Pengertian Karakteristik Karakteristik Vokal
11
dalam paru-paru sehingga rongga dada membusung ke depan. Kelemahan pernafasan ini adalah paru-paru cepat menjadi lelah
dalam menahan udara, maka suara yang dihasilkan tidak stabil, karena udara yang dikeluarkan kurang dapat diatur. Musik
Liturgi, 2014 : 9. c.
Pernafasan diafragma, sering disebut juga pernafasan rongga perut, yaitu sebuah pernafasan menarik atau mengambil kekuatan
nafas untuk mengisi paru-paru lihat gambar a dengan mengembangkan rongga perut atau diafragma, yang juga diikuti
dengan mengembangkan tulang rusuk. Pernafasan ini lebih baik digunakan, karena akan menghasilkan nafas yang panjang,
ringanm santai, serta produksi suara lebih bermutu. Pranadjaja mengemukakan, “ciri khas pernafasan diafragma adalah bahwa
bagian sekat rongga badanlah yang akan mengembang pada waktu anda menghirup nafas. Tepatnya terletak diantara rongga
dada dan rongga perut” Pranadjaja, 1976 : 39.
12
Gambar a Posisi Diafragma Gambar b Posisi Diafragma
sesudah menghirup nafas. waktu mengeluarkan nafas.
Gambar 1. Pernafasan Jamalus, 1988: 51
Pengeluaran nafas disini terjadi karena diafragma menekan paru-paru dari bawah serta dibantu oleh a otot-otot perut dan b
otot-otot sisi badan. Dengan demikian pengeluaran nafas diatur oleh kehendak kita sendiri dan menghasilkan suara yang meyakinkan
lihat gambar b. Jelas dari ketiga macam pernafasan ini, pernafasan
diafragmalah yang paling baik untuk digunakan pada saat bernyanyi. Tetapi tidak semua orang dapat melakukannya dengan mudah. Banyak
orang bernafas dengan kurang baik. Dari pembahasan diatas, jika kita telah mengetahui dan dapat menggunakan pernafasan diafragma
dalam bernyanyi, maka produksi suara bisa mengalami peningkatan
13
karena pernafasan diafragma dapat menghasilkan nafas yang panjang, ringan, santai dan produksi suara yang lebih bermutu.
2. Artikulasi
Bernyanyi adalah menyampaikan suatu pesan kepada pendengar melalui karya seni yang elibatkan indra pengucap. Hal
senada juga ditegaskan oleh Tim Pusat Musik Liturgi 2014 :56 yang menyatakan “ Bernyanyi itu berhubungan dengan kata-kata.”
Artikulasi terbagi atas 3, yaitu artikulasi huruf vokal , artikulasi huruf konsonan, dan artikulasi huruf rangkap diftong Widyatuti 2007 :
16. Berikut ini penjelasan ketiga artikulasi terebut : a.
Artikulasi Vokal huruf hidup. Ada 5 vokal yang kita ketahui, yaitu a, i, u, e, dan o. Kelima
huruf ini membangun semua kata-kata dalam bahasa Indonesia dan juga bahasa asing lainnya.
b. rtikulasi konsonan huruf mati.
Konsonan merupakan bunyi bantu untuk vokal huruf hidup, pengucapan satu dengan yang lainnya akan berbeda berdasarkan
pembentukan bunyinya. Contoh :
• Konsonan b, c, d, g, k, p, t disebut juga konsonan hambat oral yang dibunyikan dengan membentuk “hambatan” di mulut oleh
alat bicara yang ada di mulut.
14
• Konsonan l, m, n, r, ng disebut juga konsonan hambat nasal, dibunyikan dengan membentuk “hambatan” di nasal. Konsonan
ini disebut juga huruf mati yang bersuara. c.
Artikulasi vokal rangkap Diftong. Diftong adalah bunyi dua vokal yang berurutan, keduanya
berbeda antara kualitas huruf vokal awal dan akhirnya. Pengucapan setiap vokal memerlukan penyesuaian pada kerongkongan dan
mulut. Dalam menyanyi diftong, vokal pertama dinyanyikan lebih lama dari vokal keduanya, maka vokal yang mendahului diberi
tekanan sedikit kemudian berubah lebih rileks atau luwes kebunyi vokal yang mengikutinya. Contoh : Diftong “ai” permai, damai,
melambai, “au” engkau , hijau, lampau, “oi” amboi, sepoi- sepoi, “ia” karunia, dunia, “ua” semua.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa artikulasi bunyi yang berasal dari dalam mulut merupakan salah
satu unsur yang sangat penting dalam bernyanyi, sehingga penyanyi harus pandai-pandai mengucapkan artikulasi dengan jelas
serta pemenggalan kata yg benar agar makna dalam lagu tidak berubah.
3. Resonansi
“ Resonansi adalah ikut bergetarnya udara dalam suatu rongga, suatu rongga yang bisa menghasilkan resonan disebut
resonator. Mengapa alat musik bisa nyaring ? jawabannya tidak lain, kaena masing-masing alat musik memiliki rongga
resonator.” Pranadjaja 1976 : 93.