaan yang dirasa sulit

atau bimbang. Ketika calon suami/istri dalam keadaan yang dirasa

sulit atau bimbang mereka tidak segan meminta bantuan orang lain.

Mereka tidak mencoba untuk menyelesaikannya berdua dengan

pasangan terlebih dulu. Beberapa calon suami/istri tidak memiliki

batasan dalam menceritakan hubungan mereka pada orang lain. Hal

tersebut membuat calon suami/istri tergantung pada orang lain

sehingga menjadi kurang mandiri dalam mengambil keputusan untuk


(68)

Selain mandiri, tanggungjawab juga dibutuhkan dalam menjalani

hubungan. Pada item j mempunyai indikasi bahwa beberapa calon

suami/istri tidak memiliki target berapa lama mereka akan berpacaran

lalu melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Gambaran berapa lama

tersebut bertujuan agar calon suami/istri lebih mempersiapkan diri lagi

sebelum benar-benar berkeluarga.

Berdasarkan hasil penelitian, item-item yang termasuk dalam

kategori sedang mengindikasikan bahwa calon suami/istri di

Yogyakarta yang dipilih secara acak dan menjadi subyek penelitian

perlu ditingkatkan dan dikembangkan dalam kesiapan psikologis

untuk hidup berkeluarga.

3. Usulan Topik-topik Bimbingan

Berdasarkan pengkategorisasian item-item tingkat kesiapan

psikologis calon suami/istri menuju hidup berkeluarga yang dipilih

secara acak di Yogyakarta, terdapat sembilan item yang termasuk

dalam kategori sedang. Kesembilan kategori yang tergolong sedang

tersebut menjadi dasar untuk penyusunan topik-topik bimbingan

persiapan hidup berkeluarga secara psikologis. Topik-topik bimbingan


(69)

Tabel 13

Usulan Topik-topik Bimbingan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

No Item Topik Metode

1. Saya menerima dan mengolah masukan dari orang lain untuk hubungan saya Matang Emosiku, siap hidup berkeluarga Presentasai, diskusi (tanya jawab), dinamika dalam game, konseling Saya tidak akan

mendengarkan komentar orang lain mengenai hubungan saya

Saya menunjukkan rasa sayang saya dengan selalu menggandeng pasangan saya

2. Saya memilah-milah untuk menceritakan tentang diri saya kepada pasangan saya

Saya percaya dan dapat dipercayai Saya menanyakan informasi

tentang pasangan saya kepada orang lain untuk memastikan

Saya perlu mengenal semua teman pasangan saya 3. Saya menceritakan

hubungan saya pada orang lain untuk meminta bantuan dalam mengambil keputusan

Jaga komitmen gapai

keharmonisan

Saya terbuka dalam menceritakan hubungan saya dengan pasangan pada sahabat saya

Saya tidak memiliki target berapa lama pacaran


(70)

51

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dikemukakan mengenai kesimpulan hasil penelitian dan

saran-saran untuk berbagai pihak.

A. Kesimpulan

Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian

adalah:

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukan bahwa calon suami/istri di

Yogyakarta yang dipilih secara acak memiliki kesiapan psikologis untuk

hidup berkeluarga dalam kategori tinggi, kesiapan tersebut dapat

dipertahankan maupun dikembangkan lagi agar semakin maksimal.

Tingginya kategori tingkat kesiapan psikologi calon suami/istri mencapai

50% atau 19 orang dari 38 orang.

B. Saran-saran

1. Bagi Pembimbing Program Kesiapan Psikologis Calon Suami/Istri untuk

Hidup Berkeluarga

a. Pembimbing dapat mengajak berinteraksi calon suami/istri dengan

memberikan bimbingan kesiapan psikologis untuk hidup berkeluarga

dengan presentasi, diskusi dalam tanya dan jawab maupun sharing.

b. Pembimbing dapat memberikan bimbingan dengan tambahan inovasi

baru yaitu dengan berdinamika dalam game yang mendukung untuk


(1)

L a m p i r a n 6| 77

Sig. (2-tailed) .000

N 38

Item 43

Pearson Correlation .626** Valid Sig. (2-tailed) .000

N 38

Item 44

Pearson Correlation .518** Valid Sig. (2-tailed) .001

N 38

Item 45

Pearson Correlation .276 Tidak Valid Sig. (2-tailed) .093

N 38

Item 46

Pearson Correlation .563** Valid Sig. (2-tailed) .000

N 38

Item 47

Pearson Correlation .301 Valid Sig. (2-tailed) .066

N 38

Item 48

Pearson Correlation -.411* Valid Sig. (2-tailed) .010

N 38

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(2)

L a m p i r a n 6| 78

Aspek Menjaga Komitmen

Aspek 4 Hasil Keterangan

Item 49

Pearson Correlation .532** Valid Sig. (2-tailed) .001

N 38

Item 50

Pearson Correlation .032 Tidak Valid Sig. (2-tailed) .850

N 38

Item 51

Pearson Correlation .370* Valid Sig. (2-tailed) .022

N 38

Item 52

Pearson Correlation .511** Valid Sig. (2-tailed) .001

N 38

Item 53

Pearson Correlation .200 Tidak Valid Sig. (2-tailed) .230

N 38

Item 54

Pearson Correlation .576** Valid Sig. (2-tailed) .000

N 38

Item 55

Pearson Correlation .211 Tidak Valid Sig. (2-tailed) .204

N 38

Item 56

Pearson Correlation .615** Valid Sig. (2-tailed) .000

N 38

Item 57

Pearson Correlation .190 Tidak Valid Sig. (2-tailed) .253

N 38

Item 58

Pearson Correlation .400* Valid


(3)

L a m p i r a n 6| 79

Sig. (2-tailed) .013

N 38

Item 59

Pearson Correlation .418** Valid Sig. (2-tailed) .009

N 38

Item 60

Pearson Correlation .471** Valid Sig. (2-tailed) .003

N 38

Item 61

Pearson Correlation .462** Valid Sig. (2-tailed) .004

N 38

Item 62

Pearson Correlation .374* Valid Sig. (2-tailed) .021

N 38

Item 63

Pearson Correlation .579** Valid Sig. (2-tailed) .000

N 38

Item 64

Pearson Correlation .572** Valid Sig. (2-tailed) .000

N 38

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(4)

L a m p i r a n 7 | 80

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N % Cases Valid 38 100.0

Excludeda 0 .0 Total 38 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items .869 64


(5)

Tabel 14

Usulan Bimbingan Psikologis Calon Suami/Istri untuk Hidup Berkeluarga

No Topik Metode Tempat Durasi Keterangan

1. Mencapai Keluarga Harmonis.

Presentasi Ruangan/aula 60 menit Presentasi dengan topik “Mencapai Keluarga Harmonis” dengan sub topik: 1. Matang Emosiku, siap hidup

berkeluarga

2. Saya percaya dan dapat dipercayai 3. Jaga komitmen gapai keharmonisan 2. Mencapai

Keluarga Harmonis.

Diskusi kelompok besar

Ruangan/aula 60 menit Calon suami istri dipersilahkan

menanggapi persentasi dengan bertanya, memberikan pendapat ataupun sharing kecil

3. Saya percaya dan dapat dipercayai.

Game Lapangan/halaman

yang sudah disiapkan

30 menit Calon suami/istri berpasang-pasangan dalam menikuti game yang

mempengaruhi/melibatkan rasa saling percaya mereka

4. Saya percaya dan dapat dipercayai.

Diskusi kelompok kecil

Taman 60 menit Calon suami istri diajak dalam diskusi setelah melakukan game. Masing-masing kelompok ada tiga pasang

5. Matang

Emosiku, siap hidup

berkeluarga. Jaga

komitmen

Melihat film Ruangan/aula 120 menit

Calon suami istri diajak untuk melihat film tentang keluarga


(6)

gapai

keharmonisan.

6. Matang

Emosiku, siap hidup

berkeluarga. Jaga

komitmen gapai

keharmonisan.

Diskusi dalam kelompok kecil

Ruang diskusi 60 menit Kelompok dibagi menjadi dua, yaitu kelompok calon suami dan kelompok calon istri untuk menanggapi film yang sudah dilihat

7. Mencapai Keluarga Harmonis.

Game Ruangan/aula 30 menit Calon pasangan suami istri diajak untuk

melihat kembali tentang mereka berdua/pasangan

8. Mencapai Keluarga Harmonis.

Konseling Ruang konseling Menyes

uaikan

Calon suami/istri diperbolehkan untuk konseling dengan pendamping jika dibutuhkan

9. Mencapai Keluarga Harmonis.

Evaluasi Menyesuaikan Menyes

uaikan

1. Calon suami/istri diajak menuliskan apa yang mereka dapat setelah mengikuti bimbingan.

2. Calon suami istri diajak menuliskan hal apa saja yang akan mereka lakukan setelah ini untuk menjalani hubungan agar semakin baik

Bimbingan psikologis hidup berkeluarga ini dilakukan selama tiga hari. Bimbingan untuk hidup berkeluarga ini dilakukan bersama dengan bimbingan kesehatan, sosial dan ekonomi. Waktu bimbingan psikologis disesuaikan bersama dengan waktu bimbingan kesehatan, sosial dan ekonomi.