Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
1.1 Latar Belakang
Isu keamanan pangan saat ini menjadi isu yang penting bagi dunia industri pangan. Dinamika pasar pangan internasional yang begitu ketat mengharuskan produsen pangan memperhatikan prosedur dan tata aturan yang berlaku di dunia pangan internasional. Kemananan pangan merupakan salah satu isu yang paling penting karena berhubungan langsung pada kesehatan manusia. Pelanggaran terhadap keamanan pangan dapat menyebabkan suatu kasus yang dinamakan
foodborne diseases, atau penyakit yang disebabkan oleh keracunan pangan.
Penyakit keracunan pangan ini disebabkan oleh bahaya biologis, kimiawi dan fisik. Bahaya biologis umumnya disebabkan oleh mikroba patogen, fungi, virus, prion, protozoa, parasit helmintis. Bahaya kimiawi termasuk di dalamnya alergen, mikotoksin, logam berat, pestisida, bahan kimia saniter dan pembersih Bahaya biologis dapat dicegah dengan penambahan bahan preservatif pada pangan dengan tujuan membunuh atau menghambat bakteri patogen seperti
Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Bahan preservatif juga mampu menimbulkan potensi bahaya kimia karena bahan preservatif yang digunakan berasal dari bahan kimia sintetis yang berpotensi sebagai karsinogen (Wallace et al. 2011). Pencegahan terhadap penggunaan preservatif sintetis adalah penggunaan biopreservatif.
Biopreservatif digunakan sebagai bahan pengawet pangan alami yang berasal dari mikroba seperti bakteri asam laktat. Berbagai jenis bakteri asam laktat telah diketahui dan digunakan sebagai biopreservatif alami karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya yang cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek inhibitor pada bakteri lain seperti inhibitor pada bakteri enteropatogenik (Theron dan Lues 2011). Bakteri asam laktat juga diketahui memiliki kemampuan menghambat bakteri Salmonella yang bersifat enteritidis (Higgins et al. 2007).
Bakteri asam laktat biasa ditemukan pada produk makanan fermentasi, dimana produk fermentasi masih banyak diproduksi di Indonesia. Salah satu produk fermentasi perikanan di Indonesia adalah bekasam. Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi yang rasanya asam. Olahan tersebut
(2)
banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Bekasam dibuat dari ikan air tawar atau laut yang difermentasi spontan oleh mikroba alami selama satu sampai dua minggu. Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan Selatan umumnya dikenal dengan nama samu. Bahan baku berupa ikan gabus, betok, sepat siam, dan sepat rawa dengan penambahan garam sekitar 15 – 20% dan ditambahkan samu atau beras gingseng sebanyak 15%, kemudian difermentasi kurang lebih satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam (Adawyah 2007). Makanan yang pengolahannya serupa dengan bekasam ditemukan di Thailand, yang dikenal dengan nama plaa-som. Menurut Kopermsub dan Yunchalard (2010), fermentasi yang terjadi selama proses pembuatan akan mengubah rasa, aroma, dan tekstur. Nilai pH produk yang menurun akan menjamin kualitas dan keamanan.
Pengolahan bekasam di Indonesia merupakan pengolahan hasil perikanan secara tradisional yang masih banyak ditemukan. Persentasi penggunaan teknologi tradisional ini adalah sekitar 49% dari total keseluruhan konsumsi ikan Negara per kapital per tahun, dimana 30,5% dari total tersebut diolah secara tradisional menggunakan teknik penggaraman dan fermentasi (Astawan 1997). Besarnya produksi pengolahan perikanan tradisional berbasis fermentasi seperti bekasam inilah yang merupakan potensi besar yang perlu dikaji lanjut untuk mengetahui adanya kandungan senyawa antibakteri hasil produksi bakteri asam laktat yang terdapat pada produk tersebut.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat bakteri asam laktat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) dan memproduksi senyawa antibakteri dari isolat NS(9) serta menghitung daya hambat maksimum senyawa yang dihasilkan dari isolat NS(9) terhadap patogen pada makanan.
(3)
2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri, ikan tersebut berasal dari Afrika bagian timur di Sungai Nil, Danau Tangayika, Chad, Nigeria dan Kenya, lalu dibawa oleh orang ke Eropa, Amerika, negara-negara Timur Tengah dan Asia. Benih ikan nila di Indonesia secara resmi didatangkan dari Taiwan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1969 (Suyanto 2003). Habitat ikan nila adalah di aliran sungai dan danau. Ukuran maksimalnya adalah 60 cm. Ikan nila diklasifikasikan menurut Saanin (1984) sebagai berikut :
Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub Kelas : Acanthoptherigii Ordo : Perchomorphi Sub Ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Gambar 1 Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Lim dan Webster 2006).
(4)
Ikan nila memiliki ciri morfologi, seperti berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal, putih agak kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateris yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepalanya relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al. 1993).
2.2 Fermentasi Ikan
Fermentasi ikan adalah teknologi tradisional yang digunakan untuk mengawetkan biota air tawar dan laut, yang sangat mudah membusuk, terlokalisasi dalam produksi, dan fluktuatif per musimnya dalam penangkapannya (Campbell-Platt 2009). Fermentasi ikan merupakan salah satu metode penerapan proses fermentasi pada produk perikanan. Fermentasi adalah proses yang mikroorganisme seperti bakteri lakukan untuk mengubah substansi di dalam ikan, seperti gula menjadi alkohol dan asam (contohnya asam laktat) dan memproduksi substansi rasa seperti ester atau keton. Normalnya, fermentasi terjadi tanpa keberadaan oksigen. Tujuan fermentasi ikan itu sendiri antara lain mengawetkan ikan, membuat substansi rasa baru, atau mengubah tekstur (Mouritsen dan Mouritsen 2009).
Fermentasi yang terjadi pada produk ikan hasil fermentasi antara lain adalah fermentasi asam laktat. Fermentasi asam laktat dapat terjadi sebagai akibat aktivitas bakteri asam laktat yang dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bakteri asam laktat homofermentatif dan heterofermentatif. Proses fermentasi dikatakan bersifat homofermentatif jika hanya menghasilkan satu jenis komponen saja sebagai hasil utamanya; dan heterofermentatif jika menghasilkan campuran berbagai senyawa atau komponen utama. Bakteri asam laktat yang tergolong homofermentatif dapat mengubah 95% dari glukosa atau heksosa lainnya menjadi
(5)
asam laktat. Karbondioksida dan asam-asam volatil lainnya juga dihasilkan, tapi jumlahnya sangat kecil (Adawyah 2007).
Produk fermentasi ikan di belahan dunia ini masih banyak ditemukan dan beberapa diantaranya merupakan makanan favorit di daerahnya masing-masing. Patis dan bagoong merupakan makanan fermentasi ikan di Filipina. Produk fermentasi dari ikan herring berasal dari Eropa (Hall 2010).
2.3 Bekasam
Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi yang rasanya asam. Olahan tersebut banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Ikan yang dapat digunakan sebagai bekasam merupakan jenis ikan air tawar. Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan Selatan umumnya dikenal dengan nama samu. Bahan baku berupa ikan gabus, betok, sepat siam dan sepat rawa dengan penambahan garam sekitar 15-20%, dan ditambahkan samu atau beras ginseng sebanyak 15%, kemudian difermentasi kurang lebih satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam (Adawyah 2007).
2.4 Bakteri Asam Laktat (BAL)
Bakteri asam laktat meliputi grup heterogen dari mikroorganisme yang memiliki properti metabolik dari produksi asam laktat sebagai mayoritas produk akhir dari fermentasi karbohidrat. Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, katalase negatif, toleran terhadap asam, dan fakultatif anaerob. Kecuali untuk beberapa spesies, golongan BAL bersifat non patogen dengan reputasi GRAS (Generally Recognized as Safe). Bakteri asam laktat termasuk di dalamnya bakteri homofermentatif yang memproduksi sebagian besar utamanya adalah asam laktat, dan heterofermentatif yang selain memproduksi asam laktat juga memproduksi variasi yang luas dari produk fermentasi seperti asam asetat, etanol, karbon dioksida, dan asam format. Spesies tipikal BAL antara lain termasuk kedalam genera Lactobacillus, Lactococcus, Streptococcus, Pediococcus, Oenococcus, Enterococcus, dan Leuconostoc (Mozzi
(6)
2.4.1 Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
Berbagai jenis bakteri asam laktat telah diketahui dan digunakan sebagai biopreservatif alami karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya yang cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek inhibitor pada bakteri lain seperti inhibitor pada bakteri enteropatogenik. Efek inhibitor utama dispekulasikan pada jalur metabolisme utama bakteri asam laktat, yang berarti jalur fermentasi. Bakteri asam laktat menggunakan jalur fermentasi untuk menghasilkan energi selular dan memproduksi asam oganik dimana pun mereka tumbuh. Hal ini juga mengakibatkan penurunan pH pada media di sekitar tempat pertumbuhannya (Theron dan Lues 2011).
Asam laktat merupakan salah satu metabolit utama dari bakteri asam laktat, namun pada bakteri heterofermentatif, bakteri asam laktat juga memproduksi asam asetat dan sebagian asam propionat dalam jumlah besar. Bakteriosin juga diproduksi oleh bakteri asam laktat sebagai substansi inhibitor bagi mikroba lain. Asam organik memicu aktivitas bakteriosin, sedangkan asidifikasi (pengasaman) yang diakibatkan asam organik meningkatkan aktivitas antibakterial baik asam organik maupun substansi inhibitor lain seperti bakteriosin (Theron dan Lues 2011).
2.4.1.1 Asam organik
Asam organik adalah tipe produk hasil metabolisme mikroorganisme. Asam organik adalah komponen organik dengan kelengkapan asam dan mengandung karbon, seperti komponen organik lainnya. Asam organik yang paling umum adalah asam karboksilat yang asiditasnya diasosiasikan dengan gugus karboksilnya –COOH. Asam jenis ini tergolong asam lemah dan tidak larut sempurna dalam air (kecuali asam format dan asam asetat). Kebanyakan asam organik memiliki keuntungan karena ukurannya yang relatif kecil sehingga dapat bergerak dengan bebas antara sel dengan sel (Theron dan Lues 2011). Struktur umum asam organik dapat dilihat pada Gambar 2.
Berbagai jenis asam organik beserta komponennya digunakan sebagai bahan tambahan pangan (food additives) yang dapat dimasukkan secara langsung pada makanan manusia. Asam organik lemah memiliki sejarah yang cukup panjang sebagai pengawet makanan karena sifat aktivitas antibakterinya. Asam
(7)
organik ini faktanya adalah preservatif yang paling umum digunakan dalam makanan, GRAS, memiliki spektrum yang luas sebagai agen antibakteri. Asam organik efektif untuk mengawetkan makanan karena selain aktivitas antibakteri, mereka juga bertindak sebagai penambah rasa asam (acidulants) dan dengan demikian mengurangi pertumbuhan bakteri dengan menurunkan pH dari produk makanan ke tingkat keasaman yang menghambat pertumbuhan bakteri (Theron dan Lues 2011).
Gambar 2 Struktur umum dari asam organik (Theron dan Lues 2011).
Asam organik yang biasanya diasosiasikan dengan bakteri asam laktat adalah asam laktat, asam propionat, dan asam asetat yang diproduksi dalam jumlah yang kecil. Asam laktat telah menunjukkan adanya aktivitas antibakteri melawan bakteri pembentuk spora, akan tetapi memiliki efek yang kecil terhadap fungi. Asam asetat dan asam propionat secara umum menghambat pertumbuhan bakteri lain lebih efektif daripada asam laktat sejak nilai pKa yang lebih tinggi dapat menyebabkan kemungkinan berdifusi melalui membran sel lain pada pH yang lebih tinggi. Keduanya telah digunakan secara luas dalam industri pangan sebagai aditif antibakteri. Selain itu telah ditunjukkan pula bahwa asam propionat lebih efektif menghambat fungi daripada asam asetat (Mayo dan van Sinderen 2010).
Asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram negatif dengan merusak membran luar bakteri Gram negatif. Asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air sehingga mampu menembus ke dalam periplasma
(8)
bakteri Gram negatif melalui protein porin pada membran luarnya. Pelindung dari permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antibakteri yang lain yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen peroksida dan lactoperidase system dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma (Pelaez dan Orue 2010).
Gambar 3 Struktur kimia D-asam laktat (C3H6O3) (Theron dan Lues 2011).
Selain memaksa zat antibakteri lain masuk, aktivitas antibakteri asam organik seperti asam laktat juga memiliki perannya tersendiri. Asam yang masuk melalui plasma membran sel akan terdisosiasi menjadi kation dan anion toksik. Membran sel akan luruh dan menyebabkan transportasi sel terganggu. Selain itu aktivitas air bebas (water activity) dan metabolisme sel seperti glikolisis terganggu (Theron dan Lues 2011). Struktur kimia asam laktat dapat dilihat pada Gambar 3.
2.4.1.2 Hidrogen peroksida
Hidrogen peroksida (H2O2) diproduksi oleh bakteri asam laktat sebagai hasil dari aksi flavoprotein oksidase atau nikotinamida adenin dinukleotida (NADH) peroksidase. Efek antibakteri dari H2O2 adalah hasil dari oksidasi grup
sulfohydryl yang menyebabkan denaturasi sejumlah enzim, dan dari peroksidase membran lipid meningkatkan permeabilitas membran (Kong dan Davison 1980 diacu dalam Ammor et al. 2006). Senyawa H2O2 dapat juga digunakan sebagai prekursor untuk produksi bakterisidal radikal bebas seperti superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (OH-) yang dapat merusak DNA (Byczkowski dan Gessner 1988 diacu dalam Ammor et al. 2006).
(9)
2.4.1.3 Karbon dioksida
Karbon dioksida diproduksi terutama oleh BAL heterofermentatif. CO2 memainkan peranan penting dalam membuat lingkungan anaerobik yang menghambat enzimatik dekarboksilase, dan akumulasi CO2 membran lipid bilayer dapat menyebabkan disfungsi permeabilitas (Eklund 1984 diacu dalam Ammor et al. 2006). Senyawa CO2 secara efektif dapat menghambat banyak mikroorganisme perusak makanan, terutama bakteri psikotropik Gram-negatif (Farber 1991 diacu dalam Ammor et al. 2006).
2.4.1.4 Diasetil
Diasetil diproduksi oleh strain dalam semua genera dari BAL oleh fermentasi sitrat. Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri Gram-negatif yang bereaksi dengan pemanfaatan arginin (Jay 1986 diacu dalam Ammor et al. 2006). Bakteri negatif lebih sensitif terhadap diasetil daripada bakteri
Gram-positif. Diasetil pada 344 µg/mL dapat menghambat strain Listeria, Salmonella,
Yersinia, E.coli dan Aeromonas (Jay 1982 diacu dalam Ammor et al. 2006). 2.4.1.5 Bakteriosin
Bakteriosin adalah komponen antibakteri protein yang diproduksi dari berbagai jenis bakteri, namun tidak letal bagi bakteri yang memproduksi bakteriosin tersebut. Bakteri asam laktat adalah varian yang paling penting dalam produksi bakteriosin dan substansi mirip bakteriosin. Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat sangat potensial untuk dijadikan sebagai pengawet makanan alami (Simon 2001). Beberapa varian bakteriosin yang sudah dikenal dan termasuk ke dalam kategori GRAS adalah nisin, pediosin, laktisin, dan propionisin (Toldra 2010).
Antibakteri berjenis peptida (juga disebut sebagai bakteriosin), adalah zat penting yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Bakteriosin komersial saat ini diterapkan dalamberbagai sistem industri makanan untuk kontrol patogen. Zat-zat ini juga dikenal untuk karakteristik yang menarik mereka yang membuat mereka cocok untuk pengawetan makanan. Mereka tidak beracun untuk sel eukariotik, mereka memiliki sedikit pengaruh pada mikroflora usus, memiliki spektrum antibakteri yang luas, memiliki sifat bakterisida, dan toleran terhadap pH dan panas. Bakteriosin sering digunakan dalam kombinasi dengan antibakteri lain
(10)
seperti asam organik. Nisin adalah bakteriosin yang tersedia secara komersial penting dan diproduksi oleh strain dari Lactococcus lactis. Nisin termasuk ke dalam kategoriGRAS dan salah satu bakteriosin yang diizinkan dalam makanan. Nisin telah berhasil diterapkandalam berbagai makanan, seperti produk susu dan
salad dressing (Theron dan Lues 2011).
2.4.2 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat
Bakteri asam laktat adalah bakteri fermentatif yang tumbuh pada media yang biasanya kaya akan kandungan gula dan protein. Suhu akan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel dan juga pembentukan produk oleh mikroba. Hal ini berhubungan dengan jenis mikroba yang dominan selama fermentasi. Nilai pH medium merupakan salah satu parameter penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Bakteri pada umumnya tumbuh dengan baik pada pH sekitar 6,5-7,5. Asam laktat yang dihasilkan akan menurunkan nilai pH pada lingkungan pertumbuhannya (Mozzi et al. 2011)
Garam digunakan dalam proses fermentasi ikan. Pada umumnya jumlah garam yang ditambahkan dalam pembuatan bekasam berkisar antara 15 - 20% dari berat ikan segar (Murtini 1992). Konsentrasi garam yang tinggi akan menghambat pertumbuhan bakteri. Penelitian yang dilakukan oleh Ratanatriwong et al. (2009) menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi garam yang ada dalam media akan semakin menghambat pertumbuhan bakteri dalam media.
2.5 Bakteri Uji
Bakteri uji merupakan bakteri yang digunakan untuk melakukan uji aktivitas antibakteri. Bakteri uji yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri asam laktat antara lain Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus.
2.5.1 Escherichiacoli
Escherichia coli adalah bakteri Gram negatif, prokariot yang paling umum ditemukan sebagai patogen. Pada banyak hal, bakteri ini bersifat komensalis pada inang, dimana bakteri tersebut mengambil beberapa nutrisi dari inang tanpa menyebabkan simptom yang berbahaya. Namun pada beberapa kejadian spesifik, bakteri ini dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia seperti enteritis, yaitu penyakit yang dapat memberikan rasa perih pada perut, atau menyebabkan
(11)
diare. Bakteri ini diidentifikasi pertama kali tahun 1885 oleh Theodor Escherich pada bayi yang mengalami inflamasi di kelenjar pencernaan (enteritis). Bakteri ini bersifat enterik, atau tahan pada kondisi di dalam gastrointestinal, serta anaerob fakultatif. Bakteri E coli yang sangat terkenal dan bersifat patogen adalah E coli
O157:H7 yang menyebabkan penyakit klinis seperti diare dan kejadian luar biasa (outbreaks) foodborne di Amerika Serikat. Meskipun begitu, dikenal juga istilah E coli enteropatogenik, enterotoksigenik, enterohemoragik, dan enteroinvasif yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia (Manning 2010).
2.5.2 Salmonellatyphimurium
Salmonella typhimurium diklasifikasikan di bawah kelas besar dari Enterobactericeae, yang termasuk di dalamnya patogen seperti Escherichia coli
dan Shigella. Organisme yang tergolong dalam golongan ini memiliki ciri Gram negatif, berbentuk batang, non motil atau motil dengan flagel. Infeksi karena Salmonella dinamakan Salmonellosis dengan ciri-ciri sakit pada saluran pencernaan dan gastroenteritis. Serotip dari Typhimurium dan Enteriditis memiliki potensi untuk menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada inang seperti manusia, ternak, babi, dan pengerat meskipun perpindahan inang sangat jarang terjadi. Salmonellosis adalah salah satu dari penyakit yang sering terjadi pada kasus infeksi makanan dan mudah menyebar pada makanan dan minuman yang telah terkontaminasi (Shah dan Gharbia 2010).
2.5.3 Listeriamonocytogenes
Listeria monocytogenes merupakan bakteri Gram positif yang bersifat fakultatif anaerob. Bakteri ini merupakan penyebab utama penyakit Listeriosis. Bakteri ini adalah salah satu dari beberapa patogen penyebab foodborne illness
dengan 20 – 30 % infeksi klinis dihasilkan oleh bakteri ini. Bakteri ini bertanggung jawab terhadap sekitar 2.500 penyakit hingga 500 kematian di Amerika Serikat per tahun. Listeriosis adalah penyebab utama kematian diantara kasus bakteri patogen penyebab foodborne illness dengan rataan kematian melebihi bahkan Salmonella dan Clostridium botulinum. Sifat bakteri ini motil pada suhu 30 oC ke bawah namun tidak pada suhu 37 oC (Miller et al. 2009).
(12)
2.5.4 Bacilluscereus
Bacillus cereus adalah bakteri Gram positif yang memiliki spora yang tahan panas hingga diatas 100 oC (Graumann 2007). Strain dari bakteri ini adalah fakultatif patogen yang dapat memproduksi dua tipe umum dari toksin. Toksin enetik yang stabil terhadap panas diproduksi dari strain bakteri yang tumbuh di makanan yang mengandung pati seperti nasi dan kentang. Penyakit yang diasosiasikan dengan makanan ini dapat dihindari dengan refrigerasi yang cukup dari makan yang telah dimasak. Enterotoksin yang labil terhadap suhu diproduksi dari strain lain, beberapa ada yang psikotropik yang tumbuh pada makanan yang berprotein (Wallace et al. 2011).
2.5.5 Staphylococcusaureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang menyebabkan berbagai macam penyakit pada manusia. Bakteri ini menginfeksi tubuh manusia melalui kulit dan menyerang berbagai jaringan tubuh manusia seperti darah (bakterimia), hati, paru-paru (pneumonia), otot, daging, tulang, mata, dan sendi. Infeksi bisa terjadi secara cepat (akut) atau lama (kronis). Sejumlah kejadian telah dilaporkan di negara UK bahwa infeksi oleh bakteri ini sekitar 2% dari total kasus infeksi penyakit dalam dan hampir 20.000 kasus bakterimia (darah) terjadi setiap tahun (Lindsay 2008).
(13)
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, dan Laboratorium Bioteknologi Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus), media pertumbuhan bakteri MRS (Mann Rogosa Sharpe) agar dan broth, NA (nutrient agar), NB (nutrient broth), MHA (Mueller Hinton Agar), Coamassie Brilliant Blue G-250, etanol 95%, asam fosfat 85%, akuades, bakteri uji Salmonella typhimurium,
Listeria monocytogenes, Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, kaleng, efendorf 1,5 mL, cawan petri, shaker water bath, timbangan digital, labu erlenmeyer, gelas ukur, micropipette, penangas listrik, clean bench, pipet Pasteur, inkubator, spektrofotometer, sentrifuse dingin, kertas saring steril (milipore),
syringe, vortex, botol Schott®, botol universal, dan digital colony counter.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu karaterisasi isolat NS(9), penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9), dan penentuan waktu optimum produksi antibakteri dari isolat NS(9).
3.3.1 Karakterisasi isolat NS(9)
Tahap karakterisasi isolat NS(9) bertujuan untuk mengetahui karakter isolat NS(9) sebagai dugaan awal bakteri asam laktat. Tahap ini dilakukan dengan menguji isolat NS(9) dengan beberapa uji seperti uji motilitas, uji fermentasi glukosa, uji katalase, pewarnaan Gram, dan pewarnaan spora. Pengamatan
(14)
morfologi dan produksi asam laktat dilakukan terhadap koloni NS(9) yang terbentuk pada permukaan agar MRS + CaCO3 sebanyak 0,5%.
1) Uji motilitas (Tiwari et al. 2009).
Uji motilitas dilakukan dengan menusuk isolat NS(9) yang telah disegarkan melalui metode refresh isolat selama dua hari ke dalam agar Sulfate Indole Motility (SIM) pada tabung reaksi. Isolat NS(9) yang diawetkan dalam gliserol disegarkan kembali dengan agar MRS miring selama dua hari dalam inkubator bersuhu 37oC. Isolat NS(9) yang telah disegarkan diambil dengan kawat penusuk yang sudah disteril, kemudian ditusukkan ke dalam media agar SIM steril. Hasil uji isolat yang motil ditunjukkan dengan penyebaran isolat ke seluruh media yang menyebabkan media tersebut keruh (Tiwari et al. 2009).
2) Uji fermentasi glukosa (Hayward 1957).
Pendeteksian produksi gas dari isolat NS(9) dilakukan dengan metode fermentasi glukosa dalam tabung Durham. Uji fermentasi glukosa dilakukan dengan menginokulasikan isolat NS(9) pada media MRS Broth steril yang sudah dicampur glukosa 10% hingga larut. Isolat NS(9) diinokulasikan secara aseptik ke dalam media MRS Broth + glukosa 10% dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil uji heterofermentatif ditunjukkan dengan adanya gas yang terbentuk dalam tabung Durham.
3) Uji katalase (Cappucino dan Sherman 1983).
Uji katalase dilakukan pada biakan isolat NS(9). Satu ose koloni bakteri dioleskan pada kaca objek kering dan diteteskan 2-3 tetes 3% H2O2. Bila terbentuk gelembung udara, maka bakteri dinyatakan katalase positif. Bakteri aerob memberikan reaksi positif, sebaliknya pada bakteri anaerob.
4) Uji perwarnaan Gram (Tiwari et al. 2009).
Uji pewarnaan Gram dilakukan dengan mewarnai biakan isolat NS(9) dengan pewarna kristal ungu dan safranin. Isolat digores diatas kaca preparat untuk difiksasi. Isolat yang telah difiksasi diteteskan kristal ungu dan ditunggu selama satu menit. Setelah itu isolat disiram dengan air dan diteteskan iodium. Isolat disiram kembali dengan air dan dilakukan pemucatan dengan alkohol 95%. Setelah disiram kembali dengan air, isolat diberi pewarna tandingan safranin selama 30 detik. Isolat dibilas kembali dengan air dan diamati dibawah mikroskop
(15)
dengan perbesaran 10x100. Gram positif berwarna biru gelap sedangkan Gram negatif berwarna merah (Tiwari et al. 2009).
5) Uji pewarnaan spora (Tiwari et al. 2009).
Uji pewarnaan spora dilakukan dengan mewarnai spora yang terbentuk pada isolat NS(9) dengan malasit hijau. Isolat difiksasi diatas kaca preparat, kemudian ditetesi pewarna malasit hijau. Preparat dipanaskan diatas api yang berjarak kurang lebih 10 cm selama 10 menit. Preparat dicuci dengan air dan ditetesi safranin. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x100. Endospora yang terbentuk ditandai dengan adanya warna hijau, sedangkan sel vegetatif berwarna merah (Tiwari et al. 2009).
6) Pengamatan morfologi koloni (Tiwari et al. 2009).
Pengamatan morfologi koloni isolat NS(9) dilakukan dengan mengamati morfologi koloni isolat NS(9)yang terbentuk pada agar MRS. Pengamatan yang dilakukan meliputi warna koloni, bentuk permukaan, bentuk tepian, bentuk koloni.
7) Pendeteksian asam laktat (Kopermsub dan Yunchalard 2010).
Pendeteksian adanya senyawa asam laktat yang terbentuk dilakukan dengan pengujian isolat NS(9) diatas media agar MRS yang dicampur dengan CaCO3 dengan perbandingan 0,5 gram CaCO3 dalam 100 mL MRS agar. Isolat digores keatas cawan yang berisi agar MRS + CaCO3. Selanjutnya cawan diinkubasi dalam inkubator bersuhu 37 oC selama 2 hari. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna media dari keruh menjadi lebih bening.
3.3.2 Penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9)
Tahap selanjutnya adalah penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9) yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan jenis zat antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9). Isolat yang disimpan pada gliserol disegarkan pada agar MRS miring dan selanjutnya diinkubasi dalam kaleng yang disimpan dalam inkubator pada suhu 37oC selama 48 jam. Isolat yang telah disegarkan pada media MRSA kemudian diambil satu ose dan dimasukkan ke dalam media MRS broth sebagai inokulum. Inokulum diinkubasi pada suhu 37oC pada shaker shaker water bath
selama 18 jam hingga OD660 inokulum mencapai 0,6 hingga 0,8 untuk selanjutnya digunakan dalam proses produksi.
(16)
Sebanyak 10% inokulum dimasukkan ke dalam media produksi dengan volume kerja 100 mL, kemudian diinkubasi dalam shaker water bath pada suhu 37oC selama 24 jam. Pengamatan yang dilakukan adalah pengukuran OD awal dan OD akhir inkubasi (24 jam). Setelah 24 jam kemudian, dilakukan pemanenan.
Pemanenan dilakukan dengan cara sentrifugasi media kultivasi pada suhu 4oC dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipisah dari biomassa, setelah itu supernatan diberi tiga perlakuan, yaitu: (1) supernatan yang tidak diberi perlakuan apa-apa sehingga kondisi asam pada supernatan tetap terjaga (diberi label A); (2) supernatan yang diberikan perlakuan penambahan NaOH 1 N atau penetralan untuk menghilangkan zat asam yang ada pada supernatan (diberi label N); (3) supernatan yang telah dinetralkan pH-nya dan dilakukan pengendapan protein (diberi label E). pengendapan dilakukan dengan amonium sulfat sebanyak 50%, kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu
chilling (4oC). Selanjutnya cairan tersebut dipanen dengan menggunakan kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Endapan hasil sentrifuse dilarutkan dengan 0,1 M buffer fosfat pH 7.
Ketiga supernatan atau substansi tersebut (A, N, dan E) diuji aktivitas antibakterinya terhadap lima bakteri uji, yaitu Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus
dengan metode difusi sumur agar (agar well difusion). Diagram alir penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9) dapat dilihat pada Gambar 4.
(17)
Gambar 4 Diagram alir penapisan zat antibakteri. Tanpa penetralan
Substansi A
Penetralan dengan NaOH
Substansi N
Sentifugasi 10000 rpm 15 menit Penyaringan steril
dengan milipore
Penyaringan steril dengan milipore
Biomassa Penyegaran isolat selama 48 jam
pada MRSA di suhu 37oC Isolat NS(9)
Produksi selama 24 jam pada MRSB di suhu 37oC
Sentifugasi 10000 rpm 15 menit
Supernatan
Pembuatan inokulasi 15 mL MRSB selama 24 jam di suhu
37oC
Supernatan Endapan
Pelarutan dengan 0,1 M buffer fosfat pH 7
Substansi E Uji aktivitas
antibakteri
Zona bening
Penetralan dengan NaOH + diendapkan
dengan amonium sulfat 50%
Penyimpanan suhu 4oC selama 24 jam
(18)
3.3.3 Penentuan waktu optimum produksi zat antibakteri (modifikasi Sarika et al. 2010)
Tahap ini dimulai dengan penyegaran isolat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus). Penyegaran dilakukan dengan penggoresan isolat yang disimpan pada gliserol pada agar MRS miring dan selanjutnya diinkubasi dalam kaleng pada suhu 37oC di dalam inkubator selama 48 jam. Isolat yang telah disegarkan pada media MRSA kemudian diambil dengan menggunakan ose untuk membuat inokulum pada media MRS broth. Inokulum diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam hingga OD inokulum mencapai 0,8 hingga 1.
Selanjutnya 10% inokulum tersebut ditumbuhkan ke media produksi dengan volume kerja 10 mL, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC. Pengamatan dilakukan setiap tiga jam selama 24 jam. Parameter yang diamati antara lain OD660 dan pH untuk tiap label tabung. Tahap selanjutnya adalah pemanenan untuk mendapatkan supernatan. Parameter yang diukur dari supernatan yaitu aktivitas antibakteri, kadar asam laktat, dan kadar protein yang diukur dengan metode Bradford (Nielsen 2010).
a) Tahap analisis uji aktivitas antibakteri
Tahap uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode sumur agar (agar well difusion). Pengujian diawali dengan persiapan media MHA yang sudah terisi dengan bakteri uji Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, dan
Escherichia coli, Bacillus cereus, dan Staphylococcus aureus. Tahap persiapan media MHA dilakukan dengan mencampur media MHA steril pada suhu 50oC
dan NB berisi bakteri uji dengan perbandingan antara 10 µl NB bakteri uji untuk
10 mL MHA steril. Media MHA yang sudah berisi bakteri uji tersebut disiapkan dalam cawan steril dan kemudian dilubangi sebesar ujung pipet Pasteur sehingga terbentuk sumur kecil yang mampu terisi oleh supernatan isolat NS(9) yang diperoleh dari proses pemanenan. Sumur-sumur tersebut kemudian diisi dengan supernatan isolat bakteri NS(9), kemudian diinkubasi selama 21 jam untuk melihat zona bening yang terbentuk pada tiap bakteri uji dan masing-masing supernatan. Pengukuran diameter zona bening dilakukan untuk pembuatan kurva zona bening setiap bakteri uji per waktu panen.
(19)
b) Pengukuran kadar asam laktat
Pengukuran kadar asam laktat dilakukan dengan metode titrasi asam basa menggunakan larutan NaOH (N=0,1091) (Moore et al. 2011). Setiap supernatan dilarutkan dengan pewarna fenoftalein, kemudian dititrasi oleh NaOH hingga warna larutan supernatan berubah kemerahan. Volume NaOH yang terpakai digunakan untuk melakukan perhitungan % asam laktat yang dihitung menggunakan rumus:
% Asam Laktat = × × × × 100%
Keterangan:
V NaOH = Volume NaOH yang terpakai
N NaOH = Normalitas NaOH yang terukur (0,1091) FP = Faktor Pengencer (1)
Bobot sampel = 1000 mg 90 = BM Asam laktat
c) Analisis kadar protein dengan metode Bradford (Nielsen 2010)
Pengujian kandungan protein pada supernatan dilakukan dengan metode Bradford. Metode ini mengandalkan sifat amfoter dari protein. Ketika protein terasamkan hingga mencapai titik isoelektrik, zat warna akan terikat secara elektrostatik. Efisiensi pengikatan dipacu oleh interaksi hidrofobik oleh molekul pewarna dengan polypeptide backbone bermuatan positif yang berdekatan dalam protein. Pada uji Bradford, pewarna terikat pada protein mengubah absorbansi spektrum terhadap pewarna yang tidak terikat.
Ketika Coomasie Brillian Blue G-250 terikat pada protein, warna Reagen Coomassie Blue yang bebas berwarna merah kecokelatan (λ = 465 nm), akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein membenuk warna biru (λ = 595 nm). Jumlah Coomassie Blue terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein dan dilakukan pengukuran optical densitydengan spektrofotometer pada λ = 660 nm.
Pembuatan reagen Coomassie Blue dilakukan dengan mencampurkan Coomassie Blue G-250 sebanyak 50 mg dengan 25 mL etanol 95% hingga larut. Larutan ini kemudian dicampur dengan 50 mL asam fosfat 85%, dan diencerkan
(20)
dengan akuades hingga 500 mL. larutan ini disaring dengan kertas saring. Larutan yang telah disaring inilah yang digunakan untuk pengukuran protein. Reagen Coomassie Blue yang sudah disaring dicampur pada kontrol yaitu akuades, dan dicampur ke dalam semua supernatan. Nilai absorbansi yang terukur dicatat untuk pengukuran kadar protein selanjutnya.
Proses penentuan kadar protein dilakukan dengan pembuatan kurva standar dari BSA (bovine serum albumin) pada konsentrasi 0,01 mg/mL hingga 0,14 mg/mL dengan menggunakan metode Bradford. Nilai absorbansi yang terukur dicatat dan digambar pada kurva standar untuk menentukan rumus penentuan kadar protein sampel. Rumus yang didapat dari kurva standar tersebut digunakan untuk mengukur kadar protein pada sampel uji, dalam hal ini adalah supernatan. Diagram alir penentuan waktu panen optimum zat antibakteri dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram alir penentuan waktu optimum produksi. Penyegaran isolat selama 48 jam
pada MRSA di suhu 37oC Isolat NS(9)
Produksi selama 24 jam pada MRSB dengan suhu 37oC dalam inkubator
Pengamatan OD660 dan pH setiap 3 jam Pembuatan inokulum 15 mL MRSB selama 24 jam di suhu
37oC
Biomassa
Sentifugasi 10.000 rpm selama 15 menit
Supernatan
- Pengukuran zona bening - Pengukuran kadar asam laktat - Pengukuran kadar protein
(21)
Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan untuk mengetahui karakter awal dari isolat NS(9). Tahap kedua adalah penapisan zat antibakteri pada isolat NS(9) yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan jenis antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9). Tahap ketiga adalah penentuan waktu optimum produksi senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9). Ketiga tahap tersebut menunjukkan potensi senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9) dan optimasi produksinya.
4.1 Karakterisasi Isolat NS(9)
Karakteriasi isolat NS(9) bertujuan untuk mengetahui karakter dari isolat NS(9). Uji karakterisasi yang dilakukan antara lain uji pewarnaan Gram, uji pewarnaan spora, uji fermentasi glukosa, uji katalase, uji motilitas, dan pengamatan morfologi koloni. Hasil uji karakterisasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil pengujian karakterisasi isolat NS(9)
Jenis Uji Hasil Gambar
Uji motilitas Negatif (-):
Isolat tidak menyebar
Uji pewarnaan Gram
Positif (+):
Preparat berwarna biru
(22)
Jenis Uji Hasil Gambar
Uji pewarnaan spora
Negatif (-): Preparat berwarna merah
Uji fermentasi glukosa
Negatif (tidak
terbentuk gelembung gas dalam tabung Durham):
Homofermentatif
Uji katalase
Negatif (-): Tidak terbentuk gelembung pada H2O2 2%
-
Morfologi koloni
Bentuk tepian halus Bentuk koloni bulat Permukaan cembung Warna putih
Isolat NS(9) memiliki karakter antara lain sebagai berikut: tidak motil, Gram positif, spora negatif, homofermentatif, dan katalase negatif (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan penyampaian Mozzi et al. (2010) dan Klaenhammer et al.
(2011) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, katalase negatif.
Mozzi et al. (2010) menyatakan bahwa bakteri asam laktat termasuk di dalamnya bakteri homofermentatif yang memproduksi sebagian besar utamanya adalah asam laktat, dan heterofermentatif yang selain memproduksi asam laktat juga memproduksi variasi yang luas dari produk fermentasi seperti asam asetat, etanol, gas karbon dioksida, dan asam format. Ketiadaan gelembung gas pada uji
(23)
fermentasi glukosa menunjukkan bahwa isolat NS(9) tidak menghasilkan gas karbon dioksida dalam jumlah yang besar. Menurut Hayward (1957), ketiadaan gas yang terbentuk pada isolat NS(9) menunjukkan bahwa isolat NS(9) diduga merupakan bakteri homofermentatif.
Pendeteksian bakteri asam laktat dengan metode lain adalah dengan penambahan kalsium karbonat (CaCO3) pada media agar MRS steril yang ditumbuhkan isolat NS(9) diatasnya. Hasil pendeteksian asam laktat pada media agar MRS yang telah ditambahkan CaCO3 dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Perbandingan antara MRSA + CaCO3 yang steril (kiri) dan yang sudah ditumbuhi isolat NS(9) (kanan).
Media agar MRS + CaCO3 yang steril terlihat keruh dan tidak terlalu transparan karena ada kandungan CaCO3 yang ada di dalam media agar MRS tersebut, sedangkan media agar MRS + CaCO3 yang sudah ditumbuhi isolat NS(9) terlihat lebih transparan (Gambar 6). Hal ini disebabkan karena CaCO3 yang terkandung dalam media agar MRS tersebut bereaksi dengan asam laktat yang dihasilkan NS(9) menjadi kalsium laktat sehingga warna media yang terlihat menjadi lebih bening dibandingkan media agar MRS + CaCO3 yang tidak ditumbuhi isolat NS(9). Hal ini sesuai dengan penelitian Kopermsub dan Yunchalard (2010) yang menyatakan bahwa asam laktat dapat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium laktat dan membuat warna media menjadi lebih jernih.
4.2 Penapisan Senyawa Antibakteri dari Isolat NS(9)
Penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9) bertujuan untuk mengetahui potensi dan jenis antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9). Isolat NS(9) yang telah dikultivasi selama 24 jam diambil supernatannya yang telah diberi kode A, N, dan E. Ketiga substansi tersebut diuji aktivitas antibakteri pada lima bakteri
(24)
patogen pada makanan yang menjadi bakteri uji, yaitu Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium. Hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji aktivitas antibakteri
Keterangan:
A = supernatan kondisi asam (tidak dinetralkan) N = supernatan dinetralkan dengan NaOH
E = supernatan dinetralkan dan diendapkan dengan amonium sulfat 50% - = tidak terdeteksi
Aktivitas antibakteri positif ditunjukkan pada substansi yang tidak diberi perlakuan, atau dengan kondisi asam yang dipertahankan. Substansi yang dinetralkan dan diendapkan proteinnya tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri (Tabel 2). Zona bening yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Aktivitas antibakteri substansi A, N dan E pada ketiga jenis bakteri: A) Bacillus cereus, B) Escherichia coli, C) Listeria monocytogenes
D) Staphylococcus aureus, E) Salmonella typhimurium.
Bakteri
Rataan diameter zona bening (mm)
A N E
S. aureus 2,5 - -
B. cereus 6,5 - -
E. coli 9,0 - -
S. typhimurium 7,0 - -
(25)
Zona bening tidak tampak sama sekali pada sumur yang diberikan substansi N dan E yang ditanam pada tiap bakteri uji (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri hanya terdeteksi pada substansi yang kondisi asamnya dipertahankan (A).
Theron dan Lues (2011) menyampaikan bahwa bakteri asam laktat menghasilkan senyawa sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain disekitarnya. Zat asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat dapat menurunkan pH media dan menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu zat lain yang diproduksi oleh bakteri asam laktat seperti peroksida, diasetil, dan senyawa protein seperti bakteriosin diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain disekitarnya.
Perlakuan berbeda yang diaplikasikan pada ketiga supernatan isolat NS(9) bertujuan untuk mengidentifikasi jenis antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9). Supernatan yang tidak diberi perlakuan sama sekali (kode A) bertujuan untuk mempertahankan kondisi asam dan mengidentifikasi zat antibakteri yang bersifat asam. Perlakuan penetralan pada supernatan (kode N) bertujuan untuk menghilangkan efek antibakteri yang bersifat asam, sehingga hanya zat antibakteri yang bersifat non-asam saja yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri lain. Perlakuan pengendapan protein pada supernatan (kode E) bertujuan untuk mengendapkan protein dari supernatan dan mengetahui aktivitas antibakteri dari protein tersebut. Hasil dari percobaan ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri yang dihasilkan dari supernatan isolat NS(9) hanya terlihat pada supernatan yang diberi kode A. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa isolat NS(9) tidak memproduksi antibakteri yang termasuk ke dalam jenis protein seperti bakteriosin pada pengendapan amonium sulfat 50%. Antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9) termasuk ke dalam jenis asam organik.
4.3 Penentuan Waktu Optimum Produksi Antibakteri
Pengukuran waktu optimum produksi antibakteri bertujuan untuk mengetahui waktu optimum produksi antibakteri yang dihasilkan dari isolat (NS9). Kultur isolat NS(9) yang ditumbuhkan dalam media produksi antibakteri
(26)
diamati setiap 3 jam selama 24 jam menunjukkan adanya pola perubahan pH, produksi protein dan asam laktat (Lampiran 1).
4.3.1 Pertumbuhan isolat dan perubahan pH
Pertumbuhan isolat bakteri NS(9) diukur dengan cara menginkubasikan bakteri isolat pada media MRSB selama 24 jam. Pengukuran dilakukan setiap tiga jam sekali. Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran nilai absorbansi media pada panjang gelombang 660 nm serta pengukuran nilai pH. Hasil pengukuran nilai absorbansi untuk optical density (OD) dan nilai pH setiap tiga jam selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Grafik nilai Optical Density (OD) ( ), dan pH ( ) bakteri isolat NS(9) selama fase produksi 24 jam.
Fase pertumbuhan yang berbeda-beda terlihat selama 24 jam inkubasi dari isolat NS(9) (Gambar 8). Pertumbuhan isolat mulai terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-15. Fase ini disebut dengan fase eksponensial (fase log). Cohen (2011) menyatakan bahwa fase eksponensial terjadi karena konsumsi nutrisi dalam media oleh kultur. Hal tersebut mengakibatkan kultur berkembang pada growth rate
yang konstan, dimana growth rate proporsional terhadap nilai OD. Pommerville (2011) menyatakan fase log terjadi ketika semua sel dalam kultur mengalami pembelahan biner. Setiap generasi yang dilalui, jumlah sel bertambah dua kali lipat dan grafik meningkat dalam bentuk garis lurus atau grafik logaritmik.
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00
0 3 6 9 12 15 18 21 24
O
D
&
p
H
(27)
Pertumbuhan isolat melambat pada fase yang ditunjukkan pada jam ke-6 hingga jam ke-15. Pertumbuhan tersebut bertambah secara simultan, konstan, dengan growth rate yang hampir mendekati nol. Cohen (2011) menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena nutrien yang hilang akibat konsumsi, medium yang semakin asam, akumulasi toksik atau karena zat yang dapat menghambat pertumbuhan. Meskipun demikian, pertumbuhan masih tetap terjadi.
Kurva pertumbuhan mengalami kecenderungan stasioner pada jam ke-15 hingga jam ke-21. Cohen (2011) menyatakan bahwa kondisi nutrien yang hilang akibat konsumsi, medium yang semakin asam, akumulasi toksik atau karena zat yang dapat menghambat pertumbuhan menyebabkan pertumbuhan semakin menurun sehingga level pertumbuhan akan mendekati nol dan penambahan jumlah sel tidak ada.
Penurunan grafik OD pada jam ke-21 hingga jam ke-24 menunjukkan bahwa isolat NS(9) memasuki fase kematian (decline phase). Pommerville (2011) menyatakan bahwa hal ini terjadi karena nutrien dalam media yang tersisa terbatas atau jumlahnya menjadi jauh lebih rendah.
Kecenderungan penurunan nilai pH mulai dari waktu inkubasi awal pada jam 0 hingga jam 12 (Gambar 8). Nilai pH pada jam 12 hingga jam ke-24 sudah menunjukkan kestabilan dimana nilai pH tetap tidak berubah hingga akhir masa inkubasi, yaitu 4.
Hubungan yang terlihat antara nilai absorbansi dan nilai pH pada tahap ini adalah perbandingan terbalik. Ketika isolat NS(9) pertama kali diinkubasi pada jam ke-0, pH yang terlihat menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 6, sedangkan nilai absorbansi pada waktu awal inkubasi memiliki nilai terendah, yaitu 0,19. Ketika kepadatan isolat bertambah ditandai dengan naiknya nilai OD hingga mencapai 6,48 pada jam ke-12, nilai pH yang ditunjukkan menurun dari 6 hingga 4. Nilai pH 4 ini merupakan nilai pH yang terendah dan tidak berubah hingga fase
death yang ditunjukkan pada menurunnya nilai OD dari jam ke-21 hingga jam ke-24.
Hwang et al. (2011) menyatakan bahwa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat seperti asam laktat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti komposisi media (sumber karbohidrat, konsentrasi gula, dan faktor
(28)
pertumbuhan), keberadaan oksigen, tingkat pH, dan konsentrasi metabolit sekunder dari produk. Fase eksponensial pada jam ke-0 hingga jam ke-15 menunjukkan peningkatan nilai OD, yang diakibatkan oleh kandungan media MRS broth yang kaya akan nutrisi pertumbuhan bakteri asam laktat seperti pepton dan glukosa. Adanya glukosa memacu terjadinya proses fermentasi yang menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti asam laktat. Zat ini terus diproduksi hingga konsentrasinya meninggi. Hwang et al. (2011) juga menyatakan bahwa konsentrasi asam laktat yang tinggi juga dapat memperlambat pertumbuhan sel selama masa fermentasi. Oleh karena itu, semakin banyak asam laktat yang diproduksi selama masa fermentasi (ditandai dengan penurunan nilai pH pada grafik), maka pertumbuhan sel yang terjadi semakin lambat. Kondisi media yang semakin minim nutrisi akibat proses fermentasi yang terus menerus mengakibatkan pertumbuhan sel berkurang dan mengakibatkan kematian sel pertumbuhan sel pada akhir masa inkubasi.
4.3.2 Kadar asam laktat
Kadar asam laktat yang diproduksi ini erat kaitannya dengan kemampuannya sebagai inhibitor bakteri patogen pada makanan. Pengukuran kadar asam laktat dari substansi antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri isolat NS(9) dilakukan dengan metode titrasi. Supernatan direaksikan dengan reagen fenoftalein sebagai indikator warna perubahan pH. Larutan dititrasi dengan NaOH ( N = 0,1091 mol) hingga larutan berubah menjadi warna merah. Hasil kadar asam laktat pada setiap tiga jam pengamatan selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Grafik kadar asam laktat sampel supernatan bakteri isolat NS(9).
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
3 6 9 12 15 18 21 24
k a d a r a sa m l a k ta t (% )
(29)
Perubahan konsentrasi asam laktat terjadi setiap tiga jam pengambilan sampel (Gambar 9). Perubahan tersebut menunjukkan peningkatan mulai dari awal produksi hingga akhir. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam laktat diproduksi oleh bakteri isolat NS(9) selama fase produksi 24 jam.
Kadar asam laktat yang terukur berhubungan dengan pH media dan pertumbuhan isolat. Ketika berada di awal fase pertumbuhan dimana pH media tinggi, kadar asam laktat yang terukur sangat rendah. Bentuk kurva kadar asam laktat yang ditunjukkan pada Gambar 9 merupakan bentuk kurva log dimana pada awal masa inkubasi, terjadi peningkatan yang cukup besar dan seiring dengan bertambahnya waktu, peningkatan tersebut tetap ada namun cenderung melambat hingga mencapai kondisi statis. Penurunan produksi asam laktat ini erat kaitannya dengan fase pertumbuhan sel semakin menurun juga. Produksi asam laktat pada fase tersebut tidak setinggi produksi pada awal masa pertumbuhan bakteri yaitu pada jam ke-0 hingga jam ke-15.
Asam laktat merupakan salah satu jenis asam organik yang diproduksi oleh bakteri asam laktat. Menurut Theron dan Lues (2011), asam laktat merupakan salah satu metabolit utama dari bakteri asam laktat, namun pada bakteri heterofermentatif, bakteri asam laktat juga memproduksi asam asetat dan sebagian asam propionat dalam jumlah besar. Asidifikasi (pengasaman) yang diakibatkan asam organik meningkatkan aktivitas antibakterial baik asam organik maupun substansi inhibitor lain seperti bakteriosin.
Asam laktat berperan dalam proses penghambatan bakteri lain. Theron dan Lues (2011) menyatakan bahwa asam terdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion toksik yang mampu mengganggu fungsi fisiologis sel dan mendestabilasi protein sel. Menurut Pelaez dan Orue (2010), asam laktat mampu melemahkan permeabilitas bakteri Gram negatif dengan merusak membran luar bakteri Gram negatif. Asam laktat merupakan molekul yang larut dalam air sehingga mampu menembus ke dalam periplasma bakteri Gram negatif melalui protein porin pada membran luarnya. Pelindung dari permeabilitas membran luar berupa lapisan lipopolisakarida yang terletak pada permukaan membran dirusak oleh asam laktat sehingga substrat antibakteri yang lain yaitu diasetil, bakteriosin, hidrogen
(30)
peroksida dan lactoperidase system dapat berpenetrasi ke dalam membran sitoplasma.
4.3.3 Kadar protein
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Bradford (Nielsen 2010) (Lampiran 2). Kadar protein supernatan per tiga jam selama 24 jam dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Kadar protein supernatan tiap 3 jam selama 24 jam.
Perubahan konsentrasi protein terjadi setiap tiga jam selama 24 jam (Gambar 10). Namun perubahan kadar protein tidak menunjukkan adanya peningkatan yang besar. Oleh karena itu dari grafik ini dapat diambil simpulan yang menguatkan bahwa protein tidak diproduksi dalam jumlah besar oleh bakteri isolat NS(9) selama fase produksi.
Keberadaan kandungan protein pada supernatan isolat NS(9) penting untuk diketahui untuk mengetahui adanya potensi senyawa antibakteri lain berjenis protein seperti bakteriosin. Theron dan Lues (2011) menyatakan bahwa antibakteri berjenis peptida(juga disebut sebagai bakteriosin), adalah zat penting yang dihasilkan olehbakteri asamlaktat. Bakteriosin adalah komponen antibakteri protein yang diproduksi dari berbagai jenis bakteri, namun tidak letal bagi bakteri yang memproduksi bakteriosin tersebut.
Bakteri asam laktat adalah varian yang paling penting dalam produksi bakteriosin dan substansi mirip bakteriosin. Bakteriosin yang diproduksi oleh bakteri asam laktat sangat potensial untuk dijadikan sebagai pengawet makanan alami (Simon 2001). Hasil yang ditunjukkan pada percobaan ini menyimpulkan
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
3 6 9 12 15 18 21 24
K o n se n tr a si p ro te in ( m g / m l)
(31)
bahwa produksi bakteriosin pada NS(9) tidak terdeteksi pada tahap penapisan awal dengan pengendapan menggunakan amonium sulfat 50%.
4.3.4 Aktivitas antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan untuk setiap supernatan yang dikultivasi setiap tiga jam selama 24 jam terhadap bakteri uji dengan menggunakan metode difusi sumur agar. Hasil pengujian aktivitas antibakteri dan dokumentasi gambar disajikan pada Lampiran 3 dan 4.
Substansi antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9) memiliki daya inhibisi yang bervariasi pada kelima bakteri uji (Gambar 11). Secara umum, substansi antibakteri yang dihasilkan bakteri isolat NS(9) memiliki daya hambat yang paling rendah untuk S. aureus dibandingkan daya hambat terhadap bakteri uji lainnya. Diameter penghambatan yang terbesar terjadi pada jam ke-12 pada bakteri uji L. monocytogenes.
Gambar 11 Grafik perbandingan zona bening supernatan pada ke-5 bakteri uji:
Escherichia coli ( ), Salmonella typhimurium ( ), Listeria monocytogenes ( ),
Bacillus cereus ( ),dan Staphylococcus aureus ( ).
Diameter penghambatan terbesar bagi bakteri B. cereus yaitu dengan diameter sebesar 6 mm terjadi di jam ke-12. Diameter penghambatan terbesar bagi bakteri E. coli yaitu dengan diameter sebesar 6 mm terjadi pada jam ke-15. Diameter penghambatan terbesar bagi bakteri S. typhimurium yaitu dengan diameter sebesar 6 mm terjadi pada jam ke-24. Diameter penghambatan terbesar bagi bakteri S. aureus yaitu dengan diameter sebesar 3 mm terjadi pada jam ke-21. Bila dibandingkan dengan kontrol positif (asam asetat), maka rata-rata diameter
0 1 2 3 4 5 6 7
3 6 9 12 15 18 21 24
D ia m e te r Z o n a H a m b a t (m m )
(32)
maksimum pada kelima bakteri uji pada jam ke-21 setara dengan rata-rata diameter kontrol positif asam asetat antara 0,6 – 0,8 %.
Gambar 12 Grafik perbandingan zona bening kontrol positif pada ke-5 bakteri uji: Escherichia coli ( ), Salmonella typhimurium ( ), Listeria monocytogenes
( ), Bacillus cereus ( ),dan Staphylococcus aureus ( ).
Daya hambat zat antibakteri asam organik terhadap kelima bakteri patogen tersebut juga dipengaruhi oleh pH. Batas toleransi pH untuk pertumbuhan kelima bakteri uji tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Toleransi bakteri patogen terhadap pH untuk tumbuh optimum
Jenis Bakteri pH
minimum
pH optimum
pH maksimum
Salmonella typhimurium 4,0 6,6-8,2 9,0
Listeria monocytogenes 4,3 7,0 9,4
Escherichia coli 4,0 7,0 9,0
Staphylococcus aureus 4,0 6,0-7,0 10,0
Bacillus cereus 5 6,5 8,8
Sumber: ICMSF (1996) diacu dalam Theron dan Lues (2011)
Bakteri patogen seperti L. monocytogenes dan B. cereus terhambat maksimum pada jam ke-12 dimana pada jam tersebut, pH supernatan mencapai 4 (Gambar 11). Pada jam tersebut, kedua bakteri uji tersebut sudah tidak mampu mentolerir pH yang terjadi sehingga mengakibatkan zona hambat yang terbentuk telah mencapai titik maksimal pada jam ke-12.
Bakteri uji seperti E. coli dan S. typhimurium adalah bakteri Gram negatif. Keduanya termasuk ke dalam golongan bakteri enteropatogenik. Bakteri jenis ini biasanya tahan terhadap pH yang cukup rendah. Korelasi dengan zona bening yang terbentuk adalah, butuh konsentrasi asam organik yang lebih banyak untuk
0 2 4 6 8 10
0.20% 0.40% 0.60% 0.80% 1%
D ia m e te r Z o n a H a m b a t (m m )
(33)
menghambat bakteri ini. Gambar 11 menunjukkan bahwa zona bening maksimum yang ditunjukkan pada bakteri uji E. coli terbentuk pada jam ke-15, lebih lama daripada bakteri uji L. monocytogenes dan B. cereus. Begitu juga dengan bakteri uji S. typhimurium. Zona hambat maksimum ditunjukkan pada jam ke-24. Menurut Alvarez-Ordonez et al. (2009), S. typhimurium diketahui dengan kemampuannya bertahan hidup pada pH ekstrim, yaitu 3. Namun kemampuan hidup pada pH ekstrim tersebut tidak menjadikan bakteri ini dapat hidup dengan
normal ketika bereaksi dengan asam organik. Sifat adaptasi asam dari
S. typhimurium juga didapat dari peningkatan osmotik, toleransi terhadap garam, dan proteksi silang menjadi sistem laktoperoksidase yang aktif.
Daya hambat asam organik yang dihasilkan isolat NS(9) terhadap S. aureus
paling rendah dibandingkan dengan bakteri uji lainnya. Sesuai dengan hasil penelitian, Linke dan Goldman (2011) menyatakan hal ini disebabkan karena daya adhesivitas dinding sel S. aureus yang rendah. Gaya intermolekul seperti Van der Waals, elektrostatis, kelarutan, dan interaksi sterik mengontrol bagaimana dinding sel bakteri berinteraksi dengan permukaan zat lain.
Menurut Theron dan Lues (2011), setiap bakteri uji memiliki ketahanan masing-masing terhadap jenis asam organik yang berbeda. L. monocytogenes
memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap asam laktat dibandingkan dengan asam asetat. E. coli dan S. typhimurium memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam asetat. B. cereus yang merupakan golongan bakteri Gram positif memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam propionat. Bakteri uji S. aureus memiliki ketahanan asam yang paling tinggi dibandingkan dengan kelima bakteri uji lainnya. Charlier et al. (2009) menyatakan bahwa
S. aureus akan bertambah rentan terhadap asam apabila terjadi peningkatan kadar garam. Bakteri S. aureus juga sangat peka terhadap aktivitas asam asetat.
Perbedaan nilai zona bening yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada jam tertentu, salah satu jenis asam organik yang dihasilkan oleh isolat BAL NS(9) diproduksi dalam kondisi optimum, sehingga menghambat bakteri uji yang rentan terhadap salah satu jenis asam organik tersebut. Bakteri L. monocytogenes yang telah mencapai zona hambat terbaik pada jam ke-12 menunjukkan bahwa pada jam tersebut, kemungkinan terbentuknya
(34)
asam laktat dan asam propionat mencapai titik tertinggi. Kondisi yang sama dapat dijelaskan pada bakteri uji E. coli dan S. typhimurium. Menurut Alvarez-Ordonez
et al. (2009), kedua bakteri uji ini rentan terhadap aktivitas antibakteri dari asam laktat dan asam asetat. Kondisi maksimum zona hambat yang terjadi pada E. coli
di jam ke-15 menunjukkan bahwa pada jam tersebut, kandungan asam asetat dan asam laktat dalam supernatan antibakteri terdapat pada kondisi yang maksimum. Zona hambat maksimum yang terjadi pada bakteri S. typhimurium lebih lama dari
E. coli disebabkan karena bakteri S. typhimurium lebih tahan asam dibandingkan bakteri E. coli.
(35)
5.1 Kesimpulan
Isolat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan bakteri asam laktat. Isolat NS(9) menghasilkan zat asam organik yang memiliki aktivitas antibakteri. Zat antibakteri jenis protein seperti bakteriosin tidak terdeteksi pada pengendapan supernatan dari isolat NS(9) dengan amonium sulfat 50%. Isolat NS(9) memiliki fase pertumbuhan dengan puncak pertumbuhan pada jam ke-15 dan stasioner hingga jam ke-21 dan turun kembali pada jam jam ke-24. Produksi optimum zat asam organik dari isolat NS(9) yang memiliki aktivitas antibakteri terdapat pada jam ke-12 hingga jam ke-24.
Isolat NS(9) menghasilkan zat antibakteri asam organik yang mampu menghambat pertumbuhan lima jenis patogen pada makanan yaitu Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan
Listeria monocytogenes. Daya hambat terbaik zat asam organik isolat NS(9) terdapat pada media MHA yang ditumbuhkan Listeria monocytogenes dan
Bacillus cereus. 5.2 Saran
Perlu dilakukan penapisan zat protein antibakteri seperti bakteriosin pada berbagai konsentrasi pengendapan amonium sulfat sehingga dimungkinkan terdeteksinya senyawa protein antibakteri yang dihasilkan oleh isolat NS(9). Pengukuran konsentrasi tiap jenis asam organik yang terkandung dalam supernatan tersebut perlu dilakukan untuk mempertegas hasil penelitian ini. Selain itu penerapan zat asam organik antibakteri yang diproduksi oleh isolat NS(9) pada pangan perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas penghambatan zat asam organik tersebut pada mikroba dalam pangan sebenarnya dengan metode TPC. Penerimaan kosumen terhadap aplikasi zat asam organik yang diproduksi oleh isolat NS(9) pada pangan melalui uji hedonik dan organoleptik juga sebaiknya dilakukan untuk penelitian yang selanjutnya. Pembuktian GRAS juga dapat dilakukan dengan mencari dosis letal (lethal dose) pada senyawa asam organik yang diproduksi oleh isolat NS(9).
(36)
YOGA INDRA PURNAMA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(37)
YOGA INDRA PURNAMA. C34070060. Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing Oleh: DESNIAR dan IRIANI SETYANINGSIH
Keamanan pangan merupakan salah satu isu yang paling penting karena berhubungan langsung pada kesehatan manusia. Pelanggaran terhadap keamanan pangan dapat menyebabkan suatu kasus yang dinamakan foodborne diseases, atau penyakit yang disebabkan oleh keracunan pangan, antara lain bahaya biologis, kimiawi dan fisik. Bahaya biologis umumnya disebabkan oleh mikroba patogen dan dapat dicegah dengan penambahan bahan preservatif pada pangan dengan tujuan membunuh atau menghambat bakteri patogen. Bahan preservatif sintetis mampu menimbulkan potensi bahaya kimia karena berpotensi sebagai karsinogen. Biopreservatif digunakan untuk mencegah bahaya kimia pada preservatif sintetis. Biopreservatif merupakan bahan pengawet pangan alami yang berasal dari mikroba seperti bakteri asam laktat karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya yang cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek inhibitor pada bakteri lain seperti inhibitor pada bakteri enteropatogenik. Bakteri asam laktat biasa ditemukan pada produk makanan fermentasi. Salah satu produk fermentasi perikanan di Indonesia adalah bekasam.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat bakteri asam laktat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) dan memproduksi senyawa antibakteri dari isolat NS(9) serta menghitung daya hambat maksimum senyawa yang dihasilkan dari isolat NS(9) terhadap patogen pada makanan.
Penelitian dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9). Tahap kedua adalah penapisan antibakteri. Tahap ketiga adalah produksi antibakteri selama 24 jam yang meliputi penentuan waktu optimum produksi antibakteri, pengukuran kadar asam laktat, dan pengukuran kadar protein dengan menggunakan metode Bradford.
Isolat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan bakteri asam laktat. Isolat NS(9) menghasilkan zat asam organik yang memiliki aktivitas antibakteri. Zat antibakteri jenis protein seperti bakteriosin tidak terdeteksi pada pengendapan supernatan dari isolat NS(9) dengan amonium sulfat 50%. Isolat NS(9) memiliki fase pertumbuhan dengan puncak pertumbuhan pada jam ke-12 dan stasioner hingga jam ke-21 dan turun kembali pada jam ke-24. Produksi optimum zat asam organik dari isolat NS(9) yang memiliki aktivitas antibakteri terdapat pada jam ke-12 hingga jam ke-24.
Isolat NS(9) menghasilkan zat antibakteri asam organik yang mampu menghambat pertumbuhan lima jenis patogen pada makanan yaitu Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan
Listeria monocytogenes. Daya hambat terbaik zat asam organik isolat NS(9) terdapat Listeria monocytogenes dan Bacillus cereus.
(38)
YOGA INDRA PURNAMA C34070060
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
(39)
Judul : Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Nama : Yoga Indra Purnama NRP : C34070060
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 19580511 198503 1 002
Tanggal lulus:……… Pembimbing I
Desniar, S.Pi, M.Si NIP : 19701224 199702 2 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS NIP : 19600925 198601 2 001
(40)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2011
Yoga Indra Purnama C34070060
(41)
Penulis dilahirkan di Tanjung Priuk, Jakarta Utara pada tanggal 7 Juni 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bambang Kistanto dan Fetty Prihantini. Tahun 2001, penulis lulus dari SDN 06 Mangun Jaya Bekasi Timur, kemudian pada tahun 2004 penulis lulus dari SMPN 1 Tambun Selatan Bekasi Timur. Pada tahun 2007, penulis lulus dari SMAN 1 Jakarta dan pada tahun yang sama, penulis diterima di departemen Teknologi Hasil Perairan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah menjadi anggota
Music Agriculture Expression (MAX) pada tahun 2007-2008, ketua komisi I Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM KM IPB) pada tahun 2008-2009, serta staf Kementerian Kebijakan Pertanian Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) pada tahun 2009 hingga tahun 2010. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Iktiologi pada tahun 2009, asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan, dan asisten mata kuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Perairan serta Teknologi Pemanfaatan Hasil Samping dan Limbah Industri Perairan pada tahun 2011. Penulis pernah mendapat penghargaan juara I dalam lomba festival band Fakultas Pertanian yang diadakan MAX tahun 2008. Penulis aktif dalam lomba business plan yang diadakan oleh PPM Institute Of Management, dan berhasil menjadi semifinalis pada tahun 2010. Pada awal tahun 2011, penulis bersama tim berhasil menjadi semifinalis nasional Trust By Danone 8th Edition yang diselenggarakan Danone.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” di bawah bimbingan Desniar, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS.
(42)
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi berjudul “Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1 Ibu Desniar, S.Pi, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya serta memberikan motivasi, nasihat, saran, bimbingan, petunjuk dan pengarahan kepada penulis.
2 Bapak Roni Nugraha, S.Si, M.Sc selaku penguji atas masukan, saran, dan perbaikan skripsi.
3 Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.
4 Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl-Biol. sebagai Komisi Pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan.
5 Papa, Mama, Jordhian Prakoso, serta keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi, dukungan materiil dan moral tanpa batas.
6 Ibu Ema M, Mbak Silvi, Mbak Lastri, Mbak Ratna atas segala bantuan dan bimbingan selama penelitian di laboratorium.
7 Sri Wahyuni atas segala perhatian dan waktu yang telah diberikan kepada penulis.
8 Ikma Ratna Puspita dan Yulianti Sri Rejeki atas kebersamaan dan suka duka selama penelitian.
9 Yunko, Rianda, Zahid, dan teman-teman penelitian di lab mikrobiologi THP 44 yang setia menemani dalam suka dan duka.
10Fitrah Satrya FK, Dian Yudo Palupi, Gema Alief Utama, Yolanda Silvia atas motivasi dan semangat Trust By Danone 8th yang tidak akan terlupakan.
11Reza, Rifqy, Zakyan, Ryanda atas kebersamaan selama di Pondok Salman, terima kasih juga untuk pengurus Pondok Salman (Pak Husein, Kang Isef).
(43)
12Keluarga besar THP 44 atas kebersamaan dalam suka dan duka, senior THP 41, 42, 43 atas inspirasi kesuksesannya, THP 45 dan 46 atas kebersamaannya. 13Keluarga besar Dewan Transformatif DPM KM IPB 2008-09 atas motivasi dan
perjuangannya.
14Keluarga besar BEM KM IPB 2010 Kabinet Generasi Inspirasi, terutama Kementerian Kebijakan Pertanian, terima kasih atas perjuangan dan pengalaman yang sangat membangun.
15Semua civitas THP, civitas FPIK, dan civitas IPB yang telah membantu pelaksanaan administrasi dan keperluan penelitian ini.
16Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu, terima kasih atas kontribusi, motivasi, semangat dan pengalaman yang tidak terlupakan.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, November 2011
(44)
DAFTAR TABEL ... xi DAFTAR GAMBAR ... xii DAFTAR LAMPIRAN ... xiii 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 3 2.2 Fermentasi Ikan ... 4 2.3 Bekasam ... 5 2.4 Bakteri Asam Laktat (BAL) ... 5 2.4.1 Senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat ... 6 2.4.1.1 Asam organik ... 6 2.4.1.2 Hidrogen peroksida ... 8 2.4.1.3 Karbon dioksida ... 9 2.4.1.4 Diasetil ... 9 2.4.1.5 Bakteriosin ... 9 2.4.2 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat ... 10 2.5 Bakteri Uji ... 10 2.5.1 Escherichiacoli ... 10 2.5.2 Salmonellatyphimurium ... 11 2.5.3 Listeriamonocytogenes ... 11 2.5.4 Bacilluscereus ... 12 2.5.5 Staphylococcusaureus ... 12 3 METODE PENELITIAN ... 13 3.1 Waktu dan Tempat ... 13 3.2 Bahan dan Alat ... 13 3.3 Metode Penelitian ... 13 3.3.1 Karakterisasi isolat NS(9) ... 13 3.3.2 Penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9) ... 15 3.3.3 Penentuan waktu optimum produksi antibakteri ... 18
(45)
Halaman 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21 4.1 Karakterisasi Isolat NS(9)... 21 4.2 Penapisan senyawa antibakteri dari isolat NS(9) ... 23 4.3 Penentuan waktu optimum produksi antibakteri ... 25 4.3.1 Pertumbuhan isolat dan perubahan pH ... 26 4.3.2 Kadar asam laktat ... 28 4.3.3 Kadar protein... 30 4.3.4 Aktivitas antibakteri ... 31 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 35 5.1 Kesimpulan ... 35 5.2 Saran ... 35 DAFTAR PUSTAKA ... 36 LAMPIRAN ... 39
(46)
Nomor Halaman 1 Hasil pengujian karakterisasi isolat NS(9) ... 21 2 Hasil uji aktivitas antibakteri ... 24 3 Toleransi bakteri patogen terhadap pH untuk tumbuh optimum ... 32
(47)
Nomor Halaman 1 Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Lim dan Webster 2006) ... 3 2 Struktur umum dari asam organik (Theron dan Lues 2011) ... 7 3 Struktur kimia D-asam laktat (C3H6O3) (Theron dan Lues 2011) ... 8 4 Diagram alir penapisan zat antibakteri ... 17 5 Diagram alir penentuan waktu optimum produksi ... 20 6 Perbandingan antara MRSA + CaCO3 yang steril (kiri) dan yang sudah
ditumbuhi isolat NS(9) (kanan) ... 23 7 Uji aktivitas antibakteri substansi A, N dan E pada ketiga jenis bakteri:
A) Bacillus cereus, B) Escherichia coli, C) Listeria monocytogenes, D)
Staphylococcus aureus, E) Salmonella typhimurium ... 24 8 Grafik nilai Optical Density (OD), dan pH bakteri isolat NS(9) selama
fase produksi 24 jam. ... 26 9 Grafik kadar asam laktat sampel supernatan bakteri isolat NS(9) ... 28 10 Kadar protein supernatan tiap 3 jam selama 24 jam ... 30 11 Grafik perbandingan zona bening supernatan pada ke-5 bakteri uji:
Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes,
Bacillus cereus,dan Staphylococcus aureus ... 31 12 Grafik perbandingan zona bening kontrol positif pada ke-5 bakteri uji:
Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes,
(48)
Nomor Halaman 1 Perubahan OD, pH, kadar asam laktat dan protein selama 24 jam ... 40 2 Perhitungan kadar protein dengan metode Bradford (Nielsen 2010) ... 41 3 Hasil pengukuran diameter zona bening pada lima bakteri uji dan kontrol
positif (asam asetat) ... 43 4 Gambar Hasil Pengujian Antibakteri ... 44
(49)
1.1 Latar Belakang
Isu keamanan pangan saat ini menjadi isu yang penting bagi dunia industri pangan. Dinamika pasar pangan internasional yang begitu ketat mengharuskan produsen pangan memperhatikan prosedur dan tata aturan yang berlaku di dunia pangan internasional. Kemananan pangan merupakan salah satu isu yang paling penting karena berhubungan langsung pada kesehatan manusia. Pelanggaran terhadap keamanan pangan dapat menyebabkan suatu kasus yang dinamakan
foodborne diseases, atau penyakit yang disebabkan oleh keracunan pangan.
Penyakit keracunan pangan ini disebabkan oleh bahaya biologis, kimiawi dan fisik. Bahaya biologis umumnya disebabkan oleh mikroba patogen, fungi, virus, prion, protozoa, parasit helmintis. Bahaya kimiawi termasuk di dalamnya alergen, mikotoksin, logam berat, pestisida, bahan kimia saniter dan pembersih Bahaya biologis dapat dicegah dengan penambahan bahan preservatif pada pangan dengan tujuan membunuh atau menghambat bakteri patogen seperti
Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Bahan preservatif juga mampu menimbulkan potensi bahaya kimia karena bahan preservatif yang digunakan berasal dari bahan kimia sintetis yang berpotensi sebagai karsinogen (Wallace et al. 2011). Pencegahan terhadap penggunaan preservatif sintetis adalah penggunaan biopreservatif.
Biopreservatif digunakan sebagai bahan pengawet pangan alami yang berasal dari mikroba seperti bakteri asam laktat. Berbagai jenis bakteri asam laktat telah diketahui dan digunakan sebagai biopreservatif alami karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya yang cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek inhibitor pada bakteri lain seperti inhibitor pada bakteri enteropatogenik (Theron dan Lues 2011). Bakteri asam laktat juga diketahui memiliki kemampuan menghambat bakteri Salmonella yang bersifat enteritidis (Higgins et al. 2007).
Bakteri asam laktat biasa ditemukan pada produk makanan fermentasi, dimana produk fermentasi masih banyak diproduksi di Indonesia. Salah satu produk fermentasi perikanan di Indonesia adalah bekasam. Bekasam merupakan produk olahan ikan dengan cara fermentasi yang rasanya asam. Olahan tersebut
(50)
banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Bekasam dibuat dari ikan air tawar atau laut yang difermentasi spontan oleh mikroba alami selama satu sampai dua minggu. Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan Selatan umumnya dikenal dengan nama samu. Bahan baku berupa ikan gabus, betok, sepat siam, dan sepat rawa dengan penambahan garam sekitar 15 – 20% dan ditambahkan samu atau beras gingseng sebanyak 15%, kemudian difermentasi kurang lebih satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam (Adawyah 2007). Makanan yang pengolahannya serupa dengan bekasam ditemukan di Thailand, yang dikenal dengan nama plaa-som. Menurut Kopermsub dan Yunchalard (2010), fermentasi yang terjadi selama proses pembuatan akan mengubah rasa, aroma, dan tekstur. Nilai pH produk yang menurun akan menjamin kualitas dan keamanan.
Pengolahan bekasam di Indonesia merupakan pengolahan hasil perikanan secara tradisional yang masih banyak ditemukan. Persentasi penggunaan teknologi tradisional ini adalah sekitar 49% dari total keseluruhan konsumsi ikan Negara per kapital per tahun, dimana 30,5% dari total tersebut diolah secara tradisional menggunakan teknik penggaraman dan fermentasi (Astawan 1997). Besarnya produksi pengolahan perikanan tradisional berbasis fermentasi seperti bekasam inilah yang merupakan potensi besar yang perlu dikaji lanjut untuk mengetahui adanya kandungan senyawa antibakteri hasil produksi bakteri asam laktat yang terdapat pada produk tersebut.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat bakteri asam laktat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) dan memproduksi senyawa antibakteri dari isolat NS(9) serta menghitung daya hambat maksimum senyawa yang dihasilkan dari isolat NS(9) terhadap patogen pada makanan.
(51)
2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri, ikan tersebut berasal dari Afrika bagian timur di Sungai Nil, Danau Tangayika, Chad, Nigeria dan Kenya, lalu dibawa oleh orang ke Eropa, Amerika, negara-negara Timur Tengah dan Asia. Benih ikan nila di Indonesia secara resmi didatangkan dari Taiwan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar tahun 1969 (Suyanto 2003). Habitat ikan nila adalah di aliran sungai dan danau. Ukuran maksimalnya adalah 60 cm. Ikan nila diklasifikasikan menurut Saanin (1984) sebagai berikut :
Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub Kelas : Acanthoptherigii Ordo : Perchomorphi Sub Ordo : Percoidea Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Gambar 1 Ikan nila (Oreochromis niloticus) (Lim dan Webster 2006).
(1)
Lampiran 3 Hasil pengukuran diameter zona bening pada lima bakteri uji dan kontrol positif (asam asetat)
Lama Inkubasi (jam)
Rataan Zona Bening (mm)
EC ST LM BC SA
3 - - - - -
6 1,5 1,0 1,0 2,0 0
9 3,0 2,0 4,5 5,0 0
12 4,0 2,5 6,0 6,0 1,0
15 6,0 3,0 5,0 5,0 1,5
18 4,0 4,0 5,0 5,0 2,0
21 5,5 4,0 5,0 5,0 3,0
24 5,0 5,5 5,0 5,0 2,0
konsentrasi
asam asetat
0.20% 1,0 1,0 2,0 2,0 1,0
0.40% 2,0 2,0 3,0 3,0 4,0
0.60% 4,0 3,0 2,0 5,0 5,0
0.80% 6,0 6,0 5,0 6,0 6,0
1% 7,0 8,0 6,0 7,0 8,0
Keterangan:
(2)
Lampiran 4 Gambar Hasil Pengujian Antibakteri
a. Salmonella typhimurium
b. Escherichiacoli
Jam ke-3 hingga jam ke-6 Jam ke-9 hingga jam ke-12
Jam ke-15 hingga jam ke-18 Jam ke-21 hingga jam ke-24
Jam ke-3 hingga jam ke-6 Jam ke-9 hingga jam ke-12
(3)
c. Listeriamonocytogenes
d. Staphylococcusaureus
Jam ke-3 hingga jam ke-6 Jam ke-9 hingga jam ke-12
Jam ke-15 hingga jam ke-18 Jam ke-21 hingga jam ke-24
Jam ke-3 hingga jam ke-6 Jam ke-9 hingga jam ke-12
(4)
e. Bacilluscereus
Jam ke-3 hingga jam ke-6 Jam ke-9 hingga jam ke-12
(5)
Lampiran 5 Dokumentasi Alat-Alat
Inkubator Autoklaf
Magnetic stirrer Shaker waterbath
(6)
YOGA INDRA PURNAMA. C34070060. Produksi Senyawa Antibakteri Isolat Bakteri NS(9) dari Bekasam Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing Oleh: DESNIAR dan IRIANI SETYANINGSIH
Keamanan pangan merupakan salah satu isu yang paling penting karena berhubungan langsung pada kesehatan manusia. Pelanggaran terhadap keamanan pangan dapat menyebabkan suatu kasus yang dinamakan foodborne diseases, atau penyakit yang disebabkan oleh keracunan pangan, antara lain bahaya biologis, kimiawi dan fisik. Bahaya biologis umumnya disebabkan oleh mikroba patogen dan dapat dicegah dengan penambahan bahan preservatif pada pangan dengan tujuan membunuh atau menghambat bakteri patogen. Bahan preservatif sintetis mampu menimbulkan potensi bahaya kimia karena berpotensi sebagai karsinogen. Biopreservatif digunakan untuk mencegah bahaya kimia pada preservatif sintetis. Biopreservatif merupakan bahan pengawet pangan alami yang berasal dari mikroba seperti bakteri asam laktat karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya yang cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek inhibitor pada bakteri lain seperti inhibitor pada bakteri enteropatogenik. Bakteri asam laktat biasa ditemukan pada produk makanan fermentasi. Salah satu produk fermentasi perikanan di Indonesia adalah bekasam.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi senyawa antibakteri yang dihasilkan oleh isolat bakteri asam laktat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) dan memproduksi senyawa antibakteri dari isolat NS(9) serta menghitung daya hambat maksimum senyawa yang dihasilkan dari isolat NS(9) terhadap patogen pada makanan.
Penelitian dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9). Tahap kedua adalah penapisan antibakteri. Tahap ketiga adalah produksi antibakteri selama 24 jam yang meliputi penentuan waktu optimum produksi antibakteri, pengukuran kadar asam laktat, dan pengukuran kadar protein dengan menggunakan metode Bradford.
Isolat NS(9) yang diisolasi dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan bakteri asam laktat. Isolat NS(9) menghasilkan zat asam organik yang memiliki aktivitas antibakteri. Zat antibakteri jenis protein seperti bakteriosin tidak terdeteksi pada pengendapan supernatan dari isolat NS(9) dengan amonium sulfat 50%. Isolat NS(9) memiliki fase pertumbuhan dengan puncak pertumbuhan pada jam ke-12 dan stasioner hingga jam ke-21 dan turun kembali pada jam ke-24. Produksi optimum zat asam organik dari isolat NS(9) yang memiliki aktivitas antibakteri terdapat pada jam ke-12 hingga jam ke-24.
Isolat NS(9) menghasilkan zat antibakteri asam organik yang mampu menghambat pertumbuhan lima jenis patogen pada makanan yaitu Escherichia
coli, Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan
Listeria monocytogenes. Daya hambat terbaik zat asam organik isolat NS(9)