39 karakteristik bawaan sejak lahir dari seorang pribadi, sedangkan karakteristik-
karakteristik lainnya dapat dikembangkan lewat pelatihan dan studi. Yang jelas
foresight
ini belum merupakan pokok yang banyak diselidiki dan ditulis oleh para ahli kepemimpinan
56
.
h. Kepengurusan
Stewardship
.
Peter Block, pengarang “Stewardship and The Empowered Manager mendefinisikan
stewardship
ini sebagai memegangmengurus sesuatu untuk orang lain atas dasar kepercayaan”. Menurut pandangan Robert Greenleaf, semua lembaga adalah tempat di
mana CEO, para pekerja dll. Semua memainkan peranan yang signifikan dalam mengurus lembaga-lembaga mereka atas dasar kepercayaan demi kebaikan masyarakat
yang lebih besar.
Servant-leadership,
seperti juga
stewardship
pertama-tama dan terutama mengandaikan suatu komitmen untuk melayani kebutuhan-kebutuhan orang
lain. Hal tersebut juga menitik-beratkan penggunaan keterbukaan dan persuasi, bukan pengendalian kontrol
57
.
i. Komitmen terhadap pertumbuhan orang-orang
Commitment to the growth of people
. Seorang
servant-leader
percaya bahwa pribadi-pribadi memiliki nilai intrinsik yang melampaui kontribusi-kontribusi mereka yang kelihatan sebagai pekerja-pekerja
dalam perusahaan dalam hal dunia bisnis. Dengan demikian sang
servant-leader
memiliki komitmen mendalam berkaitan dengan pertumbuhan setiap individu dalam lembaganya. Sang
servant-leader
di sini mengakui tanggung-jawab yang besar sekali untuk melakukan segala sesuatu di dalam kekuasaannya untuk memelihara pertumbuhan
pribadi, pertumbuhan profesional dan pertumbuhan spiritual. Dalam prakteknya, hal ini dapat mencakup namun tidak terbatas pada tindakan-tindakan konkret seperti
menyediakan dana yang diperlukan untuk pengembangan pribadi dan pengembangan profesional, menaruh perhatian pribadi sang pemimpin pada ide-ide dan usul-usul dari
setiap orang, mendorong serta menyemangati keterlibatan orang yang dipimpinnya dalam proses pengambilan keputusan, dan secara aktif membantu para karyawan yang terkena
PHK supaya mendapat pekerjaan baru
58
.
j. Membangun komunitas
Building community
. Seorang
servant-leader
merasakan bahwa masyarakat modern telah kehilangan banyak dalam sejarah manusia
– teristimewa akhir-akhir ini
– karena adanya pergeseran dari komunitas-komunitas lokal kepada lembaga-lembaga besar sebagai pembentuk utama kehidupan manusia. Kesadaran ini
menyebabkan sang
servant-leader
berupaya untuk mengidentifikasikan beberapa cara untuk membangun komunitas di antara mereka yang bekerja dalam sebuah lembaga
tertentu.
Servant-leadership
menyarankan bahwa komunitas sejati dapat diciptakan di antara mereka yang bekerja dalam bisnis dan lembaga-lembaga lain. Greenleaf sendiri
mengatakan, bahwa apa yang diperlukan untuk membangun kembali komunitas sebagai bentuk kehidupan yang dapat hidup terus bagi orang-orang yang berjumlah banyak,
adalah agar ada cukup banyak
servant-leaders
untuk menunjukkan jalannya, tidak dengan gerakan-gerakan massal, melainkan oleh masing-masing
servant-leader
yang
56
Ibid.,18-19.
57
Ibid.,19.
58
Ibid.
40 mendemonstrasikan kewajibannya sendiri yang tak terbatas untuk melayani kelompok
khusus yang terkait komunitas
59
. Sebenarnya sepuluh karakteristik
servant-leadership
masih dapat disempurnakan lagi. Akan tetapi diharapkan bahwa sepuluh karakteristik ini dapat mengkomunikasikan kekuatan dan janji
yang ditawarkan oleh konsep kepemimpinan ini, teristimewa bagi segala pihak yang bersedia membuka diri terhadap undangannya dan berbagai tantangannya
60
.
Pendapat lain berkaitan pembahasan tentang karakteristik kepemimpinan yang melayani diungkapkan oleh Patterson. Patterson 2003 melihat
Servant leadership
kepemimpinan melayani adalah suatu teori mengenai kebajikan atau kesalehan
Virtuous Theory
. Kebajikan atau kesalehan adalah karakteristik kualitatif yang merupakan bagian dari karakter seseorang, sesuatu yang ada di dalam diri
seseorang yang bersifat internal, atau yang lebih ditekankan disini yakni bersifat spritual atau rohaniah atau batiniah. Teori kebijakan atau kesalehan
Virtue Theory
menunjukan ide dalam melakukan hal-hal yang tepat dengan fokus pada karakter moral, dan mencari hal-hal yang tepat dilakukan
dalam situasi tertentu. Kesalehan atau kebajikan berharga bagi kepemimpinan karena berfokus pada kebaikan bersama, bukan pada maksimal keuntungan, karena itu mendapat tempat dalam
kepemimpinan
61
. Model teoritis yang dibuat oleh Patterson 2003 mengenai
servant leadership
kepemimpinan melayani, terdiri dari tujuh konstruk kebijakan atau kesalehan
62
, yaitu:
a Kasih yang murni atau Agape
Agape Love
, menurut Patterson merupakan landasan
hubungnan kepemimpinan dan pengikut adalah Kasih Agape. Menurut Dennis dan Bocarnea 2006 kasih agape artinya mengasihi dalam arti sosial atau moral. Menurutnya Kasih ini
menyebabkan pemimpin untuk menggap setiap orang tidak hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan, tetapi sebagai orang pelengkap antara kebutuhan dan keinginan. Lebih
lanjut menurutnya ”lakukan kepada orang lain seperti yang anda inginkan kepada orang tersebut lakukan kepadamu” terapkan untuk semua.
Servant leadership
kepemimpinan melayani benar-benar peduli untuk orang lain dan tertarik dalam kehidupan pengikutnya
63
.
59
Ibid., 19-20.
60
Ibid., 20.
61
Dirk van Dierendonk dan Kathleen Patterson Editor, Servant Leadership …., 67-76.
62
Ibid.,170.
63
Ibid.,171.
41
b Kerendahan Hati
Humility
, menurut Sandage dan Wiens 2001 dalam tulisan
Dennis dan Bocarnea 2006 berpendapat bahwa kemampuan untuk menjaga sebuah sebuah prestsi dan talenta dalam prespektif. Ini berarti berlatih penerimaan diri, tetapi selanjutnya
meliputi praktek kerendahan hati yang sejati, yang berarti tidak menjadi berfokus pada diri sendiri melainkan berfokus pada orang lain. Swindoll 1981 dalam tulisan Dennis dan
Bocarnea 2006 berpendapat bahwa kerendahan pelayan tidak boleh disamakan dengan miskin harga diri, melainkan bahwa kerendahan hati adalah sejalan dengan ego yang sehat.
Dengan kata lain, kerendahan hati bukan berarti memiliki rendahnya pandangan terhadap diri sendiri atau nilai diri seseorang, melainkan berarti melihat sesorang tidak lebih baik
atau buru daripada yang lainnya.
Servant leadership
kepemimpinan melayani melihat kerendahan hati sebagai cerminan akurat dari penilain diri dan karena itu, memelihara
fokus pada rendah diri Tangney: 2000
64
.
c Mengutamakan orang lain
altruism
, tulisan Kaplan 2000 menyatakan bahwa altruism
adalah membantu orang lain tanpa pamrih, yang melibatkan pengorbanan pribadi, meskipun tidak ada keuntungan pribadi. sementara Dennis dan Bocarnea 2006 mengutip tulisan
Eisenberg 1986 mendefenisikan perilaku altruistik sebagai perilaku sukarela yang dimaksudkan untuk menguntungkan pihak lain dan tidak dimotivasi oleh harapan eksternal yakni
penerimaan imbalan atau pahala. Bagi Johnson 2001 dalam tulisan Dennis dan Bocarnea 2006 yang berpendapat bahwa altruism merupakan perspektif etika. Menerapkan teori
kognisi sosial untuk menjelaskan altruism, yang berfokus pada faktor-faktor identitas, persepi diri, cara pandangan, dan empati. Lebih lanjut Monroe 1994 mengutip pendapat yang
dikemukakan oleh Dennis dan Bocarnea 2006 mendefenisikannya sebagai perilaku yang dimaksukan untuk mendatangkan keuntungan yang lain, bahkan melakukannya mungkin
beresiko atau memerlukan pengorbanan untuk kesejahteraan orang lain
65
.
d Visi
Vision
,
Blanchard 2000 mendefinisikan visi sebagai ”Gambaran masa depan yang menghasilkan gairah”, selanjutnya dijelaskan bahwa visi diperlukan untuk
kepemimpinan yang baik. Demikian Laub 1999 menemukan bahwa visi bersama membangun orang lain memberdayakan mereka dan melayani kebutuhan orang lain melayani mereka.
Menurut Dennis dan Bocarnea 2006 berpendapat bahwa servant leadership kepemimpinan melayani harus bermimpi sambil tetap berada di masa lalu dan fokus pada masa depan,
karena ini memungkinkan pemimpin untuk mengambil keuntungan dari peluang masa kini. Berkaitan visi dan kerendahan hati Dennis dan Bocarnea 2006 mengutip pendapat yang
dikemukakan oleh Buchan 2002 menyatakan bahwa kepemimpinan yang melayani tidak mementingkan diri sendiri, memungkinkan ego pemimpin dengan mendapatkan cara
kemampuannya dalam membayangkan masa depan organisasi
66
.
e Percaya
Trust
, kepercayaan adalah karakteristik penting dari
servant leadership
kepemimpinan melayani. Model tersebut kebenaran
servant leadership
kepemimpinan melayani dalam cara melatih, memberdayakan dan mempengaruhi. Kepercayaan ini ada
sebagai elemen dasar untuk suatu kepemimpinan sejati. Menurut Russell 2001 dalam tulisan Dennis dan Bocarnea 2006 dinyatakan bahwa nilai-nilai integritas dan kejujuran
membangun kepercayaan interpersonal, organisasi dan menyebabkan kredibilitas; kepercayaan ini sangat penting dalam servant leadership kepemimpinan melayani, dan selalu hadir sebagai
faktor penting yang merupakan pusat kepemimpinan. Selain itu Melrose 1998 sebagaimana dikutip dalam Dennis dan Bocarnea 2006 menyatakan bahwa para pemimpin
melakukan apa yang dikatakan, yang menimbulkan kepercayaan. Keterbukaan seorang
64
Ibid.
65
Ibid.
66
Ibid.
42
pemimpin untuk menerima masukan dari orang lain meningkatkan kepercayaan pada seorang pemimpin. Pengikut lebih cenderung mengikuti pemimpin dengan perilaku yang
konsisten, dapat dipercaya dan dapat langsung terhubung dengan aspirasi pengikutnya
67
.
f Pemberdayanaan
Empowerment,
Pemberdayaan adalah mempercayakan kekuasaan kepada orang lain, dan untuk
servant leadership
kepemimpinan melayani menyangkut mendengarkan secara efektif, membuat orang merasa penting, menempatkan penekanan
pada kerja sama tim, menghargai cinta dan kesetaraan Russell dan Stone, 2002. Covey 2002 berpendapat bahwa pemimpin berfungsi sebagai contoh untuk memberdayakan orang
lain dan untuk menilai perbedaan pengikutnya. Mcgee-Cooper dan Trammell 2002 sebagaimana dikutip dalam Dennis dan Bocarnea 2006 berpendapat bahwa memahami
asumsi dasar dan latar belakang informasi tentang isu-isu penting pemberdayakan masyarakat untuk menemukan makna lebih dalam pekerjaan dan untuk berpartisipasi lebih lengkap
dalam pengambilan keputusan yang efektif. Bass 1990 sebagaimana dikutip dalam Dennis dan Bocarnea 2006 mengemukakan bahwa pemberdayaan adalah pembagian kekuasaan
dengan pengikut dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
68
.
g Pelayanan
Service.
Tindakan melayani meliputi misi tanggung jawab kepada orang lain Dennis dan Bocarnea: 2006. Pemimpin memahami bahwa pelayanan adalah pusat
servant leadership
kepemimpinan melayani. Model
servant leadership
kepemimpinan melayani, melayani sesamanya dalam perilaku, sikap, dan nilai-nilai. Menurut Block
1993 sebagaimana dikutip dalam tulisan Dennis dan Bocarnea 2006, pelayanan adalah segalanya. Orang-orang bertanggung jawab kepada siapa yang dilayani apakah itu bawahan
atau pengikutnya. Greenleaf 1996 mengemukakan bahwa bagi para pemimpin untuk melayani orang lain, harus memiliki rasa tanggungjawab
69
. Patterson 2003 menjadikan kasih sebagai karakteristik dari
Servant leadership
kepemimpinan melayani yang paling mendasar atau utama, dan diakhiri dengan pelayanan. Model yang dibuat Patterson, sesuai dengan ajaran Yesus, yaitu hukum yang kedua, yang sama
pentingnya dengan hukum yang terutama, adalah mengasihi sesama manusia. Sebagai orang yang mengasihi sesama manusia dengan baik dan penuh kasih. Dalam kerangka karakteristik ini diawali
dengan Kasih sebagai karakteristik dasar
servant leadership
kepemimpinan melayani, dan diakhiri dengan motivasi untuk melayani sesama, sebagai akibat yang timbul dari sikap mengasihi tersebut
70
. Patterson memakai teori Maslow bahwa, salah satu kebutuhan manusia adalah dikasihi atau
dicintai. Kasih dapat memberikan dorongan yang kuat pada diri sesorang untuk berbuat sesuatu. Jadi servant leadership kepemimpinan melayani juga perlu memimpin bahwahannya dengan Kasih atau
67
Ibid., 172
68
Ibid.
69
Ibid.
70
Ibid., 67-76
43
cinta. Sebetulnya dasar dari konsep
servant leadership
kepemimpinan melayani, adalah konsep kasih atau cinta kepada sesama, khususnya kepada para bawahannya. Hal ini perlu ditumbuhkan
pada para pemimpin, agar seorang pemimpin menumbuhkan potensi yang ada pada bawahannya dengan lebih baik lagi, yaitu dengan mengasihi, mengembangkan dan melayani bawahan-nya, serta
mengajar bawahannya untuk kembali mengasihi orang lain dan mau mengembangkan serta melayani orang lain dengan lebih baik lagi
71
.
Pendapat lain datang dari Sendjaya
72
, yang mendeskripsikan karakter pemimpin yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin yang melayani dan secara konseptual dikelompokkan dalam
enam dimensi, antara lain:
a Kesadaran Diri sebagai Pelayan
Voluntary Subordination
, Pemimpin
memprioritaskan kepentingan dan kebutuhan individu lain diatas kebutuhan diri sendiri. Seorang pemimpin pelayan memiliki kencederungan untuk melayani orang lain daripada
dilayani. Dengan memandang dirinya sebagai pelayan, maka para pemimpin pelayan melayani orang lain tanpa pandang latar belakang. Kepemimpinan yang melayani
menggunakan kuasa untuk melayani orang lain bukan ambisinya sendiri, sebab kekuasaan dipandang hanyalah ala untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Kekuasaan
bukan tujuan, tetapi pada prinsipnya, kekuasaan, dalam pengertian jabatan formal, tidak menjadi sangat menentukan bagi krdibilitas seorang pemimpin. Ia dapat melayani dalam
posisi apapun, namun kesempatan melayani dari posisi kekuasaan yang lebih tinggi memberikan kesadaran padanya untuk melayani dengan kualitas yang lebih baik.
Pemimpin melayani dengan menunjukkan rasa keperduliannya melalui tindakan konkrit sebagai seorang pelayan.
71
Ibid.
72
Ibid., 40-42.
44
b Pribadi yang Otentik
Authentic Self ,
Pemimpin melakukan setiap tindakan didasarkan pada kerendahan hati. Pemimpin memiliki pandangan ke depan,
sehingga pemimpin telah mempertimbangkan setiap konsekuensi untuk setiap perencanaan. Diri yan otentik di sini berhubungan dengan transparansi yaitu keterbukaan
diri yang otentik tentang perasaan, keyakinan, dan tindakan seorang pemimpin kepada para pengikutnya, sehingga muncul kerendahan hati yang memungkinkan integritas,
dapat dipercaya, bertanggungjawab dan dapat diandalkan.
c
Covenantal Relationship
, dalam hal hubungan dengan individu lain, pemimpin mampu menerima individu lain sebagaimana dirinya, dengan kelebihan serta
kekurangan dari individu tersebut. Pemimpin memperlakukan individu lain sebagai rekan kerja dibandingkan bawahan. Pemimpin memberikan waktu untuk membangun
hubungan secara profesional dengan individu lain. Pemimpin melibatkan individu lain dalam setiap keputusan serta perencanaan. Dimensi ini ditandai dengan adanya sikap
penerimaan, keseimbangan, kebergunaan, dan kolaborasi.
d
Responsible Morality,
pemimpin membawa individu lain untuk bekerja dengan adanya tujuan moral, sehingga individu memiliki rasa kepemilikan atas apa yang ia
kerjakan. Pemimpin mengajak individu untuk bekerja dengan cara yang benar, bukan hanya dengan cara yang terlihat baik. Dalam dimensi ini pemimpin yang
melayani tidak bersifat memperbolehkan, tetapi selalu menetapkan standar tinggi dalam keberadaan dan perbiatan.
45
e
Trancendent Spirituality
, pemimpin melakukan hal dengan suatu tujuan yang lebih dari sekedar pencapaian pribadi, melainkan untuk Tuhan dan individu lain.
Pemimpin membantu para pengikut untuk menemukan tujuan hidup selain dari menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik. Pemimpin membantu individu lain
untuk menemukan rasa kebermaknaan dari kehidupan sehari-hari pada pekerjaan. Pemimpin memberikan suatu nilai kepada para pengikut yang tidak berfokus pada
materi dan diri sendiri.
f
Transforming Influence
, pemimpin akan memastikan setiap individu dalam organisasi memegang visi yang dibagikan bersama. Pemimpin mengijinkan para
pengikut untuk mengekspresikan diri dan menuangkan kreativitas, tanpa harus memaksa mereka mengikuti cara dari pemimpin dan tidak merasa takut untuk
mencoba. Pemimpin menjadi teladan dari pengaruh yang dibawa. Pemimpin memberikan timbal balik kepada para pengikut atas peforma dari individu.
6 dimensi karakter dari pemimpin yang melayani, yang telah dijelaskan di atas, secara ringkas diuraikan dalam gambar berikut ini:
46
Gambar 2.1. Enam Dimensi Karakter Pemimpin yang Melayani
Being a servant
Voluntary subordination
Acts of servive Humility
Authentic self
Integrity
Security Accountability
Vulnerability
Availability Acceptance
Covenantal relationship
Equality Collaboration
Moral action
Responsible morality
Moral reasoning
Religiousness
Transcendental spirituality
Sense of mision Interconnectedness
Wholeness Vision
Transforming influence
Mentoring Modelling
Trust Empowerment
47
2.2. PENDETA