Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) DENGAN

PERILAKU MEROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

TAHUN 2014

Oleh :

FITRI AISYAH NIM : 121021062

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) DENGAN

PERILAKU MEROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

FITRI AISYAH NIM : 121021062

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) DENGAN PERILAKU MEROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : FITRI AISYAH Nomor Induk Mahasiswa : 121021062

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Peminatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Tanggal Lulus : 22 Januari 2015

Disahkan Oleh : Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Juanita, SE. MKes

NIP.19621223 199103 2 002 NIP.19750804 200212 2 001 dr. Rusmalawaty. MKes


(4)

ABSTRAK

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) DENGAN

PERILAKU MEROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

TAHUN 2014

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dibakar dan dihisap atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih dan cerutu. Racun utama pada tembakau (rokok) adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Menurut WHO (World Health Organization) 2011, pada abad ke-20 ada 100 juta penduduk dunia meninggal dunia akibat rokok dan diperkirakan tahun 2030 angka kematian akibat rokok akan melebihi 8 juta orang pertahun. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan malah cenderung meningkat dari 34,2% (2007) menjadi 36,3% (2013). Selain itu ditemukan juga 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Peserta PBI di wilayah kerja Puskesmas Kotanopan sebanyak 10.110.

Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kotanopan. Sampel yang akan diambil yaitu sebanyak 93 responden. Analisis data dilaksanakan dengan program komputer yaitu uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan (p=1.000) dan persepsi (p=0.114) serta ada hubungan antara umur (p=0.041), jenis kelamin (p<0.001), pekerjaan (p=0.043) dan pengetahuan (p=0.036). Pada K1, kebutuhan rokok adalah kedua terpenting dibandingkan dengan pendidikan.

Berdasarkan hasil tersebut diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal agar lebih menginstruksikan pada Puskesmas untuk terus meningkatkan pendidikan kesehatan terutama tentang rokok pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas masing-masing. Kepada Puskesmas Kotanopan diharapkan untuk melakukan penyuluhan-penyuluhan kesehatan tentang bahaya dan kerugian rokok.

Kata kunci : Karakteristik, Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Perilaku Merokok.


(5)

ABSTRACT

Ciggaret is a product of tobacco that burned and smoke inhalation included kretek and cheroot. Tobacco (cigarette) poison is tar, nicotine and carbonmonoxide. WHO (World Health Organization) 2011, the 20th tobacco use could kill 100 million people because of cigarette and by 2030 tobacco will kill more than 8 million people worldwide each year. Result of Riskesdas 2013 showed not decreased smoking behaviour with age 15 years old. Its still increased from 34,2% (2007) to 36,3% (2013) and what is more also find 9,9% not work smoker and 32,3% K1. Health Insurance Membership Aid in Puskesmas Kotanopan working area were 10.110 member.

The study was a cross sectional survey. This study done at Puskesmas Kotanopan working area. The sample were 93 respondent health insurance aid. Sampling conducted with multistage random sampling technique. Data was analyzed with computer program using chi square.

The study result showed : not have relation between education (p=1.000) and perception (p=0.114) and also have relation between age (p=0.041), sex (p<0.001), work (p=0.036), knowledge (p=0.036) with behavior smoker. For quintile 1, the second important is ciggaret than education.

This study expectable to Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal so instruction to puskesmas always increase health education especially about smoke at puskesmas working area. To Puskesmas Kotanopan expectable to health informant knowledge about the danger and less of smoke.

Keywords : Characteristic, Health Insurance Membership Aid, Smoking Behaviour.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fitri Aisyah

Tempat/ Tanggal Lahir : Tamiang/05Mei 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 2 dari 5 Bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jalan Medan-Padang Km. 7, Kel. Tamiang, Kec. Kotanopan, Kab. Mandailing Natal

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1996 – 2002 : SDN 204Tamiang 2. Tahun 2002 – 2005 : SMPN 1 Kotanoapan 3. Tahun 2005 – 2008 :SMAN2Plus Sipirok

4. Tahun 2008 – 2011 : Prodi III Kebidanan STIKes FLORA Medan

5. Tahun 2012 – 2015 : Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR Assalamu a’laikum wr.wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya berupa kesehatan dan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014 ”. Terselesaikan dan terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari adanya dukungan dan bantuan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan segala rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy. BZ, MPH selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Juanita, SE. M.Kes selaku pembimbing I yang telah banyak membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku pembimbing II yang telah banyak membantu dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Siti Khadijah Nasution, SKM. MKes selaku penguji I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.


(8)

6. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku penguji II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Pembimbing Akademik yang banyak membantu membimbing saya selama menjalani pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara ini.

8. Ibu dr. Wuriyandari selaku Kepala Puskesmas Kotanopan yang telah memberikan saya izin untuk melakukan penelitian di wilayah kerja yang ibu pimpin.

9. Seluruh bapak/ibu dosen dan staf di FKM USU khususnya di Departemen AKK, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan, bimbingan dan dukungan serta dorongan selama pendidikan, semoga bermanfaaat untuk yang akan datang.

10.Ayahanda tercinta Bahrum Lubis “tetesan keringat dan iringan do’amu menyertai dan menjadi motivasi perjuanganku tanpa letih kau korbankan segalanya untukku” dan Ibunda tercinta Mardiah Hannum “ pelangi hatiku, belaian kasih sayangmu menjadi sumber inspirasi perjalanan hidup yang melahirkan nuansa-nuansa indah disetiap langkah dan senyummu yang menyejukkan hati yang menjadi sumber kekuatan dalam hidupku”.

11.Saudara-saudaraku tersayang Aminuddin Syah Lubis, ST, Adi Praja Syaputra Lubis, Rahmad Alamsyah Lubis, dan Padri Ansyah Lubis yang telah memberikan semangat, do’a, kasih sayang, kesabaran dan nasehat serta motivasi dalam menyikapi hidup ini sehingga terselesaikannya skripsi ini.

12.Seluruh Kepala Desa serta Sekretaris Desa yang banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama pada saat melakukan penelitian.


(9)

13.Kakak Risna, Etek Sakdah dan masyarakat wilayah kerja Puskesmas Kotanopan yang telah banyak dan bersedia membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. 14.Seluruh teman-teman FKM USU terutama peminatan AKK 2013 dan khususnya

buat teman-temanku di kost Dr. Sumarsono No. 22 terima kasih untuk kebersamaan dan pelajaran hidup selama ini.

15.Semua pihak yang telah membantu dan saya mohon maaf karena namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas dari kesalahan baik dari penulisan maupun bahasa. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini, sebelumnya penulis ucapkan banyak terima kasih.

Wassalamu a’laikum wr.wb

Medan, Januari 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar…….. ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 11

1.3.Tujuan Penelitian ... 12

1.4.Manfaat Penelitian ... 12

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. Perilaku ... 13

2.1.1. Pengertian Perilaku ... 13

2.1.2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan ... 14

2.2. Teori Determinan Perilaku ... 16

2.3. Rokok .. ... 17

2.3.1. Kandungan Rokok ... 17

2.3.2. Dampak Rokok atau Tembakau bagi Kesehatan ... 20

2.3.3. Belanja Rokok ... 26

2.3.4. Tahap-tahap Merokok ... 27

2.3.5. Tipe Perokok ... 28

2.3.6. Alasan Merokok ... 28

2.4. Konsep dan Sebab Kemiskinan ... 29

2.4.1. Konsep Kemiskinan ... 29

2.4.2. Sebab-sebab Kemiskinan... 32

2.5 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 33

2.5.1. Dasar Hukum JKN ... 34

2.5.2. Kepesertaan JKN ... 34

2.5.3. Pelayanan JKN ... 35

2.6. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ... 36

2.6.1. Pengertian Puskesmas ... 36

2.6.2. Visi dan Misi Puskesmas ... 37

2.6.3. Tujuan Puskesmas ... 38

2.6.4. Fungsi Puskesmas ... 38


(11)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 39

2.8. Hipotesis Penelitian ... 39

BAB III : METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 40

3.2.2. Waktu Penelitian ... 40

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1. Populasi ... 40

3.3.2. Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.1. Data Primer ... 41

3.4.2. Data Sekunder ... 41

3.5. Defenisi Operasional ... 42

3.5.1. Variabel Independen ... 42

3.5.2. Variabel Dependen ... 43

3.6. Aspek Pengukuran ... 43

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 44

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 45

3.7. Tekhnik Pengolahan Data ... 45

3.8. Analisa Data ... 45

BAB IV : HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Gambaran Umum Geografis Lokasi Penelitian ... 46

4.2. Analisis Univariat... 47

4.2.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik PBI JKN di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 47

4.2.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Berdasarkan Pengetahuan... 48

4.2.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik PBI JKN di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Berdasarkan Persepsi ... 50

4.2.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Berdasarkan Pengeluaran. ... 52

4.3. Analisis Univariat Variabel Dependen ... 54

4.3.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Peserta JKN PBI di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Berdasarkan Perilaku Merokok. 54 4.4. Analisis Bivariat ... 56

4.4.1. Hubungan Karakteristik Umur Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan. ... 56

4.4.2. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan. ... 57


(12)

4.4.3. Hubungan Karakteristik Tingkat Pendidikan Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran dengan Perilaku Merokok di Wilayah

Kerja Puskesmas Kotanopan. ... 57

4.4.4. Hubungan Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran JKN dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan. ... 58

4.4.5. Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 59

4.4.6. Hubungan Karakteristik Persepsi Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 60

4.4.7. Hubungan Karakteristik Pengeluaran Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 61

4.5. Ringkasan Uji Square ... 61

BAB V : PEMBAHASAN ... 62

5.1. Karakteristik Responden... 62

5.2. Hubungan Karakteristik Umur Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 62

5.3. Hubungan Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 63

5.4. Hubungan Karakteristik Pendidikan JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan. ... 64

5.5. Hubungan Karakteristik Pekerjaan JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 65

5.6. Hubungan Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 66

5.7. Hubungan Karakteristik Persepsi Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 68

5.8. Hubungan Karakteristik Pengeluaran Peserta JKN PBI dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan ... 69

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

6.1. Kesimpulan ... 73

6.2. Saran ... ... 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1. Distribusi Sampel Penelitian dari Desa/Kelurahan Terpilih ... 41

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 44

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 41

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Peserta JKN Penerima Bantuan

Iuran (PBI) di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014…. . 48

Tabel 4.2. Rincian Hasil Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan Tentang

Rokok dan JKN……….. ... 49

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) Berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Wilayah Kerja

Puskesmas Kotanopan Tahun 2014 ... 50

Tabel 4.4. Rincian Jawaban Responden pada Variabel Persepsi tentang JKN dan

Rokok………. ………. 51

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Karakteristik Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) berdasarkan Persepsi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kotanopan Tahun 2014……….... 51

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) Berdasarkan Pengeluaran di Wilayah Kerja Puskesmas

Kotanopan Tahun 2014……… 52

Tabel 4.7. Rata-rata Pengeluaran Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI)

JKN di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014 ... 53

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) Berdasarkan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas

Kotanopan Tahun 2014……… 54

Tabel 4.9. Kebiasaan-Kebiasaan Merokok Responden ... 55

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Karakteristik Umur Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja


(14)

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Karakteristik Jenis Kelamin Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah

Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014……… 57

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pendidikan Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja

Puskesmas Kotanopan Tahun 2014……….. 58

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pekerjaan Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja

Puskesmas Kotanopan Tahun 2014……….. 59

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pengetahuan Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja

Puskesmas Kotanopan Tahun 2014……….. 60

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Karakteristik Persepsi Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja

Puskesmas Kotanopan Tahun 2014………. 60

Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Karakteristik Pengeluaran Peserta JKN Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 : Determinan Perilaku Manusia ... 16

Gambar 2 : Kerangka Konsep Penelitian ... 39

Gambar 3 : Grafik Pengeluaran Konsumsi Makanan, Pendidikan dan Rokok Responden Perbulan ... 53


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian ... 78

Lampiran 2 : Surat Izin Memperoleh Data ... 81

Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian ... 82

Lampiran 4 : Surat Izin Meneliti dari Puskesmas Kotanopan ... 83

Lampiran 5 : Jumlah PBI JKN di Puskesmas Kotanopan ... 84

Lampiran 6 : Tabel Master Hasil Penelitian ... 85


(17)

ABSTRAK

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) DENGAN

PERILAKU MEROKOK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

TAHUN 2014

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dibakar dan dihisap atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih dan cerutu. Racun utama pada tembakau (rokok) adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida. Menurut WHO (World Health Organization) 2011, pada abad ke-20 ada 100 juta penduduk dunia meninggal dunia akibat rokok dan diperkirakan tahun 2030 angka kematian akibat rokok akan melebihi 8 juta orang pertahun. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan malah cenderung meningkat dari 34,2% (2007) menjadi 36,3% (2013). Selain itu ditemukan juga 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Peserta PBI di wilayah kerja Puskesmas Kotanopan sebanyak 10.110.

Jenis penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kotanopan. Sampel yang akan diambil yaitu sebanyak 93 responden. Analisis data dilaksanakan dengan program komputer yaitu uji chi square.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan (p=1.000) dan persepsi (p=0.114) serta ada hubungan antara umur (p=0.041), jenis kelamin (p<0.001), pekerjaan (p=0.043) dan pengetahuan (p=0.036). Pada K1, kebutuhan rokok adalah kedua terpenting dibandingkan dengan pendidikan.

Berdasarkan hasil tersebut diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal agar lebih menginstruksikan pada Puskesmas untuk terus meningkatkan pendidikan kesehatan terutama tentang rokok pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas masing-masing. Kepada Puskesmas Kotanopan diharapkan untuk melakukan penyuluhan-penyuluhan kesehatan tentang bahaya dan kerugian rokok.

Kata kunci : Karakteristik, Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), Perilaku Merokok.


(18)

ABSTRACT

Ciggaret is a product of tobacco that burned and smoke inhalation included kretek and cheroot. Tobacco (cigarette) poison is tar, nicotine and carbonmonoxide. WHO (World Health Organization) 2011, the 20th tobacco use could kill 100 million people because of cigarette and by 2030 tobacco will kill more than 8 million people worldwide each year. Result of Riskesdas 2013 showed not decreased smoking behaviour with age 15 years old. Its still increased from 34,2% (2007) to 36,3% (2013) and what is more also find 9,9% not work smoker and 32,3% K1. Health Insurance Membership Aid in Puskesmas Kotanopan working area were 10.110 member.

The study was a cross sectional survey. This study done at Puskesmas Kotanopan working area. The sample were 93 respondent health insurance aid. Sampling conducted with multistage random sampling technique. Data was analyzed with computer program using chi square.

The study result showed : not have relation between education (p=1.000) and perception (p=0.114) and also have relation between age (p=0.041), sex (p<0.001), work (p=0.036), knowledge (p=0.036) with behavior smoker. For quintile 1, the second important is ciggaret than education.

This study expectable to Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal so instruction to puskesmas always increase health education especially about smoke at puskesmas working area. To Puskesmas Kotanopan expectable to health informant knowledge about the danger and less of smoke.

Keywords : Characteristic, Health Insurance Membership Aid, Smoking Behaviour.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Masalah kesehatan sangat memerlukan perhatian karena dengan terwujudnya masyarakat yang sehat maka akan terwujud pula kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan negara yang sehat. Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan nasional. Oleh karena itu, kesehatan diupayakan dapat menjangkau dan dimanfaatkan oleh setiap warga negara.

Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 5 menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan, setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau serta setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Dalam pasal 20 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.

Untuk itu, pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan jaminan untuk terpenuhinya hak hidup sehat setiap warga negaranya dengan memberlakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang bertujuan untuk menjangkau setiap warga negaranya (Universal Health Coverage).


(20)

Program jaminan kesehatan ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan bagi peserta yang telah membayar iuran (Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014). JKN ini diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

Dalam pelaksanaannya sering terjadi Moral Hazard dimana orang yang sudah memiliki asuransi kesehatan cenderung akan merasa terjamin untuk mengakses layanan kesehatan sesuka hati mereka. Kepemilikan asuransi memang baik untuk menjamin ekuitas tapi itu menyimpan efek buruk di sisi lain. Ini membuat seseorang merasa terjamin mengenai masa depan layanan kesehatannya. Mau sakit apapun bisa mudah berobat. Tak ada lagi kepedulian berapa harganya yang penting terjangkau dan terpenuhi. Perilaku berisiko yang kerap terus dilakukan karena merasa akses layanan kesehatan bagi dirinya sudah terjamin ( ex-ante moral hazard) atau berulangkali datang ke layanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan yang sebenarnya tak benar-benar ia perlukan (ex-post moral hazard) (Fuady, 2012).

Merokok adalah salah satu perilaku hidup tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan berencana melarang setiap rumah sakit menerima pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang terkena penyakit akibat rokok. Kemenkes mencatat, negara akan menghemat


(21)

anggaran sebesar Rp 2,11 triliun setiap tahunnya jika ada larangan bagi perokok untuk menerima layanan Jamkesmas. Larangan ini menyangkut moral karena perokok memilih untuk menerima risiko penyakit ketika merokok dan sudah diingatkan pemerintah. Setiap tahunnya, pengeluaran negara untuk Jamkesmas mencapai Rp 6,7 triliun hingga Rp 7,4 triliun. Sedangkan, biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan bagi pasien yang sakit akibat rokok mencapai Rp 2,11 triliun per tahun (Wicaksono, 2013).

Menurut Kemenkes, bantuan dari pemerintah berupa Jamkesmas hanya ditujukan bagi masyarakat yang membutuhkan dan telah melaksanakan kewajiban menjaga kesehatan. Saat ini Kemenkes sudah meminta pengelola program Jamkesmas, seperti PT Askes untuk mendata secara lengkap penyakit yang dilayani akibat rokok. Hal ini untuk memastikan kelengkapan data pendukung peraturan larangan perokok mendapatkan Jamkesmas atau layanan BPJS Kesehatan nantinya. Rencana pemerintah menerapkan larangan perokok mengantongi Jamkesmas juga untuk mendukung keberadaan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (Wicaksono, 2013).

Rokok di Indonesia menjadi masalah nasional karena menyangkut berbagai bidang kesehatan. Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di Asia diperkirakan sangat terpengaruh oleh epidemik merokok apalagi konsumsi rokok di negara ini cukup tinggi (Murti, 2005). Hal ini disebabkan karena pada kenyataannya akibat buruk dari rokok bukanlah akibat yang bisa dirasakan dalam


(22)

jangka waktu yang pendek tetapi akan baru terasa setelah beberapa tahun bahkan setelah berpuluh-puluh tahun (Utama, 2004).

Dari hasil kajian Badan Litbangkes tahun 2013, dampak buruk akibat tembakau/merokok pada kesehatan di Indonesia menunjukkan kenaikan kematian prematur akibat penyakit terkait tembakau dari 190.260 di tahun 2010 menjadi 240.618 kematian di tahun 2013, serta kenaikan penderita penyakit akibat konsumsi tembakau dari 384.058 orang tahun 2010 menjadi 962.403 orang tahun 2013. Kondisi ini berdampak pula pada peningkatan total kumulatif kerugian ekonomi secara makro akibat penggunaan tembakau. Jika dinilai dengan uang, kerugian ekonomi naik dari 245,41 trilyun rupiah tahun 2010 menjadi 378,75 trilyun rupiah tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014).

Menurut Tobacco Control Support Center (TCSC), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) 2007, pada tahun 2005 jumlah kematian akibat 3 kelompok penyakit utama yaitu kanker, penyakit jantung dan penyakit pernafasan kronik obstruktif diperkirakan sebesar 400.000 orang yang menyebabkan kerugian total sebesar 167 triliun rupiah atau setara dengan 5 kali lipat pendapatan pemerintah dari cukai tembakau pada tahun yang sama sebesar 37 triliun rupiah. Merokok mengurangi separuh usia hidup penggunanya dan 50% dari kematian tersebut terjadi pada usia 30-69 tahun. Pada tahun 2005, kematian dini akibat merokok mencapai 5 juta penduduk dunia (Wijaya, 2011).

Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Richard D. Semba et al (2006), di Indonesia tahun 2000-2003 pada lebih dari 360.000 rumah tangga miskin di perkotaan dan pedesaan, ternyata terdapat perbedaan bermakna angka kematian


(23)

bayi dan angka kematian balita antara keluarga yang ayahnya merokok dan keluarga dengan ayah tidak merokok. Terlihat bahwa angka kematian bayi dan balita pada keluarga yang ayahnya merokok lebih tinggi daripada pada keluarga dengan ayah yang tidak merokok. Sementara itu, menurut WHO

(World Health Organization) 2011, pada abad ke-20 yang baru lalu, ada 100 juta penduduk dunia meninggal dunia akibat rokok. Diperkirakan pada tahun 2030 angka kematian akibat rokok akan melebihi 8 juta orang pertahun dan akan ada 1 milyar kematian akibat rokok selama abad 21 ini bila tidak dilakukan upaya-upaya intervensi yang efektif.

Pada tingkat dunia berbagai usaha untuk menanggulangi resiko kesehatan oleh perilaku merokok telah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. WHO telah mengeluarkan Framework Convetion on Tobacco Control (FCTC) yang berlaku sejak tanggal 27 Februari 2005. Tahun 1999 pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan, kemudian direvisi menjadi Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2000 mengatur tentang tata cara iklan produk iklan rokok di media cetak dan media televisi, dan kembali direvisi menjadi Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2003 yang direvisi antara lain berisi keharusan pabrik rokok mencantumkan peringatan pada kemasan produk (Chamin, 2011). Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 juga mengatur Kawasan Tanpa Rokok yang terdapat pada pasal 115 yang menyatakan bahwa Kawasan Tanpa Rokok antara lain : fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat


(24)

bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat lain yang telah ditetapkan.

Peraturan penanggulangan rokok yang telah ada belum berjalan secara efektif, terbukti masih tingginya prevalensi perokok. Di seluruh dunia, prevalensi orang yang merokok mengalami penurunan tetapi jumlah perokok meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Hasil temuan dari tim peneliti Amerika bahwa jumlah perokok di seluruh dunia meningkat menjadi hampir satu milyar orang (dikutip dari BBC dalam Journal Of The American Medical Association).

Menurut WHO 2008, Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok aktif terbanyak di dunia (61,4 juta perokok) setelah Cina dan India. Sementara itu, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di University of Washington memperkirakan jumlah perokok Indonesia sebanyak 52 juta orang. Jumlah perokok pria di Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat 57%. Peningkatan ini merupakan jumlah tertinggi kedua di dunia berdasarkan hasil penelitian The Institute for Health Metrics and Evaluation (IMHE) dalam Jurnal Kesehatan Amerika (Hafid. 2014).

Berdasarkan data dari The ASEAN Tobacco Control Support tahun 2007 menyebutkan jumlah perokok ASEAN mencapai 124.691 juta orang dan Indonesia menyumbang perokok terbesar yakni 57. 563 juta orang atau sekitar 46,16%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari tahun 2007 sampai tahun 2013 malah cenderung meningkat dari 34,2% (2007)


(25)

menjadi 36,3% (2013). Hasil GATS (Global Adaults Tobacco Survey) 2011 dan Riskesdas 2013 menunjukkan proporsi perokok pria dari 67% tahun 2011 menjadi 64,9% tahun 2013. Selain itu ditemukan juga 9,9% perokok pada kelompok tidak bekerja dan 32,3% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap sekitar 12,3 batang, untuk terendah 10 batang dan tertinggi 18,3 batang.

Hasil penelitian Darwati 2009 adalah anggota asuransi kesehatan yang merokok lebih banyak yaitu 70,4% dibandingkan dengan yang tidak merokok sebanyak 29,6%. Berdasarkan pendidikan, lulusan SMP/SMA 1,2 kali lebih banyak yang memiliki kebiasaan merokok dibandingkan dengan yang lulusan SD/Tidak Sekolah, untuk usia, responden yang berumur diatas 29 tahun memiliki dua kali lipat kemungkinan kebiasaan merokok dibandingkan dengan yang berusia kurang atau sama dengan 29 tahun, responden yang berpendapatan lebih tinggi dari UMK memiliki 0,4 kali kemungkinan kebiasaan merokok dibanding yang berpendapatan lebih kecil daari UMK serta pria dan wanita memiliki kemungkinan kebiasaan merokok yang sama.

Menurut WHO 2011, 80% perokok di dunia berdomisili di negara-negara berkembang. Di Indonesia terdapat lebih dari 50 juta orang yang membelanjakan uangnya secara rutin untuk membeli rokok. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan kemampuan ekonomi keluarga miskin yang banyak terdapat di negara-negara berkembang. Sedangkan menurunnya kemampuan ekonomi akan berakibat lebih lanjut pada menurunnya


(26)

kemampuan menyediakan kebutuhan akan makanan bergizi bagi keluarga, pendidikan dan upaya memperoleh pelayanan kesehatan (Wijaya, 2011).

Kebutuhan masyarakat Indonesia adalah 72% kebutuhan pokok atau beras, 11,5% rokok, 11% ikan, daging, susu, dan sejenisnya, pendidikan

Di Indonesia kelompok keluargatermiskin justru mempunyai prevalensi merokok lebihtinggi dari pada kelompok pendapatan terkaya. Proporsipengeluaran bulanan untuk belanja rokok pada rumahtangga termiskin (12%) juga lebih tinggi dari rumahtangga terkaya (7%).Proporsi belanja bulanan rokok keluarga termiskinperokok adalah kedua terbesar (12%) setelah beras(22%). Belanja bulanan rokok keluarga termiskin setara dengan 15 kali biaya pendidikan (0,8%) dan 9 kali bagikesehatan (1,3%). Dibandingkan pengeluaran makananbergizi, jumlah itu setara 5 kali pengeluaran untuk telurdan susu (2,3%), 2 kali pengeluaran untuk ikan (6,8%)dan 17 kali pengeluaran

3,2% dan kesehatan 2,3%. Artinya, ikan, daging, susu, pendidikan, dan kesehatan masih kalah penting daripada rokok (KPMAK FK UGM). Data di Lembaga Demografi FE UI tahun 2006 tercatat pengeluaran rokok sebesar 11,89%, setengahnya dari pengeluaran terhadap padi-padian yang mencapai 22,1%. Namun, lebih tinggi dari pada listrik, telpon, BBM yang sebesar 10,95% serta lebih tinggi dari pada sewa dan kontrak yang mencapai 8,82%. Hasil wawancara Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Politik Kebijakan Kesehatan, Bambang Sulitomo di Desa Cibereum, Jawa Barat, menyebutkan setidaknya dalam sehari kepala keluarganya menghabiskan 2 bungkus rokok dan dalam sebulan mereka hanya membeli telur setengah kilo (0,5 Kg) saja.


(27)

membeli daging (0,7%). Susenas 2006 menunjukkan rata-rata pengeluaran rokok pada keluarga perokok sekitar Rp 117 ribu per bulan, pada keluarga termiskin rata-rata Rp 52 ribu yang dihabiskan membeli rokok. Program pengurangan kemiskinan akan terhambat apabila keluarga miskin masih terperangkap adiksi rokok (TCSC-IAKMI, 2009).

Perilaku kesehatan menurut Skiner (Notoadmojo, 2007) adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya yaitu : makan dengan menu seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, mengendalikan stress, perilaku dan gaya hidup. Menurut Notoadmojo 2007, perilaku dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, persepsi dan sebagainya.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat pada tahun 2011 tercatat 50,8% penduduk yang terlindungi program jaminan dalam berbagai bentuk seperti Asuransi Kesehatan (Askes), Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk kelompok miskin. Artinya, dengan banyak masyarakat miskin industri asuransi tidak berjalan sesuai mekanisme yang telah diatur dipasar. BPJS Kesehatan (JKN) merupakan transformasi dari PT. Askes. Kepesertaan JKN ini terdiri dari kelompok Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Bukan Pekerja (BP) dan


(28)

Penerima Bantuan Iuran (PBI) untuk masyarakat miskin/peralihan dari Jamkesmas.

Jumlah peserta peralihan (warga miskin yang tidak mampu menanggung iuran) tercatat sebanyak 116.122.065 peserta (50%) yang akan ditanggung pemerintah melalui kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI). Di seluruh Indonesia jumlah peserta PBI mencapai 86,4 juta orang. Di Provinsi Sumatera Utara PBI tercatat sebanyak 4.192.297 orang (30%). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2013, penduduk yang memiliki askeskin/jamkesmas sebanyak 175. 187 peserta (42,63%) yang otomatis akan menjadi peserta PBI.

Dari hasil penelitian Siyoto tahun 2013 bahwa rata-rata unur kepala keluarga adalah 49,5 tahun, pengeluaran rata-rata 122,331>UMR, mayoritas pekerjaannya adalah buruh tani, buruh bangunan, pendidikan mayoritas SMP/SMA serta aktif mengikuti kegiatan RT di lingkungan tempat tinggalnya dan sebagian besar merokok 63% dengan pengeluaran sebesar Rp. 268.948,-. Pengeluaran terbesar kepala keluarga penerima Jamkesmas/PBI di Kota Kediri ternyata didapatkan nilai yang melebihi UMR Kota Kediri (Rp. 850.000 tahun 2012 dan Rp. 1.040.000 tahun 2013). Pengeluaran terbesar keluarga untuk makan kemudian untuk rokok atau tembakau. Baru kemudian untuk pendidikan anak, listrik, komunikasi, arisan , dll (Siyoto, 2013).

Puskesmas Kotanopan berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dengan wilayah kerja sebanyak 36 desa/kelurahan dan jumlah penduduk 28.281 jiwa. Pekerjaan mayoritas penduduk adalah petani,


(29)

pedagang dan buruh harian. Dari pengumpulan data puskesmas ditemukan sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Kotanopan dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebagai urutan pertama (Profil Puskesmas Kotanopan, 2013).

Jumlah peserta PBI di wilayah kerja Puskesmas Kotanopan sebanyak 10.110 peserta. Namun dari penuturan petugas puskesmas sebagian besar dari peserta PBI ini memiliki kebiasaan merokok. Dari penuturan beberapa warga, mereka juga mengatakan sudah lama merokok dan bisa menghabiskan rokok antara 6 sampai 15 batang per hari. Harga rokok berkisar antara Rp. 9.000 s/d Rp. 11.000 per bungkus dengan penghasilan rata-rata Rp. 1.500.000 per bulan. Mereka merokok disela-sela istirahat dari aktivitasnya, diwaktu luang, sehabis makan dan konsumsi rokok akan meningkat jika sedang suntuk. Mereka juga mengatakan sudah pernah mencoba berhenti merokok apalagi saat mereka sakit tetapi hanya bertahan sementara karena bagi mereka merokok adalah salah satu kenikmatan apalagi setelah makan.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014”.


(30)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah Apakah Ada Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah ada Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Kabupaten Mandailing Natal dan Puskesmas Kotanopan dalam pembuatan atau penyusunan program kesehatan lainnya dan sebagai informasi pelaksanaan dan kepesertaan JKN di wilayah kerjanya.

1.4.2. Diharapkan bisa menjadi referensi bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

1.4.3. Diharapkan bisa dijadikan masukkan dan menerima manfaat terhadap perbaikan program JKN sekaligus masyarakat sebagai kontrol dalam pelaksanaan program kesehatan.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respons seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya. Perilaku kesehatan adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Sarwono, 1997 dan Notoatmodjo, 2007).

Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam dan luar individu. Disamping susunan saraf yang mengontrol reaksi individu terhadap rangsangan, aspek-aspek di dalam diri individu yang sangat berpengaruh dalam pembentukan dan perubahan perilaku ialah persepsi, motivasi, dan emosi. Menurut Blum (1974) perilaku itu lebih besar perannya dalam menentukan pemanfaatan sarana kesehatan dibandigkan dengan penyedia sarana kesehatan (Sarwono, 1997).


(32)

2.1.2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Dari batasan Skiner dalam Notoadmojo (2007), perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu :

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Mantainance)

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Aspek pemeliharaan keesehatan terdiri dari tiga aspek yaitu :

a. Perilaku pencegahan dan penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit.

b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila keadaan seseorang dalam keadaan sehat. Maksudnya orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan bahkan mendatangkan kesehatan.

2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan, atau Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)

Perilaku pencarian pengobatan adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan/perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.


(33)

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan

Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial budaya sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Atau perilaku kesehatan lingkungan merupakan bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga ataupun masyarakat disekitarnya.

Klasifikasi perilaku kesehatan lingkungan menurut Becker, 1979 dibagi menjadi :

a. Perilaku hidup sehat

Perilaku hidup sehat adalah perilaku yang berakaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain : makan dengan menu seimbang (appropriate diet), olahraga teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras dan narkoba, istirahat yang cukup, mengendalikan stress, dan perilaku atau gaya hidup yang positif.

b. Perilaku sakit (illness behaviour)

Perilaku sakit ini mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan peyakitnya dan sebagainya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Perilaku peran sakit adalah hak dan kewajiban yang harus diketahhui oleh orang sakit ataupun keluarganya. Perilaku ini meliputi : tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan


(34)

penyembuhan penyakit yang layak, dan mengetahui hak dan kewajiban orang sakit (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Teori Determinan Perilaku

Faktor penentu/faktor-faktor yang mempengaruhi (determinan) perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor baik faktor internal maupun eksternal sebagai berikut :

1. Faktor internal adalah karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaaan seperti : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, persepsi, minat, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya.

Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.

Gambar 1. Determinan Perilaku Manusia (Notoadmodjo, 2012) Pengalaman

Keyakinan Fasilitas Sosial budaya

Pengetahuan Persepsi Sikap Keinginan Kehendak


(35)

2.3. Rokok

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies/sintesis lainnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa tambahan (PP No. 109 Tahun 2012).

Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dimasukkan dengan mudah kedalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan bahaya kesehatan yang ditimbulkan karena merokok, misalnya: kanker paru-paru atau serangan jantung. Walaupun pada kenyataanya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi (Gondodiputro,2007).

2.3.1. Kandungan Rokok

Sarafindo (1994) menyatakan bahwa rokok mengandung tiga unsur zat yaitu: karbomonoksida (carbomonoxide), tar, nikotin (nicotines).

a. Karbomonoksida (Carbomonoxide) adalah gas yag mudah diserap ke dalam pembuluh darah yang berakibat pada ketergantungan secara fisiologis (physiological dependency).

b. Tar adalah partikel residu yang mungkin dapat menyebabkan gangguan penyakit kanker paru-paru.

c. Nikotin (nicotines) adalah bahan kimia yang bersifat adiktif artinya bahan yang dapat memberi pengaruh ketergantunagn secara psikologis ( Dariyo A, 2004).


(36)

Menurut Gondodiputro tahun 2007, bahan utama rokok adalah tembakau, dimana tembakau mengandung kurang lebih 4000 elemen-elemen dan setidaknya 200 diantaranya berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada tembakau adalah tar, nikotin, dan CO. Selain itu, dalam sebatang tembakau juga mengandung bahan-bahan kimia yang juga sama beracun. Zat-zat beracun yang terdapat dalam tembakau antara lain :

1. Karbon Monoksida (CO) adalah unsur yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang dan karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang tembakau dapat mencapai 3% - 6% dan gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Seseorang yang merokok hanya akan menghisap sepertiga bagian saja yaitu arus tengah sedangkan arus pinggir akan tetap berada diluar. Setelah itu perokok tidak akan menelan semua asap tetapi akan disemburkan keluar. 2. Nikotin adalah suatu zat yang memiliki efek adiktif dan psikoaktif sehingga

perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi dan keterikatan. Banyaknya nikotin yang terkandung dalam rokok adalah sebesar 0,5–3 nanogram dan semua diserap sehingga didalam cairan darah ada sekitar 40-50 nanogram nikotin setiap 1 mlnya. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik.

3. Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua dan hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Kadar tar dalam tembakau antara 0,5 – 35 mg/ batang. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru.


(37)

4. Cadmium adalah zat yang dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal. 5. Amoniak merupakan gas yang tidak berwarna terdiri dari nitrogen dan

hydrogen, zat ini mempunyai bau yang tajam dan sangat merangsang. Karena kerasnya racun yang terdapat pada amoniak sehingga jika masuk sedikit saja kedalam peredaran darah akan mengakibatkan seseorang pingsan atau koma. 6. HCN (Asam Sianida) merupakan sejenis gas yang tidak berwarna, tidak

berbau, dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar, dan sangat efesien untuk menghalangi pernafasan dan merusak saluran pernafasan.

7. Nitrous Oxide merupakan sejenis gas yang tidak berwarna dan bila terhisap dapat menghilangkan rasa sakit. Nitrous Oxide ini mulanya digunakan dokter sebagai pembius saat melakukan operasi.

8. Formaldehyde adalah sejenis gas yang mempunyai bau tajam, gas ini tergolong sebagai pembasmi hama. Gas ini juga sangat beracun terhadap semua organisme hidup.

9. Fenol adalah campuran dari Kristal yang dihasilkan dari beberapa zat organik seperti kayu dan arang.Zat ini beracun dan berbahaya karena fenol ini terikat ke protein sehingga menghalangi aktivitas enzim.

10.Asetol adalah hasil pemanasan aldehid dan mudah menguap dengan alkohol. 11.H2S (Asam Sulfida) adalah sejenis gas yang beracun yang mudah terbakar

dengan bau yang keras, zat ini menghalangi oksidasi enzim.

12.Piridin adalah sejenis gas yang tidak berwarna dengan bau tajam. Zat ini dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.


(38)

13.Metil Klorida adalah zat senyawa organik yang beracun.

14.Methanol adalah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan mudah terbakar. Jika meminum atau menghisap methanol mengakibatkan kebutaan bahkan kematian.

15.Polycylic Aromatic Hydrocarbonas (PAH) senyawa ini merupakan senyawa reaktif yang cenderung bersifat ganotoksik. Senyawa ini merupakan penyebab tumor.

16.Volatik Nitrosamine merupakan jenis asap tembakau yang diklasifikasikan sebagai karsinogen yang potensional (Gondodiputro,2007).

2.3.2.Dampak Rokok atau Tembakau Bagi Kesehatan

Telah banyak terbukti bahwa dengan mengkonsumsi tembakau berdampak terhadap status kesehatan. Merokok berpengaruh pada selaput lendir di mulut sehingga mengurangi sensitifitasnya. Rokok mengurangi perasaan lapar, dan menyebabkan radang di lubang hidung dan gusi serta selaput lendir. Pada perokok dapat ditemukan penyakit lemah lambung, dan sukar mencerna makanan serta adanya gejala kering lidah, nafsu makan berkurang, sehingga enzim pencernaan (pepsin) dan kelenjar lambung yang akan menyebabkan perokok terkena radang usus, yang berat disertai rasa sakit di lambung. Rokok menyebabkan radang di hidung, tenggorokan dan saluran pernafasan serta memudahkan bakteri (yang menyebabkan penyakit organ pernafasan) masuk dan berkembang biak, sehingga terjadilah radang hidung, tenggorokan, saluran pernafasan dan paru-paru (Fauzi, 1997).


(39)

Selain itu, mengkonsumsi tembakau berkontribusi terhadap timbulnya katarak, pneumonia, kanker lambung, kanker pankreas, kanker servik, kanker ginjal dan penyakit lainnya. Penyakit-penyakit ini menambah panjangnya daftar penyakit yang ditimbulkan oleh mengkonsumsi tembakau seperti kanker paru-paru, oesophagus, laring, mulut dan tenggorokan, penyakit paru kronik, melebarnya gelembung pada paru-paru dan radang pada tenggorokan, stroke, serangan jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.

Hampir 90% kanker paru-paru disebabkan oleh konsumsi tembakau. Tembakau juga dapat merusak sistem reproduksi, berkontribusi pada keguguran, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, kematian bayi setelah lahir dan penyakit pada anak-anak. Namun demikian, tidak hanya perokok saja yang mendapatkan penyakit tersebut tetapi masyarakat banyak yang terpapar asap rokok yang kita kenal dengan passive smoking (perokok pasif). Telah terbukti perokok pasif beresiko terkena penyakit kardiovaskular, kanker paru-paru, asma, dan penyakit paru lainnya (Gondodiputro, 2007).

Rokok mengandung tiga bahan utama yang berdampak bagi kesehatan yaitu tar, nikotin dan karbon monoksida. Jika seseorang merokok 15 sampai 20 batang rokok per hari maka resiko yang dihadapinya adalah 14 kali lebih besar resiko kematian karena kanker paru, tenggorokan, dan mulut. Empat kali resiko kematian kanker esophagus, dua kali resiko serangan jantung dibandingkan dengan bukan perokok. Rokok juga berdampak pada paru-paru dengan meningkatkan resiko bronchitis kronik, dan empisema. Selain kanker paru, rokok juga meningkatkan resiko hipertensi dan bagi wanita perokok yang menggunakan


(40)

alat kontrasepsi pil akan cenderung membuat darah bergumpal. Dampak buruk merokok tidak hanya bagi perokok tapi juga bagi orang-orang disekitarnya. Di Amerika Serikat sekitar 4.000 orang perokok pasif meninggal setiap tahun karena kanker paru (Djauzi, S. 2004).

Menurut Gondodiputro (2007) ada beberapa penyakit yang disebabkan rokok yaitu :

1. Efek Tembakau terhadap susunan saraf pusat

Hal ini disebabkan karena nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan gemetar pada tangan dan kenaikan berbagai hormon dan rangsangan dari sumsum tulang belakang menyebabkan mual, dan muntah. Dilain tempat nikotin juga menyebabkan rasa nikmat sehingga perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang dan mampu menekan rasa lapar. Sedangkan efek lain menimbulkan rangsangan senang sekaligus mencari tembakau lagi. Efek dari tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor.

2. Penyakit kardiovaskular

Karena asap tembakau akan merusak dinding pembuluh darah. Nikotin yang terkandung dalam asap tembakau akan merangsang hormon adrenalin yang akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh darah. Seseorang yang stress yang kemudian mengambil pelarian dengan jalan merokok sebenarnya sama saja dengan menambah resiko terkena jantung koroner. Proses penyempitan arteri koroner yang mengalirkan darah ke otot jantung menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai menimbulkan


(41)

kekurangan darah (ischemia). Sehingga apabila melakukan aktivitas fisik atau stress, kekurangan aliran darah meningkat sehingga menimbulkan sakit dada.

Penyempitan yang berat/penyumbatan dari satu atau lebih arteri koroner berakhir dengan kematian jaringan/komplikasi dari infark miokard termasuk irama jantung tidak teratur dan jantung berhenti mendadak. Iskemia yang berat dapat menyebabkan otot jantung kehilangan kemampuan untuk memompa sehingga terjadi pengumpulan cairan di jaringan tepi maupun penimbunan cairan di paru-paru. Orang yang merokok lebih 20 batang tembakau per hari memiliki resiko 6 kali lebih besar terkena infark mikard dibandingkan dengan bukan perokok. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian di negara-negara industri dan berkembang yaitu sekitar 30% dari semua penyakit jantung berkaitan dengan konsumsi tembakau.

3. Arteriosklerosis

Arteriosklerosis merupakan menebal dan mengerasnya pembuluh darah sehingga menyebabkan pembuluh darah kehilangan elastisitas serta pembuluh darah menyempit. Arteriosklerosis dapat berakhir dengan penyumbatan yang disebabkan oleh penggumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sekitar 10% dari pasien serius yang menderita gangguan sirkulasi pada tungkai (arteriosklerosis obliteran) 99 diantaranya adalah perokok. Ada 4 tingkat gangguan arteriosklerosis obliteran yaitu tingkat I tanpa gejala, tingkat II kaki sakit saat latihan, misalnya berjalan lebih 200 meter dan kurang dari 200 meter, keluhan hilang bila istirahat, tingkat III keluhan yang timbul saat istirahat umumnya saat malam hari dan bila tungkai ditinggikan, tingkat IV jaringan mati.


(42)

Dalam stadium ini tindakan yang dilakukan adalah amputasi jika penyumbatan terjadi di percabangan aorta daerah perut akan menimbulkan sakit di daerah pinggang termasuk pula timbulnya gangguan ereksi.

4. Tukak Lambung dan Tukak Usus Dua Belas Jari

Tembakau meningkatkan asam lambung dengan daya perlindungan. Tembakau meningkatkan asam lambung sehingga terjadilah tukak lambung dan usus dua belas jari. Perokok menderita gangguan dua kali lebih tinggi dari bukan perokok.

5. Efek terhadap Bayi

Ibu hamil merokok mengakibatkan kemungkinan melahirkan prematur. Jika kedua orang tuanya perokok mengakibatkan daya tahan bayi menurun pada tahun pertama sehingga akan menderita radang paru-paru maupun bronchitis dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak merokok sedangkan terhadap infeksi lain meningkat 30%. Terdapat bukti bahwa anak yang orang tuanya merokok menunjukkan perkembangan mental terbelakang.

6. Efek terhadap Otak dan Daya Ingat

Akibat proses arteriosklerosis yaitu penyempitan dan penyumbatan aliran darah ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen. Studi tentang hubungan tembakau dan daya ingat juga dilakukan baru-baru ini. Dari hasil analisis otak peneliti dari Neuropsychiatric Institute University of California

menemukan bahwa jumlah dan tingkat kepadatan sel yang digunakan untuk berfikir pada orang yang merokok jauh lebih rendah dari pada orang yang tidak merokok.


(43)

7. Impotensi

Pada laki-laki berusia 30-40 tahun merokok dapat meningkatkan disfungsi ereksi (sekitar 50%). Ereksi tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir bebas ke penis. Oleh karena nikotin, pembuluh darah menyempit arteri yang menuju penis, mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis. Efek ini meningkat bersama dengan waktu. Masalah ereksi ini merupakan peringatan awal bahwa tembakau telah merusak area lain dari tubuh.

8. Kanker

Asap tembakau menyebabkan lebih dari 85% kanker paru-paru dan berhubungan dengan kanker mulut, faring, laring, esophagus, lambung, pankreas, saluran kencing, ginjal, ureter, kandung kemih dan usus. Tipe kanker yang umumnya terjadi pada pemakai tembakau adalah kanker kandung kemih, kanker esophagus, kanker pada ginjal, kanker serviks, kanker payudara, dan lain-lain. Mekanisme kanker yang disebabkan tembakau yaitu merokok menyebabkan kanker pada berbagai organ tetapi organ yang terpengaruh langsung oleh karsinogen adalah saluran nafas.

9. Chronic Obstruktive Pulmonary Diaseases (COPD)

Kebiasaan merokok mengubah bentuk jaringan saluran dan fungsi pembersihan menghilang, saluran bengkak dan menyempit. Seseorang yang menunjukkan gejala batuk berat selama paling kurang tiga bulan pada setiap tahun berjalan selama dua tahun dinyatakan mengidap Bronchitis kronik. Hal ini sering terjadi pada separuh perokok diatas umur 40 tahun.


(44)

10.Interaksi dengan Obat

Perokok metabolisme berbagai jenis obat lebih cepat dari pada non perokok yang disebabkan enzim-enzim di mukosa, usus, atau hati oleh komponen dalam asap tembakau. Dengan demikian, efek obat-obat tersebut berkurang sehingga perokok membutuhkan obat dengan dosis lebih tinggi dari pada non perokok, misalnya analgetika.

11.Penyakit pada perokok pasif

Perokok pasif dapat terkena penyakit kanker paru-paru dan jantung koroner. Menghirup asap tembakau orang lain dapat memperburuk kondisi pengidap penyakit angina, asma, alergi dan gangguan pada wanita hamil.

2.3.3. Belanja Rokok

Jumlah perokok Indonesia sangatlah besar sesuai dengan jumlah penduduknya yang besar pula. Tahun 2005 cukai sebesar Rp. 32,6 trilyun dari rokok tetapi biaya pengobatan penyakit akibat rokok mencapai Rp.167 trilyun atau 5 kali lipat cukai rokok. Rokok juga menjadi pengeluaran terbesar kedua bagi para rakyat Indonesia. Pada data di Lembaga Demografi FE UI tahun 2006 tercatat pengeluaran rokok sebesar 11,89%, setengahnya dari pengeluaran terhadap padi-padian yang mencapai 22,10%, namun lebih tinggi dari listrik, telepon dan BBM yang sebesar 10,95 % serta lebih tinggi dari pada sewa dan kontrak yang mencapai 8,82%.

Koordinator Teknis Sentra Advokasi Lingkungan Bebas Rokok (SALBR) FKM Universitas Airlangga Surabaya menambahkan, nilai kerugian dari penyakit


(45)

akibat rokok mencapai Rp125 triliun hingga Rp130 triliun. Sehingga hampir Rp 100 triliun ditanggung pembayar pajak lainnya dan rakyat miskin banyak yang menjadi korban akibat penyakit itu. Kebutuhan masyarakat Indonesia adalah, 72 persen kebutuhan pokok atau beras 11,5%, rokok 11%, ikan, daging, susu, dan sejenisnya; pendidikan 3,2 persen; dan kesehatan 2,3 persen. “Artinya, ikan, daging, susu, pendidikan, dan kesehatan masih kalah penting daripada rokok.

Hasil kajian Badan Litbangkes tahun 2013 menunjukkan telah terjadi kenaikan kematian prematur akibat penyakit terkait tembakau dari 190.260 tahun 2010 menjadi 240.618 kematian tahun 2013, serta kenaikan penderita penyakit akibat konsumsi tembakau dari 384.058 orang tahun 2010 menjadi 962.403 orang tahun 2013. Kondisi tersebut berdampak pula terhadap peningkatan total kumulatif kerugian ekonomi secara makro akibat penggunaan tembakau. Jika dinilai dengan uang, kerugian ekonomi naik dari 245,41 trilyun rupiah tahun 2010 menjadi 378,75 trilyun rupiah tahun 2013 (Kemenkes RI, 2014).

2.3.4. Tahap-tahap Merokok

Menurut Leventhal & Clearly terdapat 4 tahap perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu :

1. Tahap prepatory, pada tahap ini seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan yang menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap Initiation, pada tahap ini perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.


(46)

3. Tahap Becoming a Smoker pada tahap ini apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap Maintenance of smoking pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

2.3.5. Tipe Perokok

Tipe perokok ada dua jenis yaitu:

1. Perokok aktif (Active smoker) ialah individu yang benar-benar memiliki kebiasaan merokok. Merokok yang sudah menjadi kebiasaan hidupnya sehingga rasanya tidak enak jika sehari tak merokok.

2. Perokok pasif (pasif smoker) yaitu individu yang tidak memiliki merokok namun terpaksa harus menghisap asap rokok yang dihembuskan orang lain yang kebetulan didekatnya. Kalau tak merokok kelompok ini merasa tidak apa-apa dan tidak terganggu aktivitasnya. Jadi, perokok pasif dianggap sebagai korban dari perokok aktif (Dariyo, 2004).

2.3.6. Alasan Merokok

Tomkins dalam Dariyo (2004) menyatakan bahwa alasan individu untuk memiliki perilaku kebiasaan merokok antara lain :

a. Pengaruh positif yakni individu mau merokok karena merokok memberi manfaat positif bagi dirinya. Ia menjadi senang, tenang dan nyaman karena memperoleh kenikmatan dari merokok, misalnya : setelah makan. Tujuannya untuk memperoleh kenikmatan.


(47)

b. Pengaruh negatif yaitu merokok dapat meredakan emosi-emosi negatif yang dihadapinya.

c. Habitual (ketergantungan psikologis) yaitu perilaku yang sudah menjadi kebiasaan. Secara fisik individu merasa ketagihan untuk merokok dan ia tak dapat menghindari atau menolak permintaan yang berasal dari dalam dirinya (internal). Akibatnya, ia harus merokok baik dalam menghadapi keadaan suatu masalah maupun dalam keadaan santai. Hal ini akan menjadi suatu kebiasaan bahkan menjadi gaya hidup (life style).

d. Ketergantungan psikologis yaitu kondisi ketika individu selalu merasakan, memikirkan dan memutuskan untuk merokok terus-menerus. Dalam keadaan apa saja dan dimana saja ia selalu cenderung untuk merokok (Dariyo, 2004).

2.4. Konsep dan Sebab Kemiskinan 2.4.1. Konsep Kemiskinan

Setiap negara termasuk Indonesia memiliki sendiri definisi seseorang atau suatu masyarakat dikategorikan miskin. Hal ini dikarenakan kondisi yang disebut miskin bersifat relatif untuk setiap negara misalnya kondisi perekonomian, standar kesejahteraan, dan kondisi sosial. Setiap definisi ditentukan menurut kriteria atau ukuran-ukuran berdasarkan kondisi tertentu seperti pendapatan rata-rata, daya beli atau kemampuan konsumsi rata-rata-rata, status kependidikan, dan kondisi kesehatan. Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untuk menjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004).


(48)

Kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup. Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik.

Definisi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers adalah definisi yang saat ini mendapatkan perhatian dalam setiap program pengentasan kemiskinan diberbagai negara-negara berkembang dan dunia ketiga. Pandangan yang dikemukakan dalam definisi kemiskinan dari Chambers menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep (integrated concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:

1) Kemiskinan (Proper)

Permasalahan kemiskinan adalah kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku tidak hanya pada kelompok yang tidak memiliki pendapatan akan tetapi dapat berlaku pula pada kelompok yang telah memiliki pendapatan.


(49)

2) Ketidakberdayaan (Powerless)

Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial (social power) dari seseorang atau sekelompok orang terutama dalam memperoleh keadilan/persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

3) Kerentanan menghadapi situasi darurat (State of emergency)

Seseorang/sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga dimana situasi ini membutuhkan alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya, situasi rentan berupa bencana alam, kondisi kesehatan yang membutuhkan biaya pengobatan yang relatif mahal, dan situasi-situasi darurat lainnya yang membutuhkan kemampuan pendapatan yang dapat mencukupinya. Kondisi dalam kemiskinan dianggap tidak mampu untuk menghadapi situasi ini.

4) Ketergantungan (dependency)

Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan sosial dariseseorang/sekelompok orang yang disebut miskin menyebabkantingkat ketergantungan terhadap pihak lain sangat tinggi. Merekatidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk menciptakan solusi/penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan penciptaanpendapatan baru. Bantuan pihak lain sangat diperlukan.

5) Keterasingan (Isolation)

Dimensi keterasingan yang dimaksudkan oleh Chambers adalahfaktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orangmenjadi miskin. Pada


(50)

umumnya, masyarakat yang disebut miskin iniberada pada daerah yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Halini dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyakterkonsentrasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencilsulit dijangkau oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan sehingga relatif memiliki tarafhidup yang rendah yang menyebabkan adanyakemiskinan.

2.4.2. Sebab-sebab Kemiskinan

Sen dalam Ismawan (2003) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan atau keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketiadaan akses maka manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya kecuali terpaksa menjalankan apa yang saat ini bisa dilakukan bukan apa yang seharusnya dilakukan. Dengan demikian, manusia memiliki keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia akan terhambat untuk mengembangkan kemampuannya.

Menurut Kuncoro yang dikutip Sharp (2000) penyebab kemiskinan adalah 1. Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola

kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya mempunyai sumber daya yang terbatas dan kualitas rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.


(51)

3. Kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi yang berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.

Gambar 2. Lingkaran Setan Kemiskinan (vicious circle poverty) 2.5.Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat Program JKN adalah suatu program Pemerintah dan Masyarakat/Rakyat dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia baik secara mandiri ataupun dengan bantuan. Pemerintah memberikan perlindungan kesehatan bagi rakyat miskin yang disebut dengan PenerimaBantuan Iuran (PBI).

Ketidaksempurnaan pasar Keterbelakangan

Ketertinggalan

Kekurangan Modal


(52)

2.5.1. Dasar Hukum JKN

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan perubahan dari PT. ASKES (Persero) sejak tanggal 1 Januari 2014 dengan berdasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, dan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

2.5.2. Kepesertaan JKN

Peserta Kepesertaan JKN ini dilakukan secara bertahap. Tahap pertama dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2014 dimana peserta masih terdiri dari peserta yang didaftarkan oleh pemberi kerja (PNS dan pensiunan, TNI/POLRI dan pensiunan, JPK Jamsostek) dan pemerintah (Jamkesmas). Tahap selanjutnya, mencakup seluruh penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS paling lambat 1 Januari 2019.

UU No. 40 Tahun 2004 pada pasal 13 dan 14 tentang kepesertaan menyatakan pemberi kerja secara bertahap mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti dan pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada BPJS, penerima bantuan iuran yang dimaksud adalah fakir miskin dan orang yang tidak mampu (Kemenkes, 2013).


(53)

2.5.3. Pelayanan JKN

JKN yang berisfat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayan preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan obat, bahan medis habis pakai sesuai dengan indikasi medis yang diperlukan. Dalam pemberian pelayanan kesehatan peserta JKN ada juga beberapa pelayanan yang tidak dijamin yaitu : 1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui posedur yang diatur

dalam peraturan yang berlaku.

2. Pelayanan ksehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS kesehatan kecuali dalam kasus gawat darurat.

3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cidera akibat kecelakaan atau hubungan kerja. 4. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.

5. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik. 6. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas. 7. Pelayanan meratakan gigi (ortodentis)

8. Gangguan kesehatan/ penyakit akibat ketergantungan obat dan/ atau alcohol. 9. Gangguan kesehatn akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat

melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.

10. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian tekhnologi kesehatan.

11. Pengobatan atau tindakan medis yang dikategorikan percobaan. 12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu.


(54)

14. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah ( Per Pres No. 111 Tahun 2013).

2.6. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas dikembangkan di Indonesia sejak dicanangkannya pembangunan jangka panjang yang pertama tahun 1971. Puskesmas diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128 / Menkes /SK/II/2004.

2.6.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Dinas Kesehatan Kab/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

Unit Pelaksana Tekhnis Dinas (UPTD) adalah suatu unit organisasi dilingkungan Dinas Kesehatan Kab/Kota yang melakukan tugas tekhnis operasional dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

Pembangunan Kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pengertian pembangunan kesehatan juga meliputi pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pelayanan kesehatan.

Pertanggungjawaban penyelenggara seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah Kab/Kota adalah Dinas Kesehatan Kab/Kota, sedangkan


(55)

Puskesmas bertanggungjawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan dibebankan Dinas Kesehatan Kab/Kota sesuai kemampuannya.

Wilayah Kerja, secara nasional standar wilayah puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila terdapat lebih dari satu puskesmas maka tanggungjawab puskesmas dibagi antar puskesmas.

2.6.2. Visi dan Misi Puskesmas

a. Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Indikator kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yaitu : lingkugan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan masyarakat kecamatan.

b. Misi Puskesmas

Misi pembangunan kesehatan diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya, mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjannya, memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan serta memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan , keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.


(56)

2.6.3. Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas yaitu mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia sehat.

2.6.4. Fungsi Puskesmas

Puskesmas berfungsi sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama meliputi : pelayanan perorangan dan pelayanan masyarakat.

2.6.5. Upaya Kesehatan Puskesmas

Upaya kesehatan puskesmas dibagi dua yaitu :

a. Upaya kesehatan wajib yang terdiri dari : upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan upaya pengobatan.

b. Upaya kesehatan pengembangan meliputi : upaya kesehatan sekolah, upaya kesehatan olahraga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut, upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata, upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional.


(57)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukakan maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

S

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian (Notoadmodjo, 2012)

2.8.Hipotesis Penelitian

Ada hubungan karakteristik peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan perilaku merokok di Puskesmas Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2014.

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Merokok Karakteristik Peserta JKN

PBI :

• Umur

• Jenis Kelamin

• Pendidikan

• Pekerjaan

• Pengetahuan

• Persepsi


(1)

% within Apakah Responden Merokok

16.0% .0% 12.9%

% of Total 12.9% .0% 12.9%

Total Count 75 18 93

Expected Count 75.0 18.0 93.0

% within Persepsi Responden Tentang Rokok dan JKN

80.6% 19.4% 100.0%

% within Apakah Responden Merokok

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 80.6% 19.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.307a 1 .069

Continuity Correctionb 2.036 1 .154

Likelihood Ratio 5.575 1 .018

Fisher's Exact Test .114 .063

Linear-by-Linear Association 3.271 1 .071

N of Valid Cases 93

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.32. b. Computed only for a 2x2 table

FrequenciesUmur_2 Frequ

ency Percent Valid Percent

Cumulativ e Percent Valid muda+sedang 35 37.6 37.6 37.6

Tua 58 62.4 62.4 100.0

Total 93 100.0 100.0

Umur_2 * Apakah Responden Merokok Crosstabulation

Apakah Responden Merokok

Ya Tidak Total

Umur_2 muda+sedang Count 32 3 35

Expected Count 28.2 6.8 35.0

% within Umur_2 91.4% 8.6% 100.0%

% within Apakah Responden Merokok 42.7% 16.7% 37.6%

% of Total 34.4% 3.2% 37.6%

tua Count 43 15 58

Expected Count 46.8 11.2 58.0

% within Umur_2 74.1% 25.9% 100.0%

Apakah Responden Merokok Frequ

ency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 75 80.6 80.6 80.6

Tidak 18 19.4 19.4 100.0


(2)

% within Apakah Responden Merokok 57.3% 83.3% 62.4%

% of Total 46.2% 16.1% 62.4%

Total Count 75 18 93

Expected Count 75.0 18.0 93.0

% within Umur_2 80.6% 19.4% 100.0%

% within Apakah Responden Merokok 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 80.6% 19.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.181a 1 .041

Continuity Correctionb 3.147 1 .076

Likelihood Ratio 4.605 1 .032

Fisher's Exact Test .057 .034

Linear-by-Linear Association 4.136 1 .042

N of Valid Cases 93

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.77. b. Computed only for a 2x2 table

Statistics Pengeluaran

N Valid 93

Missing 0

Percentiles 20 1111000.00 40 1366200.00 60 1517400.00 80 1600000.00

Pengeluaran * Apakah Responden Merokok Crosstabulation

Apakah Responden Merokok

Ya Tidak Total

Pengeluaran 1 Count 10 8 18

Expected Count 14.5 3.5 18.0

% within Pengeluaran 55.6% 44.4% 100.0%

% within Apakah Responden Merokok 13.3% 44.4% 19.4%

% of Total 10.8% 8.6% 19.4%

2 Count 14 5 19

Expected Count 15.3 3.7 19.0

% within Pengeluaran 73.7% 26.3% 100.0%

Pengeluaran Frequ

ency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 18 19.4 19.4 19.4

2 19 20.4 20.4 39.8

3 19 20.4 20.4 60.2

4 21 22.6 22.6 82.8

5 16 17.2 17.2 100.0


(3)

% within Apakah Responden Merokok 18.7% 27.8% 20.4%

% of Total 15.1% 5.4% 20.4%

3 Count 17 2 19

Expected Count 15.3 3.7 19.0

% within Pengeluaran 89.5% 10.5% 100.0%

% within Apakah Responden Merokok 22.7% 11.1% 20.4%

% of Total 18.3% 2.2% 20.4%

4 Count 19 2 21

Expected Count 16.9 4.1 21.0

% within Pengeluaran 90.5% 9.5% 100.0%

% within Apakah Responden Merokok 25.3% 11.1% 22.6%

% of Total 20.4% 2.2% 22.6%

5 Count 15 1 16

Expected Count 12.9 3.1 16.0

% within Pengeluaran 93.8% 6.3% 100.0%

% within Apakah Responden Merokok 20.0% 5.6% 17.2%

% of Total 16.1% 1.1% 17.2%

T o t a l

Count 75 18 93

Expected Count 75.0 18.0 93.0

% within Pengeluaran 80.6% 19.4% 100.0%

% within Apakah Responden Merokok 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 80.6% 19.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 11.859a 4 .018

Likelihood Ratio 11.279 4 .024

Linear-by-Linear Association 9.941 1 .002

N of Valid Cases 93

a. 5 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.10. Statistics n = 75 ( Responden Merokok)

Biaya untuk listrik

Biaya untuk Transportasi Responden

Biaya untuk Pendidikan Responden

biaya untuk membeli rokok

biaya untuk konsumsi makanan dan minuman

N Valid 75 75 75 75 75

Missing 0 0 0 0 0

Mean 51853.33 99960.00 259133.33 188386.67 866386.67


(4)

Percen tiles

20 30000.00 30000.00 80000.00 120000.00 766000.00

40 40000.00 47000.00 170000.00 200000.00 833800.00

60 53000.00 100000.00 262000.00 220000.00 898400.00

80 75000.00 194000.00 400000.00 243200.00 973600.00

Frequency Table

Tahu1 Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 2 93 100.0 100.0 100.0

Tahu2 Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 6 6.5 6.5 6.5

2 87 93.5 93.5 100.0

Total 93 100.0 100.0

Tahu6 Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 39 41.9 41.9 41.9

2 54 58.1 58.1 100.0

Total 93 100.0 100.0

Tahu10 Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 2 93 100.0 100.0 100.0

Tahu3 Freque

ncy Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Va

lid

1 17 18.3 18.3 18.3

2 76 81.7 81.7 100.0

Total 93 100.0 100.0

Tahu4 Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 4 4.3 4.3 4.3

2 89 95.7 95.7 100.0

Total 93 100.0 100.0

Tahu5 Frequ

ency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 7 7.5 7.5 7.5

2 86 92.5 92.5 100.0

Total 93 100.0 100.0

Tahu7 Freque

ncy Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 8 8.6 8.6 8.6

2 85 91.4 91.4 100.0

Total 93 100.0 100.0 Tahu8

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 29 31.2 31.2 31.2

2 64 68.8 68.8 100.0

Total 93 100.0 100.0

Tahu9 Frequ

ency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 59 63.4 63.4 63.4

2 34 36.6 36.6 100.0


(5)

Frequency Table PM1

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 75 100.0 100.0 100.0

PM3 Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 13 17.33 17.33 17.33

1 62 82.67 82.67 100.0

Total 75 100.0 100.0

PM5 Frequ

ency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 15 18.7 18.7 18.7

1 60 81.3 81.3 100.0

Total 75 100.0 100.0 PM7

Freque

ncy Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 15 20 20 20

1 60 80 80 100.0

Total 75 100.0 100.0

P2 Frequ

ency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 22 23.7 23.7 23.7

2 71 76.3 76.3 100.0

Total 93 100.0 100.0 P1

Freque

ncy Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 9 9.7 9.7 9.7

2 84 90.3 90.3 100.0

Total 93 100.0 100.0

P3 Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 31 33.3 33.3 33.3

2 62 66.7 66.7 100.0

Total 93 100.0 100.0

P4 Frequ

ency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1 19 20.4 20.4 20.4

2 74 79.6 79.6 100.0

Total 93 100.0 100.0

PM2 Frequ

ency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 1 75 100.0 100.0 100.0

PM4 Frequ

ency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 2 2.67 2.67 2.67

1 73 97.33 97.33 100.0

Total 75 100.0 100.0

PM6 Frequ

ency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 0 13 17.33 17.33 17.33

1 62 82.67 82.67 100.0


(6)

PM10 Freque

ncy Percent

Valid Percent

Cumulati ve Percent Valid 0 13 17.33 17.33 17.33

1 62 82.67 82.67 100.0

Total 75 100.0 100.0 PM8a Frequ

ency Percent Valid Percen

t

Cumulative Percent

Valid 0 48 64 64 64

1 27 36 36 100.0

Total 75 100.0 100.0 PM9

Frequ

ency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 0 21 28.0 28.0 28.0

1 54 72.0 72.0 100.0

Tot al

75 100.0 100.0

PM8b Frequ

ency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 27 36 36 36

1 48 64 64 100.0


Dokumen yang terkait

Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

7 64 124

Determinan Pemanfaatan Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik Oleh Peserta Penerima Bantuan Iuran (Pbi) Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Kabupaten Simalungun Tahun 2015

1 1 19

Determinan Pemanfaatan Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik Oleh Peserta Penerima Bantuan Iuran (Pbi) Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Kabupaten Simalungun Tahun 2015

0 0 2

Determinan Pemanfaatan Puskesmas Kecamatan Pematang Sidamanik Oleh Peserta Penerima Bantuan Iuran (Pbi) Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Kabupaten Simalungun Tahun 2015

2 3 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Pengertian Perilaku Kesehatan - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 1 37

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 0 11

Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan Perilaku Merokok di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun 2015

0 0 17

1. Nomor Responden - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Dengan Perilaku Merokok Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotanopan Tahun 2014.

0 0 12