Faktor-Faktor yang Memengaruhi BBLR

Pada bayi IUGR perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan pun mengalami perubahan. Drillen 1975 menemukan berat otak, jantung, paru dan ginjal bertambah, sedankan berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thimus berkurang dibandingkan pada bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru sesuai masa gestasinya. Wiknjosastro dkk, 2005.

2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi BBLR

Berbagai faktor yang memengaruhi BBLR antara lain meliputi jenis kelamin bayi, ras, keadaan plasenta, umur ibu, aktivitas ibu, kebiasaan merokok, paritas, jarak kehamilan, tinggi badan dan berat badan ibu sebelum kehamilan, keadaan sosial ekonomi, gizi, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pertambahan berat badan ibu selama kehamilan. Turhayati, 2006 Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain yaitu umur, paritas dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR IDAI, 2004.

1. Pendidikan

Pendidikan memiliki peranan penting terhadap kejadian BBLR. Menurut Megawangi 1999 seperti dikutip Yustina 2007, mengatakan bahwa banyak studi membuktikan kaitan positif antara pendidikan perempuan dan tingkat Universitas Sumatera Utara produktivitasnya, rasa percaya diri, rendahnya angka kematian bayi, perbaikan status gizi balita dan lain-lain. Kramer M.S. dan kawan-kawan 2001 mengatakan bahwa pendidikan sangat berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Seorang ibu atau seorang ayah yang memiliki pendidikan tinggi tentunya akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan bila dibandingkan dengan ibu atau ayah yang memiliki pendidikan rendah. Hasil penelitian Setyowati terhadap hasil SDKI tahun 1994 dengan metode kasus kontrol menyebutkan pendidikan ibu berpengaruh terhadap kejadian BBLR dimana ibu dengan pendidikan SD ke bawahtidak sekolah berisiko melahirkan bayi BBLR 1,18 kali dibandingkan ibu dengan pendidikan SD ke atas. Rizvi dkk 2007 menyebutkan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR dengan OR = 1,63 95 CI 1,12-2,45.

2. Umur

Ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua biasanya akan banyak mengalami komplikasi dalam kehamilan. Begitu juga dengan kondisi bayi yang dikandungnya. Ukuran umur muda adalah bila ibu mengandung pada usia kurang dari 20 tahun dan tua apabila di atas 35 tahun. Behnnan 1985 menyatakan bahwa usia yang paling baik bagi seorang ibu hamil agar tidak melahirkan bayi premature adalah antara 20 sd 30 tahun. Rizki dan kawan-kawan 2007 mengatakan bahwa faktor risiko seorang ibu untuk melahirkan bayi dengan BBLR adalah antara 15 – 35 tahun. Penelitian kohor prospektif yang dilakukan Hirve dan Ganatra di India 1994 menyatakan bahwa ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian BBLR dengan Universitas Sumatera Utara OR = 1,27 95 CI 1,07-1,5. Ibu dengan umur kurang dari 20 lebih berisiko melahirkan anak dengan BBLR 1,27 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki usia 20 tahun dan 30 tahun. Menurut Mutiara 2006 ibu hamil berusia 35 tahun berisiko melahirkan BBLR 1,8 kali lebih besar daripada ibu hamil berusia 20 – 34 tahun. Pengaruh tersebut terlihat mengikuti fenomena huruf U terbalik yang berarti bahwa pada umur muda 20 tahun dan tua 35 tahun berat bayi yang dilahirkan cenderung lebih dari pada umur 21 – 35 tahun.

3. Paritas

Paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang ditimbulkan adalah kejadian BBLR. Canosa 1998 mengatakan bahwa kehamilan pertama dan keempat atau lebih dari empat merupakan kelompok risiko tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Hirve dan Ganatra 1994 menyatakan bahwa ibu yang melahirkan untuk pertama kali berisiko melahirkan bayi premature 1,32 kali dibandingkan dengan ibu yang melahirkan anak ke 2 dan ke 3 dengan OR = 1,32 95 CI 1,1-1,59 Hasil penelitian Zaenab dan Juharno 2006 menunjukkan bahwa paritas berpengaruh terhadap kejadian BBLR dan merupakan faktor risiko penyebab kejadian BBLR pada bayi. Hasil pengujian statistik dengan chi-square diperoleh nilai Odds Ratio OR = 2,44 sehingga dapat dikatakan bahwa paritas merupakan faktor risiko Universitas Sumatera Utara terhadap kejadian BBLR dimana ibu dengan paritas 3 anak berisiko 2 kali melahirkan bayi dengan BBLR.

4. Jarak Kelahiran

WHO 2007 menyebutkan bahwa karakteristik dan ukuran ibu dimana didalamnya terdapat jarak kelahiran merupakan salah satu determinan terjadinya BBLR. Jarak kelahiran adalah jarak antara persalinan sebelumnya dengan persalinan selanjutnya. Jarak yang paling baik minimal 24 bulan atau 2 tahun Malik, 1997 Penelitian Hirve dan Ganatra 1994 menyebutkan bahwa ibu dengan jarak kehamilan kurang dari 6 bulan berisiko melahirkan bayi dengan BBLR 1,48 kali bila dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kehamilan lebih dari 6 bulan OR = 1,48 95 CI 1,2-1,9. Hasil penelitian Zaenab dan Juharno 2006 menunjukkan bahwa ibu dengan jarak kelahiran yang rapat lebih banyak dengan kelahiran bayi dengan berat lahir yang tidak tergolong BBLR 54,7. Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio OR = 2,37 sehingga dapat dikatakan bahwa jarak kelahiran merupakan faktor risiko terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang memiliki jarak kelahiran kurang dari 2 tahun berisiko melahirkan bayi dengan BBLR 2,3 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki jarak kelahiran lebih dari 2 tahun. Hasil penelitian Saraswati 2006, menunjukkan bahwa jarak kelahiran 2 tahun memiliki risiko melahirkan BBLR 3,17 kali lebih besar daripada jarak kelahiran 2 tahun Universitas Sumatera Utara

5. Riwayat Penyakit

Ridwan 2005 mengatakan bahwa jarak kehamilan memiliki hubungan yang kuat terhadap kejadian BBLR, dimana ibu dengan jarak kehamilan 2 tahun memiliki faktor risiko 1,91 kali melahirkan bayi BBLR dibandingkan ibu dengan jarak kehamilan 2 tahun. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya BBLR adalah penyakit infeksi seperti malaria, sifilis, rubella WHO, 2007. Ibu yang menderita penyakit infeksi sangat rentan untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Begitu juga ibu yang mengalami komplikasi dalam kehamilan seperti eklamsia. Kramer MS 1987 mengatakan bahwa proses biologi yang berdampak pada janin dalam rahim berhubungan dengan kondisi fisiologi ibu hamil termasuk diantaranya adalah penyakit infeksi yang diderita oleh ibu hamil. Hasil penelitian Taha dan kawan-kawan di Sudan 1993 menyatakan ada pengaruh antara penyakit malaria terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan riwayat malaria akan melahirkan bayi dengan BBLR 1,56 kali dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki riwayat malaria dengan OR = 1,56 95 CI 1,2-2,1.

6. Akses Terhadap Pelayanan Kesehatan

Akses terhadap informasi berkaitan dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang tersedia. Adapun akses terhadap pelayanan kesehatan antara lain meliputi keterjangkauan lokasi tempat pelayanan, jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia, serta keterjangkauan terhadap informasi Yustina, 2007. Universitas Sumatera Utara Di Indonesia, Puskesmas merupakan sentra pelayanan kesehatan di tingkat pertama. Puskesmas menjadi tempat rujukan pertama bagi para ibu yang mengalami komplikasi kehamilannya. Namun demikian, meski rumah sakit dan puskesmas banyak didirikan, dalam kenyataannya banyak yang tidak dapat memberikan pelayanan yang efektif dalam penanganan gangguan kehamilan dengan alasan kurang atau tidak adanya suplai dan fasilitas serta sarana, kurang atau tidak adanya tenaga terlatih, manajemen yang buruk, dan lain-lain. Disisi lain, jika pelayanan yang adekuat tersedia, sering tidak terjangkau oleh mayoritas populasi yang membutuhkan, karena adanya hambatan jarak, biaya dan budaya WHO, Depkes RI dan FKM UI, 1998. Roudbari, Yaghmaei, Soheili 2007 mengatakan bahwa wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan tinggal daerah pengungsian yang jauh dari fasilitas kesehatan memadai lebih rentan melahirkan bayi dengan BBLR.

7. Antenatal Care

Perawatan ibu selama kehamilan sangat menentukan kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya. Selama kehamilan berbagai program yang termasuk dalam paket pelayanan ANC adalah 5T Timbang Berat badan, Ukur tinggi fundus, Tablet Fe, Imunisasi TT dengan paket tersebut diharapkan ibu secara rutin mengontrol kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dengan sebaran, 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester ke dua dan 2 kali pada trimester ke tiga Depkes RI, 2006. Universitas Sumatera Utara Menurut WHO 2004 jumlah kunjungan yang dianjurkan bagi seorang ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya adalah 4 kali kunjungan pada masa kehamilan tanpa memperhatikan jumlah kunjungan pada tiap semester. Hasil penelitian Ridwan 2005 menunjukkan bahwa bila ibu tidak teratur melaksanakan ANC, maka 42,1 bayinya lahir BBLR. Sedangkan bila ibu rutin melaksanakan ANC maka, bayi lahir normal ditemukan sebesar 80,7. Setelah dilaksanakan uji odds ratio didapatkan OR.= 3,04 95 CI 1,31-7,06. Berarti ibu dengan ANC tidak teratur berisiko melahirkan BBLR sebesar 3 kali lebih besar dibanding bila ibu rutin melaksanakan ANC. Khatun S. dan Rahman M. 2008 menyebutkan bahwa antenatal care memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap kejadian BBLR pada bayi dengan nilai OR = 29,4 95 CI 12,61-68,48. Ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC kurang dari 4 kali kemungkinan akan melahirkan bayi dengan BBLR 29,4 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC 4 kali atau lebih pada masa kehamilan.

8. Dukungan Suami

Suami memiliki kontribusi dalam kesehatan istri selama masa kehamilan dan persalinan. Ketika isteri hamil, suami dapat mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik. Suami bisa menganjurkan ataupun memilih tempat pelayanan kesehatan untuk istrinya. Foster dan Anderson 2006 mengatakan bahwa keputusan medis dalam dunia tradisional biasanya merupakan keputusan-keputusan kelompok, dan melibatkan hal- Universitas Sumatera Utara hal seperti status, pangkat, usia, jenis kelamin dan peranan-peranan tradisional. Untuk keputusan-keputusan yang besar dalam keluarga seperti penentuan penolong persalinan dibuat oleh sang suami. Kramer dan kawan-kawan 2001 mengatakan bahwa faktor tekanan dari lingkungan sekitar memengaruhi perkembangan janin pada ibu hamil seperti faktor interpersonal dimana ibu hamil hidup tanpa pendamping.

9. Pendapatan

Pendapatan memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap kejadian BBLR. Keluarga dengan pendapatan tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Sebaliknya keluarga dengan pendapatan rendah akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi. Pada ibu hamil, kekurangan nutrisi sangat berpengaruh pada kondisi janin yang dikandung. FAO 2003 mengatakan bahwa kondisi ekonomi memengaruhi konsumsi makanan. Konsumsi makanan yang rendah berakibat pada gizi yang buruk. Gizi buruk pada ibu hamil mengakibatkan anak yang dikandungnya mengalami BBLR.

2.4 Landasan Teori