47
2.2. PENDETA
2.2.1. Pendeta sebagai Pemimpin yang Melayani
Kata pendeta diambil dari kata “Pasteur, Pastor” bahasa latin dari kata gembala. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI pendeta didefinisikan sebagai orang pandai, pertapa
dalam cerita-cerita kuno, pemuka, pemimpin atau guru agama
73
. Kata ‟
Pendeta” sendiri tidak ditemukan dalam Alkitab. Alexander Strauch menyebutkan bahwa kata Pendeta diambil
dari luar kekristenan untuk memberikan nama kepada seorang gembala tunggal atau senior yang berkuasa
74
. Jadi secara umum, berdasarkan pemahaman tersebut maka pendeta dipahami sebagai sebutan bagi pemimpin agama.
Walaupun Pendeta adalah pemimpin, namun menurut pernyataan LCA Gereja Lutheran di Australia, jabatan kependetaan tidak berarti bahwa mereka yang memegangnya mempunyai
kuasa yang sewenang-wenang atas orang Kristen lainnya
75
. Disamping pendeta sebagai pemimpin dalam jabatan gerejawi, namun jabatan kependetaan seharusnya tidak dipandang dan
dihayati hanya sebagai jabatan pribadi yang dimiliki pendeta tanpa memperdulikan makna tugas pelayan yang diemban di dalamnya.
Menurut Dahlenburg, posisi pendeta dalam jemaat sesungguhnya adalah pelayan yang tidak lebih tinggi dari pada kaum awam, dengan kata lain Pedeta adalah pelayan di antara
pelayan-pelayan lain
76
. Hal tersebut didasarkan pada pemahaman bahwa panggilan sebagai seorang Kristen adalah panggilan untuk melayani. Walaupun ada pelbagai karunia yang berbeda,
73
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua Jakarta: Balai Pustaka, 1989, 747
74
Alexander Strauch, Manakah Yang Alkitabiah: Kepenatuaan atau Kependetaan Yogyakarta: Andi, 1992, 179
75
G.D.Dahlenburg, Siapakah Pendeta Itu Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, 10.
76
Ibid., 9.
48 namun karunia itu bukanlah alat pengukur tingkat dan status umat Allah, karena di hadapan
Allah derajat semua umat-Nya sama
77
. Selanjutnya dijelaskan bahwa pelayanan kependetaan adalah suatu pelayanan yang umum
dan resmi. Luther menyatakan bahwa, “Kalau kita orang Kristen, maka kita semua adalah pendeta. Tetapi pendeta-pendeta yang kita panggil adalah pelayan-pelayan yang kita panggil
untuk melayani atas nama kita dan jabatan mereka sebagai pendeta merupakan suatu pelayan saja.”
78
Karena tidak semua orang mampu dan boleh berkhotbah, mengajar, memimpin, maka harus ada orang yang dipercayakan dan diutus dengan doa dan penumpangan tangan di
hadapan Tuhan dan jemaatnya yang kemudian memegang jabatan sebagai pendeta. Dalam menjalankan tugasnya bukan untuk kepentingan jabatan tersebut melainkan untuk melayani
semua anggota yang lain
79
. Lebih lanjut ditegaskan oleh Dahlenburg bahwa pendeta itu harus berbicara sebagai seorang pelayan kepada pelayan-pelayan lain; sebagai seorang berdosa kepada
orang-orang berdosa
80
. Penekanan yang terpenting dari pemahan-pemahan yang berkaitan dengan jabatan
kependetaan yang telah dijelaskan adalah pendeta seharusnya menjadi pemimpin yang melayani. Pendeta tanpa menyadari posisinya sebagai pelayan maka itu bukan pendeta, karena pada
hakikatnya jabatan kependetaan adalah suatu pelayanan kepada Tuhan melalui sesama dan bukan jabatan pribadi yang dimiliki pendeta. Jabatan kependetaan bukan semata tentang posisi sebagai
pemimpin, melainkan lebih dari itu fungsi sebagai pemimpin yang melayani. Jadi seorang pendeta adalah seorang pelayan. Ketika dia melayani dan tidak berorentasi pada kepentingan
pribadi maka dia disebut pemimpin yang melayani.
77
Ibid.,8.
78
Ibid., 9.
79
Ibid.
80
Ibid.,10.
49
2.3. ETNIS TIONGHOA