Tingkat daya juang siswa mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan pribadi
TINGKAT DAYA JUANG SISWA MENGIKUTI SISTEM PENDISIPLINAN DI SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN PRIBADI
(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Florencia Valentine Tandirerung 131114066
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(2)
i
TINGKAT DAYA JUANG SISWA MENGIKUTI SISTEM PENDISIPLINAN DI SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN PRIBADI
(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Florencia Valentine Tandirerung 131114066
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2017
(3)
(4)
(5)
iv
HALAMAN MOTTO
“Never hold onto anything tighter than you’re holding onto God!”
(Jarrid Wilson)
“...before you speak, listen. Before you write, think. Before you spend, earn. Before you pray, forgive. Before you hurt, feel. Before you hate, love. Before you
quit, try. Before you die, live!”
(Shakespeare)
“Tetapi kamu ini, kuatkanlah hatimu, jangan lemah semangatmu, karena ada upah bagi usahamu!”
(6)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ilmiah ini saya persembahkan bagi:
Tuhan Yesus Kristus,
Ia lah Tuhanku yang Maha Kasih dan lemah lembut dalam menuntunku menjalani kehidupan ini.
Orangtua tercinta,
Ayahanda Yusuf Tella Palayukan dan Ibunda Dina Gasong yang tak pernah lelah mendoakan, memberi dukungan dan semangat, dan mengasihi saya melalui
kepeduliannya yang luar biasa.
Adik tersayang,
Aletha Clara Tandirerung yang memberikan dukungan dan kritikan yang membangun.
Program Studi Bimbingan dan Konseling USD,
Teman-teman BK angkatan 2013.
Serta seluruh teman-teman dan sahabat yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang selama menjalani pendidikan di Universitas Sanata Dharma
(7)
(8)
(9)
viii ABSTRAK
TINGKAT DAYA JUANG SISWA MENGIKUTI SISTEM PENDISIPLINAN DI SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN PRIBADI
(Studi Deskriptif pada Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017)
Florencia Valentine Tandirerung Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat daya juang siswa mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 sebanyak 89 siswa. Tingkat daya juang dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengikuti sistem pendisiplinan yang ketat di sekolah dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama menjalankan sistem pendisiplinan tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif. Alat pengumpulan data ialah Kuesioner Daya Juang Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah, berjumlah 70 item yang disusun oleh peneliti. Kuesioner disusun berdasarkan 5 aspek Adversity Quotient oleh Stoltz, yaitu (1) Control, (2) Origin, (3) Ownership, (4) Reach, (5) Endurance. Pengukuran validitas menggunakan validitas isi, selanjutnya menguji daya beda item dan menghasilkan 60 item valid Pengukuran reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan koefisien reliabilitas 0,931.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat daya juang siswa kelas X mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah tergolong kategori tinggi yaitu sebanyak 45 siswa (50,56%), sedangkan kategori sangat tinggi sebanyak 25 siswa (28,09%) dan kategori sedang sebanyak 19 siswa (21,35%). Siswa memiliki tingkat daya juang yang tinggi dalam merespons kesulitan-kesulitan yang mereka alami selama mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah. Namun, pada beberapa kondisi tertentu, siswa masih kurang mampu merespons kesulitan dengan baik seperti yang ditunjukkan oleh hasil analisis capaian skor item. Untuk itu, diusulkan topik-topik bimbingan pribadi berdasarkan item-item yang memiliki capaian skor rendah untuk meningkatkan daya juang siswa, seperti keberanian, tanggung jawab, hingga pengelolaan emosi.
(10)
ix ABSTRACT
LEVEL OF STUDENTS’ STRUGGLE POWER IN COMPLYING WITH THE DISCIPLINE SYSTEM AT SCHOOL AND ITS IMPLICATION FOR
GUIDANCE TOPICS PROPOSALS
(Descriptive Study on X Graders of SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Batch 2016/2017)
Florencia Valentine Tandirerung Sanata Dharma University
2017
This research was aimed at finding the level of students’ struggle power in complying with the discipline system at school. The research subjects were 89 X Graders of SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Batch 2016/2017.
The struggle power in this research is students’ ability to comply with the
stringent discipline system at shcool and cope with difficulties faced while carrying out the discipline system.
This research was quantitative descriptive research. Data collection tool was Questionnaire On Struggle Power in Complying With The Discipline System at School with 70 items compiled by the researcher. The questionnaire was compiled based on 5 aspects of Adversity Quotient by Stoltz, i.e. (1) Control, (2) Origin, (3) Ownership, (4) Reach, (5) Endurance. Validity measurement was content validity, followed by item discriminatory power and yielded 60 valid items. Reliability measurement used was Alpha Cronbach equation with reliability coefficient of 0,931.
The result of the research showed that the level of students’ struggle power
of X graders in complying with the discipline system at school was categorized as high, i.e. 45 students (50,56%), while 25 students (28,09%) was categorized as very high, and 19 students (21,35%) was categorized as medium. Those students had a high struggle power in responding to difficulties they underwent while complying with the discipline system at school. However, in certain conditions, the students were not fully capable of responding well to difficulties as shown by the result of the item scoring. For this reason, it was proposed the private guidance
topics based on items with low scores to boost the students’ struggle power, such
as bravery, responsibility, and emotion management.
(11)
x
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas pertolongan dan penyertaanNya dalam persiapan, pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini dengan judul “Tingkat Daya Juang Siswa Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas X SMK Penerbangan
AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017)” dapat terselesaikan tepat waktu.
Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Selama proses menulis skripsi ini, peneliti menyadari bahwa begitu banyak pihak yang berperan dalam membimbing, mendampingi, mengingatkan dan mendukung setiap proses yang penulis jalani. Oleh sebab itu, peneliti mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.
(12)
xi
4. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si, selaku dosen pembimbing yang sabar dan tulus memberikan waktu, motivasi, masukan, dan banyak pembelajaran berharga kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Bapak dan Ibu Dosen atas dampingan, nasihat dan ilmu pengetahuan yang berguna bagi peneliti selama kuliah di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
6. Kepala SMK Penerbangan AAG Adisutjipto yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah.
7. Para guru, terkhusus guru BK, dan staff di SMK Penerbangan AAG
Adisutjipto yang telah sabar mendampingi, memberikan waktu, dan mengarahkan peneliti selama proses pengambilan data.
8. Mas Stefanus Priyatmoko selaku petugas sekretariat Program Studi
Bimbingan dan Konseling yang senantiasa ramah dan penuh kesabaran melayani administrasi selama peneliti menempuh studi.
9. Orang tua tercinta, Bapak Yusuf Tella Palayukan dan Ibu Dina Gasong atas seluruh doa, cinta, kasih sayang, kepedulian, dukungan, dampingan, nasehat, penguatan, bahkan teguran yang diberikan kepada peneliti selama ini.
10.Adik tersayang, Aletha Clara Tandirerung, beserta keluarga atas segala dukungan, semangat, dan kasih sayang yang diberikan kepada peneliti selama ini, serta adik sepupu, Eviana, yang bermurah hati meminjamkan laptop untuk peneliti mengerjakan skripsi.
11.Sahabat, kekasih, sekaligus keluarga keduaku, Restianti, Evita, Ferry, Elisabet Retno, Margaretha Devy, Rosita, Arfina, Katerina, Larisa, Heidy,
(13)
(14)
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Batasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Manfaat Penelitian ... 11
G. Definisi Istilah ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Daya Juang ... 13
1. Definisi Daya Juang ... 13
2. Faktor yang Mempengaruhi Daya Juang ... 15
a. Daya Saing... 15
(15)
xiv
c. Kreativitas... 16
d. Motivasi ... 16
e. Mengambil Risiko ... 16
f. Perbaikan ... 16
g. Ketekunan ... 17
h. Belajar... 17
i. Merangkul Perubahan ... 17
j. Keuletan, Stres, Tekanan, Kemunduran ... 18
3. Dimensi Daya Juang... 18
a. C = Control (Kendali) ... 18
b. O2 = Origin and Ownership (Asal Usul dan Pengakuan) ... 19
c. R = Reach (Jangkauan) ... 21
d. E = Endurance (Daya Tahan) ... 21
4. Tipe-tipe Daya Juang ... 22
B. Sistem Pendisiplinan ... 24
1. Definisi Sistem Pendisiplinan ... 24
2. Sistem Pendisiplinan di Sekolah ... 26
C. Remaja ... 26
1. Definisi Remaja ... 26
2. Tugas Perkembangan Remaja ... 27
D. Hubungan antara Daya Juang, Sistem Pendisiplinan, dan Remaja . 28 E. Kajian Penelitian Relevan ... 30
F. Kerangka Pikir ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis atau Desain Penelitian ... 32
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 33
C. Subjek Penelitian ... 33
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 34
(16)
xv
1. Validitas ... 37
2. Reliabilitas ... 40
G. Teknik Analisis Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Hasil Data ... 45
B. Pembahasan ... 52
1. Gambaran Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adistutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 dalam Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah ... 52
2. Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi Untuk Menigkatkan Daya Juang Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 ... 56
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 62
B. Keterbatasan Penelitian ... 63
C. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
(17)
xvi
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK
Tabel 3.1. Jumlah Sampel Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG
Adisutjipto Yogyakarta ... 33 Tabel 3.2. Pengukuran Skala Likert ... 35 Tabel 3.3. Kisi-kisi Instrumen Daya Juang Mengikuti Sistem
Pendisiplinan di Sekolah Untuk Uji Coba Terpakai ... 35 Tabel 3.4. Hasil Rekapitulasi Uji Daya Beda Item Instrumen Daya
Juang Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah ... 40 Tabel 3.5. Kriteria Guilford ... 41 Tabel 3.6. Nilai Koefisien Reliabilitas Instrumen ... 41 Tabel 3.7. Norma Kategorisasi Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X
Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah pada Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun
Ajaran 2016/2017 ... 41 Tabel 3.8. Kategorisasi Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X Mengikuti
Sistem Pendisiplinan di Sekolah pada Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran
2016/2017 ... 43 Tabel 3.9. Kategorisasi Skor Item Daya Juang Kelas X SMK
Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran
2016/2017 ... 44 Tabel 4.1. Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG
Adisutjipto Tahun Ajaran 2016/2017 dalam Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah ... 45 Tabel 4.2. Distribusi Item Instrumen Penelitian Berdasar Capaian Skor .. 48 Tabel 4.3. Item yang Memiliki Capaian Skor Sedang dan Rendah ... 51 Tabel 4.4. Usulan Topik-topik Bimbingan untuk Meningkatkan Daya
Juang Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto .... 57 Grafik 1.1. Data Jumlah Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG
(18)
xvii
Grafik 4.1. Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X Mengikuti Sistem
Pendisiplinan di Sekolah ... 46 Grafik 4.2. Distribusi Item Instrumen Penelitian Berdasar Capaian Skor .. 49
(19)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kisi-kisi Instrumen Daya Juang Siswa Mengikuti Sistem
Pendisiplinan Sebelum Uji Coba Terpakai... 67 Lampiran II Kuesioner Daya Juang Siswa Mengikuti Sistem
Pendisiplinan di Sekolah ... 73 Lampiran III Hasil Perhitungan Uji Daya Beda Item Setelah Uji Coba
Terpakai Instrumen Daya Juang Siswa Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah ... 81 Lampiran IV Item-item yang Memiliki Capaian Skor Rendah Instrumen
Daya Juang Siswa Mengikuti Sistem Pendisiplinan di
Sekolah ... 85 Lampiran V Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi Bagi Siswa Kelas
X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 untuk Meningkatkan Daya Juang Siswa dalam Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah ... 86 Lampiran VI Surat Izin Penelitian ... 101
(20)
1 BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini berisi paparan secara berurutan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.
A. Latar Belakang
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan kejuruan sebagai lanjutan dari tingkat
SMP/sederajat. SMK berbeda dengan SMA/sederajat karena SMK terfokus pada satu bidang keahlian. Pembelajaran di SMK menekankan kegiatan praktikum, seperti melakukan praktikum di sekolah dan program kerja lapangan pada tingkat kelas tertentu, yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa di bidang keahlian yang diambil. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga SMK diharapkan mampu menyediakan lulusan yang berkualitas sesuai dengan bidangnya.
Ada beragam bidang keahlian yang terdapat di SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2016) memiliki data bidang keahlian pendidikan menengah kejuruan. Bidang keahlian pendidikan menengah kejuruan dibagi menjadi delapan, yaitu teknologi dan rekayasa, teknologi informasi dan komunikasi, kesehatan, agrobisnis dan agroteknologi, perikanan dan kelautan,
(21)
2
bisnis dan manajemen, pariwisata, seni rupa dan kriya, serta seni pertunjukan. Bidang-bidang keahlian tersebut mempunyai program keahlian masing-masing. Di dalam program keahlian, terdapat beberapa paket keahlian yang lebih terfokus pada satu bidang dari programnya.
Bidang dan program keahlian yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah bidang keahlian teknologi dan rekayasa, dan program keahlian teknologi pesawat udara. Program keahlian ini terbagi ke dalam tujuh paket keahlian, yaitu pemeliharaan dan perbaikan motor dan rangka pesawat udara, pemesinan pesawat udara, konstruksi badan pesawat udara, konstruksi rangka pesawat udara, kelistrikan pesawat udara, elektronika pesawat udara, serta pemeliharaan dan perbaikan instrument elektronika pesawat udara. Sekolah Menengah Kejuruan yang memfasilitasi peserta didik dalam program keahlian teknologi pesawat udara adalah SMK Penerbangan.
Menurut Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia
(2011, dalam http://fp3mki.org/alamat-penerbangan.html/), ada 30 SMK
Penerbangan yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia. SMK Penerbangan muncul karena kebutuhan masyarakat Indonesia akan transportasi udara serta dunia penerbangan Indonesia yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Untuk dapat memperlancar mobilitas masyarakat Indonesia dari kota ke kota maupun pulau ke pulau, transportasi udara sangat dibutuhkan, terutama jika
mempertimbangkan waktu. Selain itu, setiap maskapai penerbangan
membutuhkan sekurangnya 1.200 teknisi untuk mekanik maupun bengkel pesawat udaranya. Tujuan terbentuknya SMK Penerbangan adalah menghasilkan SDM
(22)
3
yang berkualitas dengan cara mempersiapkan siswanya untuk mampu bekerja di dunia penerbangan sehingga nantinya mampu menyumbangkan tenaga teknisi yang berkualitas bagi maskapai-maskapai penerbangan. Dengan begitu, mobilitas masyarakat melalui jalur udara menjadi lancar dengan kenyamanan dan keamanan yang dapat dirasakan diatas pesawat udara yang ditumpangi karena mekanik pesawat yang dapat ditangani dengan baik.
Yogyakarta sebagai kota pelajar memiliki satu SMK Penerbangan, yaitu SMK Penerbangan AAG Adisutjipto. SMK Penerbangan AAG Adisutjipto terletak di kompleks Lanud Adisutjipto. Sekolah ini berada dalam naungan Yayasan Angkasa Ardhya Garini milik TNI AU. Maka dari itu sekolah ini menerapkan prinsip-prinsip kemiliteran dalam membina karakter siswa, khususnya dalam hal kedisiplinan. Walaupun demikian, prinsip kemiliteran yang diterapkan bukanlah prinsip militer murni seperti pada sekolah kedinasan yang berorientasi pada bidang kemiliteran. Prinsip kemiliteran tersebut dapat terlihat dalam tata tertib sekolah yang mengatur siswa sedemikian rupa agar siswa memiliki sikap disiplin.
Prinsip kemiliteran yang diterapkan SMK Penerbangan AAG Adisutjipto bertujuan untuk mendisiplinkan siswa. Prinsip kemiliteran ini bersifat tegas dan mengatur, sehingga komponen sekolah, seperti siswa dan guru menyebut sekolah mereka bersifat semi militer. Bentuk-bentuk semi militer yang ada di sekolah, antara lain ketepatan waktu; penggunaan seragam dan atribut yang dirancang sekolah; kerapihan rambut, cara berpakaian, dan sepatu; pelatihan baris-berbaris untuk menanamkan nilai melalui gerak fisik dan konsentrasi, seperti nilai
(23)
4
keteraturan, kesigapan, kekompakan, dan ketertiban; adanya rasa hormat yang tinggi dari junior terhadap senior; adanya solidaritas dengan teman; serta padatnya kegiatan fisik.
Bentuk-bentuk pendisipinan yang dilakukan sekolah dapat dilihat dari tata tertib yang ketat ditetapkan oleh SMK Penerbangan AAG Adisutjipto. Tata tertib tersebut, antara lain mewajibkan siswa mengikuti apel pagi dan sore, mengikuti ekstrakurikuler sepulang sekolah, memberikan sanksi terhadap pelanggar tata tertib yang mana sanksinya kebanyakan berorientasi pada pembinaan fisik, maupun mewajibkan siswa menggunakan seragam dan atribut yang dirancang khusus dengan potongan rambut yang telah ditentukan sekolah.
Dengan sistem pendisiplinan yang ketat di sekolah, siswa yang ingin melanjutkan pendidikan di sekolah ini perlu mengumpulkan informasi yang lengkap tentang lingkungan dan peraturan sekolah. Hal ini merupakan tantangan bagi siswa baru sebelum bersekolah di SMK Penerbangan AAG Adisutjipto. Siswa perlu mengetahui kondisi sekolah, khususnya sistem pendisiplinan yang diterapkan. Mereka dapat mengumpulkan informasi dari teman, guru, maupun website SMK Penerbangan AAG Adisutjipto. Hal ini bertujuan untuk memberikan gambaran pada siswa mengenai peraturan yang perlu mereka patuhi dan laksanakan. Dengan begitu, mereka dapat mempersiapkan diri dan mengetahui bagaimana menyesuaikan diri dengan sistem pendisiplinan di sekolah.
Sistem pendisiplinan yang ditetapkan di setiap sekolah memiliki pengaruh terhadap siswanya, begitupun di SMK Penerbangan AAG Adisutjipto. Pengaruh
(24)
5
yang disebabkan oleh sistem pendisiplinan di sekolah antara lain, tingkat kedisiplinan siswa, motivasi belajar, motivasi mencapai tujuan, maupun daya juangnya. Salah satu pengaruh yang timbul dari sistem pendisiplinan di sekolah dan menjadi hal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah daya juang. Daya juang muncul ketika seseorang berada dalam kondisi tertekan oleh berbagai macam situasi yang sulit dan menemukan cara untuk mengatasinya (Stoltz. 2007). Demikian pula dalam menjalani sistem pendisiplinan yang ketat di sekolah, daya juang siswa dapat terlihat bergantung pada cara mereka menyikapinya.
Sejalan dengan isu daya juang, siswa yang menjadi subjek penelitian juga berada dalam kondisi yang hanya memungkinkan mereka untuk mempunyai dua pilihan, yaitu melanjutkan perjuangan atau menyerah. Kondisi tersebut disebabkan oleh sistem pendisiplinan di sekolah yang mengatur siswa. Siswa yang berasal dari lingkungan yang tidak terbiasa hidup disiplin akan menemukan kesulitan dalam mengikuti tata tertib di SMK Penerbangan AAG Adisutjipto. Akan tetapi, siswa yang mampu menyesuaikan diri tidak merasa tertekan bahkan tidak berdaya mengikuti tata tertib di sekolah, melainkan berusaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
Berikut adalah rekapan data jumlah siswa kelas X semester ganjil menuju semester genap (Januari, 2016) tahun ajaran 2015/2016 SMK Penerbangan AAG Adisutjipto yang dimiliki oleh bagian tata usaha sekolah:
(25)
6
38 38 38 38 39 38 39
40 36
35
28
37 38 37 38 38 37
39 39
36 33
28
X-1 X-2 X-3 X-4 X-5 X-6 X-7 X-8 X-9 X-10 X-11
Data Jumlah Siswa Kelas X Semester Ganjil Tahun Ajaran 2015/2016
SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta
Awal Semester Ganjil Akhir Semester Ganjil
Gambar 1.1
Data Jumlah Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Tahun Ajaran 2015/2016
Data tersebut menunjukkan adanya ketidakstabilan jumlah siswa selama semester ganjil menuju semester genap. Ada lima kelas yang mengalami pengurangan satu orang siswa dan satu kelas mengalami pengurangan dua orang. Berdasarkan wawancara peneliti dengan guru BK mengenai penurunan jumlah siswa di sekolah ketika peneliti melaksanakan magang (02/2016), mereka mengatakan bahwa sebagian besar alasan jumlah siswa kelas X berkurang adalah adanya pengunduran diri yang dilakukan oleh siswa. Beberapa dari mereka mengundurkan diri dengan alasan kesulitan untuk mengikuti sistem pendisiplinan yang ditetapkan dalam tata tertib sekolah. Observasi peneliti saat magang pada
(26)
7
Februari 2016 juga serupa dengan hasil wawancara bersama guru di sekolah, yaitu adanya tiga siswa yang mengundurkan diri dari sekolah dengan alasan sulit mengikuti tata tertib, seperti sulit bangun pagi untuk melaksanakan apel pagi, sulit mengikuti instruksi senior, khususnya senior anggota OSIS, maupun lokasi rumah dan sekolah yang jauh sehingga harus berangkat sangat pagi (subuh) untuk ke sekolah. Dari observasi yang peneliti lakukan, mereka tetap memilih untuk mengundurkan diri dari sekolah walaupun dari awal mereka masuk di sekolah, mereka telah diberitahu tentang tata tertib yang ada dan menyetujuinya pada saat wawancara penerimaan peserta didik baru.
Peneliti juga mengobservasi berbagai sikap yang ditunjukkan siswa dalam mengikuti tata tertib ketika peneliti sedang melakukan magang di SMK Penerbangan AAG Adisutjipto (02/2016). Terkadang mereka menghindar untuk melaksanakan tata tertib, seperti datang terlambat agar tidak mengikuti apel, bersembunyi agar tidak mendapat hukuman ketika melakukan pelanggaran, bahkan tidak datang ke sekolah untuk beberapa hari, hingga mengundurkan diri dari sekolah. Sikap-sikap tersebut menunjukkan sikap negatif yang dilakukan oleh siswa dalam mengikuti tata tertib.
Walaupun ada beberapa siswa yang menunjukkan sikap negatif dalam mengikuti tata tertib, namun ada pula yang tetap mengikuti tata tertib di sekolah dengan tekun. Pada kenyataannya, lebih banyak yang memilih untuk mengatasi kondisi yang sulit tersebut dengan cara bertahan dan melanjutkan sekolah hingga selesai. Meski begitu, mereka juga tidak luput dari keluhan-keluhan terhadap sistem pendisiplinan yang diberlakukan oleh pihak sekolah. Akan tetapi hal
(27)
8
tersebut tidak membuat mereka menyerah untuk menyelesaikan pendidikannya. Berikut adalah kutipan pernyataan seorang siswa kelas XI yang menunjukkan keluhan terhadap sistem pendisiplinan di sekolah:
“Peraturan di sekolah ini sangat ketat, seperti lamanya berada di sekolah yang dimulai dari pagi sekali hingga sore hari, pelaksanaan apel setiap hari, hingga hukuman bagi yang melakukan pelanggaran. Lelah rasanya mengikuti tata tertib yang seperti ini tapi jika saya memilih untuk mengundurkan diri, saya kasihan terhadap orang tua saya yang sudah membiayai saya dari awal masuk disini hingga sekarang. Jika saya memilih untuk menyerah, sudah dari dulu saya mengundurkan diri. Lagian, berada
disini juga hanya 3 tahun.” (A, 02/2016)
Pernyataan siswa tersebut menunjukkan bahwa dia juga mengeluhkan sistem pendisiplinan yang diberlakukan oleh sekolah namun dia tetap memilih untuk mengatasi kondisi tersebut dengan melanjutkan sekolah hingga selesai. Siswa tersebut memiliki alasan yang menyebabkan dirinya tetap berjuang, yaitu ingin membanggakan orang tua. Hal ini berkaitan dengan daya juang yang menunjukkan bahwa daya juangnya semakin kuat di dalam kondisi yang sulit karena berpegang pada tujuan atau impiannya (Stoltz. 2007)
Berangkat dari latar belakang yang telah diutarakan dan dipaparkan, peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tentang kemampuan daya juang siswa di SMK Penerbangan AAG Adisutjipto. Penelitian ini akan meneliti tentang tingkat daya juang siswa dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah, khususnya terhadap siswa kelas X yang sedang diperkenalkan dengan sistem pendisiplinan di sekolah dan masih beradaptasi dengan hal tersebut. Dengan mengetahui tingkat daya juang siswa, pendidik di sekolah, terutama guru bimbingan dan konseling, dapat memberikan pendampingan dengan metode yang
(28)
9
tepat untuk digunakan guna meningkatkan daya juang siswa. Maka dari itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Tingkat Daya Juang Siswa Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-topik Bimbingan Pribadi (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas X SMK
Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017)”.
B. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang mengenai “Tingkat Daya Juang Siswa Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah dan Implikasinya Terhadap Penyusunan Topik-topik Bimbingan Pribadi (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas X
SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017)”,
peneliti menemukan beberapa masalah yang teridentifikasi sebagai berikut:
1. Beberapa siswa SMK Penerbangan AAG Adisutjipto memiliki kesulitan dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah dan memilih untuk mengundurkan diri.
2. Sebagian besar siswa mengeluhkan sistem pendisiplinan berupa tata tertib yang ada di SMK Penerbangan AAG Adisutjipto namun tetap melanjutkan sekolah hingga selesai.
3. Siswa kelas X yang berasal dari lingkungan yang tidak terbiasa disiplin mengalami kesulitan dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah. 4. Beberapa siswa tidak mematuhi tata tertib dengan menghindar dari aturan
(29)
10
5. Beberapa kelas X mengalami pengurangan siswa sebanyak satu hingga dua orang dalam satu semester.
6. Ada siswa yang mengundurkan diri dengan alasan tidak mampu mengikuti
instruksi senior (OSIS divisi tata tertib)
7. Beberapa siswa mengundurkan diri karena merasa berat harus bangun dan berangkat sangat pagi untuk ke sekolah karena lokasi rumahnya yang jauh.
8. Beberapa siswa tetap memilih untuk mengundurkan diri walaupun sejak awal masuk sudah menyetujui tata tertib yang diinformasikan sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan untuk mengetahui tingkat daya juang siswa kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Seberapa tinggi tingkat daya juang siswa kelas X SMK Penerbangan AAG
Adisutjipto mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah?
2. Item-item mana saja yang memiliki capaian skor rendah sehingga diusulkan topik-topik bimbingan pribadi untuk meningkatkan daya juang siswa kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah?
(30)
11 E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan tingkat daya juang siswa kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah.
2. Mendeskripsikan topik-topik bimbingan yang dapat disusun untuk
meningkatkan daya juang siswa kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi dalam bidang bimbingan dan konseling, khususnya mengenai daya juang. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan kesempatan bagi peneliti untuk berlatih melaksanakan penelitian sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belajar berpikir kritis dalam menjawab persoalan yang ada. Selain itu, penelitian ini juga menjadi bekal bagi peneliti dalam memberikan pelayanan dan pendampingan kepada siswa tentang daya juang.
b. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi peneliti lain yang memiliki minat lebih jauh untuk mencermati kemampuan daya juang dari berbagai sudut pandang.
(31)
12 G. Definisi Istilah
Untuk menambah pemahaman mengenai beberapa terminologi dalam judul penelitian ini, peneliti menjelaskan beberapa istilah penting sebagai berikut.
1. Daya Juang
Daya juang merupakan kemampuan seseorang untuk mengarahkan dirinya agar mampu untuk menghadapi dan mengatasi rintangan dalam situasi yang sulit dengan berfokus pada sesuatu yang ingin dicapai.
2. Sistem Pendisiplinan
Sistem pendisiplinan merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk membantu seseorang mengubah perilakunya menjadi lebih teratur dan bertanggung jawab secara terstruktur demi mencapai tujuan tertentu.
3. SMK Penerbangan
SMK Penerabangan adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan bidang penerbangan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari tingkat SMP/sederajat.
(32)
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi paparan mengenai daya juang, sistem pendisiplinan, remaja, kaitan daya juang, sistem pendisiplinan, dan remaja, penelitian yang relevan, dan kerangka pikir.
A. Daya Juang
1. Definisi Daya Juang
Situasi yang sulit dapat membentuk kemampuan seseorang untuk mengatasi sebuah masalah. Dalam menghadapi situasi yang sulit, seseorang dapat menentukan bagaimana dirinya bersikap. Seseorang dapat memilih untuk menghindar dan tidak menyelesaikannya atau menghadapi dan mengatasi rintangan tersebut. Pilihan untuk menghadapi dan mengatasi rintangan merupakan daya juang seseorang.
Stoltz (2007) mengistilahkan daya juang sebagai kecerdasan adversity, yaitu kemampuan individu dalam menghadapi dan mengatasi
rintangan atau kesulitan sehari-hari secara tangguh serta tekun tanpa peduli hambatan yang ada di sekelilingnya dan fokus pada tujuan. Phoolka & Kaur (2012) menyederhanakan definisi mengenai daya juang menjadi kemampuan untuk bertahan dalam situasi yang sulit dan mengatasi kondisi tersebut. Menurut Susanti (2013), daya juang
(33)
14
merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan dan mencapai impiannya secara gigih.
Nashori (Noprianti. 2015) berpendapat bahwa daya juang merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk mengarahkan diri dan mengubah cara pandang maupun perilakunya ketika berhadapan dengan situasi yang dapat membuatnya tidak berdaya. Secara ringkas, Leman (Agusta. 2015) menyebutkan daya juang sebagai kemampuan seseorang dalam mengatasi rintangan.
Menurut Rahmah (Lestari. 2014) daya juang adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan dan mencapai tujuan masa depan secara gigih. Lestari (2014) mengatakan bahwa daya juang merupakan kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kemalangan dalam hidupnya.
Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa daya juang merupakan kemampuan seseorang untuk mengarahkan dirinya agar mampu untuk menghadapi dan mengatasi rintangan dalam situasi yang sulit dengan berfokus pada sesuatu yang ingin dicapai. Daya juang membantu seseorang untuk melewati rintangan yang terjadi dalam kehidupan. Dengan adanya daya juang, seseorang mampu mencari jalan keluar dari rintangan yang dihadapi.
(34)
15
2. Faktor yang Mempengaruhi Daya Juang
Menurut Stoltz (2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan. Faktor-faktor tersebut membentuk daya juang seseorang.
a) Daya saing
Daya juang seseorang dapat terlihat melalui responsnya terhadap kesulitan. Orang yang memiliki daya juang tinggi akan menanggapi kesulitan secara konstruktif, yaitu menggunakan energi, fokus, dan tenaganya sesuai dengan yang diperlukan agar dapat berhasil dalam persaingan. Orang yang memiliki daya juang rendah akan lebih destruktif sehingga mudah berhenti berusaha dalam persaingan. b) Produktivitas
Respons terhadap kesulitan-kesulitan yang terjadi mempengaruhi kinerja seseorang. Ketika seseorang menanggapi kesulitan secara konstruktif, produktivitasnya jauh lebih baik dibandingkan yang menanggapi secara destruktif. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Seligman (2005) bahwa orang yang merespons kesulitan dengan senang hati akan memiliki kinerja yang bagus, lebih produktif, dan lebih lama bertahan dengan berbagai tugas yang diberikan dibandingkan dengan yang merespons kesulitan dengan tidak senang hati.
(35)
16
c) Kreativitas
Kreativitas merupakan inovasi yang dilakukan sebagai bentuk dari suatu harapan bahwa sesuatu yang sebelumnya tidak ada dapat diciptakan untuk menjadi ada. Menurut Barker (Stoltz. 2007) kreativitas dapat muncul dari keputusasaan sehingga kemampuan ini akan terbentuk ketika seseorang mampu mengatasi kesulitan. Orang yang tidak mampu mengatasi kesulitan mempunyai kreativitas yang lebih rendah.
d) Motivasi
Daya juang juga terbentuk dari adanya motivasi. Orang-orang yang paling memiliki motivasi mempunyai kemampuan daya juang yang tinggi. Dengan adanya motivasi, seseorang mempunyai alasan untuk bertahan dan berjuang.
e) Mengambil risiko
Keyakinan bahwa mengambil tindakan atas sesuatu yang belum diketahui hanya akan membuang-buang energi merupakan tindakan yang tidak berani mengambil risiko. Daya juang terbentuk ketika seseorang merespons kesulitan secara konstruktif sehingga ia berani mengambil risiko.
f) Perbaikan
Seseorang perlu melakukan perbaikan secara terus menerus untuk dapat bertahan hidup. Perbaikan dilakukan agar tidak ketinggalan zaman, baik dalam relasi dengan orang lain maupun dalam
(36)
17
pekerjaan. Perbaikan yang dilakukan oleh seseorang akan semakin mengembangkan kemampuan daya juangnya.
g) Ketekunan
Stoltz (2007:95) mengatakan, “ketekunan adalah kemampuan untuk
terus menerus berusaha, bahkan manakala dihadapkan pada kemunduran-kemunduran atau kegagalan.” Respons yang baik atas kesulitan yang dihadapi akan membantu seseorang untuk terus berusaha sedangkan mereka yang merespons dengan buruk akan mudah menyerah.
h) Belajar
Daya juang berkaitan dengan teori Seligman mengenai optimisme dan pesimisme. Menurut penelitian Dweck (Stoltz. 2007), ditemukan bahwa anak yang merespons kesulitan secara pesimis tidak akan belajar banyak dibandingkan anak yang merespons secara optimis.
i) Merangkul perubahan
Perubahan akan selalu menyertai kehidupan manusia. Kemampuan untuk menghadapi dan mengatasi perubahan akan sangat dibutuhkan. Orang yang menerima perubahan dengan baik akan menganggap perubahan itu sebagai peluang dan bukan hambatan. Mereka yang menolak perubahan merasa tidak memiliki kontrol atas perubahan itu sehingga menganggap perubahan sebagai suatu beban dan ancaman yang tetap atau permanen.
(37)
18
j) Keuletan, stres, tekanan, kemunduran
Kemungkinan munculnya stress dalam hidup seseorang tidak sedikit. Banyak hal yang dapat memicu stress pada seseorang. Respons terhadap stres yang dapat membentuk daya juang. Ketika orang merespons stress dengan baik, maka mereka akan semakin ulet dan mengurangi stress itu sendiri. Mereka bisa saja mundur untuk menentukan langkah apa yang akan diambil selanjutnya dan melanjutkan perjuangan. Sebaliknya, ketika stress direspons dengan negatif, maka stress tersebut akan terasa menekan dan menimbulkan kemunduran yang membuat seseorang sulit untuk maju.
3. Dimensi Daya Juang
Daya juang terdiri atas empat dimensi, yaitu CO2RE atau akronim dari C = Control (Kendali), O2 = Origin and Ownership (Asal-Usul dan
Pengakuan), R = Reach (Jangkauan), dan E = Endurance (Daya Tahan)
(Stoltz. 2007).
a. C = Control (Kendali)
Menurut Stoltz (2007), kendali diawali dengan keyakinan bahwa segala sesuatu dapat dilakukan meskipun banyak rintangan yang harus dilalui sehingga menciptakan tindakan dan pikiran yang mendukung keyakinan tersebut. Orang yang merespons kesulitan yang dialami secara optimis mencerminkan dirinya yang merasa memiliki kendali yang kuat terhadap masalahnya. Mereka akan lebih berani untuk menunjukkan kemampuan mereka, yaitu tidak
(38)
19
dikendalikan oleh permasalahan namun sebaliknya mereka yang mengendalikan dirinya untuk dapat mengatasi masalah. Mereka akan bersikap tenang dan berpikir tentang bagaimana diri mereka mengatasi masalah yang dihadapi dengan mengubah cara pandang menjadi lebih positif dan menyusun strategi untuk menyelesaikan masalahnya. Orang yang merespons kesulitan dengan baik tidak langsung menyerah ketika menemui kesulitan melainkan berani untuk menghadapi dan mengatasinya.
b. O2 = Origin and Ownership (Asal-Usul dan Pengakuan)
Dimensi ini terdiri atas dua aspek, yaitu asal-usul dan pengakuan. Asal usul menyangkut rasa bersalah yang timbul dari dalam diri seseorang ketika mengalami kesulitan. Rasa bersalah ini dapat menjadi suatu pelajaran untuk dapat melakukan perbaikan ke depannya dan bentuk penyesalan akan tindakan yang mungkin melukai orang lain. Penyesalan dapat membantu untuk memperbaiki kerusakan yang mungkin terjadi dalam suatu hubungan. Orang yang memiliki tingkat daya juang rendah cenderung terlalu menyalahkan dirinya atas kejadian buruk yang dialami dan menganggap dirinya sebagai sumber kesulitan sehingga tidak mampu belajar dari kesalahan. Dengan memiliki rasa bersalah berlebihan, orang akan berlarut-larut dalam penyesalan, sehingga mudah kehilangan semangat dan motivasi untuk bertindak dan melakukan perbaikan. Orang yang memiliki tingkat daya juang tinggi akan memaafkan
(39)
20
kesalahan diri sendiri dengan menyadari bahwa dirinya bukanlah satu-satunya penyebab kesulitan yang dialami namun ada faktor lain juga, sehingga dia mampu bangkit dari kegagalan yang dialami. Oleh karena itu, rasa bersalah yang muncul perlu ditempatkan pada kadar yang sewajarnya dan digunakan untuk melakukan perbaikan diri secara terus-menerus.
Aspek yang kedua ialah pengakuan. Dalam hal ini, seseorang mengakui akibat yang ditimbulkan oleh masalah yang terjadi. Adanya pengakuan mengenai akibat masalah mencerminkan tanggung jawab. Orang yang mempunyai rasa bersalah atas suatu masalah dan tidak mengakui akibat dari masalah, tidak bertanggung jawab atas masalah itu. Mereka akan menganggap bahwa mereka tidak bertanggung jawab untuk akibat yang muncul itu Karena mereka merasa tidak mampu untuk melakukan perbaikan. Sebaliknya, orang yang mempunyai rasa bersalah dan mengakui akibat dari masalah tersebut menerima konsekuensi dari kesalahannya. Mereka akan bertanggung jawab melakukan tindakan-tindakan sebagai ganti atas kesalahannya dan tidak mengulang kesalahan yang dilakukan. Mereka cenderung berpikir tentang strategi untuk mengatasi akibat atau kesulitan yang ditimbulkan oleh kesalahan yang dilakukan. Dengan demikian, mereka menunjukkan bahwa mereka memikul tanggung jawab.
(40)
21
c. R = Reach (Jangkauan)
Ada perbedaan antara respons orang yang memiliki daya juang rendah dan tinggi terhadap suatu kesulitan. Respons orang yang memiliki daya juang rendah terhadap masalah menganggap bahwa kesulitan merupakan sebuah musibah. Dengan begitu, mereka membiarkan kesulitan tersebut meluas dan menjangkau lebih banyak segi kehidupannya dari yang seharusnya terjadi. Mereka menjadi destruktif dan dengan demikian mereka membiarkan harapan, semangat, serta kebahagiannya direnggut oleh kesulitan tersebut.
Berbeda dengan itu, orang yang memiliki daya juang tinggi akan merespons kesulitan sesuai dengan jangkauannya, yaitu tidak lebih dan tidak kurang. Mereka membatasi kesulitan tersebut agar tidak merembes ke dalam segi kehidupan yang lain. Sebagai contoh, mereka akan menganggap kesalahpahaman hanyalah sebuah kesalahpahaman dan bukan suatu tanda kehancuran hidup. Mereka tidak membiarkan satu masalah yang dialami mempengaruhi segi lain dari kehidupannya, melainkan berusaha melakukan tindakan untuk mengatasi masalah tanpa mempengaruhi segi kehidupan lainnya. d. E = Endurance (Daya Tahan)
Daya tahan berkaitan dengan seberapa lama kesulitan akan berlangsung. Ketika orang menanggapi kesulitan sebagai sesuatu yang akan berlangsung lama atau bahkan tidak akan pernah berakhir, mereka akan lebih sering menanggapi kesulitan dengan kata-kata atau
(41)
22
kalimat yang mengarah pada sesuatu yang permanen atau menempel pada diri mereka. Stoltz (2007:163) mengatakan, “Kata-kata itu
membuat Anda tidak berdaya untuk melakukan perubahan”. Memberi
cap permanen melalui kata-kata atau kalimat sebagai respons atas kesulitan yang dihadapi akan membuat orang merasa tidak mampu untuk melakukan perubahan. Sebagai contoh, orang membuat cap permanen bahwa kesulitan yang mereka alami tidak akan berakhir, mereka akan mengulur-ulur waktu untuk menyelesaikan kesulitan dan membuat kesulitan tersebut berlangsung lebih lama. Hal ini menunjukkan bahwa mereka berfokus pada masalah dan bukan pada solusi. Apabila kesulitan ditanggapi sebagai sesuatu yang hanya berlangsung sementara dan segera berakhir, akan menjadikan orang tidak mudah menyerah dan tetap semangat untuk mencoba lagi. Orang-orang yang mempunyai anggapan seperti itu akan berusaha mengatasi kesulitan agar kesulitan tersebut cepat berakhir.
4. Tipe-tipe Daya Juang
Ada tiga tingkatan daya juang, yaitu Quitter, Camper, dan Climber
(Stoltz, 2007). Daya juang dianalogikan oleh Stoltz sebagai suatu pendakian gunung. Dalam pendakian tersebut, ada yang memilih untuk menjadi Quitters, Campers, maupun Climbers.
Quitters merupakan orang yang berhenti. Dalam menghadapi
kesulitan, mereka akan memilih untuk menolak, tidak melakukan kewajibannya, mundur bahkan berhenti. Quitters menolak kesempatan,
(42)
23
yaitu perubahan atau rintangan, yang ditawarkan oleh kehidupan sehingga mereka tidak mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Mereka tidak berkontribusi banyak dalam hal-hal yang mereka kerjakan karena melihat kurangnya alasan untuk menginvestasikan apa yang mereka miliki untuk berkembang. Sikap ini berdampak pula pada relasi Quitters dengan orang lain karena mereka akan mencari dan menemukan
orang yang sama dengannya, yaitu mereka yang berhenti dalam berjuang, dan bersama-sama merenungi nasib.
Sedikit mirip dengan Quitters, Campers merupakah orang yang
berkemah. Mereka adalah orang yang cepat puas dan memilih untuk mendirikan kemah di tempat yang aman dan nyaman bagi mereka. Celakanya, para Campers hanya akan menetap di zona tersebut dan tidak
memilih untuk maju sehingga potensi yang mereka miliki lama-kelamaan merosot dan bahkan bisa hilang. Mereka mungkin menerima perubahan ataupun memberikan kontribusi sejauh hal tersebut tidak mengancam posisi aman mereka.
Berbeda dengan kedua tingkat tersebut, tingkatan yang paling tinggi adalah Climbers. Mereka disebut sebagai para pendaki karena
mereka tidak hanya puas dengan sekedar pendakian-pendakian sebelum mencapai puncak. Climbers berani untuk keluar dari zona amannya dan
memilih untuk terus menerus melakukan pendakian demi pengembangan dan perbaikan diri. Climbers terus mencari cara-cara baru untuk
(43)
24
menerima perubahan dan menganggap perubahan itu sebagai suatu kesempatan untuk semakin maju.
B. Sistem Pendisiplinan
1. Definisi Sistem Pendisiplinan
Disiplin merupakan kata kunci dari sistem pendisiplinan. Untuk mendefinisikan sistem pendisiplinan maka perlu diuraikan terlebih dahulu pengertian disiplin. Wiyani (2013:41) mengatakan bahwa disiplin
berasal dari bahasa Latin, yaitu “disciplina” dan “discipulus”. Oleh sebab itu, secara etimologi, disiplin diartikan sebagai perintah yang diberikan oleh orang tua kepada anak atau guru kepada murid untuk dilaksanakan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disiplin diartikan sebagai tata tertib, ketaatan kepada peraturan, dan bidang studi yang
memiliki objek, sistem, dan metode tertentu.Webster’s New World
Dictionary (Wiyani. 2013) mengatakan bahwa disiplin adalah latihan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib serta efisien.
Menurut Lickona (2013), disiplin adalah alat untuk membangun karakter anak, terutama dalam meningkatkan rasa hormat dan tanggung jawabnya. Djamarah (Suwignyo & Nusantoro. 2015) mengatakan bahwa disiplin merupakan sikap patuh dan taat pada tata tertib yang ditetapkan untuk mengatur kehidupan individu maupun kelompok. Khuliyah dkk. (2014) mendefinisikan disiplin sebagai suatu latihan yang dilakukan secara terus menerus dengan tertib dan teratur untuk meraih sesuatu yang
(44)
25
diimpikan. Menurut Sari & Na’imah (2012) disiplin adalah sikap
konsistensi dalam mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan oleh diri sendiri, sosial, kehidupan berbangsa dan bertanah air, serta beragama
Dari definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang diciptakan agar orang-orang menjalankan segala sesuatu yang telah ditetapkan secara berkesinambungan dengan tertib dan teratur demi tercapainya suatu tujuan. Disiplin membantu seseorang memperbaiki perilaku menjadi lebih baik, khususnya dalam bertanggungjawab dan keteraturan.
Pendisiplinan merupakan suatu kata benda yang diambil dari kata dasar disiplin. Pendisiplinan mengarah pada suatu upaya yang dilakukan untuk membuat seseorang menjadi disiplin. Dengan begitu, pendisiplinan merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk membuat seseorang menjalankan segala peraturan yang telah dibuat.
Menurut Jogiyanto (Jurnal Stikom. 2013), sistem merupakan pendekatan prosedur dan pendekatan komponen. Dengan prosedur, sistem dapat didefinisikan sebgai kumpulan dari prosedur-prosedur yang mempunyai tujuan tertentu. Dari pengertian tersebut, sistem merupakan sesuatu yang dibuat secara terstruktur untuk mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki bersama.
Dengan pengertian disiplin, pendisiplinan dan sistem diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem pendisiplinan merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk membantu seseorang mengubah perilakunya menjadi
(45)
26
lebih teratur dan bertanggung jawab secara terstruktur demi mencapai tujuan tertentu. Sistem pendisiplinan dilakukan sesuai dengan ketetapan yang berlaku di tempat pelaksanaannya.
2. Sistem Pendisiplinan di Sekolah
Mendisiplinkan siswa di sekolah dapat dilakukan dengan menetapkan suatu tata tertib. Menurut Kaluge (Fitri & Christiana. 2013), tata tertib adalah salah satu upaya mendisiplinkan seseorang. Tata tertib adalah suatu pedoman atau peraturan yang ditetapkan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban (Fitri & Christiana. 2013). Dalam konteks sekolah, tata tertib bertujuan untuk melatih siswa mempraktekkan sikap disiplin. Tata tertib dibuat untuk memberikan batasan bagi siswa dalam berperilaku sehingga mereka melakukan tindakan sesuai dengan yang dikehendaki atau diharapkan.
C. Remaja
1. Definisi Remaja
Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Menurut Santrock (2007), masa remaja adalah masa transisi dari masa kana-kanak menuju dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Rentang usia remaja bervariasi bergantung pada lingkungan, budaya, dan historisnya. Budaya Amerika dan beberapa budaya lainnya menyebutkan bahwa masa remaja dimulai dari usia sekitar 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. Rentang usia itu meliputi
(46)
27
masa remaja awal (early adolescence) dan masa remaja akhir (late
adolescence).
2. Tugas Perkembangan Remaja
Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai agar tidak menghambatnya menuju tahap perkembangan selanjutnya. Hurlock (1990) menyebutkan tugas-tugas perkembangan remaja meliputi:
a. Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku di masyarakat.
b. Mencapai peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin, selaras dengan tuntutan sosial dan kultural masyarakatnya.
c. Menerima kesatuan organ-organ tubuh/keadaan fisiknya sebagai pria/wanita dan menggunakannya secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing.
d. Menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang
bertanggung jawab di tengah masyarakatnya.
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi diri sendiri.
f. Mempersiapkan diri untuk mencapai karir (jabatan dan profesi) tertentu dalam bidang kehidupan ekonomi.
g. Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan dan
(47)
28
h. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan kewarganegaraannya.
D. Hubungan antara Daya Juang, Sistem Pendisiplinan, dan Remaja
Daya juang, sistem pendisiplinan di sekolah, dan remaja sebagai siswa di sekolah memiliki kaitan. Menurut Stoltz (2007), daya juang dapat terlihat dari cara seseorang merespons kesulitan. Dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah, daya juang siswa dapat terlihat dari caranya merespons kesulitan yang ditimbulkan oleh sistem pendisiplinan tersebut. Ketika siswa merespons sistem pendisiplinan dengan sebuah penolakan atau penghindaran, maka dapat dikatakan bahwa tingkat daya juangnya rendah. Stoltz (2007) menyebutkan seseorang yang tidak mau menghadapi kesulitan merupakan kelompok Quitters, yaitu memiliki tingkat daya juang rendah.
Ketika siswa mampu merespons sistem pendisiplinan di sekolah dengan menghadapinya namun tidak berusaha untuk terus mengembangkan potensi dirinya, maka dapat dikatakan tingkat daya juangnya sedang atau kelompok Campers. Sebaliknya, siswa yang merespons sistem pendisiplinan yang ketat
dengan keyakinan bahwa ia dapat melaluinya dan menganggap kesulitan tersebut adalah kesempatan baginya untuk mengembangkan diri, maka dapat dikatakan siswa tersebut memiliki tingkat daya juang yang tinggi atau kelompok Climbers.
Pengukuran daya juang seseorang menurut Stoltz (2007) digunakan dengan mengukur dimensi daya juangnya. Dimensi daya juang adalah
(48)
29
akronim dari CO2RE, yaitu Control, Origin and Ownership, Reach, dan
Endurance.
Dimensi Control menunjukkan respons seseorang terhadap kesulitan,
khususnya dalam hal kendali terhadap masalah. Siswa yang merasa tidak berdaya dalam menghadapi sistem pendisiplinan dan menganggap bahwa dia tidak dapat berbuat apa-apa akan kesulitan yang dihadapi memiliki kendali yang rendah terhadap masalah. Dia membiarkan dirinya dikendalikan oleh kesulitan sehingga dia merasa tidak berdaya. Sebaliknya, jika siswa mempunyai keyakinan bahwa dia mampu menghadapi dan melalui masalah tersebut, dia memiliki kendali yang tinggi terhadap masalah.
Dimensi origin and ownership menunjukkan sikap seseorang dalam
mengidentifikasi penyebab kesulitan muncul dan mengakui akibat yang ditimbulkan serta memperbaiki diri dari kesalahan yang dilakukan. Siswa yang memiliki dimensi origin dan ownership yang tinggi tidak akan berlarut
dalam rasa bersalah dan penyesalan ketika melakukan pelanggaran tata tertib yang membuatnya dihukum. Sebaliknya, dia akan memperbaiki diri dan berupaya untuk tidak melakukan kesalahan lagi.
Dimensi reach menggambarkan sikap seseorang dalam membatasi
ruang lingkup masalah terhadap aspek kehidupannya yang lain. Siswa yang merasa bahwa hubungan sosial, kesehatan, bahkan prestasi belajar mengalami penurunan semenjak dia mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah memiliki daya juang yang rendah, khususnya pada dimensi reach. Hal itu disebabkan
(49)
30
dalam hidupnya daripada yang seharusya terjadi. Sebaliknya, siswa yang tidak menganggap kesulitan yang dialaminya mempengaruhi sisi lain kehidupannya merupakan siswa yang mampu membatasi jangkauan masalahnya.
Dimensi endurance menunjukkan sikap seseorang tentang
anggapannya mengenai jangka waktu kesulitan itu terjadi. Orang yang menganggap bahwa kesulitan yang terjadi tidak akan pernah berakhir merasa tidak perlu melakukan apapun untuk mengatasi situasi tersebut. Siswa yang beranggapan seperti ini dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah akan memberikan kontribusi yang sangat kecil dalam upaya mencapai tujuan bersama. Menurut Seligman (2005), siswa tersebut dapat dikatakan pesimis. Sebaliknya, siswa yang memiliki pandangan bahwa kesulitan yang dialaminya hanya akan berlangsung sementara memiliki tingkat daya juang pada dimensi endurance yang tinggi.
E. Kajian Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Theresia Aprilia Rahmawati tahun 2007 dengan judul “Studi Deskriptif Mengenai Adversity Quotient Pada Siswa Kelas IX”. Penelitian ini menggambarkan adversity quotient siswa kelas XI dalam menghadapi abad ke-21.
Subyek penelitian ini adalah siswa siswi kelas XI SMA Pangudi Luhur Sedayu sebanyak 62 orang. Metode penelitian kuantitatif deskriptif menggunakan skala adversity quotient sebagai alat pengumpulan data yang terdiri dari 45 item. Uji
(50)
31
dengan mengukur korelasi antara item-item dan skor total. Pengujian reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach menghasilkan koefisien korelasi 0,929.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat adversity quotient siswa adalah tinggi, yaitu
sebanyak 55 subjek (88,71%), sedangkan siswa lain memiliki tingkat adversity
quotient sedang, yaitu sebanyak 7 orang (11,29%), dan tidak ada siswa yang
memiliki tingkat adversity quotient rendah.
F. Kerangka Pikir
DAYA JUANG
Memiliki kendali atas masalah yang
dihadapi
Tingkat Daya Juang Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah
(Tata Tertib)
Mengidentifikasi penyebab masalah
dan memperbaiki kesalahan
Membatasi jangkauan masalah dalam
hidup
Memiliki pandangan bahwa masalah
akan berakhir
Endurance Reach
Origin & Ownership Control
Penyusunan Topik-topik Bimbingan terkait Daya Juang
(51)
32 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang jenis atau desain penelitian, waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional, teknik dan instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas, serta teknik analisis data.
A. Jenis atau Desain Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan menggunakan eksplanasi deskriptif. Sugiyono (2013) mengatakan bahwa penelitian menggunakan metode kuantitatif merupakan penelitian yang mempunyai data berupa angka-angka dan analisisnya juga menggunakan statistik, sedangkan eksplanasi deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan, atau penghubungan dengan variabel yang lain. Dalam penelitian ini, hal yang diteliti adalah tingkat daya juang siswa kelas X mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah. Untuk mengetahui tingkat daya juangnya, diperlukan skor-skor berupa angka yang menentukan tinggi rendahnya tingkat daya juang siswa kelas X. Skor-skor tersebut diperoleh dari jawaban siswa pada kuesioner. Eksplanasi deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan tingkat daya juang siswa kelas X tersebut dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah.
(52)
33 B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada semester genap tahun ajaran 2016/2017. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 29 April dan 8 Mei 2017. Tempat pengambilan data penelitian ini adalah SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta terdiri atas 13 kelas dengan jumlah siswa keseluruhan 455. Pada penelitian ini, diambil 89 siswa yang menjadi sampel dari keseluruhan siswa. Siswa-siswa yang menjadi sampel tersebut diperoleh secara acak dari tiga kelas X dari 13 kelas yang ada. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik probability sampling, yaitu simple random sampling.
Teknik ini digunakan untuk pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak. Adapun rincian jumlah sampel adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1
Jumlah Sampel Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta
NO Kelas Jumlah
1 X-3 26
2 X-5 29
3 X-7 34
(53)
34
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel penelitian merupakan atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Hatch dan Farhady dalam Sugiyono, 2013:60). Adapun variabel yang diukur pada penelitian ini adalah tingkat daya juang siswa menjalankan tata tertib sekolah. Daya juang adalah kemampuan siswa dalam menghadapi dan mengatasi rintangan atau kesulitan sehari-hari secara tangguh serta tekun tanpa peduli hambatan yang ada di sekelilingnya dan fokus pada tujuan.
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui instrumen kuesioner dengan judul
“Daya Juang Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah”. Kuesioner ini disusun
dengan mengacu pada teori Stoltz mengenai Adversity Quotient. Stoltz
mengemukakan dimensi adversity quotient, yaitu dimensi control, origin &
ownership, reach, dan endurance. Dimensi tersebut merupakan respons-respons
seseorang terhadap kesulitan yang dialami dan dijadikan aspek-aspek untuk mengukur tingkat daya juang siswa pada penelitian ini.
Pada penelitian ini, skala pengukuran kuesioner yang digunakan ialah skala Likert. Skala Likert terdiri dari pilihan jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S), Tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Peneliti meniadakan pilihan jawaban Netral (N) untuk menghindari adanya kecenderungan jawaban ditengah (central tendency effect). Berikut adalah tabel skor pengukuran skala Likert
(54)
35 Tabel 3.2
Pengukuran Skala Likert
NO Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
1 Sangat Sesuai (SS) 4 1
2 Sesuai (S) 3 2
3 Tidak Sesuai (TS) 2 3
4 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4
Kuesioner pada penelitian ini terdiri atas 70 item pernyataan, yaitu 35 item favorable dan 35 item unfavorable. Berikut adalah kisi-kisi instrumen pada
penelitian ini:
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Daya Juang Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah Untuk Uji Coba Terpakai
N
O Aspek Indikator
Nomor Item
∑
Favorable Unfavorable
1 Meyakini bahwa kesulitan dapat diatasi dengan sikap optimis dan pikiran positif (Control)
Pantang menyerah 63 5
14
Berani menghadapi tantangan 26 8
Memiliki tekad untuk
menyelesaikan kesulitan yang dihadapi
7 25
Bersikap tenang / tidak
gegabah 3 66
Berpikir realistis 60 30
Berpikir jernih untuk
mengambil tindakan 1 53
Bersemangat 22 58
2
Menggunakan rasa bersalah sebagai perbaikan diri (Origin)
Merasa rasa bersalah
sewajarnya 55, 18 62, 31
14 Tidak berlarut-larut dalam
penyesalan 6, 65 38, 16
Memaafkan kesalahan diri
sendiri dan orang lain 29 49
Memperbaiki tindakan yang
salah 2, 52 39, 23
3 Mengakui akibat atas kesalahan yang dilakukan secara bertanggung
Tidak mengulangi kesalahan
yang telah dilakukan 28, 56 44, 17
14 Mengganti kerugian yang
ditimbulkan oleh kesalahan yang dilakukan
(55)
36
jawab (Ownership)
Berjiwa besar menerima
konsekuensi 11, 4 35, 51
Mencari solusi alternatif
untuk menyelesaikan masalah 13, 45 24, 61
4
Membatasi jangkauan masalah terhadap segi-segi lain dari kehidupan (Reach)
Tidak melebih-lebihkan
masalah 32, 15 57, 48
14 Menempatkan masalah pada
posisi yang sepantasnya 67 36
Mengatasi pengaruh
permasalahan 46, 34 4, 9
Berpikir ke depan dalam
mengambil keputusan 68, 41 14, 27
5 Menanggapi kesulitan sebagai sesuatu yang bersifat sementara (Endurance)
Yakin adanya jalan keluar 40, 20 50, 10
14
Fokus pada solusi 37, 59 70, 19
Cepat tanggap menyelesaikan
masalah 33, 69 42, 54
Mencegah kesulitan
berlangsung lebih lama 43 12
Total 35 35 70
Teknik penelitian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menyusun kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi ini termuat aspek-aspek
daya juang yang diukur dengan indikatornya masing-masing.
b. Menyusun item pernyataan kuesioner berdasarkan indikator dari aspek-aspek yang diukur. Item pernyataan tersebut dibagi menjadi dua bentuk, yaitu favorable dan unfavorable. Skala pengukuran kuesioner yang
digunakan adalah skala Likert.
c. Mengkonsultasikan item kuesioner kepada dosen pembimbing dan
merevisi item, baik dari bahasa yang digunakan maupun kesesuaiannya dengan aspek yang ingin diukur.
d. Menyebar kuesioner pada siswa kelas X SMK Penerbangan AAG
Adisutjipto sebanyak tiga kelas dengan menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner kepada siswa untuk keperluan uji coba terpakai. Uji coba
(56)
37
terpakai digunakan dengan mempertimbangkan efektivitas waktu pengumpulan data agar lebih singkat dan tidak bertepatan dengan waktu libur awal bulan ramadhan di sekolah, sehingga data dari uji coba terpakai tersebut digunakan sebagai data penelitian.
e. Hasil jawaban siswa pada kuesioner ditabulasi dan dilakukan analisis butir item melalui perhitungan daya diskriminasi item atau daya beda, selanjutnya menghitung reliabilitas instrumen.
f. Menganalisis dan membahas hasil penelitian kemudian menarik
kesimpulan akhir.
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas
Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2013). Pada penelitian ini, pengujian validitas skala instrumen dilakukan dengan pengujian validitas isi (content validity) dari pendapat ahli (expert
judgement). Dalam penelitian ini, expert judgement dilakukan oleh dosen
pembimbing skripsi, yaitu ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. Peneliti meminta pendapat kepada dosen pembimbing tentang kesesuaian aspek-aspek yang diukur dengan teori yang ada, yaitu Adversity Quotient oleh
Paul G. Stoltz, sehingga dosen pembimbing dapat memutuskan kelayakan item instrumen untuk digunakan dalam melaksanakan penelitian. Setelah itu, dilakukan uji coba terpakai dengan menyebar kuesioner yang berjumlah 70 item pernyataan. Prihantono (Dalam Livianita, 2015)
(57)
38
menyebutkan uji coba terpakai dapat digunakan dengan alasan metodologis, yaitu keterbatasan subjek penelitian maupun alasan praktis, yaitu kesibukan subjek penelitian. Dalam penelitian ini digunakan uji coba terpakai karena alasan praktis, yaitu instrumen yang disusun sudah dipersiapkan untuk keperluan uji coba terpakai dengan jumlah item yang disusun dua kali lipat dari jumlah item yang diharapkan. Uji coba terpakai juga digunakan karena peneliti tidak menemukan subjek lain yang mirip dengan subjek penelitian, yaitu siswa yang menjalankan sistem pendisiplinan yang ketat di Yogyakarta. Selain itu, uji coba terpakai digunakan dengan mempertimbangkan waktu libur awal ramadhan siswa di SMK Penerbangan AAG Adisutjipto serta persiapan mereka menghadapi ujian akhir semester.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis butir item dengan menguji daya beda atau daya diskriminasi item. Hal ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2012). Teknik statistik yang digunakan untuk menguji daya beda item adalah teknik korelasi product moment dari Pearson
menggunakan aplikasi komputer SPSS for Windows 22. Rumus korelasi
(58)
39
Keterangan:
N = jumlah responden
X = Skor variabel (jawaban responden)
Y = Skor total dari variabel (jawaban responden)
Di dalam perhitungan daya beda item menggunakan SPSS for
Windows 22 sudah tersedia kolom Sig. (2-tailed) atau taraf signifikan (α). Menurut Siregar (2013), penentuan tinggi rendahnya daya beda item ditetapkan berdasarkan pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05 kemudian dibandingkan dengan rtabel product moment N
= jumlah responden - 2. Kriteria pengujian, yaitu apabila rhitung≥ rtabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dinyatakan memiliki daya beda tinggi (valid). Apabila rhitung < rtabel, maka instrumen atau item-item pernyataan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total atau dinyatakan memiliki daya beda rendah (tidak valid). Hasil perhitungan daya beda item oleh SPSS for Windows 22 menunjukkan dari 70 item yang ada, 60 item
memiliki daya beda tinggi dan 10 item memiliki daya beda rendah dan disisihkan. Berikut hasil uji daya beda item instrumen Daya Juang Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah:
(59)
40 Tabel 3.4
Hasil Rekapitulasi Uji Daya Beda Item
Instrumen Daya Juang Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah
No Aspek Nomor Item Terpakai Nomor Item Tersisihkan
Fav Unfav Fav Unfav
1 Meyakini bahwa
kesulitan dapat diatasi dengan sikap optimis dan pikiran positif (Control)
1, 3, 7, 22, 26, 60, 63
5, 8, 25, 30, 53, 58,
66
3 53
2 Mengakui akibat atas
kesalahan yang dilakukan secara bertanggung jawab (Ownership)
2, 6, 18, 29, 52, 55,
65
16, 23, 31, 38, 39, 49,
62
- 31
3 Mengakui akibat atas
kesalahan yang dilakukan secara bertanggung jawab (Ownership)
4, 11, 13, 28, 45, 47,
56
17, 24, 35, 44, 51, 61
64
56 17
4 Membatasi jangkauan
masalah terhadap segi-segi lain dari kehidupan (Reach)
15, 32, 34, 41, 46, 67,
68
4, 9, 14, 27, 36, 57,
48
34 14
5 Menanggapi kesulitan
sebagai sesuatu yang bersifat sementara (Endurance)
20, 33, 37, 40, 43, 59,
69
10, 12, 19, 42, 50, 54,
70
40, 69 42
Jumlah 5 5
2. Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono. 2013). Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menghitung reliabilitas instrumen adalah metode Alpha Cronbach
karena kuesioner yang digunakan memiliki pernyataan mengenai perilaku (Siregar, 2013). Pengujian reliabilitas dengan menggunakan teknik Alpha
(60)
41
Keterangan:
σ2
t = Varians total
Σσ2
i = Jumlah varians butir
K = Jumlah butir pertanyaan
r11 = Koefisien reliabilitas instrument
Pada umumnya, reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai minimal 0,900 (Azwar, 2012). Hasil perhitungan indeks reliabilitas dikonsultasikan dengan kriteria Guilford.
Tabel 3.5 Kriteria Guilford
No Koefisien Korelasi Kualifikasi
1 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
2 0,71 – 0,90 Tinggi
3 0,41 – 0,70 Cukup
4 0,21 – 0,40 Rendah
5 Negatif – 0,20 Sangat Rendah
Berdasarkan hasil dari perhitungan Alpha Cronbach dengan
menggunakan program SPSS for Windows 22, diperoleh perhitungan
reliabilitas instrumen daya juang mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah yang ada pada tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6
Nilai Koefisien Reliabilitas Instrumen Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
(61)
42
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan nilai alpha cronbach yang
diperoleh adalah 0,931. Hal ini berarti reliabilitas instrumen penelitian ini sangat tinggi jika dikonsultasikan dengan kriteria Guilford.
G. Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif yang meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan nilai maksimum, nilai minimum, mean teoretis, dan standar deviasi serta perhitungan persentase. Penentuan kategori tingkat daya juang didasarkan pada kategori jenjang. Tujuan dari kategori jenjang ini adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinuum berdasar atribut yang diukur. Menurut Azwar (2012) penentuan kategori jenjang adalah berdasar standar deviasi dan mean teoretis sebagai berikut:
Tabel 3.7
Norma Kategorisasi Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah pada Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG
Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017
No Norma Kategori
1 Sangat Tinggi
2 Tinggi
3 Sedang
4 Rendah
5 Sangat Rendah
Keterangan :
X = Skor total subjek
µ = Mean teoretis, yaitu rata-rata teoretis dari skor maksimum dan skor minimum
σ = Standard deviation, yaitu luas jarak sebaran yang dibagi dalam 6 satuan standar deviasi
(62)
43
Kategori di atas diterapkan sebagai patokan dalam pengelompokan tinggi rendah tingkat daya juang siswa kelas X dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah dengan jumlah item sebanyak 60 item. Berdasarkan hal tersebut, diperoleh unsur perhitungan capaian skor subjek sebagai berikut.
1. Perhitungan capaian skor subjek variabel daya juang siswa kelas X mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah.
Skor Maksimum Teoritik : 60 x 4 = 240
Skor Minimum Teoritik : 60 x 1 = 60
Rata-rata teoritik ( ) : = 150
: =30
Hasil perhitungan data skor subjek disajikan dalam norma kategorisasi tingkat daya juang siswa kelas X mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah dalam tabel berikut:
Tabel 3.8
Kategorisasi Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah pada Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG
Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017
No Norma Rentang Skor Kategori
1 195 < X Sangat Tinggi
2 165 < X ≤ 195 Tinggi
3 135 < X ≤ 165 Sedang
4 105 < X ≤ 135 Rendah
(63)
44
2. Perhitungan untuk mendeteksi skor item yang capaiannya rendah.
Skor Maksimum Teoritik : 89 x 4 =356
Skor Minimum Teoritik : 89 x 1 = 89
Rata-rata teoritik ( ) : = 222,5
: = 44,5
Hasil perhitungan data skor item instrumen daya juang mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 3.9
Kategorisasi Skor Item Daya Juang Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017
No Norma Rentang Skor Kategori
1 289,25 < X Sangat Tinggi
2 244,75 < X ≤ 289,25 Tinggi
3 200,25 < X ≤ 244,75 Sedang
4 155,75 < X ≤ 200,25 Rendah
(64)
45 BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab ini berisi hasil data, pembahasan, dan implikasi hasil penelitian.
A. Hasil Data
Hasil pengolahan data penelitian mengenai tingkat daya juang siswa kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017 dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah dapat dikategorikan pada tabel berikut.
Tabel 4.1
Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Tahun Ajaran 2016/2017 dalam Mengikuti Sistem Pendisiplian di Sekolah
Kategori Interval Frekuensi Persentase
Sangat Tinggi 195-240 25 28,09%
Tinggi 165-194 45 50,56%
Sedang 135-164 19 21,35%
Rendah 105-134 0 0%
Sangat Rendah 60-104 0 0%
Jumlah 89 100%
Jika dilihat dalam grafik, tingkat daya juang siswa kelas X SMK Penerbangan AAG Adisutjipto Yogyakarta mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah, yaitu sebagai berikut.
(65)
46 Gambar 4.1
Grafik Tingkat Daya Juang Siswa Kelas X Mengikuti Sistem Pendisiplinan di Sekolah
Pengamatan pada grafik maupun tabel diatas menerangkan bahwa:
1. Terdapat 25 siswa (28,09%) memiliki tingkat daya juang sangat tinggi dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah. Hal ini berarti siswa-siswa tersebut mampu merespons kesulitan dengan sangat baik dengan berusaha mengatasi kesulitan yang dihadapi.
2. Terdapat 45 siswa (50,56%) memiliki tingkat daya juang tinggi dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah. Hal ini berarti siswa-siswa tersebut mampu merespons kesulitan dengan cukup baik dengan berusaha mengatasi kesulitan yang dihadapi.
3. Terdapat 19 siswa (21,35%) memiliki tingkat daya juang sedang dalam mengikuti sistem pendisiplinan di sekolah. Hal ini berarti siswa-siswa
(1)
96
No
Bidang
Bimbingan
Item Skor
Rendah
Kompetensi
Dasar
Indikator
Materi
Metode
Evaluasi
Sumber
Topik
Sub Topik
11
Pribadi
Saya
berpikir
kesulitan
yang saya
alami ini
semakin
lama
semakin
memburuk.
(Item no.
50)
Mampu
berpikir
positif
dalam
menghadapi
masalah
1.
Mampu
melihat sisi
positif dari
masalah
yang
dihadapi
2.
Mampu
meminimali
sir pikiran
negatif
terhadap
masalah
yang
dihadapi
Berpikir
Positif
dalam
Menghadapi
Masalah
1.
Pengertian
berpikir positif
2.
Manfaat
berpikir positif
3.
Kiat-kiat
berpikir positif
dalam
menghadapi
masalah
1. Salam pembuka dan ice breaking. 2. Menonton video
“Kekuatan berpikir positif” 3. Materi singkat
“Berpikir Positif dalam
Menghadapi Masalah” 4. Refleksi 5. Kesimpulan 6. Penutupan
Proses: Bagaimana keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan? Hasil: 1. Apakah
siswa mampu memaha mi arti berpikir positif? 2. Apakah
siswa mampu menjelas -kan manfaat berpikir positif?
(2)
97 No Bidang
Bimbingan
Item Skor Rendah
Kompetensi
Dasar Indikator
Materi
Metode Evaluasi Sumber
Topik Sub Topik
12 Pribadi Bagi saya menyelesaikan masalah tidak perlu langsung dilakukan. (Item no. 54)
Mampu menyelesaikan masalah tanpa menunda-nunda waktu
1. Mampu menyelesaik an masalah satu persatu
Menunda Pekerjaan akan Menumpuk Beban
1. Pengertian menunda pekerjaan 2. Dampak
menunda pekerjaan
1. Salam pembuka dan ice
breaking. 2. Menonton
video
“procrastinanti on”
3. Materi singkat “Menunda Pekerjaan akan Menumpuk Beban” 4. Refleksi 5. Kesimpulan 6. Penutupan
Proses: Bagaimana keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan? Hasil: 1. Apakah
siswa mampu memaha-mi arti menunda pekerjaan? 2. Apakah
siswa mampu menjelask an dampak menunda pekerjaan?
(3)
98 No Bidang
Bimbingan
Item Skor Rendah
Kompetensi
Dasar Indikator
Materi
Metode Evaluasi Sumber
Topik Sub Topik 13 Pribadi Saya bingung
mau melakukan hal seperti apa lagi untuk menghilangkan rasa jenuh saya di sekolah. (Item no. 61)
Mampu membuat inovasi dalam mengatasi kesulitan
1. Mampu menciptakan kegiatan yang tidak membosanka n dalam menghadapi masalah 2. Mampu
memecahkan masalah secara kreatif
Menemukan Solusi Masalah secara Kreatif
1. Pengertian kreatif 2. Kiat-kiat
menumbuh - kan kreativitas diri
1. Salam pembuka dan ice breaking. 2. Game
“Berhitung menggunak an batang korek dengan cara kreatif” 3. Materi singkat “Menemuk an Solusi Masalah secara Kreatif” 4. Refleksi 5. Kesimpulan 6. Penutupan
Proses: Bagaimana keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan? Hasil: 1. Apakah
siswa mampu menjelaskan pengertian kreatif? 2. Apakah
siswa mampu memahami kiat-kiat menumbuhk an
kreativitas diri?
(4)
99
Bimbingan Rendah Dasar Topik Sub Topik
14 Pribadi Ketika saya mengalami kegagalan, saya menjadi
terhambat untuk mengembangkan diri. (Item no. 62)
Mampu menjadikan kegagalan sebagai motivasi untuk semakin mengembangkan diri
1. Mampu menangga pi
kegagalan secara positif 2. Mampu
belajar dari kegagalan 3. Mampu
memper-baiki diri dari kegagalan
Motivasi diri
1. Pengertian motivasi diri 2.
Bentuk-bentuk motivasi diri 3. Kiat-kiat
menumbuh kan motivasi diri
1. Salam pembuka dan ice breaking. 2. Menonton
Video “We Can Try” 3. Materi
singkat “motivasi diri” 4. Refleksi 5.
Kesimpu-lan 6. Penutupan
Proses: Bagaimana keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan? Hasil: 1. Apakah
siswa mampu memahami arti motivasi diri?
2. Apakah siswa mampu menjelaskan bentuk-bentuk dan kiat-kiat motivasi diri?
(5)
100 No Bidang
Bimbingan
Item Skor Rendah
Kompetensi
Dasar Indikator
Materi
Metode Evaluasi Sumber
Topik Sub Topik 15 Pribadi Saya
berpendapat kesulitan yang saya alami terlalu rumit untuk diselesaikan. (Item no. 70)
Mampu menumbuhkan sikap optimis dalam menghadapi masalah
1. Mampu berpikir positif 2. Mampu
meningkatka n semangat juang untuk menyelesaika n masalah.
Bersikap Optimis dalam Menghadapi Masalah
1. Pengertian optimis 2. Manfaat
bersikap optimis 3. Ciri orang
optimis 4. Cara
menumbuh kan sikap optimis
1. Salam pembuka dan ice breaking. 2. Menonton
Video “Perjuanga n gadis buta” 3. Materi
singkat “Bersikap optimis dalam menghadapi masalah” 4. Refleksi 5. Kesimpulan 6. Penutupan
Proses: Bagaimana keterlibatan siswa dalam mengikuti kegiatan? Hasil: 1. Apakah
siswa mampu memahami pentingnya bersikap optimis? 2. Apakah
siswa mampu menyebut-kan cara menumbuh kan sikap optimis?
(6)