1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Isu keamanan pangan saat ini menjadi isu yang penting bagi dunia industri pangan. Dinamika pasar pangan internasional yang begitu ketat mengharuskan
produsen pangan memperhatikan prosedur dan tata aturan yang berlaku di dunia pangan internasional. Kemananan pangan merupakan salah satu isu yang paling
penting karena berhubungan langsung pada kesehatan manusia. Pelanggaran terhadap keamanan pangan dapat menyebabkan suatu kasus yang dinamakan
foodborne diseases, atau penyakit yang disebabkan oleh keracunan pangan. Penyakit keracunan pangan ini disebabkan oleh bahaya biologis, kimiawi
dan fisik. Bahaya biologis umumnya disebabkan oleh mikroba patogen, fungi, virus, prion, protozoa, parasit helmintis. Bahaya kimiawi termasuk di dalamnya
alergen, mikotoksin, logam berat, pestisida, bahan kimia saniter dan pembersih Bahaya biologis dapat dicegah dengan penambahan bahan preservatif pada
pangan dengan tujuan membunuh atau menghambat bakteri patogen seperti Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Bahan preservatif juga mampu
menimbulkan potensi bahaya kimia karena bahan preservatif yang digunakan berasal dari bahan kimia sintetis yang berpotensi sebagai karsinogen Wallace et
al. 2011. Pencegahan terhadap penggunaan preservatif sintetis adalah penggunaan biopreservatif.
Biopreservatif digunakan sebagai bahan pengawet pangan alami yang berasal dari mikroba seperti bakteri asam laktat. Berbagai jenis bakteri asam laktat
telah diketahui dan digunakan sebagai biopreservatif alami karena zat metabolit sekunder yang dihasilkannya yang cenderung tidak berbahaya dan memiliki efek
inhibitor pada bakteri lain seperti inhibitor pada bakteri enteropatogenik Theron dan Lues 2011. Bakteri asam laktat juga diketahui memiliki kemampuan
menghambat bakteri Salmonella yang bersifat enteritidis Higgins et al. 2007. Bakteri asam laktat biasa ditemukan pada produk makanan fermentasi,
dimana produk fermentasi masih banyak diproduksi di Indonesia. Salah satu produk fermentasi perikanan di Indonesia adalah bekasam. Bekasam merupakan
produk olahan ikan dengan cara fermentasi yang rasanya asam. Olahan tersebut
banyak dikenal di daerah Jawa Tengah dan Sumatera Selatan. Bekasam dibuat dari ikan air tawar atau laut yang difermentasi spontan oleh mikroba alami selama
satu sampai dua minggu. Pengolahan bekasam di daerah Kalimantan Selatan umumnya dikenal dengan nama samu. Bahan baku berupa ikan gabus, betok,
sepat siam, dan sepat rawa dengan penambahan garam sekitar 15 – 20 dan ditambahkan samu atau beras gingseng sebanyak 15, kemudian difermentasi
kurang lebih satu minggu sampai menghasilkan aroma dan rasa yang khas bekasam Adawyah 2007. Makanan yang pengolahannya serupa dengan bekasam
ditemukan di Thailand, yang dikenal dengan nama plaa-som. Menurut Kopermsub dan Yunchalard 2010, fermentasi yang terjadi selama proses
pembuatan akan mengubah rasa, aroma, dan tekstur. Nilai pH produk yang menurun akan menjamin kualitas dan keamanan.
Pengolahan bekasam di Indonesia merupakan pengolahan hasil perikanan secara tradisional yang masih banyak ditemukan. Persentasi penggunaan teknologi
tradisional ini adalah sekitar 49 dari total keseluruhan konsumsi ikan Negara per kapital per tahun, dimana 30,5 dari total tersebut diolah secara tradisional
menggunakan teknik penggaraman dan fermentasi Astawan 1997. Besarnya produksi pengolahan perikanan tradisional berbasis fermentasi seperti bekasam
inilah yang merupakan potensi besar yang perlu dikaji lanjut untuk mengetahui adanya kandungan senyawa antibakteri hasil produksi bakteri asam laktat yang
terdapat pada produk tersebut.
1.2 Tujuan