Emisi Formaldehida Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Karton Gelombang Menggunakan Perekat Campuran Melamine Formaldehyde (MF) dan Water Based Polymer Isocyanate (WBPI)

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kayu merupakan bahan baku yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia, ketergantungan manusia akan kayu sudah terjadi sejak dulu, seperti halnya pemakaian kayu sebagai bahan bakar. Sampai saat ini, salah satu penggunaan kayu yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan produk panel kayu. Produk panel kayu merupakan hasil rekayasa antara partikel-partikel kayu, vinir, dan limbah kayu dengan perekat tertentu yang diikuti dengan perlakuan kempa panas sehingga menghasilkan papan atau panel yang dapat digunakan sebagai bahan struktural ataupun non struktural. Jenis-jenis dari produk panel sendiri terdiri atas kayu lapis, papan partikel, papan serat, papan organik, Oriented Strands Board (OSB), dan lain-lain (Saptosari, 2006).

Masalah yang dihadapi saat ini adalah kelangkaan sumber bahan baku kayu, luasan hutan alam produksi Indonesia dan produktifitas yang semakin menurun, sedangkan hutan tanaman industri belum terlalu berpengaruh terhadap penyediaan bahan baku kayu. Banyak solusi yang diterapkan untuk mengurangi pemakaian kayu, terkait dengan isu lingkungan, pemanasan global, serta alasan lainnya. Salah satu solusi yang inovatif dan kreatif serta terus dikembangkan adalah pemanfaatan berbagai macam bahan baku yang mengandung lignoselulosa dengan menggunakan teknologi biokomposit untuk memproduksi produk panel kayu serta produk lainnya. Sampai saat ini pemanfaatan bahan berlignoselulosa sebagai bahan baku produk panel kayu serta produk lainnya sudah banyak dilakukan, seperti pemanfaatan limbah kayu, sabut kelapa, bambu, dan lain-lain.

Seiring dengan majunya teknologi, desakan isu lingkungan, tuntutan konsumen akan kualitas produk, dan faktor lainnya mendorong agar pemanfaatan bahan baku kayu serta bahan baku yang mengandung lignoselulosa sebagai bahan baku produk panel kayu serta produk lainnya lebih inovatif dan kreatif. Pemanfaatan limbah kayu dan karton merupakan salah satu alternatif bahan baku yang bisa dimanfaatkan dengan kualitas yang tinggi. Penelitian kreatif dan inovatif telah dilakukan tentang pemanfaatan limbah kayu dan karton menghasilkan papan komposit yang memiliki sifat fisis mekanis yang sangat baik (Massijaya dan Yusuf, 2005), namun demikian emisi formaldehida yang


(2)

dihasilkan tergolong tinggi, sehingga perlu penelitian lanjutan agar papan yang dihasilkan dari limbah kayu dan karton memiliki emisi formaldehida yang rendah. Industri papan komposit di Indonesia pada umumnya menggunakan perekat Urea Formaldehida (UF) sebagai perekat utama papan komposit untuk penggunaan interior. Untuk penggunaan eksterior perekat Melamin Formaldehida (MF) lebih banyak digunakan karena lebih tahan air dibandingkan dengan UF, serta memberikan warna cerah pada permukaan yang dilaburi perekat MF. Kelemahan utama penggunaan perekat berbasis formaldehida sebagai perekat papan komposit adalah menghasilkan emisi formaldehida yang membahayakan bagi kesehatan.

Apabila kadar emisi formaldehida di udara lebih dari 0,1 mg/kg, maka dapat menyebabkan keluar air mata, sakit kepala, tenggorokan serasa terbakar, kegerahan dan menurunkan daya penciuman (Ali M et al. 1998, Vick CB 1999, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia 2007). Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh emisi formaldehida antara lain gangguan terhadap kesehatan manusia dikarenakan zat tersebut bisa bereaksi dengan mukosa/ lendir dalam tubuh manusia, sehingga dapat menyebabkan iritasi, gangguan pernafasan, menurunkan penciuman, pemicu alergi, karsinogen atau pemicu kanker, serta modifikasi DNA yang berlanjut kepada perubahan peta genetika (Cameron, 2001). Sehingga dalam pembuatan papan komposit, salah satu hal utama yang harus tetap diperhatikan adalah kadar emisi formaldehida yang dihasilkan oleh papan tersebut. Salah satu jenis perekat berkualitas tinggi yang tidak menggunakan formaldehida adalah Water Based Polymer Isocyanate (WBPI), namun karena harganya yang jauh lebih mahal dari UF dan MF, menyebabkan WBPI belum banyak digunakan dalam proses pembuatan papan komposit di Indonesia. Diharapkan dengan pemakaian kombinasi perekat pada penelitian ini, papan yang dihasilkan mengandung emisi formaldehida yang lebih rendah, serta sifat fisis-mekanis tetap tinggi.

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan karton gelombang yang memiliki hasil sifat fisis mekanis yang baik, dengan menggunakan pencampuran perekat WBPI-MF 0:1 dan 1:4, serta penambahan kadar parafin 0%, 4% dan 8%.


(3)

3

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar emisi formaldehida pada papan komposit dari limbah kayu dan karton gelombang yang direkat dengan perekat campuran Melamine formaldehyde (MF) dan Water Based Polymer Isocyanate (WBPI), dan penambahan parafin.


(4)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Kayu

Limbah kayu merupakan massa kayu yang tidak bisa dimanfaatkan pada suatu tahapan produksi. Limbah kayu bisa dibedakan berdasarkan lokasi terjadinya limbah, yakni limbah hasil pemanenan kayu yang berada di hutan dan limbah pengolahan kayu yang berada di industri. Limbah pemanenan kayu merupakan kayu yang tidak diangkut dari hutan karena dipandang tidak bernilai ekonomis oleh perusahaan ataupun yang melakukan penebangan, jenis-jenis limbah berupa kayu non komersil/ tidak termasuk kayu mewah, kayu dekoratif dengan penggunaan tertentu, kayu bulat dengan diameter kurang dari 30 cm tanpa batas panjang, dan kayu bulat dengan panjang kurang dari dua meter tanpa batas diameter (Massijaya 1998). Limbah pengolahan kayu merupakan sisa kayu yang tidak dimanfaatkan, berupa serbuk gergaji, sebetan, tatal, potongan log, serutan serta debu kayu (Massijaya 1998).

Komposisi limbah yang terjadi dalam industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut:

1. Limbah penggergajian meliputi serbuk gergaji 10,6%; sebetan 25,9%; dan potongan 14,3%. Hasil penjumlahan sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang dipakai.

2. Limbah kayu lapis meliputi potongan dolok 5,6%; serbuk gergaji 0,7%; sampah vinir basah 24,8%; sampah vinir kering 12,6%; sisa kupasan 11,0%; dan potongan sisi tepi kayu lapis 6,3%. Hasil penjumlahan sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang dipakai (Purwanto et al 1994).

B. Limbah Karton

Kertas karton merupakan kertas dengan ketebalan minimal 0,3 mm. Kertas karton dapat dibedakan menjadi karton gelombang dan karton tidak bergelombang. Karton gelombang terdiri dari satu atau beberapa lapis kertas medium yang disekat oleh kertas liner (bagian permukaan dan belakang). Biasanya bahan baku dari kertas liner dan kertas medium diolah dari kayu daun jarum. Kertas liner dan medium umumnya berwarna coklat, kertas liner diolah dengan proses sulfhat pulping atau disebut dengan kertas liner kraft. Selain dibuat dari bahan baku kayu daun jarum secara langsung, kertas liner juga dibuat dari


(5)

5

macam-macam kertas bekas. Kertas liner inilah yang umumnya dipasarkan di Indonesia dengan nama kraftliner (Darmawati 1994).

Karton gelombang berdasarkan liner dan susunan kertas medium dikelompokkan menjadi karton gelombang muka tunggal, karton gelombang dinding tunggal, karton gelombang dinding ganda, karton gelombang dinding tiga, karton gelombang lengkung ganda.

1. Karton gelombang muka tunggal

Terdiri atas satu lapis kertas medium, dan satu lapis liner yang direkatkan ke kertas medium. Jenis ini biasa dipakai untuk bantalan, partisi, dan pembungkus.

2. Karton gelombang dinding tunggal

Dengan menambahkan liner pada sisi yang lain, akan tercipta suatu karton gelombang yang lebih kaku, dengan liner bagian dalam biasanya terbuat dari kertas daur ulang murni. Kertas gelombang jenis ini memiliki hasil akhir yang lebih baik, dimana karton lebih mudah dilipat dan permukaannya baik untuk ditulis atau dilakukan proses printing. Karton jenis ini adalah karton yang banyak dipakai dalam karton standar.

3. Karton gelombang dinding ganda

Jenis ini merupakan penggabungan antar karton gelombang muka tunggal dengan karton gelombang dinding tunggal, dan biasanya disebut flute yang berbeda. Karton ini digunakan untuk mengemas alat berat.

4. Karton gelombang lengkung ganda

Terbentuk dengan memberi dua lapis kertas medium pada karton gelombang dinding tunggal. Hal ini akan menyebabkan karton gelombang menjadi sangat kaku. Karton ini biasanya digunakan untuk karton bantalan, serta identik dengan bobotnya yang berat.

5. Karton gelombang dinding tiga

Karton gelombang yang terbuat dari gabungan antara karton gelombang dinding ganda dengan satu lapis karton gelombang muka tunggal, sehingga terbentuk tiga lapisan. Karton ini digunakan untuk mengemas saat pengapalan, diproduksi dalam jumlah terbatas sehingga harganya mahal Sumber:http://www.kebet.com.au/specs/material/php.


(6)

Karton dapat dibedakan menjadi lima kelompok:

a Linerboard; minimal terdiri dari dua lapis, dimana lapisan permukaan dibuat dari pulp kualitas terbaik yang dibuat dari 100% virgin pulp.

b Foodboard; karton yang terdiri atas satu lapis atau lebih, yang dibuat dari virgin pulp yang sudah diputihkan. Berfungsi untuk mengemas makanan c Folding boxboard; karton yang terdiri atas banyak lapisan, lapisan permukaan

terbuat dari virgin pulp dan lapisan dalam dibuat dari pulp daur ulang. Berfungsi untuk kotak pengemas.

d Chipboard; karton yang terdiri atas banyak lapisan dan 100% dibuat dari kertas daur ulang.

e Baseboard. Karton yang biasa diputihkan atau dilapisi

f Gypsumboard. Karton yang terdiri atas banyak lapisan, serta dibuat dari 100% kertas daur ulang kualitas rendah, digunakan untuk lapisan luar sebagai plester (Smook 1992).

C. Perekat

Perekat merupakan substansi yang dapat menyatukan dua buah benda melalui ikatan permukaan. Perekat dapat dibagi menjadi dua, yakni perekat thermosetting dan perekat thermoplastic. Perekat thermosetting merupakan perekat yang mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia berupa katalisator yang disebut hardener. Perekat ini tidak bisa melunak lagi, beberapa jenis perekat thermosetting adalah urea formaldehida, melamin formaldehida, phenol formaldehida, isocyanate, resolcinol formaldehyde. Sedangkan perekat thermoplastic merupakan perekat yang dapat melunak bila terkena panas, dan akan mengalami pengerasan lagi jika suhunya sudah rendah, beberapa contoh perekat ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive, dan acrylic adhesive (Pizzi 1994).

Perekat thermosetting biasanya digunakan sebagai perekat papan komposit, seperti urea formaldehida, melamin formaldehida, phenol formaldehida. Dalam pembuatan kayu komposit, perekat jenis thermosetting seperti urea formaldehida (UF) dan melamin formaldehida (MF) paling sering digunakan. Perekat UF lebih sering digunakan untuk produk komposit interior dikarenakan perekat ini kurang tahan terhadap pengaruh asam dan basa. Sementara perekat MF


(7)

7

memiliki tingkat ketahanan terhadap air dan cuaca yang baik sehingga dapat digunakan sebagai perekat produk komposit eksterior (Pizzi, 1994).

C.1 Melamin Formaldehida (MF)

Perekat melamin formaldehida (MF) berwarna putih, mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air dan alkohol. Dalam proses reaksi antara melamin dan formaldehida, perbandingan molekul antara 1:2,5-3,5 pada pH antara 8-9 dengan suhu sekitar titik didihnya. Dari hasil kondensasi ini dihasilkan methylol melamine yang merupakan monomer dari perekat MF (Ruhendi et al 2007).

Perekat MF memiliki keunggulan, yakni penampilan lebih bagus, lebih tahan terhadap air, panas, zat kimia serta stabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perekat urea formaldehida. Perekat MF cocok digunakan sebagai perekat kayu lapis tipe II, jarang digunakan sebagai perekat kayu struktural. Keunggulan perekat ini adalah ketahanan terhadap air mendidih yang lebih tinggi dibanding perekat UF, tahan terhadap mikroorganisme, dan tahan terhadap air dingin. Meskipun demikian perekat MF memiliki kelemahan, yakni harga yang relatif mahal serta tidak tahan lama (Ruhendi et al 2007).

C.2 Water Based Polymer Isocyanate (WBPI)

Emisi formaldehida dikeluarkan oleh perekat berbahan formaldehida, seperti urea formaldehida, melamin formaldehida, phenol formaldehida. Sampai saat ini emisi formaldehida merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan dalam pembuatan papan komposit, sehingga muncul ide-ide kreatif dan inovatif untuk mengurangi atau menghilangkan emisi formaldehida, salah satu caranya dengan menggunakan perekat yang tidak berbahan formaldehida, seperti Water Based Polymer Isocyanate (WBPI).

Keuntungan menggunakan perekat isocyanate dibandingkan perekat berbahan dasar resin adalah dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama, dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah, memungkinkan penggunaan kempa yang lebih cepat, lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi, energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan, stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil, dan tidak ada emisi formaldehida (Marra 1992). Perekat berbasis isosianat memiliki viskositas dan


(8)

polaritas yang rendah sehingga mudah terjadinya penetrasi perekat kedalam kayu, selain itu juga dapat membentuk ikatan yang kuat dengan bahan lain seperti pelat logam, tetapi kelemahan perekat ini adalah biaya yang tinggi dalam penggunaanya ( Frazier, 2003).

D. Parafin

Wax atau lilin merupakan salah satu bahan yang dapat meningkatkan kualitas sifat papan komposit yang dihasilkan, salah satu contoh lilin tersebut adalah parafin, yaitu lilin mineral yang dihasilkan dari hasil sampingan industri minyak bumi, dimana minyak mentah diberi perlakuan untuk memisahkan fraksi folatil seperti bensin, kerosin, napta dan solar. Parafin memiliki titik leleh antara 48-56o

Papan partikel yang mengandung parafin akan memiliki daya tahan terhadap air dan stabilitas dimensi papan. Hal ini dapat berfungsi sebagai pelindung selama perendaman yang tidak disengaja atau setelah konstruksi (Haygreen dan Bowyer 1996).

C (Kolmann et al, 1975)

Maloney (1993) menyebutkan bahwa penambahan parafin 1% atau kurang, tidak mempengaruhi kekuatan papan partikel yang dihasilkan, tetapi penambahan parafin lebih dari 1% dapat mempengaruhi kekuatan papan partikel. Hal itu dapat dicegah dengan menaikkan kadar perekat, menaikkan kerapatan, atau mengubah ukuran partikel.

E. Emisi formaldehida

Formaldehida merupakan senyawa kimia golongan aliphatic aldehyde. Murahnya formaldehida, reaktivitasnya yang tinggi serta mudah diperoleh menyebabkan pemakaiannya belum bisa ditinggalkan hingga saat ini, walaupun senyawa ini merupakan golongan senyawa yang berbahaya bila digunakan. Dalam proses pembuatan produk komposit, seperti blockboard, plywood, dan lainnya, formaldehida sering digunakan sebagai bahan pengikat (Roffael, 1993). Hal utama yang paling berbahaya dalam pemakaian formaldehida sebagai bahan pengikat adalah emisi yang ditimbulkan oleh formaldehida tersebut, yang dapat membahayakan kesehatan.

Emisi formaldehida merupakan salah satu dari komponen Volatile Organic Compound (VOC) yang dianggap berbahaya (Wang et al., 2002). Selain emisi


(9)

9

formaldehida ada beberapa komponen VOC yang didapat pada saat pembuatan papan komposit berbahan perekat formaldehida, yaitu metanol, fenol, dan metilen diisosianat. Terjadinya emisi formaldehida diakibatkan adanya zat formaldehida yang berasal dari perekat berbahan formaldehida tidak berikatan dengan selulosa, formaldehida bebas atau yang tidak berikatan tersebut merupakan formaldehida berlebih yang tidak ikut bereaksi dalam polimerisasi perekat (Sunarti 2000). E.1 Dampak Emisi formaldehida

Produk papan komposit yang bernilai mutu tinggi dengan kadar emisi formaldehida yang rendah atau bahkan tidak beremisi merupakan salah satu tujuan pembuatan papan komposit. Dampak-dampak yang diakibatkan emisi formaldehida mendorong para ilmuwan untuk meneliti dampak emisi berdasarkan konsentrasinya, Konsentrasi pada ambang 0,1 mg/L sudah dikatakan mencemari

udara normal

bagi orang yang mempunyai riwayat penyakit alergi dan dalam kondisi yang lemah bisa menyebabkan kematian. Pengaruh emisi formaldehida terhadap manusia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pengaruh Emisi formaldehida

Pengaruh Konsentrasi (mg/L) Waktu (menit)

Iritasi mata 0,01 5

Iritasi tenggorokan 0,05 5

Tercium 0,05 5

Terdeteksi oleh orang 1,00 5

Tidak tertahankan 4,00-5,00 10-30

Sumber: PT. MAL (2003a)

Pengukuran kandungan formaldehida dalam tubuh manusia bisa terdeteksi dari urin seseorang. Selain itu, akumulasi gas formaldehida dalam tubuh juga dapat menyebabkan perubahan peta genetik dan kerusakan sel (Einbrodt et al., 1976 dalam Roffael, 1993). Hubungan langsung mengenai racun formaldehida dalam tubuh makhluk hidup dengan akibat yang ditimbulkan sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara rinci.


(10)

Tabel 2 Tingkat emisi formaldehida menurut standar JIS A 5908-2003 Klasifikasi Rata-rata

(mg/L)

Maksimum (mg/L)

Keterangan

F**** 0,3 0,4 Kelas emisi terendah dan

terbaik

F*** 0,5 0,7 Kelas emisi tengah

F** 1,5 2,1 Kelas emisi tengah

F* 5,0 7,0 Kelas emisi terbesar

= Suplementary Regulatory of Japanese Agricutural Standart for Plywood (JPIC-EW.SE 03-04). MAFF Notification No: 236.

Sumber: JIS A 5908:2003

E.2 Cara Pengukuran Emisi formaldehida

Beberapa cara untuk menguji emisi formaldehida, antara lain dengan metode perforator, desikator, flask, analisa gas, dan chamber. Pengujian emisi langsung dari produk panel kayu dapat dilakukan dengan metode desikator, WKI, Modifikasi Roffael, Analisa Gas, dan Chamber, sedangkan uji emisi berdasarkan pada hasil ekstrak pada produk panel kayu dapat di uji dengan metode perforator (Cameron 2001).

Pengukuran Emisi yang umum dilakukan: 1. Metode Perforator (DIN-EN 120)

Didasarkan pada Federation of European Particleboard Manufacturers Asociations (FESYP). Contoh uji (kadar air sudah diketahui sebelumnya) yang digunakan berukuran (25mm x 25mm x ketebalan sampel) diletakkan dalam sebuah perforator dan diekstrak dengan toluene lalu diabsorbsi dengan air suling. Konsentrasi formaldehida didapat dari nilai perforator, iodometri, dan photometri. Hasil pengukuran dipengaruhi kondisi tempat, umur panel, kadar air, dan waktu pengukuran.

2. Metode WKI

Metode ini merupakan hasil dari riset The Fraunhofer Institut for Wood Research (WKI). Contoh uji yang digunakan berukuran 25mm x 25mm x ketebalan sampel. Sampel digantung dalam sebuah tabung polyethylene berisi 50 ml air suling, lalu dikondisikan pada suhu 400 oC dalam oven selama 24 jam. Penentuan konsentrasi formaldehida dilakukan dengan iodometri dan


(11)

11

photometri. Hasil pengukuran emisi dipengaruhi kadar air sampel. Keuntungan dari metode ini adalah kehalusan dalam pembacaan pada kurva. Metode WKI ini kebanyakan digunakan di Eropa, dan mulai digunakan secara semi-officer di New Zeland dan Australia (Turner, 1990 dalam Roffael, 1993).


(12)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan karton dilaksanakan di Lab Biokomposit – Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium LIPI – Cibinong. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan Juli 2012.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan meliputi :

1) Screen,rotary blender, kotak kayu ukuran 30×30 cm, steel bar stock, kantong plastik, aluminium foil, gergaji, kaliper, milimeter sekrup, oven, timbangan, baskom, seng ukuran 40×40 cm, dan Spraygun. Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

2) Peralatan untuk uji emisi : desikator, penjepit kawat, gelas piala 1000 ml, labu volumetrik, labu ukur, gelas piala 100 ml, pipet, erlenmeyer asah 100 ml, cawan, spektrofotometer, penangas air (LIPI).

Gambar 1 Peralatan pembuatan papan komposit Keterangan :

Kiri - kanan (atas) : timbangan, rotary blender, kotak kayu ukuran 30×30 cm, baskom, kaliper, dan milimeter sekrup

Kiri – kanan (bawah) : screen, spraygun, steel bar stop, oven, dan mesin kempa Bahan-bahan yang digunakan :

1. Limbah kayu diperoleh dari industri pengolahan kayu di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan jenis kayu yang banyak dijumpai adalah jenis kayu yang termasuk dalam keluarga Dipterocarpaceae, Acacia mangium, dan sengon.


(13)

13

2. Limbah karton gelombang diperoleh dari kardus-kardus bekas dari toko-toko yang menggunakan kardus sebagai bahan kepak barang.

3. Perekat melamine formaldehida dari PT. Pamolite Adhesive Industry Surabaya.

4. Perekat WBPI dari perusahaan pembuat perekat di daerah Gunung Putri, Bogor.

5. Parafin, dari toko bahan kimia Bratachem Bogor.

6. Bahan-bahan kimia untuk uji emisi formaldehida (LIPI).

Ilustrasi beberapa bahan yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan papan komposit Keterangan : (kiri – kanan) : Limbah karton gelombang, partikel limbah kayu, parafin, perekat MF, dan perekat WBPI

C. Prosedur Penelitian

C.1. Proses Pembuatan Papan Komposit

Papan komposit yang akan dibuat adalah papan komposit berlapis tiga (three layers composite board) berukuran 30 cm × 30 cm x 1 cm dengan nisbah kempa 1,3. Konstruksi papan komposit yang akan dibuat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sketsa penampang lintang papan komposit.

Perlakuan yang dipilih dalam penelitian ini adalah penggunaan komposisi campuran terbaik antara perekat WBPI dan MF (1:4, ), dan 0:1 sebagai kontrol serta pemberian parafin 0%, 4%, dan 8%. Ulangan untuk setiap kombinasi perlakuan dilakukan sebanyak 5, sehingga jumlah papan komposit yang akan dibuat sebanyak 30 papan (2 × 3× 5).

face dan

back dari limbah karton


(14)

Tahap pembuatan papan komposit adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan lapisan karton

Lapisan karton dibuat dari limbah karton gelombang bekas, dengan jumlah gelombang sebanyak 1 lapisan dari tiga lapisan dalam satu karton gelombang. Limbah karton yang telah tersedia dibuat menjadi berukuran 30 cm × 30 cm. Gambaran tentang lapisan karton gelombang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Lapisan Karton.

2. Pembuatan partikel

Partikel limbah kayu dibuat melalui mesin flaker sehingga diperoleh partikel berbentuk wafer berukuran rata-rata 2,5 cm × 2,5 cm × 1mm.

3. Pengeringan partikel dan karton

Partikel limbah kayu dan karton dikeringkan dalam oven sampai mencapai kadar air 2-5%.

4. Pencampuran perekat (resinblending)

Perekat yang digunakan sebanyak 10% dari berat kering oven partikel dan karton yang digunakan. Komposisi perekat WBPI-MF dan konsentrasi parafin merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Perbandingan WBPI : MF 1:4, dan 0:1. Parafin yang ditambahkan masing-masing 0% (kontrol), 4%, dan 8% dari berat partikel dan karton yang digunakan.

5. Pembentukan Lembaran (mat forming)

Pembentukan lembaran papan komposit menggunakan metode discontinuous yaitu pembentukan lembaran papan satu demi satu. Pencetak lembaran yang digunakan berukuran 30 cm x 30 cm x 1 cm dengan alas dan penutup seng,

30 cm

30 cm Sumber:http://www.kebet.com.au/specs

/material/php


(15)

15

kemudian bagian permukaannya (face dan back) diberi lapisan karton. Papan komposit yang dibuat sebanyak 30 papan.

6. Pengempaan panas (hot pressing)

Lembaran papan komposit dikempa panas dengan tekanan spesifik 25 kgf/cm2 pada suhu 170o

7. Pengkondisian (Conditioning) C selama 12 menit.

Pengkondisian papan komposit yang telah dikempa dilakukan selama 14 hari. Pengkondisian ini bertujuan untuk melepaskan tegangan sisa yang ada pada papan setelah dikempa panas. Papan komposit ditata membentuk tumpukan dengan menyelipkan sticker diantara papan.

C.2. Pemotongan

Lembaran-lembaran papan komposit dipotong menjadi bagian-bagian contoh uji seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pola pemotongan contoh uji. Keterangan:

1,2,3,4 = Contoh uji emisi formaldehida, berukuran 2,5 × 2,5 cm. D. Pengujian Emisi formaldehida

Uji Emisi formaldehida menggunakan metode botol WKI-Wilhelm Klaunitz Institute. Prosedur pengujian dilakukan sebagai berikut:

1. Contoh uji berukuran 2,5 × 2,5 cm yang sudah diketahui kadar airnya dimasukkan ke dalam botol WKI 500 ml yang berisi 50 ml air suling.

2. Botol WKI berisi contoh uji dimasukkan ke dalam oven pada suhu 40ºC selama 24 jam, setelah itu disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu sekitar 6ºC.

3. Larutan asetil aseton-ammonium asetat disiapkan dengan prosedur berikut ini

1 2


(16)

Sebanyak 70 g ammonium asetat ditimbang dan dilarutkan dalam 400 ml air suling, kemudian ditambahkan 1,5 ml asam asetat glasial dan 1 ml asetil aseton. Campuran dikocok dengan baik. Kemudian ditambahkan air suling sampai volume larutan mencapai 500 ml. Larutan tersebut kemudian disimpan di dalam botol kaca berwarna coklat.

4. Persiapan kurva kalibrasi

a. Pembuatan larutan standar formaldehida

- sebanyak 1 ml larutan formalin 37% dipipet ke dalam labu takar, kemudian diencerkan sampai volume larutan mencapai 1000 ml, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 370 mg/L.

- pengenceran larutan dilakukan berurutan sebagai berikut, sehingga diperoleh larutan formaldehida dengan berbagai konsentrasi

10 ml → 100 ml (larutan 37 mg/L) 1 ml → 100 ml (larutan 0,37 mg/L) 1,5 ml → 100 ml (larutan 0,56 mg/L) 2 ml → 100 ml (larutan 0,74 mg/L) 4 ml → 100 ml (larutan 1,48 mg/L) 6 ml → 100 ml (larutan 2,22 mg/L) 8 ml → 100 ml (larutan 2,96 mg/L)

b. Pengukuran absorbansi larutan standar

Sebanyak 10 ml larutan standar formaldehida dipipet ke dalam erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan asetil aseton-ammonium asetat. Larutan dikocok hingga merata. Erlenmeyer disimpan dalam water bath pada suhu 60-65ºC selama 10 menit. Kemudian didinginkan pada suhu ruang dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 412 nm. Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi larutan standar formaldehida, dibuat kurva kalibrasinya.


(17)

17

5. Pengukuran absorbansi larutan contoh

Sebanyak 10 ml larutan contoh dipipet ke dalam Erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml larutan asetil aseton-ammonium asetat. Larutan dikocok hingga merata. Erlenmeyer disimpan dalam water bath pada suhu 60-65ºC selama 10 menit. Kemudian didinginkan pada suhu ruang dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 412 nm. Hasil pengukuran absorbansi larutan contoh diplotkan pada kurva kalibrasi larutan standar formaldehida untuk menentukan konsentrasi formaldehida pada larutan contoh.

E. Analisi Data

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak lengkap Faktorial. Faktor A (komposisi perekat WBPI : MF ) dengan 2 taraf, yaitu:

A1 = WBPI : MF = 1 : 4 A2 = WBPI : MF = 0 : 1

Faktor B (Konsentrasi parafin) dengan 3 taraf, yaitu:

B1 = 0%

B2 = 4%

B3 = 8%

Ulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk setiap perlakuan, sehingga jumlah papan yang akan dibuat sebanyak 30 papan (2 × 3 × 5).

Bentuk umum dari model linier aditif RAL Faktorial sebagai berikut (Mattjik AA, 2002):

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε Dimana:

ijkl

Yijk = Pengamatan perlakuan komposisi perekat WBPI-MF taraf ke i, dan konsentrasi parafin taraf ke j, pada ulangan ke k.

µ = Rataan umum. αi

β

= Pengaruh perlakuan komposisi perekat WBPI-MF taraf ke i. j =

(αβ)

Pengaruh perlakuan konsentrasi parafin taraf ke j. ij = Interaksi antara αi

ε

dan βj.

ijkl = Pengaruh acak pada perlakuan α, β, dengan masing-masing taraf ulangan ke k.


(18)

Adanya pengaruh perlakuan terhadap respon dapat dilihat dari analisis keragaman berupa uji F dengan membandingkan F tabel dan F hitung pada tingkat kepercayaan 95% (nyata) dan 99% (sangat nyata). Jika F-hitung lebih kecil dari F tabel, maka perlakuan tidak berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Jika F-hitung lebih besar dari F tabel maka perlakuan berpengaruh nyata pada suatu tingkat kepercayaan tertentu. Untuk melihat pengaruh perlakuan mana yang berbeda nyata terhadap respon yang diuji dilakukan uji wilayah berganda Duncan.


(19)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Komposisi Perekat Terhadap Emisi formaldehida

Hasil pengujian emisi formaldehida dengan menggunkan metode WKI, diperoleh nilai emisi rata-rata dengan komposisi perekat WBPI: MF (0:1) sebesar 5.54 mg/L, sedangkan nilai emisi formaldehida rata-rata untuk komposisi perekat WBPI: MF (1:4) sebesar 3,25 mg/L.

Tabel 3 Nilai rata-rata emisi formaldehida papan komposit berdasarkan komposisi perekat dan pencampuran parafin

No Konsentrasi Perekat

Kadar Parafin

(%)

Nilai Emisi Formaldehida (mg/L)

1 WBPI:MF 0:1 0% 2,92

4% 3,32

8% 3,51

2 WBPI: MF 1:4 0% 1,66

4% 1,77

8% 2,11

Data emisi formaldehida pada tabel di atas menunjukkan pengaruh perbedaan komposisi perekat dengan nilai emisi formaldehida menunjukkan bahwa pencampuran perekat WBPI dan MF dapat menurunkan emisi formaldehida yang dihasilkan.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Panagiotis (2000) bahwa besar kecilnya emisi formaldehida yang keluar dari papan partikel dipengaruhi oleh jenis kayu yang digunakan dan jenis perekat yang digunakan. Selanjutnya, Panagiotis (2000) mengatakan jenis perekat yang digunakan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada tinggi rendahnya emisi formaldehida. Terutama pada reaksi yang terjadi antara formaldehida dengan melamin yang merupakan reaksi yang setimbang dan sangat terpengaruh dengan molar perbandingan antara melamin dan formaldehida. Selain itu Pizzi (1994), menyatakan bahwa polimer bersifat resin yang terbentuk dari campuran melamin dan formalin dengan cara dipanaskan dan dalam kondisi basa memiliki tingkat emisi formaldehida yang tinggi.


(20)

Lebih rendahnya emisi formaldehida perekat dengan perbandingan WBPI:MF (1:4) dibandingkan perekat WBPI:MF (0:1) berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian disebabkan rekayasa pencampuran perekat WBPI dengan MF, sehingga emisi formaldehida yang dihasilkan lebih kecil. Berdasarkan hasil uji statistik tentang pengaruh pemberian campuran perekat WBPI: MF terhadap nilai emisi yang tertera pada tabel lampiran anova, menyatakan bahwa pencampuran perekat WBPI:MF memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai emisi formaldehida, ditunjukkan dengan nilai F-value sebesar 0,001. Dilanjutkan dengan uji Duncan, diketahui bahwa rekayasa pencampuran perekat menghasilkan emisi yang lebih rendah, dimana nilai emisi rata-rata perekat WBPI:MF (0:1) sebesar 3,2556 sedangkan nilai emisi rata-rata perekat WBPI:MF (1:4) sebesar 1,8521.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Saptosari (2006) yang menyatakan bahwa salah satu cara yang digunakan untuk menurunkan atau menghambat emisi formaldehida dengan cara rekayasa perekat. Hal tersebut juga tidak jauh berbeda dengan pernyataan Wang et all (2004), yang menyebutkan bahwa pencampuran perekat dengan komposisi antara resin UF 6% dengan WBPI 1% (emulsifiable diphenylmethane-4, 4’diisocyanate) dapat menurunkan emisi formaldehida sebesar 78,57% dibandingkan dengan penggunaan perekat dengan komposisi resin urea sebesar 10%.

B. Pengaruh Kadar Parafin Terhadap Emisi formaldehida

Hasil pengujian emisi formaldehida dengan menggunkan metode WKI, diperoleh nilai emisi rata-rata komposisi perekat WBPI:MF dengan pencampuran parafin dengan kadar 0%, 4%, dan 8% yang disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, campuran perekat WBPI:MF (1:4) dengan kadar parafin 0% merupakan nilai emisi terendah, yakni sebesar 1,66 mg/L, sedangkan nilai emisi formaldehida terbesar terdapat pada perekat WBPI:MF (0:1) dengan campuran parafin 8%, yakni sebesar 3,51 mg/L. Pemberian kadar parafin pada campuran perekat WBPI:MF dengan perbandingan 0:1 dan 1:4 menghasilkan nilai emisi yang berbeda, dimana semakin besar kadar parafin yang diberikan, maka emisi formaldehida yang dihasilkan akan semakin tinggi.


(21)

21

Tabel 3 menunjukkan, semakin besarnya nilai emisi seiring dengan penambahan kadar parafin. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian hal tersebut disebabkan parafin yang digunakan dalam penelitian ini disebar dalam bentuk serbuk pada partikel kayu yang merupakan bagian inti (core) dari papan komposit sehingga menghalangi formaldehida bebas terikat dengan kayu yang telah terlapisi dengan parafin sehingga terlepas ke udara. Selain itu berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian, ikatan kimia yang bisa terjadi adalah antara selulosa dengan formladehida karena sama-sama senyawa polar, sedangkan parafin merupakan senyawa nonpolar, sehingga ikatan kimia antara parafin dengan selulosa maupun dengan formaldehida tidak bisa terjadi. Oleh karena itu dengan adanya parafin dapat menghambat terjadinya ikatan antara selulosa dengan formaldehida yang menyebabkan formaldehida bebas banyak yang terlepas, sehingga menyebabkan terjadinya emisi formaldehida yang lebih tinggi.

Hasil uji statistik tentang pengaruh pemberian kadar parafin pada campuran perekat WBPI:MF terhadap nilai emisi yang tertera pada tabel lampiran anova, menyatakan bahwa pemberian kadar parafin pada campuran perekat WBPI:MF memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai emisi formaldehida, ditunjukkan dengan nilai F-tabel sebesar 0,0480. Dilanjutkan dengan uji Duncan, yang menyatakan bahwa pemberian parafin kadar 0% memberikan nilai emisi yang sama dengan pemberian kadar parafin 4%, begitu juga dengan pemberian kadar parafin 4% memberikann hasil yang sama dengan kadar parafin 8%, tetapi pemberian kadar parafin 8% memberikan hasil yang berbeda dengan 0%. Semakin tingginya nilai emisi formaldehida seiring dengan penambahan kadar parafin diduga karena karakteristik kimia bahan yang berbeda, hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso (2009) dalam Syarini R (2009), parafin dan formaldehida memiliki karakteristik kimia bahan yang berbeda sehingga semakin besar kadar parafin maka nilai emisi formaldehida akan semakin tinggi.

C. Kualitas Papan Komposit

Setelah mengetahui besar nilai emisi formaldehida pada papan komposit maka selanjutnya dianalisa kesesuaian nilai emisi papan komposit dari limbah kayu dan karton dengan klasifikasi standar yang dijadikan acuan dalam penelitian


(22)

ini. Standar yang digunakan pada penelitian ini adalah JAS 2003 dan SNI 01-6050-1999 seperti yang dapat di lihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4 Syarat mutu produk-produk papan partikel menurut JAS 2003

Kelas Nilai rata-rata Nilai Maksimum

F**** 0,3 mg/L 0,4 mg/L

F*** 0,5 mg/L 0,7 mg/L

F** 1,5 mg/L 2,1 mg/L

F*S 5,0 mg/L 7,0 mg/L

Tabel 5 Syarat mutu emisi formaldehida untuk papan partikel menurut SNI 01-6050-1999

Klasifikasi Nilai rata-rata (mg/L)

E0 0,5

E1 1,5

E2 5,0

Nilai emisi formaldehida dari masing-masing papan komposit serta kualitasnya dengan perbedaan komposisi perekat dan kadar parafin, dapat di lihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai emisi dan kualitas papan komposit No Komposisi Perekat Kadar

Parafin (%)

Nilai Emisi (mg/L)

JAS SNI

1 WBPI:MF 0:1 0 2,92 F*S E2

2 WBPI:MF 0:1 4 3,32 F*S E2

3 WBPI:MF 0:1 8 3,51 F*S E2

4 WBPI:MF 1:4 0 1,66 F** E1

5 WBPI:MF 1:4 4 1,77 F** E1

6 WBPI:MF 1:4 8 2,11 F** E1

Pada Tabel 6, dapat dilihat nilai terbesar dan terkecil hasil emisi formaldehida dari papan komposit serta kualitas papan berdasarkan dua standar


(23)

23

yang berbeda. Papan komposit dengan campuran perekat WBPI:MF(1:4) dengan kadar parafin 0% merupakan papan penghasil emisi formaldehida terkecil sebesar 1,66 mg/L, berdasarkan standar JAS 2003 dan SNI 01-6050-1999, papan tersebut termasuk dalam klasifikasi F** dan E1. Sedangkan papan komposit dengan campuran perekat WBPI:MF (1:4) dengan kadar parafin 4%, dan 8% menghasilkan emisi yang lebih besar, yakni 1,77 dan 2,11 mg/L. Kualitas standar berdasarkan JAS 2003 dan SNI 01-6050-1999, kedua jenis papan komposit tersebut masih masuk dalam klasifikasi standar F** dan E1, hanya saja nilai emisi yang dihasilkan lebih besar dari pemberian kadar parafin 0%. Semakin meningkatnya nilai emisi diakibatkan oleh penambahan parafin.

Papan komposit dengan campuran perekat WBPI:MF (0:1) dengan kadar parafin 8% merupakan papan komposit penghasil emisi terbesar, yakni 3,51 mg/L. Berdasarkan standar JAS 2003 dan SNI 01-6050-1999 papan komposit ini masuk dalam klasifikasi F*S dan E2, sedangkan papan komposit dengan campuran perekat WBPI:MF (0:1) dengan kadar perekat 0% dan 4% dengan nilai 2,92 dan 3,32 masih tergolong dalam klasifikasi F*S dan E2. Tingginya nilai emisi yang dihasilkan papan komposit WBPI:MF (0:1) dengan kadar parafin 8% diakibatkan oleh penambahan parafin serta peningkatan kadar parafin, yang sesuai juga dengan pernyataan di atas.


(24)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian emisi formaldehida dengan metode botol WKI-Wilhelm Klaunitz Institute pada contoh uji papan komposit dari limbah kayu dan karton dapat disimpulkan bahwa:

1. Papan komposit yang dihasilkan memenuhi standar JAS 2003 dan SNI 01-6050-1999. Papan komposit dengan campuran perekat WBPI:MF (1:4) dengan kadar parafin 0%, 4%, dan 8% termasuk dalam klasifikasi F** dan E1. Sedangkan papan komposit komposit dengan campuran perekat WBPI:MF (0:1) dengan kadar parafin 0%, 4%, dan 8% termasuk dalam klasifikasi F*S dan E2.

2. Pencampuran perekat WBPI dengan MF, atau rekayasa perekat antara WBPI dengan MF berpengaruh nyata terhadap nilai emisi formaldehida, yakni terlihat dengan menurunnya nilai emisi formaldehida yang dihasilkan oleh papan komposit.

3. Sedangkan pemberian parafin pada inti (core) dengan cara ditaburkan ternyata memberikan pengaruh nyata terhadap emisi formaldehida, yakni semakin tinggi kadar parafin yang ditambahkan nilai emisi yang dihasilkan semakin tinggi.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai ketahanan papan komposit terhadap organisme perusak.

2. Perlu dilakukan perlakuan tambahan untuk mengurangi emisi formaldehida, seperti coating, catching agent, penurunan rasio molar.


(25)

EMISI FORMALDEHIDA PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH

KAYU DAN KARTON GELOMBANG MENGGUNAKAN

PEREKAT CAMPURAN

MELAMINE FORMALDEHYDE

(MF)

DAN

WATER BASED POLYMER ISOCYANATE

(WBPI)

ALI SARTON

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Ali M, Husien N, Handayani SA, Erwin. 1998. Emisi formaldehida pada Tenaga Kerja Wanita di Industri Kayu Lapis. http://www.emisi formaldehida.com.pdf. [4 Januari 2007].

Cameron R. 2001. Formaldehyde in the wood based panel industry. FDM Asia. 13(7): 28 – 31.

[CHH] Carter Holt Harvey Ltd. 2002. Material Data Sheet Wood Veneer Product. Carter Holt Harvey Wood Products : Untreated Radiata Pine Plywood. Technical Note 95/5/21:30 June 2002. [terhubung berkala].

(23 Oktober

2012).Christian GD. 1986. Analytical Chemistry. New York: John Wiley and Sons Inc.

Darmawati E. 1994. Simulasi Komputer Untuk Perancangan Kemasan Karton Gelombang dalam Pengangkutan Buah-buahan. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Tidak diterbitkan.

Frazier, C.E., 2003. Isocyanate Wood Binders, in Pizzi, A, and Mittal, K.L, (Eds.), Handbook of Adhesive Technology, 2nd Ed. Marcel Dekker. New York. Chap. 33.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu : Suatu Pengantar Penerjemaah: Dr. Ir. Sutjipto A. Hadikusumo, editor. Yogyakarta: Dosen Kehutanan Universitas Gadja Mada. Terjemah dari: Forest Product and Wood Science Instruction.

[JIS] Japanese Industrial Standard. 2003. Particleboard (JIS A 5908). Japanese Standard Association.

Kebet Corrugated Carton. 2004. Carton Specs. http//www. kebet. com. au/ specs/ material/ php. (1 juli 2012)

Kolman, F, E.W. Kuenzi, A.S. Stam. 1975. Principles of wood science and technology. Springer Verlag, Berlin, Heidelberg, New York.

[MAL] Mutu Agung Lestari. 2003a. Emisi formaldehida dalam Produk Kayu Lapis. Depok. PT. Mutu Agung Lestari. (Tidak diterbitkan).

Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard Manufacturing. Inc San Fransisco: Miller Fremann.


(27)

26

Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding : Principles in Practice. New York: Van Nostrand Reinhold.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan (Dengan Aplikasi SAS dan Minitab). Bogor. Jilid I Edisi kedua. IPB Press.

Massijaya MY, Yusuf SH. 2005. Pemanfaatan Limbah Kayu dan Karton Sebagai Bahan Baku Papan Komposit. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyrakat.

Massijaya, MY. 1998. Pengembangan Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Plastik. Hibah bersaing VII. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Panagiotis N. 2000. Determination of Formaldehyde Emission of Particleboard. A.R.I. Ltd.

Pizzi A. 1994. Wood Adhesive, Chemistry of Ttechnology. National Timber Research Institute Council for Scientific and Industrial Research. Pretoria South Africa.

Purwanto D, Slamet, Mahfuz, Sakiaman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu Lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan industry. Departemen Perindustrian. Banjar Baru.

Roffael E. 1993. Formaldehyde Release from Particleboard and Other Wood Based Panels. Kuala Lumpur: Forest Research Institute Malaysia.

Ruhendi S, Koroh D, Syamani N, Yanti FA, Saad S, Tito S, Nurhaida. 2007. Analisis Perekat kayu. Jurusan Teknologi hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

Saptosari M. 2006. Pegaruh Jumlah Lapisan Veener Kayu Lapis Terhadap Emisi formaldehida [Skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Smook AI. 1992. Handbook for Pulp and Paper Technologist. Wood Hand Book; Wood as Engineering. Forest Product Society.USA.

Sunarti S. 2000. Emisi formaldehida dalam Hubungannya dengan Penggunaan Kombinasi Jenis Kayu pada Kayu Lapis dengan Perekat Urea


(28)

Formaldehida. [skripsi]. Bogor: Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UNB.

Syarini R, Massijaya MY, Hermiati E. 2009. Determinasi Emisi formaldehida Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Anyaman Bambu Betung [skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Wang W, Lu R. 2004. Low formaldehyde emission particleboard bonded by UF-WBPI mixture adhesive. Forest Product Journal. 54(9): 36-39.

Vick CB 1999. Adhesive Bonding of Wood Material. In: Wood Handbook. Wood as an Engineering Material. Forest Product Technology. USDA Forest Service.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. 2007. technologyindonesia.com/news. [26 September 2007].


(29)

EMISI FORMALDEHIDA PAPAN KOMPOSIT DARI LIMBAH

KAYU DAN KARTON GELOMBANG MENGGUNAKAN

PEREKAT CAMPURAN

MELAMINE FORMALDEHYDE

(MF)

DAN

WATER BASED POLYMER ISOCYANATE

(WBPI)

ALI SARTON

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(30)

Wood Waste and Corrugated Cardboard Using Mixture Adhesives of Melamine Formaldehyde (MF) and Water-Based Polymer Isocyanate (WBPI). Supervised by

Muh. Yusram Massijaya and Sukma Surya Kusumah.

Wood waste and cardboard is one of the raw materials that can be used as raw materials in the manufacture of composite products. Creative and innovative research has been done on the use of wood waste and cardboard to produce composite board that has excellent physical and mechanical properties (Massijaya and Hadi, 2005), but the emission of formaldehyde produced is still relatively high.

The objective of this study was to determine the content of formaldehyde emission on wood waste composite board and corrugated cardboard which are bonded with an adhesive mixture of melamine formaldehyde (MF) and Water-Based Polymer Isocyanate (WBPI) at various contents of paraffin. Formaldehyde emission testing used a bottle method of WKI-Wilhelm Klaunitz Institute. The research referred to previous studies on composite board manufacturing from wood waste and corrugated board with the results of the best mechanically, and physical properties. The compositions of adhesive mixed between WBPI and MF were 0:1 and 1:4, with the contents of paraffin addition were 0%, 4%, and 8%.

Based on the testing by the bottle method of WKI-Wilhelm Klaunitz Institute, the average value of emissions with the adhesive composition of WBPI: MF (0:1) was 5,54 mg/L, while the adhesive of WBPI: MF (1:4) was 3,25 mg/L. Mixing adhesive significantly decreased formaldehyde emissions of composite board, as well as mixing of adhesive, addition of paraffin significantly increased formaldehyde emissions of composite board. The values of the adhesive WBPI: MF (1:4) with paraffin contents of 0%, 4%, and 8% were 1.66; 1.77; 2.11 mg/L, while the adhesive WBPI: MF (0:1) with paraffin contents of 0%, 4%, and 8% were 2.92; 3.32; 3.51mg/L. The composition of adhesive WBPI: MF (1:4) produced the emission value of F** and the composition of adhesive WBPI of MF (0:1) produced an emission value of F*S at all addition levels of paraffin by the standard of JAS 2003. Based on SNI, adhesive WBPI: MF (1:4) produced an emission value of E1 at all addition levels of paraffin, and adhesive WBPI: MF (0:1) produced an emission value of E2 at all addition levels of paraffin.

Keywords: Formaldehyde Emission, Melamine Formaldehyde (MF), Water-Based Polymer Isocyanate (WBPI)


(31)

RINGKASAN

Ali Sarton (E24080015). Emisi Formaldehida Papan Komposit dari Limbah Kayu

dan Karton Gelombang Menggunakan Perekat Melamine Formaldehyde (MF) dan

Water Based Polymer Isocyanate (WBPI). Dibimbing oleh Muh. Yusram Massijaya dan Sukma Surya Kusumah.

Limbah kayu dan karton merupakan salah satu bahan baku yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk komposit. Penelitian kreatif dan inovatif telah dilakukan tentang pemanfaatan limbah kayu dan karton menghasilkan papan komposit yang memiliki sifat fisis dan mekanis yang sangat baik (Massijaya dan Hadi, 2005), namun emisi formaldehida yang dihasilkan masih tergolong tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar emisi formaldehida papan komposit dari limbah kayu dan karton gelombang yang direkat dengan perekat campuran Melamine formaldehyde (MF) dan Water Based Polymer Isocyanate

(WBPI) pada berbagai kadar parafin. Pengujian emisi formaldehida dengan menggunakan metode botol WKI-Wilhelm Klaunitz Institute. Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan karton gelombang yang memiliki hasil sifat fisis mekanis terbaik, dengan menggunakan pencampuran perekat WBPI-MF 0:1 dan 1:4, serta penambahan kadar parafin 0%, 4% dan 8%.

Pengujian dengan menggunakan metode botol WKI-Wilhelm Klaunitz Institute, diperoleh nilai emisi rata-rata dengan komposisi perekat WBPI: MF (0:1) sebesar 5,54 mg/L, sedangkan perekat WBPI: MF (1:4) sebesar 3,25 mg/L. Pencampuran perekat memberikan pegaruh yang nyata terhadap menurunnya emisi formaldehida yang dihasilkan, begitu juga dengan pemberian parafin memberikan pengaruh yang nyata dengan meningkatnya emisi formaldehida yang dihasilkan. Nilai yang dihasilkan perekat WBPI: MF (1:4) dengan kadar parafin 0%, 4%, dan 8% adalah 1,66; 1,77; 2,11 mg/L, sedangkan perekat WBPI: MF (0:1) dengan kadar parafin 0%, 4%, dan 8% adalah 2,92; 3,32; 3,51mg/L. Komposisi perekat WBPI: MF (1:4) menghasilkan nilai emisi F**, dan komposisi perekat WBPI: MF (0:1) menghasilkan nilai emisi F*S pada semua tingkatan penambahan parafin berdasarkan standar JAS 2003. Sedangkan berdasarkan SNI, perekat WBPI: MF (1:4) menghasilkan nilai emisi E1 pada semua tingkatan penambahan parafin, dan perekat WBPI: MF (0:1) menghasilkan nilai emisi E2 pada semua tingkatan penambahan parafin.

Kata kunci: Emisi formaldehida, Melamine Formaldehyde (MF), Water Based Polymer Isocyanate (WBPI)


(32)

KAYU DAN KARTON GELOMBANG MENGGUNAKAN

PEREKAT CAMPURAN

MELAMINE FORMALDEHYDE

(MF)

DAN

WATER BASED POLYMER ISOCYANATE

(WBPI)

ALI SARTON

Skripisi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(33)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Emisi Formaldehida Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Karton Gelombang

Menggunakan Perekat Campuran Melamine Formaldehyde (MF) dan Water

Based Polymer Isocyanate (WBPI)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Bogor, Desember 2012

Ali Sarton NRP. E24080015


(34)

Judul Penelitian : Emisi Formaldehida Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Karton Gelombang Menggunakan Perekat Campuran Melamine Formaldehyde (MF) dan Water Based Polymer Isocyanate (WBPI)

Nama Mahasiswa : Ali Sarton NRP : E24080015

Disetujui.

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir Muh. Yusram Massijaya, MS Sukma Surya Kusumah, S.Hut, M.Si NIP. 19641124 198903 1004 NIP. 19820927 2008011005

Mengetahui.

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 19660212 1991 0310


(35)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta dapat meyusun skripsi dengan baik. Skripsi ini berjudul “Emisi Formaldehida Papan Komposit dari Limbah Kayu dan Karton Gelombang Menggunakan Perekat

Campuran Melamine Formaldehyde (MF) dan Water Based Polymer

Isocyanate (WBPI)” diharapkan memberi manfaat bagi banyak pihak dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar menjadi lebih baik. Semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis sendiri namun juga bagi para pembaca.

Bogor, Desember 2012

Ali Sarton


(36)

Dalam penyelesain skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan serta bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayah dan Ibu serta keluarga di kampung yang selalu memberikan semangat,

doa, nasehat untuk selalu berusaha, khususnya dalam penyelesaian skripsi. 2. Prof. Dr. Ir Muh. Yusram Massijaya, MS dan Sukma Surya Kusumah, S.Hut,

M.Si sebagai pembimbing skripsi, atas segala pengarahan, bimbingan, nasehat, kesabaran, serta perhatian yang begitu berarti sehingga skripsi ini diselesaikan.

3. Keluarga Besar Asrama Sylvasari pada umumnya, khususnya USMAN 45: Agum Gunawan, Agung Fadillah, Muhibudin, Solekhudin, Ahmad S, Didin Saepudin, Ade Supriatna, Charis Wibowo, Sugeng Riyadi, Hendra Januar, yang tetap bertahan di asrama sampai lulus.

4. Keluarga besar Asrama Sylvapinus yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi

5. Keluarga besar THH 45 pada umumnya, khususnya teman satu tim penelitian: Gugie Nugraha, Dhewi Puji A, Linda Asri M, serta Kak Dina Ali, S.Hut yang telah membantu penelitian.


(37)

i

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ……….. DAFTAR GAMBAR ………. DAFTAR TABEL ………... DAFTAR LAMPIRAN………... i iii iv v PENDAHULUAN

A Latar Belakang………... B Tujuan………

1 3 TINJAUAN PUSTAKA

A Limbah Kayu………. B Limbah Karton………... C Perekat………... C.1 Melamin Formaldehida (MF)……… C.2 Water Based Polymer Isocyanate (WBPI)………... D Parafin……… E Emisi Formaldehida………... E.1 Dampak Emisi Formaldehida………... E.2 Cara Pengukuran Emisi Formaldehida……….

4 4 6 7 7 8 8 9 10 METODOLOGI PENELITIAN

A Waktu dan Tempat Penelitan………. B Alat dan Bahan………... C Prosedur Penelitian ...……… C.1 Proses Pembuatan Papan Komposit... C.2 Pemotongan... D Pengujian Emisi Formaldehida……….. E Analisis Data... HASIL DAN PEMBAHASAN

A Pengaruh Komposisi Perekat Terhadap Emisi Formaldehida…………... B Pengaruh Kadar Parafin Terhadap Emisi Formaldehida... C Kualitas Papan Komposit………... PEUTUP A Kesimpulan……… 12 12 13 13 15 15 17 19 20 21 24


(38)

B Saran……….. 24 DAFTAR PUSTAKA……….. LAMPIRAN……….

25 28


(39)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Peralatan Pembuatan Papan Komposit.………... 12 2. Bahan-bahan yang Digunakan untuk Pembuatan Papan Komposit….... 3. Sketsa Penampang Lintang Papan Komposit………..

13 13 4. Lapisan Karton... 14 5. Pola Pemotongan Contoh Uji……….. 15


(40)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengaruh Emisi Formaldehida ... 9 2. Tingkat Emisi Formaldehida Menurut Standar JIS A 5908-2003 ... 10 3. Nilai Rata-rata Emisi Formaldehida Papan Komposit Berdasarkan

Komposisi Perekat dan Pencampuran Parafin ... 19 4. Syarat Mutu Produk-produk Papan Partikel Menurut JAS 2003 ... 22 5. Syarat Mutu Emisi Formaldehida untuk Papan Partikel Menurut

SNI 01-6050-1999 ... 22 6. Nilai Emisi dan Kualitas Papan Komposit ... 22


(41)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data Hasil Uji Emisi ... 29 2. Nilai Absorban Larutan Contoh dan Pembuatan Regresi Linier ... 29 3. Pengolahan data dengan Faktorial Rancangan Acak Lengkap (RAL) .... 30


(42)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kayu merupakan bahan baku yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia, ketergantungan manusia akan kayu sudah terjadi sejak dulu, seperti halnya pemakaian kayu sebagai bahan bakar. Sampai saat ini, salah satu penggunaan kayu yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan produk panel kayu. Produk panel kayu merupakan hasil rekayasa antara partikel-partikel kayu, vinir, dan limbah kayu dengan perekat tertentu yang diikuti dengan perlakuan kempa panas sehingga menghasilkan papan atau panel yang dapat digunakan sebagai bahan struktural ataupun non struktural. Jenis-jenis dari produk panel sendiri terdiri atas kayu lapis, papan partikel, papan serat, papan organik, Oriented Strands Board (OSB), dan lain-lain (Saptosari, 2006).

Masalah yang dihadapi saat ini adalah kelangkaan sumber bahan baku kayu, luasan hutan alam produksi Indonesia dan produktifitas yang semakin menurun, sedangkan hutan tanaman industri belum terlalu berpengaruh terhadap penyediaan bahan baku kayu. Banyak solusi yang diterapkan untuk mengurangi pemakaian kayu, terkait dengan isu lingkungan, pemanasan global, serta alasan lainnya. Salah satu solusi yang inovatif dan kreatif serta terus dikembangkan adalah pemanfaatan berbagai macam bahan baku yang mengandung lignoselulosa dengan menggunakan teknologi biokomposit untuk memproduksi produk panel kayu serta produk lainnya. Sampai saat ini pemanfaatan bahan berlignoselulosa sebagai bahan baku produk panel kayu serta produk lainnya sudah banyak dilakukan, seperti pemanfaatan limbah kayu, sabut kelapa, bambu, dan lain-lain.

Seiring dengan majunya teknologi, desakan isu lingkungan, tuntutan konsumen akan kualitas produk, dan faktor lainnya mendorong agar pemanfaatan bahan baku kayu serta bahan baku yang mengandung lignoselulosa sebagai bahan baku produk panel kayu serta produk lainnya lebih inovatif dan kreatif. Pemanfaatan limbah kayu dan karton merupakan salah satu alternatif bahan baku yang bisa dimanfaatkan dengan kualitas yang tinggi. Penelitian kreatif dan inovatif telah dilakukan tentang pemanfaatan limbah kayu dan karton menghasilkan papan komposit yang memiliki sifat fisis mekanis yang sangat baik (Massijaya dan Yusuf, 2005), namun demikian emisi formaldehida yang


(43)

2

dihasilkan tergolong tinggi, sehingga perlu penelitian lanjutan agar papan yang dihasilkan dari limbah kayu dan karton memiliki emisi formaldehida yang rendah. Industri papan komposit di Indonesia pada umumnya menggunakan perekat Urea Formaldehida (UF) sebagai perekat utama papan komposit untuk penggunaan interior. Untuk penggunaan eksterior perekat Melamin Formaldehida (MF) lebih banyak digunakan karena lebih tahan air dibandingkan dengan UF, serta memberikan warna cerah pada permukaan yang dilaburi perekat MF. Kelemahan utama penggunaan perekat berbasis formaldehida sebagai perekat papan komposit adalah menghasilkan emisi formaldehida yang membahayakan bagi kesehatan.

Apabila kadar emisi formaldehida di udara lebih dari 0,1 mg/kg, maka dapat menyebabkan keluar air mata, sakit kepala, tenggorokan serasa terbakar, kegerahan dan menurunkan daya penciuman (Ali M et al. 1998, Vick CB 1999, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia 2007). Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh emisi formaldehida antara lain gangguan terhadap kesehatan manusia dikarenakan zat tersebut bisa bereaksi dengan mukosa/ lendir dalam tubuh manusia, sehingga dapat menyebabkan iritasi, gangguan pernafasan, menurunkan penciuman, pemicu alergi, karsinogen atau pemicu kanker, serta modifikasi DNA yang berlanjut kepada perubahan peta genetika (Cameron, 2001). Sehingga dalam pembuatan papan komposit, salah satu hal utama yang harus tetap diperhatikan adalah kadar emisi formaldehida yang dihasilkan oleh papan tersebut. Salah satu jenis perekat berkualitas tinggi yang tidak menggunakan formaldehida adalah Water Based Polymer Isocyanate (WBPI), namun karena harganya yang jauh lebih mahal dari UF dan MF, menyebabkan WBPI belum banyak digunakan dalam proses pembuatan papan komposit di Indonesia. Diharapkan dengan pemakaian kombinasi perekat pada penelitian ini, papan yang dihasilkan mengandung emisi formaldehida yang lebih rendah, serta sifat fisis-mekanis tetap tinggi.

Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan karton gelombang yang memiliki hasil sifat fisis mekanis yang baik, dengan menggunakan pencampuran perekat WBPI-MF 0:1 dan 1:4, serta penambahan kadar parafin 0%, 4% dan 8%.


(44)

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar emisi formaldehida pada papan komposit dari limbah kayu dan karton gelombang yang direkat dengan perekat campuran Melamine formaldehyde (MF) dan Water Based Polymer Isocyanate (WBPI), dan penambahan parafin.


(45)

4

TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Kayu

Limbah kayu merupakan massa kayu yang tidak bisa dimanfaatkan pada suatu tahapan produksi. Limbah kayu bisa dibedakan berdasarkan lokasi terjadinya limbah, yakni limbah hasil pemanenan kayu yang berada di hutan dan limbah pengolahan kayu yang berada di industri. Limbah pemanenan kayu merupakan kayu yang tidak diangkut dari hutan karena dipandang tidak bernilai ekonomis oleh perusahaan ataupun yang melakukan penebangan, jenis-jenis limbah berupa kayu non komersil/ tidak termasuk kayu mewah, kayu dekoratif dengan penggunaan tertentu, kayu bulat dengan diameter kurang dari 30 cm tanpa batas panjang, dan kayu bulat dengan panjang kurang dari dua meter tanpa batas diameter (Massijaya 1998). Limbah pengolahan kayu merupakan sisa kayu yang tidak dimanfaatkan, berupa serbuk gergaji, sebetan, tatal, potongan log, serutan serta debu kayu (Massijaya 1998).

Komposisi limbah yang terjadi dalam industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut:

1. Limbah penggergajian meliputi serbuk gergaji 10,6%; sebetan 25,9%; dan potongan 14,3%. Hasil penjumlahan sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang dipakai.

2. Limbah kayu lapis meliputi potongan dolok 5,6%; serbuk gergaji 0,7%; sampah vinir basah 24,8%; sampah vinir kering 12,6%; sisa kupasan 11,0%; dan potongan sisi tepi kayu lapis 6,3%. Hasil penjumlahan sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang dipakai (Purwanto et al 1994).

B. Limbah Karton

Kertas karton merupakan kertas dengan ketebalan minimal 0,3 mm. Kertas karton dapat dibedakan menjadi karton gelombang dan karton tidak bergelombang. Karton gelombang terdiri dari satu atau beberapa lapis kertas medium yang disekat oleh kertas liner (bagian permukaan dan belakang). Biasanya bahan baku dari kertas liner dan kertas medium diolah dari kayu daun jarum. Kertas liner dan medium umumnya berwarna coklat, kertas liner diolah dengan proses sulfhat pulping atau disebut dengan kertas liner kraft. Selain dibuat dari bahan baku kayu daun jarum secara langsung, kertas liner juga dibuat dari


(46)

macam-macam kertas bekas. Kertas liner inilah yang umumnya dipasarkan di Indonesia dengan nama kraftliner (Darmawati 1994).

Karton gelombang berdasarkan liner dan susunan kertas medium dikelompokkan menjadi karton gelombang muka tunggal, karton gelombang dinding tunggal, karton gelombang dinding ganda, karton gelombang dinding tiga, karton gelombang lengkung ganda.

1. Karton gelombang muka tunggal

Terdiri atas satu lapis kertas medium, dan satu lapis liner yang direkatkan ke kertas medium. Jenis ini biasa dipakai untuk bantalan, partisi, dan pembungkus.

2. Karton gelombang dinding tunggal

Dengan menambahkan liner pada sisi yang lain, akan tercipta suatu karton gelombang yang lebih kaku, dengan liner bagian dalam biasanya terbuat dari kertas daur ulang murni. Kertas gelombang jenis ini memiliki hasil akhir yang lebih baik, dimana karton lebih mudah dilipat dan permukaannya baik untuk ditulis atau dilakukan proses printing. Karton jenis ini adalah karton yang banyak dipakai dalam karton standar.

3. Karton gelombang dinding ganda

Jenis ini merupakan penggabungan antar karton gelombang muka tunggal dengan karton gelombang dinding tunggal, dan biasanya disebut flute yang berbeda. Karton ini digunakan untuk mengemas alat berat.

4. Karton gelombang lengkung ganda

Terbentuk dengan memberi dua lapis kertas medium pada karton gelombang dinding tunggal. Hal ini akan menyebabkan karton gelombang menjadi sangat kaku. Karton ini biasanya digunakan untuk karton bantalan, serta identik dengan bobotnya yang berat.

5. Karton gelombang dinding tiga

Karton gelombang yang terbuat dari gabungan antara karton gelombang dinding ganda dengan satu lapis karton gelombang muka tunggal, sehingga terbentuk tiga lapisan. Karton ini digunakan untuk mengemas saat pengapalan, diproduksi dalam jumlah terbatas sehingga harganya mahal Sumber:http://www.kebet.com.au/specs/material/php.


(47)

6

Karton dapat dibedakan menjadi lima kelompok:

a Linerboard; minimal terdiri dari dua lapis, dimana lapisan permukaan dibuat dari pulp kualitas terbaik yang dibuat dari 100% virgin pulp.

b Foodboard; karton yang terdiri atas satu lapis atau lebih, yang dibuat dari virgin pulp yang sudah diputihkan. Berfungsi untuk mengemas makanan c Folding boxboard; karton yang terdiri atas banyak lapisan, lapisan permukaan

terbuat dari virgin pulp dan lapisan dalam dibuat dari pulp daur ulang. Berfungsi untuk kotak pengemas.

d Chipboard; karton yang terdiri atas banyak lapisan dan 100% dibuat dari kertas daur ulang.

e Baseboard. Karton yang biasa diputihkan atau dilapisi

f Gypsumboard. Karton yang terdiri atas banyak lapisan, serta dibuat dari 100% kertas daur ulang kualitas rendah, digunakan untuk lapisan luar sebagai plester (Smook 1992).

C. Perekat

Perekat merupakan substansi yang dapat menyatukan dua buah benda melalui ikatan permukaan. Perekat dapat dibagi menjadi dua, yakni perekat thermosetting dan perekat thermoplastic. Perekat thermosetting merupakan perekat yang mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia berupa katalisator yang disebut hardener. Perekat ini tidak bisa melunak lagi, beberapa jenis perekat thermosetting adalah urea formaldehida, melamin formaldehida, phenol formaldehida, isocyanate, resolcinol formaldehyde. Sedangkan perekat thermoplastic merupakan perekat yang dapat melunak bila terkena panas, dan akan mengalami pengerasan lagi jika suhunya sudah rendah, beberapa contoh perekat ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive, dan acrylic adhesive (Pizzi 1994).

Perekat thermosetting biasanya digunakan sebagai perekat papan komposit, seperti urea formaldehida, melamin formaldehida, phenol formaldehida. Dalam pembuatan kayu komposit, perekat jenis thermosetting seperti urea formaldehida (UF) dan melamin formaldehida (MF) paling sering digunakan. Perekat UF lebih sering digunakan untuk produk komposit interior dikarenakan perekat ini kurang tahan terhadap pengaruh asam dan basa. Sementara perekat MF


(48)

memiliki tingkat ketahanan terhadap air dan cuaca yang baik sehingga dapat digunakan sebagai perekat produk komposit eksterior (Pizzi, 1994).

C.1 Melamin Formaldehida (MF)

Perekat melamin formaldehida (MF) berwarna putih, mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air dan alkohol. Dalam proses reaksi antara melamin dan formaldehida, perbandingan molekul antara 1:2,5-3,5 pada pH antara 8-9 dengan suhu sekitar titik didihnya. Dari hasil kondensasi ini dihasilkan methylol melamine yang merupakan monomer dari perekat MF (Ruhendi et al 2007).

Perekat MF memiliki keunggulan, yakni penampilan lebih bagus, lebih tahan terhadap air, panas, zat kimia serta stabilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perekat urea formaldehida. Perekat MF cocok digunakan sebagai perekat kayu lapis tipe II, jarang digunakan sebagai perekat kayu struktural. Keunggulan perekat ini adalah ketahanan terhadap air mendidih yang lebih tinggi dibanding perekat UF, tahan terhadap mikroorganisme, dan tahan terhadap air dingin. Meskipun demikian perekat MF memiliki kelemahan, yakni harga yang relatif mahal serta tidak tahan lama (Ruhendi et al 2007).

C.2 Water Based Polymer Isocyanate (WBPI)

Emisi formaldehida dikeluarkan oleh perekat berbahan formaldehida, seperti urea formaldehida, melamin formaldehida, phenol formaldehida. Sampai saat ini emisi formaldehida merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan dalam pembuatan papan komposit, sehingga muncul ide-ide kreatif dan inovatif untuk mengurangi atau menghilangkan emisi formaldehida, salah satu caranya dengan menggunakan perekat yang tidak berbahan formaldehida, seperti Water Based Polymer Isocyanate (WBPI).

Keuntungan menggunakan perekat isocyanate dibandingkan perekat berbahan dasar resin adalah dibutuhkan dalam jumlah sedikit untuk memproduksi papan dengan kekuatan yang sama, dapat menggunakan suhu kempa yang lebih rendah, memungkinkan penggunaan kempa yang lebih cepat, lebih toleran pada partikel berkadar air tinggi, energi untuk pengeringan lebih sedikit dibutuhkan, stabilitas dimensi papan yang dihasilkan lebih stabil, dan tidak ada emisi formaldehida (Marra 1992). Perekat berbasis isosianat memiliki viskositas dan


(49)

8

polaritas yang rendah sehingga mudah terjadinya penetrasi perekat kedalam kayu, selain itu juga dapat membentuk ikatan yang kuat dengan bahan lain seperti pelat logam, tetapi kelemahan perekat ini adalah biaya yang tinggi dalam penggunaanya ( Frazier, 2003).

D. Parafin

Wax atau lilin merupakan salah satu bahan yang dapat meningkatkan kualitas sifat papan komposit yang dihasilkan, salah satu contoh lilin tersebut adalah parafin, yaitu lilin mineral yang dihasilkan dari hasil sampingan industri minyak bumi, dimana minyak mentah diberi perlakuan untuk memisahkan fraksi folatil seperti bensin, kerosin, napta dan solar. Parafin memiliki titik leleh antara 48-56o

Papan partikel yang mengandung parafin akan memiliki daya tahan terhadap air dan stabilitas dimensi papan. Hal ini dapat berfungsi sebagai pelindung selama perendaman yang tidak disengaja atau setelah konstruksi (Haygreen dan Bowyer 1996).

C (Kolmann et al, 1975)

Maloney (1993) menyebutkan bahwa penambahan parafin 1% atau kurang, tidak mempengaruhi kekuatan papan partikel yang dihasilkan, tetapi penambahan parafin lebih dari 1% dapat mempengaruhi kekuatan papan partikel. Hal itu dapat dicegah dengan menaikkan kadar perekat, menaikkan kerapatan, atau mengubah ukuran partikel.

E. Emisi formaldehida

Formaldehida merupakan senyawa kimia golongan aliphatic aldehyde. Murahnya formaldehida, reaktivitasnya yang tinggi serta mudah diperoleh menyebabkan pemakaiannya belum bisa ditinggalkan hingga saat ini, walaupun senyawa ini merupakan golongan senyawa yang berbahaya bila digunakan. Dalam proses pembuatan produk komposit, seperti blockboard, plywood, dan lainnya, formaldehida sering digunakan sebagai bahan pengikat (Roffael, 1993). Hal utama yang paling berbahaya dalam pemakaian formaldehida sebagai bahan pengikat adalah emisi yang ditimbulkan oleh formaldehida tersebut, yang dapat membahayakan kesehatan.

Emisi formaldehida merupakan salah satu dari komponen Volatile Organic Compound (VOC) yang dianggap berbahaya (Wang et al., 2002). Selain emisi


(50)

formaldehida ada beberapa komponen VOC yang didapat pada saat pembuatan papan komposit berbahan perekat formaldehida, yaitu metanol, fenol, dan metilen diisosianat. Terjadinya emisi formaldehida diakibatkan adanya zat formaldehida yang berasal dari perekat berbahan formaldehida tidak berikatan dengan selulosa, formaldehida bebas atau yang tidak berikatan tersebut merupakan formaldehida berlebih yang tidak ikut bereaksi dalam polimerisasi perekat (Sunarti 2000). E.1 Dampak Emisi formaldehida

Produk papan komposit yang bernilai mutu tinggi dengan kadar emisi formaldehida yang rendah atau bahkan tidak beremisi merupakan salah satu tujuan pembuatan papan komposit. Dampak-dampak yang diakibatkan emisi formaldehida mendorong para ilmuwan untuk meneliti dampak emisi berdasarkan konsentrasinya, Konsentrasi pada ambang 0,1 mg/L sudah dikatakan mencemari udara normal bagi orang yang mempunyai riwayat penyakit alergi dan dalam kondisi yang lemah bisa menyebabkan kematian. Pengaruh emisi formaldehida terhadap manusia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pengaruh Emisi formaldehida

Pengaruh Konsentrasi (mg/L) Waktu (menit) Iritasi mata 0,01 5 Iritasi tenggorokan 0,05 5

Tercium 0,05 5

Terdeteksi oleh orang 1,00 5 Tidak tertahankan 4,00-5,00 10-30 Sumber: PT. MAL (2003a)

Pengukuran kandungan formaldehida dalam tubuh manusia bisa terdeteksi dari urin seseorang. Selain itu, akumulasi gas formaldehida dalam tubuh juga dapat menyebabkan perubahan peta genetik dan kerusakan sel (Einbrodt et al., 1976 dalam Roffael, 1993). Hubungan langsung mengenai racun formaldehida dalam tubuh makhluk hidup dengan akibat yang ditimbulkan sampai sekarang belum dapat dijelaskan secara rinci.


(51)

10

Tabel 2 Tingkat emisi formaldehida menurut standar JIS A 5908-2003 Klasifikasi Rata-rata

(mg/L)

Maksimum (mg/L)

Keterangan

F**** 0,3 0,4 Kelas emisi terendah dan terbaik

F*** 0,5 0,7 Kelas emisi tengah F** 1,5 2,1 Kelas emisi tengah F* 5,0 7,0 Kelas emisi terbesar

= Suplementary Regulatory of Japanese Agricutural Standart for Plywood (JPIC-EW.SE 03-04). MAFF Notification No: 236.

Sumber: JIS A 5908:2003

E.2 Cara Pengukuran Emisi formaldehida

Beberapa cara untuk menguji emisi formaldehida, antara lain dengan metode perforator, desikator, flask, analisa gas, dan chamber. Pengujian emisi langsung dari produk panel kayu dapat dilakukan dengan metode desikator, WKI, Modifikasi Roffael, Analisa Gas, dan Chamber, sedangkan uji emisi berdasarkan pada hasil ekstrak pada produk panel kayu dapat di uji dengan metode perforator (Cameron 2001).

Pengukuran Emisi yang umum dilakukan: 1. Metode Perforator (DIN-EN 120)

Didasarkan pada Federation of European Particleboard Manufacturers Asociations (FESYP). Contoh uji (kadar air sudah diketahui sebelumnya) yang digunakan berukuran (25mm x 25mm x ketebalan sampel) diletakkan dalam sebuah perforator dan diekstrak dengan toluene lalu diabsorbsi dengan air suling. Konsentrasi formaldehida didapat dari nilai perforator, iodometri, dan photometri. Hasil pengukuran dipengaruhi kondisi tempat, umur panel, kadar air, dan waktu pengukuran.

2. Metode WKI

Metode ini merupakan hasil dari riset The Fraunhofer Institut for Wood Research (WKI). Contoh uji yang digunakan berukuran 25mm x 25mm x ketebalan sampel. Sampel digantung dalam sebuah tabung polyethylene berisi 50 ml air suling, lalu dikondisikan pada suhu 400 oC dalam oven selama 24 jam. Penentuan konsentrasi formaldehida dilakukan dengan iodometri dan


(52)

photometri. Hasil pengukuran emisi dipengaruhi kadar air sampel. Keuntungan dari metode ini adalah kehalusan dalam pembacaan pada kurva. Metode WKI ini kebanyakan digunakan di Eropa, dan mulai digunakan secara semi-officer di New Zeland dan Australia (Turner, 1990 dalam Roffael, 1993).


(53)

12

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan karton dilaksanakan di Lab Biokomposit – Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium LIPI – Cibinong. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan Juli 2012.

B. Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan meliputi :

1) Screen, rotary blender, kotak kayu ukuran 30×30 cm, steel bar stock, kantong plastik, aluminium foil, gergaji, kaliper, milimeter sekrup, oven, timbangan, baskom, seng ukuran 40×40 cm, dan Spraygun. Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

2) Peralatan untuk uji emisi : desikator, penjepit kawat, gelas piala 1000 ml, labu volumetrik, labu ukur, gelas piala 100 ml, pipet, erlenmeyer asah 100 ml, cawan, spektrofotometer, penangas air (LIPI).

Gambar 1 Peralatan pembuatan papan komposit Keterangan :

Kiri - kanan (atas) : timbangan, rotary blender, kotak kayu ukuran 30×30 cm, baskom, kaliper, dan milimeter sekrup

Kiri – kanan (bawah) : screen, spraygun, steel bar stop, oven, dan mesin kempa Bahan-bahan yang digunakan :

1. Limbah kayu diperoleh dari industri pengolahan kayu di wilayah Kabupaten Bogor dan sekitarnya. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan jenis kayu yang banyak dijumpai adalah jenis kayu yang termasuk dalam keluarga Dipterocarpaceae, Acacia mangium, dan sengon.


(54)

2. Limbah karton gelombang diperoleh dari kardus-kardus bekas dari toko-toko yang menggunakan kardus sebagai bahan kepak barang.

3. Perekat melamine formaldehida dari PT. Pamolite Adhesive Industry Surabaya.

4. Perekat WBPI dari perusahaan pembuat perekat di daerah Gunung Putri, Bogor.

5. Parafin, dari toko bahan kimia Bratachem Bogor.

6. Bahan-bahan kimia untuk uji emisi formaldehida (LIPI).

Ilustrasi beberapa bahan yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan papan komposit Keterangan : (kiri – kanan) : Limbah karton gelombang, partikel limbah kayu, parafin, perekat MF, dan perekat WBPI

C. Prosedur Penelitian

C.1. Proses Pembuatan Papan Komposit

Papan komposit yang akan dibuat adalah papan komposit berlapis tiga (three layers composite board) berukuran 30 cm × 30 cm x 1 cm dengan nisbah kempa 1,3. Konstruksi papan komposit yang akan dibuat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Sketsa penampang lintang papan komposit.

Perlakuan yang dipilih dalam penelitian ini adalah penggunaan komposisi campuran terbaik antara perekat WBPI dan MF (1:4, ), dan 0:1 sebagai kontrol serta pemberian parafin 0%, 4%, dan 8%. Ulangan untuk setiap kombinasi perlakuan dilakukan sebanyak 5, sehingga jumlah papan komposit yang akan dibuat sebanyak 30 papan (2 × 3× 5).

face dan

back dari

limbah karton


(1)

31

Uji lanjut :

Duncan Grouping Rata-rata N Perekat

A 3.25 9 MF

B 1.85 9 MF_WBPI

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukan perbedaan pengaruh terhadap respon emisi.

Makna dari uji duncan di atas adalah pemberian perekat MF_WBPI memberikan hasil emisi yang lebih bagus daripada pemberian perekat MF (asumsi : semakin rendah nilai emisinya, maka semakin bagus).

Deskriptif :

2) Parafin

H0 : β1= β 2 = β3

H

(Pemberian faktor parafin memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai emisi)

1 : minimal ada sepasang i,j (i,j=1,2,3) dimana βi≠ β j Hasil uji :

(Pemberian faktor parafin memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai emisi)

p-value pengaruh faktor parafin 0.0480< taraf nyata 5%, maka tolak H kesimpulan :

0

Pemberian faktor parafin memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai emisi pada taraf nyata 5%.

Tingkatan Perekat

N Nilai Emisi

Rata-rata Standar Deviasi

MF 9 3.25 0.44


(2)

32

Uji lanjut :

Duncan Grouping Rata-rata N Konsentrasi Parafin

A 2.81 6 8%

A

B A 2.54 6 4%

B

B 2.29 6 0%

Keterangan : huruf yang berbeda menunjukan perbedaan pengaruh terhadap respon emisi.

Makna dari uji duncan di atas :

1. Pemberian parafin 0% memberikan hasil emisi yang sama dengan pemberian parafin 4%.

2. Pemberian parafin 4% memberikan hasil emisi yang sama dengan pemberian parafin 8%.

3. Pemberian parafin 0% memberikan hasil emisi yang berbeda dengan pemberian parafin 8%.

Deskriptif : Tingkatan

Konsentrasi Parafin

N Nilai Emisi

Rata-rata Standar Deviasi

0% 6 2.29 0.73

4% 6 2.54 0.91

8% 6 2.81 0.80

3) Interaksi perekat dan parafin H0 : αβ11= αβ12 =...= αβ12

H

(interaksi faktor perekat dan parafin memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai emisi)

1 : minimal ada sepasang interkasi i,j dan k,l (i,k=1,2 ,j,l=1,2,3) dimana αβij≠ αβkl

Hasil uji :

(interaksi faktor perekat dan parafin memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai emisi)


(3)

33

kesimpulan :

interaksi faktor perekat dan parafin memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai emisi pada taraf nyata 5%.

Ket : Uji Duncan tidak dilakuakan karena tidak memberikan pengaruh yang nyata. Deskriptif :

Tingkatan Perekat

Tingkatan Konsentrasi Parafin

N Nilai Emisi

Rata-rata Standar Deviasi

MF 0% 3 2.93 0.33

MF 4% 3 3.32 0.52

MF 8% 3 3.50 0.37

MF_WBPI 0% 3 1.66 0.20

MF_WBPI 4% 3 1.77 0.15

MF_WBPI 8% 3 2.11 0.09

Kebaikan Model :

R-Square Koefision variasi Nilai akar MSE Nilai Emisi Rata-rata

0.890047 12.38 0.31 2.55

R-sq=89,0047%, artinya keragaman rataan nilai emisi yang dapat dijelaskan oleh faktor perekat, parafin dan interaksi sebesar 89,0047%, sisanya sebesar 10,9953% dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Deskriptif : Tingkatan Perekat

Tingkatan Konsentrasi Parafin

N Nilai Emisi

Rata-rata Standar Deviasi

MF 0% 3 2.93 0.33

MF 4% 3 3.32 0.52

MF 8% 3 3.50 0.37

MF_WBPI 0% 3 1.66 0.20

MF_WBPI 4% 3 1.77 0.15


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Ali Sarton, lahir di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara pada tanggal 17 April 1989 dan merupakan anak kedua dari keluarga pasangan Muara Sati Hasibuan dan Dahlia Tanjung.

Pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 3 Kecamatan Barumun, lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan ke MTsN Sibuhuan, dan lulus pada tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 2 Plus Sipirok dan lulus tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Program Studi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menimba ilmu di IPB, penulis aktif disejumlah organisasi kemahasiswaan, yakni sebagai RT Asrama TPB IPB, Anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan tahun 2009-2010 pada divisi Eksternal, pengurus Asrama Sylvasari sebagai Staf Divisi Keamanan tahun 2009-2010, pengurus Asrama Sylvasari sebagai Staf Divisi Olahraga dan Seni tahun 2011. Kegiatan praktek yang pernah diikuti penulis adalah Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Pangandaran-Sawal tahun 2010, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat, KPH Cianjur tahun 2011. Penulis pernah mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Kerinci Sebelat tahun 2011. Pada tahun 2011 juga penulis mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Intracawood Manufacturing, Tarakan, Kalimantan Timur.

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Emisi Formaldehida Papan Komposit dari Limbah

Kayu dan Karton Gelombang Menggunakan Perekat Campuran Melamine

Formaldehyde (MF) dan Water Based Polymer Isocyanate (WBPI)” dibimbing

oleh Prof. Dr. Ir Muh. Yusram Massijaya, MS dan Sukma Surya Kusumah, S.Hut, M.Si


(5)

SUMMARY

Ali Sarton (E24080015). Formaldehyde Emissions of Composite Board from

Wood Waste and Corrugated Cardboard Using Mixture Adhesives of Melamine Formaldehyde (MF) and Water-Based Polymer Isocyanate (WBPI). Supervised by

Muh. Yusram Massijaya and Sukma Surya Kusumah.

Wood waste and cardboard is one of the raw materials that can be used as raw materials in the manufacture of composite products. Creative and innovative research has been done on the use of wood waste and cardboard to produce composite board that has excellent physical and mechanical properties (Massijaya and Hadi, 2005), but the emission of formaldehyde produced is still relatively high.

The objective of this study was to determine the content of formaldehyde emission on wood waste composite board and corrugated cardboard which are bonded with an adhesive mixture of melamine formaldehyde (MF) and Water-Based Polymer Isocyanate (WBPI) at various contents of paraffin. Formaldehyde emission testing used a bottle method of WKI-Wilhelm Klaunitz Institute. The research referred to previous studies on composite board manufacturing from wood waste and corrugated board with the results of the best mechanically, and physical properties. The compositions of adhesive mixed between WBPI and MF were 0:1 and 1:4, with the contents of paraffin addition were 0%, 4%, and 8%.

Based on the testing by the bottle method of WKI-Wilhelm Klaunitz Institute, the average value of emissions with the adhesive composition of WBPI: MF (0:1) was 5,54 mg/L, while the adhesive of WBPI: MF (1:4) was 3,25 mg/L. Mixing adhesive significantly decreased formaldehyde emissions of composite board, as well as mixing of adhesive, addition of paraffin significantly increased formaldehyde emissions of composite board. The values of the adhesive WBPI: MF (1:4) with paraffin contents of 0%, 4%, and 8% were 1.66; 1.77; 2.11 mg/L, while the adhesive WBPI: MF (0:1) with paraffin contents of 0%, 4%, and 8% were 2.92; 3.32; 3.51mg/L. The composition of adhesive WBPI: MF (1:4) produced the emission value of F** and the composition of adhesive WBPI of MF (0:1) produced an emission value of F*S at all addition levels of paraffin by the standard of JAS 2003. Based on SNI, adhesive WBPI: MF (1:4) produced an emission value of E1 at all addition levels of paraffin, and adhesive WBPI: MF (0:1) produced an emission value of E2 at all addition levels of paraffin.

Keywords: Formaldehyde Emission, Melamine Formaldehyde (MF), Water-Based Polymer Isocyanate (WBPI)


(6)

RINGKASAN

Ali Sarton (E24080015). Emisi Formaldehida Papan Komposit dari Limbah Kayu

dan Karton Gelombang Menggunakan Perekat Melamine Formaldehyde (MF) dan

Water Based Polymer Isocyanate (WBPI). Dibimbing oleh Muh. Yusram

Massijaya dan Sukma Surya Kusumah.

Limbah kayu dan karton merupakan salah satu bahan baku yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk komposit. Penelitian kreatif dan inovatif telah dilakukan tentang pemanfaatan limbah kayu dan karton menghasilkan papan komposit yang memiliki sifat fisis dan mekanis yang sangat baik (Massijaya dan Hadi, 2005), namun emisi formaldehida yang dihasilkan masih tergolong tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar emisi formaldehida papan komposit dari limbah kayu dan karton gelombang yang direkat dengan perekat campuran Melamine formaldehyde (MF) dan Water Based Polymer Isocyanate

(WBPI) pada berbagai kadar parafin. Pengujian emisi formaldehida dengan menggunakan metode botol WKI-Wilhelm Klaunitz Institute. Penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya tentang pembuatan papan komposit dari limbah kayu dan karton gelombang yang memiliki hasil sifat fisis mekanis terbaik, dengan menggunakan pencampuran perekat WBPI-MF 0:1 dan 1:4, serta penambahan kadar parafin 0%, 4% dan 8%.

Pengujian dengan menggunakan metode botol WKI-Wilhelm Klaunitz Institute, diperoleh nilai emisi rata-rata dengan komposisi perekat WBPI: MF (0:1) sebesar 5,54 mg/L, sedangkan perekat WBPI: MF (1:4) sebesar 3,25 mg/L. Pencampuran perekat memberikan pegaruh yang nyata terhadap menurunnya emisi formaldehida yang dihasilkan, begitu juga dengan pemberian parafin memberikan pengaruh yang nyata dengan meningkatnya emisi formaldehida yang dihasilkan. Nilai yang dihasilkan perekat WBPI: MF (1:4) dengan kadar parafin 0%, 4%, dan 8% adalah 1,66; 1,77; 2,11 mg/L, sedangkan perekat WBPI: MF (0:1) dengan kadar parafin 0%, 4%, dan 8% adalah 2,92; 3,32; 3,51mg/L. Komposisi perekat WBPI: MF (1:4) menghasilkan nilai emisi F**, dan komposisi perekat WBPI: MF (0:1) menghasilkan nilai emisi F*S pada semua tingkatan penambahan parafin berdasarkan standar JAS 2003. Sedangkan berdasarkan SNI, perekat WBPI: MF (1:4) menghasilkan nilai emisi E1 pada semua tingkatan penambahan parafin, dan perekat WBPI: MF (0:1) menghasilkan nilai emisi E2 pada semua tingkatan penambahan parafin.

Kata kunci: Emisi formaldehida, Melamine Formaldehyde (MF), Water Based