Pemanfaatan limbah penebangan menjadi arang untuk media tanam: studi kasus di PT. Austral Byna, Provinsi Kalimantan Tengah

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH PENEBANGAN MENJADI ARANG

UNTUK MEDIA TANAM

(Studi Kasus di PT.Austral Byna, Provinsi Kalimantan Tengah)

AMELIA FATMI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH PENEBANGAN MENJADI ARANG

UNTUK MEDIA TANAM

(Studi Kasus di PT.Austral Byna, Provinsi Kalimantan Tengah)

AMELIA FATMI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(3)

RINGKASAN

AMELIA FATMI. E14063268. Pemanfaatan Limbah Penebangan Menjadi Arang untuk Media Tanam (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah). Dibimbing oleh UJANG SUWARNA dan SRI WILARSO BUDI R

Pemanenan hutan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu dan non kayu dari dalam hutan untuk dapat dimanfaatkan. Kegiatan ini berhubungan dengan kegiatan penebangan hutan yang menghasilkan limbah di areal penebangan dengan jumlah yang cukup besar. Potensi limbah kayu yang cukup besar dapat dimanfaatkan daripada dibiarkan di dalam hutan. Salah satu cara pemanfaatan limbah kayu adalah dengan menjadikan arang sebagai media tanam. Kegiatan ini dalam upaya membantu mengatasi permasalahan lahan marginal di Kalimantan yang didominasi oleh tanah podsolik merah kuning.

Limbah kayu dilakukan pengarangan dengan metode pembakaran yang tidak sempurna. Kemudian arang dicampurkan dengan tanah untuk mendapatkan komposisi yang tepat untuk dijadikan media tanam. Komposisi campuran tanah dan arang di dalam media tanam polybag ukuran 10x15 cm dengan penambahan arang yaitu sebesar 0%, 10%, 20% dan 30%. Sengon dipilih sebagai indikator pertumbuhan karena merupakan pohon yang tergolong cepat tumbuh, dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, dengan teknik silvikultur yang mudah.

Penambahan arang secara nyata meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter, berat kering semai sengon dan kekokohan semai sengon. Dari hasil Rancangan Acak Lengkap (RAL) diperoleh bahwa penambahan arang 10% ke dalam media tanam meningkatkan pertambahan tinggi sebesar 37,15% dibanding kontrol, penambahan arang 30% meningkatkan diameter dengan sebesar 81,66% dibandingkan kontrol. Nilai berat kering total semai sengon pada akhir pengamatan meningkat sebesar 204,76% dibandingkan dengan kontrol pada penambahan arang 10%. Nilai kekokohan semai sengon pada media tanam penambahan arang 30% memiliki nilai yang paling baik yaitu 4,90 dibandingkan kekokohan semai pada media tanam lainnya. Dengan demikian penambahan arang 30% merupakan campuran yang cocok diterapkan untuk media tanam di persemaian.

Penambahan arang ke dalam media tanam menyebabkan peningkatan pertumbuhan semai sengon yang tumbuh di atasnya, karena arang memiliki kandungan unsur hara yang dapat meningkatkan pertumbuhan semai sengon. Selain itu arang dapat memperbaiki tekstur media tanam dalam polybag agar dapat menyimpan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dengan baik.


(4)

SUMMARY

AMELIA FATMI. E14063268. Utilization of Logging Waste for Charcoal as Plantation Medium (Study Case in PT. Austral Byna, Central Kalimantan). Supervised by UJANG SUWARNA and SRI WILARSO BUDI R

Forest harvesting is extraction of forest products, timber and non-timber to be used. This activity relates with logging which generate waste of the cutting area with large enough in quantity. The big potential of timber waste which is big enough could be used rather than left in the forest. One of timber waste utilization is to make charcoal as the plantation medium. This is an effort to help overcome problems of marginal land in Kalimantan, which is dominated by red-yellow podzolic soil.

Timber waste is used to produces charcoal through the combustion method pirolysis. Then charcoal and soil were mixed for geting ideal composition to be used as plantation medium. The composition of soil and charcoal mixture are given into polybag plantation medium size 10x15 cm with charcoal addition that is equal to 0%, 10%, 20% and 30%. Sengon were chosen as indicator of plantation growth because associated as fast growing species that could in different soil types, with simple silvicultural techniques.

Charcoal addition significantly increased the growth on height, diameter, seedling dry weight and sturdiness of sengon seedlings. From the results of Completely Randomized Design (CRD) found that 10% charcoal addition into the plantation medium increased height by 37.15% compared to control, 30% the addition of charcoal increased 81,66% diameter compared to control. Total value of dry seedling weight in the end of the observation increased by 204.76% compared with control on the 10% charcoal addition. Value sengon seedling plantation medium 30% addition charcoal is 4,90 and the best in robustness compared to other seedlings. Charcoal addition of 30% were the suitable mixture of media for planting at nursery.

Charcoal addition into the plantation medium increased sengon seedling growth, because charcoal contains nutrient elements wich could enhance the seedling growth. Moreover, the charcoal improve the texture of the polybag plantation medium in order to store the nutrients that plants need for growing well.


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Limbah Penebangan Menjadi Arang untuk Media Tanam (Studi Kasus di PT.Austral Byna, Provinsi Kalimantan Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

Amelia Fatmi NRP E14063268


(6)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Penebangan Menjadi Arang untuk Media Tanam (Studi Kasus di PT.Austral Byna, Provinsi Kalimantan Tengah)

Nama : Amelia Fatmi NRP : E14063268

Menyetujui,

Ketua Anggota

Ujang Suwarna S.Hut.,M.Sc.F Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS NIP : 19720512 199702 1 001 NIP : 19620210 198803 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP 19630401 199403 1 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok pada tanggal 21 Desember 1988 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Amyus dan Ibu Fatimah.

Penulis menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 13 Padang Belimbing, Kabupaten Solok pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 X Koto Singkarak pada tahun 2000 sampai tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Solok pada tahun 2003 sampai tahun 2006. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menempuh pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun (2006-2007) sebelum akhirnya diterima di Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB pada tahun ajaran 2007-2008. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai divisi Hubungan Luar Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2007-2008, divisi Public Relation International Forestry Student Association (IFSA), Panitia Temu Manajer (TM) Departemen Manajemen Hutan 2008 dan 2009.

Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekositem Hutan (PPEH) pada tahun 2008 di daerah Sancang-Kamojang (Jawa Barat), Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2009 di Gunung Walat, Sukabumi dan KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan

judul “Pemanfaatan Limbah Penebangan Menjadi Arang untuk Media Tanam (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)” di bawah bimbingan Ujang Suwarna S.Hut.,M.Sc.F dan Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih saying-Nya, sehingga skripsi berjudul “Pemanfaatan Limbah Penebangan Menjadi Arang untuk Media Tanam (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan

Tengah)” ini telah berhasil diselesaikan.

Sholawat serta salam semoga senantiasa tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang tetap setia dan tetap istiqomah dalam mengikuti semua perjalanannya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Amyus, Ibu Fatimah, adik-adikku tercinta (Hendra Amalfi, Rizki Aulia

dan Fivi Amirza) dan seluruh keluarga besar atas kasih sayang, do’a dan

dukungan yang tidak pernah putus.

2. Bapak Ujang Suwarna S.Hut.,M.Sc.F dan Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS selaku dosen pembimbing atas semua saran, bimbingan, nasehat dan ilmu yang diberikan.

3. Bapak Ir. Bintang C.H Simangunsong, MS, PhD selaku dosen penguji dari Departemen Teknologi Hasil Hutan.

4. Ibu Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MS selaku dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumber Daya dan Ekowisata.

5. Ir. Kasno, MSc selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur.

6. Bapak Ir. Obay Subarman selaku Manager Operasional PT. Austral Byna, Muara Teweh, Bapak Hasbullah Idung, Bapak Ir. Adi Gani Rachman, Bapak M. Yuliadi, Bapak Ihya S.Hut, Bapak Jurni, Bapak Samsuni dan seluruh staff karyawan PT. Austral Byna Camp Sikui.

7. Departemen Manajemen hutan, Laboratorium Pemanenan Hutan, Mamang Bibi serta seluruh keluarga besar Departemen Manajemen Hutan.

8. Dikha Marelon, Ferra Azis, Noriza Fedriyanti, Rahmi Novia, atas semangat

dan do’a.

9. Nova Anika S.Tp, Sinta Rahmi Putri, Nurazizah RN, Yani, Cici, Asri, Anna, Dita, Andre, Suke, Yayat, Andi dan teman-teman di Wisma Nabila (Zuzu, Vidya, Risty, Citra, Irin, Leni, Nisa, Yunda, Mbak Ufi dan Ana).


(9)

10.Teman-teman Manajemen Hutan 43, Silvikultur 43, Teknologi Hasil Hutan 43 dan Konservasi Sumber Daya Hutan 43.

11.Seluruh pihak yang memberikan dukungan baik moril maupun materil.

Bogor, Januari 2011 Penulis


(10)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Penebangan Menjadi Arang untuk Media Tanam (Studi Kasus di PT.Austral Byna, Provinsi Kalimantan Tengah)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan program mayor minor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Pemanenan Kayu di Hutan Alam Produksi ... 3

2.2 Potensi dan Pemanfaatan Limbah Kayu Akibat Penebangan Pohon di Hutan Alam Produksi ... 4

2.3 Pemanfaatan Arang untuk Media Tanam ... 6

2.4 Komposisi Campuran Tanah dan Arang untuk Media Tanam ... 9

2.5 Tanah Podsolik Merah Kuning ( PMK, ordo Ultisol) ... 11

III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 14

3.3 Metode Penelitian ... 15

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 20

4.1 Letak dan Luas Areal ... 20

4.2 Tanah dan Geologi ... 20

4.3 Iklim ... 20

4.4 Keadaan Hutan ... 21

4.5 Pengusahaan Hutan ... 21

V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1 Hasil ... 23

5.1.1 Potensi Arang untuk Media Tanam ... 23

5.1.2 Parameter Pertumbuhan Semai Sengon ... 23

5.1.2.1 Pertumbuhan Tinggi Semai Sengon ... 23

5.1.2.2 Pertumbuhan Diameter Semai Sengon ... 25

5.1.2.3 Berat Kering Total (BKT) ... 26

5.1.2.4 Kekokohan Semai ... 27


(12)

5.1.3 Hasil Analisis Kimia Arang ... 29

5.2 Pembahasan ... 30

5.2.1 Potensi Arang untuk Media Tanam ... 30

5.2.2 Parameter Pertumbuhan Semai Sengon pada Media Tanam Campuran Tanah dan Arang ... 34

VI KESIMPULAN DAN SARAN... 45

6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 45


(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Luasan setiap bentuk vegetasi di areal IUPHHK PT. Austral Byna ... 21 2. Rendemen arang dari hasil pembakaran limbah penebangan kayu

Meranti ... 23 3. Hasil uji pengaruh arang terhadap pertumbuhan tinggi sengon ... 23 4. Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang terhadap pertumbuhan

tinggi semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst) ... 24 5. Hasil uji pengaruh arang terhadap pertumbuhan diameter sengon ... 25 6. Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang terhadap pertumbuhan

diameter semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst)... 25 7. Hasil uji pengaruh arang terhadap berat kering total ... 26 8. Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang terhadap berat kering total semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst)... 27 9. Hasil uji pengaruh arang terhadap kekokohan semai ... 27 10. Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang terhadap kekokohan

semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst)... 28 11. Hasil uji pengaruh arang terhadap rasio pucuk akar ... 29 12. Hasil analisis kimia komponen kimia penting yang terkandung


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Rata-rata tinggi semai sengon (cm) pada setiap perlakuan penambahan

arang... 24 2. Pertumbuhan tinggi total semai sengon pada komposisi arang 0%,

10%, 20% dan 30% ... 24 3. Rata-rata diameter (mm) semai sengon pada setiap perlakuan

penambahan arang... 26 4. Pertumbuhan diameter total semai sengon pada komposisi arang 0%,

10%, 20% dan 30% ... 26 5. Berat kering total semai sengon pada komposisi arang 0%, 10%, 20%,

dan 30% ... 27 6. Kekokohan semai sengon pada komposisi arang 0%, 10%, 20%,

dan 30% ... 28 7. Rasio pucuk akar semai sengon pada komposisi arang 0%, 10%, 20%,


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Volume arang yang dihasilkan dari limbah kayu meranti pada proses

pembakaran dengan tungku drum seng ... 51 2. Data hasil pengukuran tinggi semai sengon dari umur 0 minggu sampai

dengan umur 14 minggu ... 52 3. Rata-rata pertambahan tinggi (cm) semai sengon per minggu ... 54 4. Hasil uji pengaruh parameter tinggi pengolahan dengan SAS

(Statistical Analysis Sistem) ... 55 5. Data hasil pengukuran diameter semai sengon (mm) umur 4 minggu,

8 minggu 10 minggu,12 minggu dan 14 minggu ... 56 6. Data hasil pertambahan diameter semai sengon (mm) umur 4 minggu,

8 minggu, 10 minggu, 12 minggu dan 14 minggu ... 57 7. Hasil uji parameter diameter dengan pengolahan SAS (Statistical

Analysis System) ... 58 8. Berat kering bagian atas (batang dan daun) dan berat kering bagian

bawah (akar) dalam gram ... 59 9. Berat kering total (gram) ... 60 10. Rasio pucuk akar semai sengon ... 61 11. Hasil uji parameter berat kering total dengan pengolahan SAS

(Statistical Analysis System) ... 62 12. Hasil uji parameter kekokohan semai dengan pengolahan SAS

(Statistical Analysis System) ... 63 13. Hasil uji pengaruh parameter rasio pucuk akar dengan pengolahan SAS

(Statistical Analysis System) ... 64 14. Dokumentasi selama kegiatan penelitian ... 65 15. Hasil uji analisis kimia arang ... 67


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanenan hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan hutan yaitu kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu dan non kayu dari hutan untuk dimanfaatkan. Kegiatan yang dilakukan dalam pemanenan hutan salah satunya adalah penebangan pohon untuk memisahkan pohon dari tunggaknya. Penebangan merupakan kegiatan yang menghasilkan limbah di areal tebangan paling tinggi. Dari jumlah kayu yang ditebang di hutan, hanya sekitar 40% yang dimanfaatkan untuk kebutuhan industri, adapaun sisanya sekitar 60% adalah limbah yang dibiarkan di dalam hutan mulai dari dahan, ranting, cabang, batang hingga tunggak (Sari 2009). Pemanfaatan limbah dari areal penebangan merupakan potensi yang sangat besar bila ditanggulangi dengan tepat guna. Salah satu cara pemanfaatan limbah kayu adalah menjadikan arang. Beberapa tahun terakhir karena sifatnya arang tidak hanya dikenal sebagai sumber energi, namun juga digunakan sebagai campuran media tanam untuk membangun kesuburan tanah.

Tanah podsolik merah kuning yang mendominasi pada lahan hutan Kalimantan, memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah. Masalah kesuburan tanah yang buruk ini berhubungan dengan keadaan tanah yang masam, penurunan kandungan bahan organik yang cepat serta sifat fisik dan fisiko-kimia tanah yang kurang baik. Oleh sebab itu, dilakukan perbaikan kesuburan tanah melalui pemberian bahan organik berupa arang. Sifat arang yang alkalis sangat cocok untuk lahan masam agar dapat menambah ketersediaan unsur hara, meningkatkan nilai KTK tanah serta memperbaiki sifak fisik dan biologi tanah. Karena arang dapat memperbaiki tekstur, struktur, dan pH tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan akar, meningkatkan perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan kemampuan tanah menahan air dan menjaga kesuburan tanah. Selain itu arang mempunyai kemampuan dalam memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah sehingga dapat merangsang dan memudahkan pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman.


(17)

Penggunaan komposisi arang juga mengefisienkan biaya pemupukan sehingga lahan tetap memiliki unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan tanaman tanpa harus menggunakan pupuk buatan. Penelitian ini dirancang untuk memanfaatkan limbah kayu menjadi arang agar dapat digunakan secara maksimal untuk campuran tanah dan arang sebagai media tanam yang cocok untuk pertumbuhan tanaman.

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menghitung potensi arang yang dihasilkan dari limbah penebangan.

2. Menentukan komposisi campuran tanah dan arang yang cocok sebagai media tanam di persemaian.

3. Menguji respon pertumbuhan anakan sengon pada media tanam campuran tanah dan arang.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini untuk memanfaatkan limbah penebangan berupa batang, cabang dan ranting dari jenis meranti agar dapat dijadikan arang sebagai campuran media tanam yang sangat menguntungkan untuk persiapan kegiatan penanaman.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanenan Kayu di Hutan Alam Produksi

Pemanenan hasil hutan dapat pula diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan. Kegiatan ini dibedakan atas empat komponen utama, yaitu :

1. Penebangan (timber cutting), yaitu mempersiapkan kayu seperti menebang pohon dan memotong kayu sebelum kayu disarad jika dianggap perlu. 2. Penyaradan (skidding), yaitu usaha untuk memindahkan kayu dari tempat

penebangan ke tepi jalan angkutan.

3. Pengangkutan (transportation), yaitu usaha mengangkut kayu dari hutan ke tempat penimbunan atau pengolahan.

4. Penimbunan yaitu usaha untuk menyimpan kayu dalam keadaan baik sebelum digunakan atau dipasarkan, dalam kegiatan ini termasuk pemotongan ujung-ujung kayu yang pecah atau kurang rata sebelum ditimbun.

Pemanenan hutan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan dari segi ekonomi, ekologi dan sosial. Tujuan dari kegiatan pemanenan adalah memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan bahan baku industri, meningkatkan kesempatan kerja dan mengembangkan perekonomian daerah. Pemanenan hutan identik dengan pemanenan kayu yang merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomassa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat (Suparto 1979).

Implementasi kegiatan pemanenan kayu telah melibatkan banyak pihak mulai perencanaan sampai dengan pelaksanaan di lapangan. Namun perencanaan pelaksanaanya masih belum bisa menampakkan hasil yang diharapkan. Walaupun perencana telah berusaha untuk memikirkan pola penebangan yang baik untuk mendapatkan target yang telah ditetapkan dan bagian pelaksana berusaha untuk melaksanakan kegiatan penebangan sesuai dengan rencana yang ditetapkan, namun kenyataannya kondisi lapangan tidak memungkinkan pelaksanaan yang


(19)

sesuai perencanaan. Pelaksanaan pemanenan kayu pada kawasan hutan produksi dilaksanakan secara ekonomis dengan dampak buruk terhadap lingkungan hutan yang minimal (Elias 1999).

Penebangan kayu merupakan proses mengubah pohon berdiri menjadi kayu bulat yang dapat diangkut keluar hutan untuk dimanfaatkan. Penebangan kayu di hutan alam produksi dilakukan dengan empat prinsip yaitu meminimalkan kecelakaan, meminimalkan kerugian dan kerusakan pohon, memaksimalkan nilai produk kayu dari tiap pohon dan tidak menyulitkan kegiatan pemanfaatan hasil hutan berikutnya (Budiaman 2001).

Kegiatan penebangan kayu di hutan alam produksi dilakukan dengan menggunakan batas diameter, dimana pohon-pohon yang boleh ditebang adalah pohon yang memiliki diameter atau lebih besar dari 50 cm. Batasan tersebut ditetapkan untuk mengurangi jumlah limbah yang terlalu besar dan untuk memenuhi standar batang komersial yang dapat diterima untuk diperjualbelikan (Budiaman 2001).

Kegiatan penebangan kayu merupakan salah satu dari kegiatan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi. Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk menghasilkan kayu untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku industri hilir dan untuk pemenuhan kebutuhan pasar. Banyaknya kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan produksi tergantung kepada kemampuan hutan produksi tersebut menyediakan kayu serta bagaimana kegiatan pemanenan tersebut dilaksanakan. Dampak kegiatan pemanenan terhadap lingkungan adalah gambaran bagaimana pemanenan tersebut dijalankan dan juga merupakan petunjuk bagaimana kualitas pekerjaan pemanenan pada akhirnya.

2.2 Potensi dan Pemanfaatan Limbah Kayu Akibat Penebangan Pohon di Hutan Alam Produksi

Kegiatan pemanenan hutan baik secara sadar ataupun tidak sadar akan memberikan dampak negatif dari aspek ekologis, ekonomis maupun sosial. Secara ekonomis dan ekologis, pemanenan hutan terutama di hutan alam menyebabkan lima dampak besar bagi hutan yaitu keterbukaan areal, kerusakan tegakan tinggal, pemadatan tanah, erosi dan limbah pemanenan (Elias 1999). Menurut Matangaran et al. (2000) menyatakan bahwa limbah pemanenan merupakan


(20)

limbah mekanis yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu, selain itu terdapat pula limbah alami (defect) yang terjadi secara alami karena tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan. Limbah pemanenan terdiri dari bagian-bagian pohon atau tumbuhan sebagai hasil dari kegiatan pemanenan hutan dapat berupa semua kayu bulat yang merupakan bagian batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang dan ranting (Budiaman 2000).

Limbah pemanenan sering ditimbulkan akibat kesalahan teknis di lapangan dan juga akibat perencanaan pemanenan yang kurang tepat. Selama ini banyaknya limbah yang dihasilkan pada kegiatan pemanenan hutan akibat pemanenan kayu yang tidak dilakukan dengan perencanaan dan teknik yang benar, hal itu juga mengakibatkan kerusakan hutan yang parah yang disebabkan oleh pemanenan kayu konvensional tidak dengan rencana dan teknik yang memadai (Direktorat Pengolahan Hasil Hutan 1989).

Limbah kayu akibat pemanenan di areal tebangan berasal dari dua sumber yaitu bagian pohon yang ditebang yang seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak diambil dan yang berasal dari tegakan tinggal yang rusak akibat dilakukan pemanenan kayu. Perbaikan pemanfaatan kayu pada pengusahaan hutan dari sisi pemanenan hutan dapat dilakukan dengan memanfaatkan seluruh bagian batang yang potensial (batang, cabang dan ranting) yang secara teknis, ekonomis dan ekologis masih layak untuk diusahakan (Soewito 1980).

Penilaian potensi limbah dilihat dari tiap-tiap bagian kegiatan pemanenan yaitu di areal petak tebangan, limbah jalan sarad, limbah TPn, limbah jalan angkutan dan limbah TPK. Semua kegiatan pemanenan yang berpotensi menghasilkan limbah yang besar dapat dicari alternatif pemanfaatan agar bisa memberi keuntungan. Salah satu bentuk pemanfaatan yang dilakukan agar diperoleh nilai tambah adalah dengan mengolah kayu limbah tersebut menjadi suatu barang yang mempunyai nilai manfaat tinggi (nilai ekonomi).

Berbagai upaya dilakukan untuk pendayagunaan limbah pemanenan hutan agar dapat memberikan manfaat dan dengan sekecil mungkin menimbulkan kerusakan lingkungan. Dewasa ini terdapat beberapa bentuk usaha dengan memanfaatkan limbah kayu seperti : industri papan partikel, papan serat, papan blok, papan sambungan serta industri arang kayu (Direktorat Pengolahan Hasil


(21)

Hutan 1989). Pemanfaatan limbah penebangan baik yang berasal dari batang, cabang, ranting maupun daun-daun bekas tebangan secara tradisional merupakan sumber energi alternatif yang disebut kayu bakar atau arang. Sebagian besar karbon akan disimpan dalam bentuk arang jika bahan organik tersebut diproses melalui pembakaran.

Proses pembuatan arang tidak telalu susah untuk dilakukan dan tidak memerlukan banyak biaya. Limbah penebangan dikelompokkan berdasarkan jenis dan bagian batang agar dapat memperoleh kandungan karbon yang lebih tinggi. Serta proses pembakaran disesuaikan dengan ukuran alat pembakar dan kapasitas pembakaran tersebut agar diperoleh arang yang berkualitas baik. Pada sistem pembakaran, pembuatan arang digunakan untuk mencegah banyaknya karbon yang hilang dan panas berlebihan dari pembakaran kayu dan melindungi oksigen agar tetap diserap oleh permukaan bumi.

2.3 Pemanfaatan Arang untuk Media Tanam

Para peneliti melaporkan bahwa arang digunakan tidak hanya berfungsi sebagai pupuk, juga berperan sebagai kondisioner tanah untuk mempercepat pertumbuhan tanaman. Selain itu penambahan arang ke tanah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, daya simpan dan ketersediaan hara yang lebih tinggi. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya kapasitas tukar kation, luasan permukaan serta penambahan unsur hara secara langsung oleh arang (Glaser et al. 2002). Selain itu, arang juga dilaporkan mampu meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan kesuburan tanah. Untuk pemanfaatan lebih lanjut sebagai media tanam tanaman, arang dicampur dengan tanah agar diperoleh komposisi yang tepat. Karena arang juga memiliki pengaruh terhadap perbaikan pH tanah sehingga tanaman akan tumbuh lebih subur. Arang akan tersimpan dalam waktu yang relatif lebih lama di dalam tanah, kegiatan ini merupakan salah satu metode pengurangan karbon yang lepas ke atmosfer.

Media tanam berupa campuran tanah dan arang merupakan salah satu komponen habitat atau tempat tumbuh bagi tanaman. Tanaman akan tumbuh subur bila media tumbuhnya subur dan akan merana bila media tumbuhnya tidak subur. Sebagai media tumbuh semai, diperlukan tanah yang steril dan yang mempunyai sifat-sifat porositas dan drainase yang baik, bebas batu dan kerikil.


(22)

Nilai pH media sebaiknya berkisar antara 5-7 dan lebih diusahakan tidak menggunakan tanah bertekstur liat.

Penambahan arang ke tanah memiliki dampak positif pada sifat-sifat tanah, meningkatkan produktivitas dan kesuburan tanah serta meningkatkan pH. Selain itu, penambahan arang ke tanah dapat berdampak positif terhadap perkecambahan biji, pertumbuhan tanaman dan produktivitas. Arang yang baik mempunyai pH netral, yaitu pH yang mendekati 7, sedangkan batasan pH arang yang dijadikan standar oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah berkisar antara 6,8-7,49. Kondisi pH tanah yang terlalu rendah (asam) akan membuat unsur hara makro tidak dapat diserap tanaman dan unsur hara mikro akan tersedia dalam jumlah yang berlimpah. Kelebihan unsur hara mikro dan kekurangan unsur hara makro akan sangat merugikan tanaman. Kondisi pH yang terlalu tinggi (basa) juga akan merugikan tanaman, karena unsur hara mikro menjadi tidak tersedia dan unsur hara makro berlimpah.

Arang merupakan salah satu sumber bahan organik tanah yang berasal dari kayu yang terbakar dan mengalami oksidasi tidak sempurna. Dalam arang ini masih terdapat unsur-unsur logam dan unsur anorganik lain serta unsur karbon yang memiliki komposisi paling besar. Arang merupakan bahan yang penting dalam menciptakan kesuburan tanah terutama dapat memperbaiki sifat fisiko-kimia tanah (Gunawan 1987). Bahan ini mempunyai sifat absorpsi yang sangat kuat terhadap senyawa-senyawa terlarut udara dan air tanah serta endapan.

Kemampuan arang dalam menyerap air dapat meningkatkan kapasitas tanah untuk untuk menyimpan air, sekaligus membatasi perkolasi air keluar dari tubuh tanah yang berarti pula membatasi perlindian hara terlarutkan (Gunawan 1987). Penempatannya dalam kompleks tanah dan daya serap terhadap udara menciptakan ruang pori yang lebih porus serta kondisi aerasi yang lebih baik. Kemampuannya dalam mengikat senyawa-senyawa terlarut terutama bahan organik yang larut pada air tanah dapat menjadi habitat baru bagi mikroba tanah yang memiliki kemampuan memanfaatkan senyawa-senyawa serapan sebagai sumber energinya. Sedangkan absorpsi terhadap senyawa-senyawa yang bersifat racun atau toksik dapat membantu kemantapan perkembangan dan pertumbuhan tanaman.


(23)

Perbaikan unsur dan struktur tanah yang terjadi sebagai hasil dari penambahan arang ke dalam tanah menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi perkembangan akar dan mikroba tanah. Pemberian arang pada media tanam dapat memperbaiki lingkungan sistem perakaran, merangsang pembentukan akar menjadi lebih baik, mekanisme penyerapan hara tidak terhambat, serta memperlancar angkutan hara dari akar ke bagian atas. Pengaruh dari perkembangan akar menyebabkan volume akar yang berkontak dengan hara tersedia semakin besar. Sehingga penyerapan hara melalui pergerakan pasif maupun aktif dari perakaran tanaman menjadi meningkat.

Penambahan arang ke dalam tanah asam dapat pula meningkatkan kesuburan kimia tanah, karena hasil dekomposisi arang nantinya secara langsung melepaskan berbagai unsur yang diperlukan tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg dan Na yang sebelumnya terikat dalam arang tersebut dan secara tidak langsung meningkatkan nilai pH tanah dan P yang tersedia serta menurunkan Al terlarut (Rachman 1993).

Selanjutnya Gusmalina (2002) mengatakan bahwa penambahan arang dan arang bambu meningkatkan pertumbuhan tinggi semai Eucalyptus urophylla lebih baik dibandingkan kontrol, namun pertumbuhannnya akan lebih baik lagi apabila pada waktu penanaman arang dicampurkan dengan kompos. Pengaruh terbaik terhadap petumbuhan anakan Pinus merkusii yaitu pada pemberian kompos dan arang masing-masing 30% (Komarayati et al. 2004). Penambahan arang 10% ke dalam media tanam juga meningkatkan pertambahan tinggi dan diameter anakan Acacia mangium (Siregar 2007). Disamping itu, arang dapat merangsang aktivitas dan merupakan tempat berkembang biak mikroorganisme. Karena pada dasarnya arang juga mempunyai kemampuan untuk mengikat dan menyimpan hara tanah melalui porinya sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan.

Arang mempunyai banyak fungsi dalam pertumbuhan tanaman. Pembebasan unsur-unsur hara dari arang yang terjadi selama perombakan bahan organik tanah mempunyai pengaruh positif bagi pertumbuhan tanaman yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan penambahan nutrisi biasa. Humifikasi bahan tersebut dari biomassa tanaman atau sumber yang lain tidak hanya menyediakan


(24)

hara N, P, K dan nutrisi lainnya tetapi juga mempunyai pengaruh fisik dan fisiologi terhadap tanaman.

2.4 Komposisi Campuran Tanah dan Arang untuk Media Tanam

Arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon dimana sebagian porinya tertutup oleh hidrokarbon dan senyawa organik lainnya. Arang tersusun dari atom-atom yang secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya (Djatmiko et al. 1985).

Arang dapat dijadikan media tanam karena sifat arang antara lain tahan lama, tidak mudah ditumbuhi jamur dan bakteri, dapat menyerap senyawa yang bersifat racun atau toksik. Komposisi kimiawi arang kayu sebagian besar mengandung karbon (C), sedangkan kandungan sulfur (S) dan fosfor (P) sangat sedikit serta mengandung zat abu (Ahmad 2006). Telah banyak dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa penambahan arang ke dalam tanah terutama di daerah tropis dapat meningkatkan hasil tanaman yang disajikan dalam bentuk hubungan antara perubahan arang dan tanah dengan respon tanaman untuk berbagai jenis tanah.

Menurut Gusmalina (1999) fungsi penambahan arang ke dalam media tanam dapat memperbaiki struktur dan tekstur media dalam polybag. Hal ini terjadi karena dengan pemberian arang akan mengurangi kepadatan media dengan semakin banyaknya ruang pori pada media. Struktur dan tekstur yang baik akan merangsang pertumbuhan akar sehingga tingkat penyerapan unsur hara akan semakin tinggi sesuai yang dibutuhkan tanaman. Selain itu penambahan arang menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dan warna daun yang lebih hijau karena arang memiliki kandungan karbon C yang tinggi sehingga mampu membuat tanah lebih gembur.

Sifat absorpsi yang kuat terhadap air maupun senyawa-senyawa lain merupakan suatu kelebihan dari arang untuk dapat dikedepankan dan menjadikannya sebagai pembenah tanah. Adanya sifat ini membuat arang mampu meningkatkan daya serap dan daya jerap tanah terhadap air serta membatasi perkolasi air keluar dari tanah yang berarti membatasi perlindiran terlarutkan, selain itu arang juga dapat mengabsorpsi senyawa yang bersifat racun.


(25)

Kebutuhan arang sebagai campuran untuk media tanam akan meningkat sejalan dengan perkembangan dunia kehutanan dan pertanian. Untuk meningkatkan produksi arang perlu dilakukan perhatian terhadap kualitas arang yang dihasilkan dari proses pembakaran. Secara ekologi penggunaan arang dapat memberikan beberapa dampak positif terhadap lingkungan. Dampak positif tersebut antara lain mengurangi penggunaan topsoil secara besar-besaran pada pembibitan skala luas, pemanfaatan sampah organik dan berkurangnya pemakaian pupuk kimia. Pada sektor kehutanan penggunaan arang telah lama diteliti penggunaannya. Bahan yang diteliti efektivitasnya antara lain adalah serbuk gergaji, sampah organik, kotoran hewan dan serasah.

Selain meningkatkan kandungan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan mengurangi tingkat keasaman tanah, arang dapat memperbaiki struktur dan tekstur media dalam polybag (Gusmalina 2009). Hal ini terjadi karena dengan pemberian arang akan mengurangi kepadatan media dengan semakin banyak ruang pori dalam media tanam. Struktur dan tekstur yang baik akan merangsang pertumbuhan akar sehingga tingkat penyerapan unsur hara akan semakin tinggi sesuai yang dibutuhkan tanaman. Analisis yang dilakukan terhadap tanah yang ditambah arang menunjukkan bahwa arang dapat memperbaiki tekstur, struktur dan pH tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan akar, meningkatkan perkembangan mikroorganisme tanah, meningkatkan kemampuan tanah menahan air dan menjaga kesuburan tanah.

Pemberian bahan organik merupakan alternatif yang tepat guna meningkatkan kesuburan tanah, terutama untuk menambahkan ketersediaan bahan organik yang cenderung didapati rendah dan cepat menurun serta bagi perbaikan sifat fisik dan fisiko–kimia tanah. Selain itu pemberian bahan organik dirasa lebih ramah terhadap lingkungan, karena bentuk pemupukan ini sebenarnya merupakan adopsi dari praktek penyediaan hara yang terjadi secara alami. Bahan organik dalam hal ini arang yang diberikan sebagai salah satu sumber penyedia bagi terciptanya kondisi tersebut.

Pemberian bahan organik berupa arang dapat menciptakan suatu lingkungan tumbuh yang baik bagi perakaran dan pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Soepardi (1983) tentang


(26)

pengaruh arang sebagai bahan organik terhadap sifat-sifat tanah bahwa secara fisik bahan organik merangsang granulasi, menurunkan plastisitas, kohesi dan kekerasan tanah, mengatur aerasi, meningkatkan kemampuan menahan air serta merupakan pemantap agregat tanah. Bahan organik juga berpengaruh langsung terhadap fisiologi tanaman yang merangsang serapan hara sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Arang yang dihasilkan dijadikan untuk komposisi campuran tanah dan arang yang digunakan sebagai media tanam di persemaian dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dalam jumlah besar. Media tanam ini dapat ditanami untuk tanaman meranti dan sengon, sesuai dengan sistem silvikultur yang akan digunakan maka jenis yang diambil adalah jenis sengon saja. Komposisi yang baik dapat dilihat dari kualitas pertumbuhan tanaman dilakukan pada jenis sengon dengan nama ilmiah Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen yang termasuk ke dalam famili Leguminosae. Jenis ini termasuk jenis cepat tumbuh (fast growing species).

Pada dasarnya pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh kualitas tanahnya dalam hal ini menyangkut aspek kesuburan tanah yang dicirikan oleh terciptanya sinergisme kondisi fisik, kimia dan biologi tanah dalam siklus biogeokimia pada proses penyerapan unsur hara oleh tanaman. Oleh karena itu menjaga kesuburan tanah dalam arti menjadikan unsur hara tersedia dan dapat diserap oleh tanaman dalam alur siklus merupakan hal penting. Upaya untuk ini dapat dilakukan melalui tindakan pemupukan.

2.5 Tanah Podsolik Merah Kuning ( PMK, ordo Ultisol)

Tanah podsolik merah kuning memiliki penyebaran paling luas di Indonesia yaitu sekitar 47,526 juta Ha atau meliputi kira-kira 24,9% dari total daratan Indonesia (Mulyadi dan Soepraptohardjo 1975). Tanah ini merupakan tanah mineral di daerah iklim sedang, sub-tropik dan tropik dengan curah hujan antara 2.500-3.500 mm tiap tahun tanpa bulan kering yang nyata. Jenis tanah ini dapat berkembang dari berbagai jenis bahan induk, umumnya mempunyai solum dalam (± 2 m), tekstur liat, struktur gumpal dengan kemantapan agregat kurang mantap (lemah) serta tingkat kesuburan dan aktivitas mikroba yang rendah (Soepraptohardjo 1976). Rendahnya daya dukung kesuburan tanah dan tingkat


(27)

kemantapan agregat diakibatkan oleh bahan induk tanah yang bersifat masam, miskin unsur hara dan proses pelapukan yang intensif. Tanah podsolik merah kuning banyak dijumpai di daerah iklim basah. Dalam tanah tersebut konsentrasi ion H+ melebihi konsentrasi ion OH- serta mengandung Al, Fe dan Mn terlarut dalam jumlah yang besar sehingga dapat meracuni tanaman.

Menurut Rachim dan Darmawan (1991) tanah podsolik merah kuning berdasarkan taksonomi tanah USDA (United Stated Department of Agriculture 1990) termasuk ke dalam Haplohumult kerena memiliki kejenuhan basa dengan jumlah kation < 35%, kadar bahan organik > 0,9% dan distribusi liat menurut kedalaman menunjukkan perbedaan > 20% dari iluviasi maksimum di atas kedalaman. Tanah podsolik merah kuning atau red yellow podzolic termasuk ordo Ultisol, sub ordo Udult, yang ditandai dengan adanya akumulasi lempung pada lapisan bawah. Umumnya merupakan tanah yang lembab dan berkembang di bawah iklim tropika. Tanah ini telah mempunyai perkembangan profil, berkonsistensi teguh, bereaksi asam, memiliki selaput lempung dan tingkat kejenuhan basanya rendah. Tanah podsolik merah kuning dapat terbentuk dari bahan yang berbeda-beda. Menurut Soepraptohardjo (1979) tanah podsolik merah kuning terbentuk melalui proses podsolisasi dari bahan induk tuf masam, batuan pasir dan sedimen kuarsa melalui proses podsolisasi. Podsolik bereaksi masam hingga sangat masam dengan pH H2O 3,5-5,0 dan kejenuhan basa yang rendah (<20%) serta kadar organik rendah (<10%).

Tanah podsolik merah kuning memiliki solum agak tebal (1-2 m) dengan batas horison nyata. Tanah ini mempunyai lapisan permukaan yang sangat tercuci (highly leached) berwarna kelabu cerah sampai kekuningan di atas horison akumulasi yang bertekstur relatif berat berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal, agregat kurang stabil dan permeabilitas rendah. Perkembangan lapisan permukaan yang tercuci terkadang kurang nyata (Soepraptoharjo 1979).

Daya menahan air kurang dan kepekaan terhadap erosi besar, mineral lempungnya terutama kaolinit serta memiliki produktivitas rendah sampai sedang (Soepardi 1983). Tanah podsolik merah kuning termasuk jenis tanah yang kesuburannya rendah. Masalah kesuburan tanah yang buruk ini berkaitan erat dengan cepat menurunnya kandungan bahan organik tanah serta sifat fisik dan


(28)

fisiko-kimia tanah kurang baik. Metode pengukuran karakteristik tanah dapat dilakukan dengan pengambilan sampel tanah di lapangan dan menguji di laboratorium tanah. Pengujian sampel tanah adalah sifat kimia meliputi pH tanah, C-organik, unsur hara P dan unsur hara K (Setyorini et al. 2009).

Rendahnya kesuburan tanah podsolik merah kuning disebabkan oleh bahan induknya miskin akan mineral primer yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Kandungan hara pada tanah podsolik merah kuning umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Dengan penambahan arang dapat memperbaiki kondisi tanah sehingga tanaman yang tumbuh di atasnya dapat berkembang dengan optimal.

Tanah podsolik merah kuning yang mendominasi pada lahan hutan Kalimantan memiliki karakteristik kesuburan tanah yang rendah. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah podsolik merah kuning derajat keasaman yang tinggi, kandungan C, N, P dan K yang rendah. Unsur hara N dan P terdapat dalam jumlah yang sedikit dalam tanah dan sebagian besar dari kedua unsur tersebut berada dalam bentuk senyawa yang tidak tersedia bagi tanaman.

Tanah podsolik merah kuning yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari hutan penelitian Haurbentes, Kecamatan Jasinga yaitu tanah di bawah tegakan pohon meranti. Tanah yang diambil disesuaikan dengan keadaan tanah di lokasi penelitian yang mempunyai jenis tanah yang sama dengan yang ada di Haurbentes. Tanah podsolik merah kuning mempunyai perkembangan profil sedang, berwarna merah sampai kuning, mempunyai horizon Argilik, bersifat asam, miskin hara, serta kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa rendah. Permeabilitas tanah podsolik merah kuning lambat sampai dengan baik, oleh karena itu di musim kemarau tanaman mudah menderita kekurangan air. Sebaliknya di musim hujan perakaran tanaman dapat mati karena penggenangan air. Rendahnya kesuburan tanah podsolik merah kuning disebabkan oleh bahan induknya miskin akan mineral primer yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan curah hujan yang tinggi sehingga sering terjadi erosi.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 8 Juni 2010 sampai dengan 25 Juni 2010 meliputi kegiatan pembuatan arang di areal persemaian PT. Austral Byna, Base Camp Sikui, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, kemudian dilanjutkan dengan pengujian arang di Balai Penelitian Tanah, Balitbang Pertanian, Bogor dan pengujian respon pertumbuhan semai sengon di rumah kaca laboratorium Silvikultur dari tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan tanggal 1 November 2010.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah penebangan berupa batang, cabang dan ranting untuk pembuatan arang. Sedangkan bahan yang digunakan untuk pengecambahan benih adalah media kecambah (pasir), benih sengon, polybag ukuran 10 x 15 cm dan tanah podsolik merah kuning untuk penyapihan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Phiband untuk pengukur diameter bahan baku arang.

b. Timbangan untuk menimbang bahan baku untuk pembuatan arang. c. Drum seng untuk pembuatan arang.

d. Karung goni untuk menampung arang yang dihasilkan. e. Kamera untuk mengabadikan peristiwa pada saat penelitian.

f. Pita meter untuk pengukur panjang bahan baku dan tinggi semai sengon. g. Kaliper digital untuk pengukur diameter semai sengon.

h. Timbangan mikro untuk mengukur berat kering batang, daun dan akar sengon. i. Oven untuk pengeringan batang, daun dan akar sengon.

j. Program pengolahan data.


(30)

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pembuatan Arang

Limbah penebangan berupa batang, cabang dan ranting jenis Meranti diambil dari petak tebang kemudian diukur berat basah dan berat kering bahan baku untuk pembuatan arang. Setelah pengukuran berat basah dan berat kering dilanjutkan dengan pengukuran kadar air bahan baku dengan menghitung perbandingan berat kering tanur (berat basah dikurangi berat kering bahan baku) dengan berat kering bahan baku, dengan rumus (Haygreen dan Bowyer 1989):

Kadar air (%) = Berat basah- Berat kering) (kg) X 100% Berat kering (kg)

Setelah menghitung kadar air dilanjutkan dengan proses pembuatan arang melalui pembakaran menggunakan metode tungku drum seng (Iskandar dan Santosa 2005) dengan memperhatikan:

1. Pembuatan tungku drum dilakukan dengan memotong bagian atas drum.

Jumlah lubang udara harus dibuat pada bagian bawah tungku agar tidak terdapat celah yang terlalu besar. Setelah itu dilakukan pembuatan penutup drum dan cerobong asap.

2. Pemotongan bahan baku (limbah kayu) dan dibelah sesuai dengan ukuran dan

kapasitas drum

3. Pengisian limbah kayu ke dalam tungku. Sebelumnya pada bagian dasar tungku diberi potongan kayu bakar atau sisa-sisa serutan kayu kering. Posisi kayu dibuat mendatar dan serapat mungkin agar dapat menampung kayu lebih banyak. Pengisian ini dilakukan hingga tungku penuh oleh bahan baku (limbah kayu).

4. Pada bagian dasar tungku drum diberi ganjal dengan bata merah atau batu setinggi ± 5-10 cm, pada 3 lokasi titik. Di bawah tungku kemudian diberi potongan kayu bakar atau serutan kayu kering yang diberi sedikit solar sebagai umpan. Setelah api dinyalakan, tunggu sampai nyala bara api merembet ke dalam tungku melalui lubang udara sehingga bahan baku kayu yang terdapat di dalam tungku dapat terbakar dengan sempurna.


(31)

5. Pada awalnya asap dari pembakaran potongan atau kayu serpih umpan terlihat putih dan tipis. Setelah proses pembakaran berjalan asap akan semakin tebal.

6. Pemasangan tutup drum dan cerobong asap untuk mengarahkan asap hasil pembakaran yang keluar setelah pembakaran bahan baku berjalan. Proses dari pembakaran umpan sampai bahan baku terbakar dengan sempurna ± 30 menit.

7. Setelah proses pembakaran berjalan lancar, di bagian bawah tungku dan sekelilingnya ditutup dengan pasir atau tanah untuk memperkecil lubang udara, hanya diberi 3 lubang dengan diameter ± 3 cm.

8. Proses pengarangan biasa ini memerlukan waktu selama 6 jam. Hal ini dilakukan bila kayu relatif basah.

9. Proses pendinginan dapat dilakukan jika asap yang dikeluarkan semakin tipis. Pendinginan dilakukan dengan menyiram air atau menutup drum dengan kain basah dan rumput basah.

10. Proses pembakaran dilakukan sebanyak 30 kali ulangan. 11. Penimbangan berat kering hasil arang.

3.3.2 Pengukuran Rendemen Arang dan Potensi Arang

Pengukuran rendemen arang hasil pembakaran dilakukan dengan menghitung perbandingan berat kering arang yang dihasilkan dengan berat bahan baku kayu yang digunakan dengan rumus (Djatmiko et al. 1985) :

Rendemen (%) = Berat kering arang (kg) X 100% Berat kering bahan baku (kg)

Pengukuran faktor konversi arang dilakukan dengan menghitung perbandingan arang yang dihasilkan dengan contoh uji bahan baku kayu yang digunakan, dengan rumus :

Faktor konversi arang = Berat arang (ton)

Berat contoh uji bahan baku (m³)

Pengukuran potensi arang dilakukan dengan menghitung potensi limbah kayu dikalikan dengan faktor konversi arang, dengan rumus :


(32)

3.3.3 Penyiapan Media

Pengambilan tanah untuk bahan media tanam berasal dari hutan percobaan Haurbentes Jasinga yang disesuaikan dengan keadaan tanah di lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan jenis tanah di Haurbentes sama dengan jenis tanah di lokasi penelitian (PT. Austral Byna). Sebelum dimasukkan ke dalam polybag dengan ukuran 10 cm x 15 cm (500 gram), tanah diayak dan dijemur terlebih dahulu agar steril. Arang yang digunakan sebelumnya ditumbuk hingga halus dan ditimbang dengan kadar : 0% (0 gram), 10% (50 gram), 20% (100 gram) dan 30% (150 gram). Tanah dan arang tersebut dicampurkan sampai merata kemudian dimasukkan ke dalam polybag. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali. Setiap polybag diberi label sesuai dengan perlakuan.

3.3.4 Penyapihan dan Pemeliharaan

Setiap polybag yang telah diisi media tanam dimasukkan bibit anakan sengon yang berumur dua minggu dengan tinggi 4-5 cm dan berdaun muda sebanyak empat helai.

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman, pengendalian hama, dan pemupukan. Penyiraman dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari. Pengendalian hama dilakukan secara manual dengan mencari dan mematikan hama yang menyerang. Pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk NPK sebanyak 0,1 gram ke dalam setiap polybag pada minggu ke-8 setelah tanam.

3.3.5 Pengamatan Parameter Pertumbuhan 1. Tinggi tanaman

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu selama 14 minggu setelah tanam. Tinggi diukur dari permukaan media sampai pangkal pertumbuhan daun yang paling muda.

2. Diameter tanaman

Pengukuran diameter dilakukan pada awal penanaman bibit (semai), pertengahan dan akhir pengamatan. Diameter diukur 1,5 cm di atas permukaan media tanam.


(33)

3. Berat kering total (BKT)

Setelah pengamatan tinggi dan diameter selesai, pada akhir penelitian semai sengon dipotong menjadi dua bagian yaitu bagian bawah (bagian akar) dan bagian atas semai (batang dan daun). Sebelum pengovenan masing-masing bagian dilakukan penimbangan. Tanaman tersebut dikeringudarakan terlebih dahulu dengan cara dianginkan beberapa saat. Bagian akar serta bagian batang dan daun dibungkus dengan kertas, selanjutnya dioven pada suhu 105°C selama 24 jam. Berat kering total merupakan hasil penjumlahan kedua bagian yaitu bagian akar dengan bagian batang dan daun.

4. Kekokohan semai

Kekokohan semai digunakan untuk mengetahui kualitas semai yang didasarkan atas perbandingan tinggi dan diameter semai di akhir pengamatan, dengan rumus (Hendromono 2003).

Kekokohan semai =

Tinggi akhir semai sengon (cm) Diameter akhir semai sengon (mm) 5. Rasio pucuk akar (RPA)

Rasio pucuk akar dihitung dengan membandingkan berat kering bagian atas (batang dan daun) dengan berat kering bagian bawah (akar).

3.3.6 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pengujian arang terhadap pertumbuhan sengon adalah Rancangan Acak Lengkap. Terdapat 4 kombinasi perlakuan dengan 10 kali pengulangan dan tanaman seluruhnya berjumlah 40. Kombinasi perlakuan yang diujicobakan adalah sebagai berikut :

M0A0 = media tanam tanpa penambahan arang sebagai kontrol M0A10 = media tanam dengan penambahan arang 10%

M0A20 = media tanam dengan penambahan arang 20% M0A30 = media tanam dengan penambahan arang 30%. Bentuk hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :

H0 : Penambahan arang ke dalam media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan sengon.


(34)

H1 : Penambahan arang ke dalam media tanam berpengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan sengon.

Kriteria pengambilan keputusan dari hipotesis yang diuji adalah : Jika nilai P ≤ Fα=0,05, maka tolak H0

Jika nilai P > Fα=0,05, maka terima H0

untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati, dilakukan analisis keragaman yang diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan aplikasi SAS (Statistical Analysis System) kemudian bila pengaruh yang diberikan menunjukkan perbedaan yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengujian ini dilakukan untuk melihat perbedaaan pengaruh tiap perlakuan.


(35)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas Areal

Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Austral Byna secara geografis berada antara posisi 0° 30'-1° 68' LS dan 114° 45'-115° 45' BT. Secara administrasi pemerintahan termasuk keadaan wilayah kecamatan Lahei, Teweh Timur dan Gunung Purui, Kabupaten Barito Utara dengan ibukota Muara Teweh, Provinsi Kalimantan Tengah dengan ibukota Palangkaraya dan termasuk kedalam BKPH Muara Teweh, KPH Murung Utara, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan hidrologi, pada areal kerja perusahaan terdapat empat kelompok sungai yaitu Sungai Teweh-Sungai Lahei dan Sungai Montallat-Sungai Sempirang. Luas areal IUPHHK PT. Austral Byna adalah 255.530 ha. Menurut peta penataan areal kerja (PAK) luas areal efektif (areal bersih produksi) adalah 210.290 Ha yang terdiri atas areal THPB (Tebang Habis Permudaan Buatan), TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) dan TPTII (Tebang Pilih Tanam Indonesia-Intensif).

4.2 Tanah dan Geologi

Jenis tanah termasuk jenis podsolik merah kuning tersusun dari batuan sedimen (batu, liat, batu debu dan batu pasir). Tanah ini umumnya bersolum dalam, bertekstur sedang dan agak halus serta berada pada daerah yang berdrainase terhambat. Daerah daratan dicirikan oleh pola sungai yang hampir sejajar. Dalam perkembangannya, bentuk wilayah dipengaruhi oleh erosi. Erosi pada kemiringan curam terlihat jelas kikisannya, sehingga terjadi torehan-torehan yang makin tajam, sedangkan pada bagian perlembahan terjadi pengendapan, pada daerah perbukitan terlihat jelas sekali adanya proses pengikisan akibat erosi. 4.3 Iklim

Berdasarkan kriteria Schmidt & Ferguson, areal IUPHHK PT. Austral Byna termasuk dalam tipe iklim nilai A berkisar 0–13%. Sesuai tipe iklimnya, areal IUPHHK ini mempunyai curah hujan yang tinggi dengan persebaran yang


(36)

hampir merata sepanjang tahun, artinya tidak terjadi musim kemarau atau bulan kering yang panjang. Jumlah hari hujan rata-rata bulanan terjadi dalam bulan Desember dan terendah pada bulan Juni. Mengingat seluruh areal IUPHHK ini hanya terdiri dari satu tipe iklim yaitu A, maka tidak dilakukan pemetaan iklim terpisah. Secara umum daerah termasuk lembab, sehingga tidak rawan terhadap kebakaran hutan.

4.4 Keadaan Hutan

Hutan areal IUPHHK PT. Austral Byna termasuk ke dalam hutan tropika basah dataran rendah. Bentuk vegetasinya merupakan areal berhutan primer, bekas tebangan dan non hutan dengan luasan seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Luasan setiap bentuk vegetasi di areal IUPHHK PT. Austral Byna

No Bentuk Vegetasi

Luas

Ha Persentase

1 Hutan Primer - -

2 Hutan Bekas Tebangan 156.293 53,10

3 Non Hutan 132.24 44,90

4 Tertutup Awan 6.067 2,10

Jumlah 294.6 100,00

Keterangan : Pengukuran Planimetris Peta Penafsiran Potret Udara Tahun 1995 dan Citra Landsat Tahun 2005. Hasil deniasi citra landsat 2005 (Juni dan April) dikompilasi data Juli 2005 menghasilkan areal Non Hutan menjadi 134.707 Ha dan eks tebangan 159.893 ha

4.5 Pengusahaan Hutan

Sistem pemanenan hutan yang diterapkan PT. Austral Byna adalah sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) akan tetapi mulai tahun 2007 PT. Austral Byna juga melaksanakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) atau Silvikultur Intensif (SILIN). Oleh karena itu, sistem yang diterapkan di PT. Austral Byna ini ada dua sistem TPTI dan TPTII.

Sistem perencanaan yang dilakukan di PT. Austral Byna adalah sistem pemanenan secara mekanis, artinya semua kegiatan dilaksanakan dengan menggunakan bantuan mesin. Sistem yang digunakan pada Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2009 PT. Austral Byna yaitu TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia).


(37)

Kegiatan penebangan pada RKT 2009 dilaksanakan oleh dua pihak yaitu PT. Austral Byna dan mitra kerja. Petak tebang yang dikerjakan oleh PT. Austral Byna sebanyak 34 petak dan 6 petak sisanya dikerjakan oleh mitra kerja. Penebangan dilaksanakan oleh regu tebang yang terdiri dari satu orang chainsawman dan satu orang pembantu (helper). Jenis-jenis pohon yang ditebang adalah Balau, Bangkirai, Binuang, Cengal, Jabon, Kapur, Kapur Naga, Keruing, Kulim, Lambin, Melapi, Meranti, Mersawa, dan Nyatoh. Kayu hasil pemanenan dialokasikan untuk kebutuhan industri sendiri yaitu industri plywood dan sawnmill.


(38)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Potensi Arang untuk Media Tanam

Bahan baku pembuatan arang diambil dari limbah penebangan di petak tebang berupa limbah batang, cabang dan ranting dari jenis meranti. Potensi arang disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Rendemen arang dari hasil pembakaran limbah penebangan kayu meranti

Komponen Jumlah

Berat basah kayu (ton) 1,65

Berat kering kayu (ton) 1,64

Berat kering arang (ton) 0,41

Rendemen rata-rata 1(%) 26,50

Potensi arang 2(ton/ha) 24,14

Faktor konversi arang 3(ton/m3) 0,07

Keterangan : 1 Rendemen rata-rata merupakan perbandingan berat kering arang dengan berat kering kayu (bahan baku) rata-rata sebanyak 30 kali pengulangan.

2

Potensi arang merupakan jumlah arang yang dihasilkan dari 1 Ha areal tebangan dengan 356 m3/ha limbah kayu dikalikan faktor konversi arang.

3 Faktor konversi arang merupakan jumlah contoh uji kayu yang digunakan sebanyak 6 m3 menghasilkan arang sebanyak 407 kg.

5.1.2 Parameter Pertumbuhan Semai Sengon 5.1.2.1 Pertumbuhan Tinggi Semai Sengon

Pertumbuhan ukuran tinggi semai sengon merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diterapkan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penambahan arang pada media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi semai sengon (Tabel 3). Tabel 3 Hasil uji pengaruh arang terhadap pertumbuhan tinggi semai sengon

Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT)

F-hitung P

Perlakuan 3 110,09 36,69 21,47 0,0001

Galat 36 61,53 1,70

Total 39 171,62

Keterangan : perlakuan berpengaruh nyata pada taraf uji nilai (α = 0,05)

Dari nilai P=0,0001 < Fα=0,05 berarti H0 ditolak, artinya perlakuan penambahan arang berpengaruh sangat nyata pada tinggi semai sengon. Hasil uji


(39)

Duncan dari pengaruh pemberian arang terhadap pertumbuhan tinggi semai sengon disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang terhadap pertumbuhan tinggi semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst)

Perlakuan Rata-rata tinggi semai

sengon (cm)

Persentase peningkatan dibanding kontrol (%)

Kontrol 4,63b ─

Arang 10% 6,35a 37,15

Arang 20% 3,08c -33,47

Arang 30% 1,94c -58,09

Keterangan : huruf yang sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan berdasarkan uji lanjut Duncan pada α=0,05 (selang kepercayaan 95%)

Rata-rata pertambahan tinggi semai sengon pada setiap perlakuan disajikan pada Gambar 1. Pada Gambar 2 dapat dilihat pertumbuhan tinggi sengon dari awal pengamatan sampai dengan akhir pengamatan yang mengalami pertambahan tinggi setiap minggu pada setiap perlakuan.

Gambar 1 Rata-rata tinggi semai sengon (cm) 14 minggu setelah tanam (mst) pada setiap perlakuan penambahan arang

Gambar 2 Pertumbuhan tinggi semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst) pada komposisi -♦- arang 0% , -■- arang 10% , -▲- arang 20%, -x- arang 30%.


(40)

5.1.2.2 Pertumbuhan Diameter Semai Sengon

Pertambahan diameter merupakan parameter yang sering dijadikan untuk melihat pengaruh perlakuan dan pertumbuhan tanaman. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penambahan arang pada media tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter semai sengon yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil uji pengaruh arang terhadap pertumbuhan diameter semai sengon

Sumber Keragaman Derajat bebas (Db) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT)

F-hitung P

Perlakuan 3 1,45 0,48 30,15 0,0001

Galat 36 0,57 0,01

Total 39 2,03

Keterangan : perlakuan berpengaruh nyata pada taraf uji nilai (α = 0,05)

Dari Tabel Anova di atas dapat diketahui bahwa nilai P=0,0001 < Fα=0,05 yang berarti H0 ditolak. Hasil uji Duncan pengaruh penambahan arang terhadap pertumbuhan diameter sengon disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil uji Duncan pengaruh penambahan arang terhadap pertumbuhan diameter semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst)

Perlakuan Rata-rata diameter semai

sengon (mm)

Persentase peningkatan dibanding kontrol (%)

Kontrol 0,60c ─

Arang 10% 0,99a 65,00

Arang 20% 0,77b 28,33

Arang 30% 1,09a 81,66

Keterangan : huruf yang sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan berdasarkan uji lanjut Duncan pada α=0,05 (selang kepercayaan 95%) Pada Gambar 3 disajikan rata-rata diameter semai sengon dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-ke-14 pada setiap perlakuan penambahan arang. Gambar 4 menyajikan pertumbuhan diameter semai sengon pada awal pengamatan sampai dengan akhir pengamatan pada minggu ke-14.


(41)

Gambar 3 Rata-rata diameter (mm) 14 minggu setelah tanam (mst) semai sengon pada setiap perlakuan penambahan arang.

Gambar 4 Pertumbuhan diameter semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst) pada komposisi -♦- arang 0% , -■- arang 10% , -▲- arang 20%, -x- arang 30%.

5.1.2.3 Berat Kering Total (BKT)

Berat kering total diperoleh dengan menjumlahkan berat kering tanaman bagian atas (pucuk) dan berat kering tanaman yang ada dalam tanah (akar). Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa penambahan arang pada media tanam memberikan pengaruh nyata terhadap berat kering total semai sengon yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji pengaruh arang terhadap berat kering total

Sumber Keragaman

Derajat bebas (Db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah (KT)

F-hitung

P

Perlakuan 3 1,39 0,46 10,47 0,0001

Galat 36 1,59 0,04

Total 39 2,98


(42)

Dari Tabel Anova di atas dapat diketahui bahwa nilai P=0,0001 < Fα=0,05 sehingga H0 ditolak. Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang selengkapnya disajikan pada Tabel 8. Gambar 5 memperlihatkan bahwa pemberian arang ke dalam media tanam memberikan pengaruh terhadap pertambahan berat kering total (BKT) semai sengon.

Tabel 8 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang terhadap berat kering total semai sengon 14 minggu setelah tanam (mst)

Perlakuan Berat kering total semai

sengon (gr)

Persentase peningkatan dibanding kontrol (%)

Kontrol 0,21b ─

Arang 10% 0,64a 204,76

Arang 20% 0,24b 14,28

Arang 30% 0,18b -14,28

Keterangan : huruf yang sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan berdasarkan uji lanjut Duncan pada α=0,05 (selang kepercayaan 95%)

Gambar 5 Berat kering total semai sengon pada komposisi arang 0% (M0A0), 10% (M0A10), 20% (M0A20) dan 30% (M0A30).

5.1.2.4 Kekokohan Semai

Kekokohan semai merupakan perbandingan antara tinggi terhadap diameter yang diukur pada akhir pengamatan, digunakan untuk mengetahui kualitas semai sengon. Hasil kekokohan semai sengon disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji pengaruh arang terhadap kekokohan semai

Sumber Keragaman

Derajat bebas (Db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah (KT)

F-hitung P

Perlakuan 3 128,09 40,69 25,76 0,0001

Galat 36 92,64 1,65

Total 39 134,62


(43)

Dari Tabel Anova di atas dapat diketahui bahwa nilai P=0,0001 < Fα=0,05 maka H0 ditolak. Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang selengkapnya disajikan pada Tabel 10. Gambar 6 memperlihatkan bahwa pemberian arang dalam media tanam memberikan pengaruh terhadap kekokohan semai sengon. Tabel 10 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian arang terhadap kekokohan semai

sengon 14 minggu setelah tanam (mst)

Perlakuan Kekokohan semai sengon

Kontrol 12,24a

Arang 10% 10,11a

Arang 20% 8,11b

Arang 30% 4,90c

Keterangan : huruf yang sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan berdasarkan uji lanjut Duncan pada α=0,05 (selang kepercayaan 95%)

Gambar 6 Kekokohan semai sengon pada komposisi arang 0% (M0A0), 10% (M0A10), 20% (M0A20) dan 30% (M0A30).

5.1.2.5 Rasio Pucuk Akar (RPA)

Rasio pucuk akar adalah perbandingan berat kering seluruh bagian tanaman yang berada di atas tanah dan berat kering yang berada di dalam tanah (akar). Hasil pengolahan data yang menunjukkan bahwa penambahan arang pada media tanam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap rasio pucuk akar semai sengon yang disajikan pada Tabel 11.


(44)

Tabel 11 Hasil uji pengaruh arang terhadap rasio pucuk akar

Sumber Keragaman

Derajat bebas (Db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah (KT)

F-hitung

P

Perlakuan 3 26,31 8,77 1,85 0,16

Galat 36 170,60 4,74

Total 39 196,91

Keterangan : perlakuan berpengaruh nyata pada taraf uji nilai (α = 0,05)

Dari Tabel Anova di atas dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh penambahan arang terhadap perbandingan berat kering pucuk dan akar semai sengon. Hal ini dapat dilihat dari nilai P=0,16 > Fα=0,05 maka terima H0. Pada Gambar 7 memperlihatkan nilai rasio pucuk akar pada tiap perlakuan penambahan arang ke dalam media tanam.

Gambar 7 Rasio pucuk akar semai sengon pada komposisi arang 0% (M0A0), 10% (M0A10), 20% (M0A20) dan 30% (M0A30).

5.1.3 Hasil Analisis Kimia Arang

Penetapan kualitas arang kayu umumnya dilakukan terhadap komposisi kimia dan sifat fisis, tetapi dalam penelitian ini hanya dilakukan pada komposisi kimianya. Unsur-unsur kimia dalam arang yang dianalisis adalah unsur yang dibutuhkan oleh tanah untuk dapat memenuhi kebutuhan tanaman, disajikan dalam Tabel 12.


(45)

Tabel 12 Hasil analisis kimia komponen kimia penting yang terkandung dalam arang

Komponen Arang Satuan Keterangan

pH (H2O) 8,3 Agak alkalis

C – Organik 5,40 % Sangat tinggi

N – Kjeldahl 0,09 % Rendah

C/N rasio 60 Sangat tinggi

P Potensial (HCl 25%, P2O5) 4,00 mg/100 gr Rendah

K Potensial (HCl 25%, K2O) 62,00 mg/100 gr Tinggi

Ca (1 N NH4Oac, pH 7,0 ekstraksi) 4,18 Cmol/kg Rendah

Mg (1 N NH4Oac, pH 7,0 ekstraksi) 0,59 Cmol/kg Rendah

K (1 N NH4Oac, pH 7,0 ekstraksi) 1,78 Cmol/kg Tinggi

Na (1 N NH4Oac, pH 7,0 ekstraksi) 0,20 Cmol/kg Rendah

Total (1 N NH4Oac, pH 7,0 ekstraksi) 6,75 Cmol/kg Sedang

Kapasitas Tukar Kation (1 N NH4Oac,

pH 7,0 ekstraksi) 4,32 Cmol/kg

Tinggi

Kejenuhan Basa >100 % Sangat tinggi

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanah

5.2 Pembahasan

5.2.1 Potensi Arang untuk Media Tanam

Bahan baku alternatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari limbah penebangan kayu jenis meranti berupa batang, cabang dan ranting. Kayu jenis meranti memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan bahan baku arang karena jumlah limbah di petak tebang sangat tinggi. Belum ada langkah pemanfaatan yang lebih lanjut dari limbah tersebut selain dijadikan kayu bakar. Pembuatan arang dilakukan dengan pembakaran bahan baku dari limbah penebangan kayu jenis meranti menggunakan metode tungku drum seng. Limbah penebangan berupa batang yang berukuran besar dipotong, disesuaikan dengan ukuran dan kapasitas alat pembakar agar diperoleh arang yang memiliki rendemen tinggi dan berkualitas baik. Pembuatan arang menggunakan limbah penebangan dengan mengambil contoh uji kayu sebanyak 6 m3 dan diperoleh arang sebanyak 407 kg. Dari jumlah contoh uji limbah kayu yang digunakan untuk pembuatan


(46)

arang dan jumlah arang yang dihasilkan maka diperoleh faktor konversi arang sebesar 67,83 kg/m3 atau sebesar 0,07 ton arang/m3 kayu.

Rendemen merupakan perbandingan berat arang yang dihasilkan dengan berat bahan baku limbah kayu yang digunakan. Rendemen rata-rata yang diperoleh dari 30 kali pengulangan dalam pembuatan arang adalah 26,50%. Hasil penelitian sebelumnya oleh Sari (2009) menunjukkan total volume limbah penebangan di petak tebang adalah 356 m³/ha. Apabila semua limbah kayu yang ada dalam 1 Ha areal penebangan tersebut dijadikan arang maka akan diperoleh arang sebanyak 24,14 ton. Jumlah arang yang dihasilkan dapat digunakan sebagai media tanam dalam polybag dengan komposisi arang 30% atau campuran tanah dan penambahan arang 150 gram per polybag, maka dapat dibuat komposisi campuran media tanam sebanyak 160.933 polybag. Bedeng semai yang umumnya dipakai di persemaian memiliki ukuran 4 m2 dapat memuat 400 polybag. Dari total limbah dalam 1 Ha areal penebangan dapat mencukupi kebutuhan arang untuk persemaian seluas 0,16 Ha.

Nilai rata-rata rendemen diperoleh dari perbandingan berat arang yang dihasilkan dengan berat kering kayu yang dibakar. Dari pembuatan arang diperoleh nilai rendemen sebesar 26,50% atau 0,27. Terdapat perbedaan yang sangat besar antara berat arang yang dihasilkan dengan berat bahan baku kayu yang digunakan, hal ini dikarenakan ukuran dari bahan baku kayu ada yang tidak seragam. Ukuran kayu yang lebih kecil akan cepat terbakar dan mudah menjadi abu. Kualitas arang kayu dipengaruhi oleh jenis kayu dan proses saat pengarangan. Nilai rendemen yang tergolong rendah sebagai akibat tidak adanya pengukuran terhadap suhu pada proses pembakaran. Proses perombakan yang cepat tanpa disertai pengawasan panas yang diberikan akan menghasilkan rendemen arang yang rendah.

Arang dapat dibuat dari bahan-bahan yang mengandung karbon baik organik maupun anorganik, dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang. Arang yang baik mutunya untuk media tanam adalah arang yang mempunyai kadar karbon tinggi dan kadar abu rendah. Hasil penelitian Nurhayati (2002) menunjukkan bahwa produksi arang dari bahan baku kayu bakau akan diperoleh rendemen yang tinggi pada perlakuan sampel dengan cara dipotong-potong secara


(47)

manual. Variasi nilai rendemen arang pada umumnya dipengaruhi oleh berat jenis bahan kayu, dimana jenis kayu yang menunjukkan berat jenis tinggi akan cenderung untuk menghasilkan arang yang tinggi pula. Jenis kayu yang berat akan menghasilkan arang yang lebih baik daripada kayu yang ringan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembakaran antara lain kecepatan aliran udara, kecepatan pembakaran arang dan kenaikan temperatur. Kenaikan temperatur udara pembakaran menyebabkan semakin pendek waktu pembakaran. Disamping itu pengaruh berat jenis, kekeringan kadar bahan dan suhu akhir pengarangan dapat menentukan hasil dan kualitas arang yang diperoleh. Besarnya kadar air bahan kayu untuk pengarangan dipakai kayu kering udara yang mempunyai kadar air berkisar 20-30%. Kayu yang mempunyai berat jenis tinggi memerlukan waktu pengarangan yang lebih lama dibandingkan dengan kayu yang mempunyai berat jenis rendah. Adapun yang dimaksud dengan kayu yang mempunyai berat jenis tinggi yaitu kayu yang mempunyai berat jenis > 0,6 sedangkan kayu yang mempunyai berat jenis rendah yaitu kayu yang mempunyai berat jenis < 0,6.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan arang berupa limbah penebangan yaitu kayu jenis meranti yang termasuk ke dalam suku Dipterocarpacea. Dipterocarpaceae memiliki pori yang soliter, berdiameter besar, berat jenis 0,67-0,75 yang tergolong kayu kelas kuat. Meranti termasuk ke dalam jenis kayu berat bila dilihat dari berat jenisnya sehingga jenis kayu ini sangat baik untuk bahan baku pembuatan arang. Arang yang dihasilkan dari jenis kayu daun lebar yang memiliki berat jenis 0,67-0,70 mempunyai rendemen sekitar 30-38% (Syachri dan Hartoyo 1976). Selain itu jenis kayu berat apabila dibakar terlalu lama tidak mudah berubah menjadi abu dan juga menghasilkan permukaan arang yang luas. Semakin tinggi berat jenis kayu, semakin keras arang yang dihasilkan dan semakin tinggi rendemen arang, semakin tinggi kadar karbon terikatnya tetapi zat mudah menguap semakin rendah (Syachri dan Hartoyo 1976). Limbah penebangan yang telah dikeringkan (biomassa) diubah dengan menggunakan teknologi atau metode untuk mengkonversi dari biomassa menjadi arang, meliputi pembakaran dengan metode gasifikasi, pirolisis dan metode langsung. Teknologi perubahan biomassa dengan metode gasifikasi pada dasarnya adalah usaha


(48)

penggunaan bahan bakar padat yang lebih dahulu diubah dalam bentuk gas. Pada proses gasifikasi ini, biomassa dibakar dengan udara terbatas sehingga gas yang dihasilkan sebagian besar mengandung karbon monoksida (CO).

Teknologi perubahan biomassa dengan metode pirolisis yaitu pembakaran biomassa pada kondisi tanpa oksigen. Tujuannya adalah melepaskan zat terbang yang terkandung pada biomassa. Secara umum kandungan zat terbang dalam biomassa cukup tinggi. Produk proses pirolisis ini berbentuk cair, gas dan padat (arang). Karbonisasi biomassa atau yang lebih dikenal dengan pengarangan adalah suatu proses untuk menaikkan nilai kalor biomassa dan dihasilkan pembakaran yang bersih dengan sedikit asap. Hasil karbonisasi adalah berupa arang yang tersusun atas karbon yang berwarna hitam. Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya kehadiran oksigen. Pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga senyawa karbon yang kompleks sebagian besar terurai menjadi karbon atau arang. Sebagian besar pori-pori arang masih tertutup oleh hidrokarbon dan komponen lain seperti abu, air, nitrogen dan sulfur.

Proses pembakaran langsung yaitu proses pembakaran yang paling mudah dibandingkan dengan lainnya. Limbah atau biomassa langsung dibakar tanpa proses-proses lainnya. Cara seperti ini sangat mudah dijumpai. Seperti halnya di pedesaan, banyak masyarakat memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakar karena praktis dan mudah mendapatkannya walaupun secara umum efisiensinya sangat rendah. Sedangkan di dunia industri pembakaran langsung juga banyak digunakan untuk produksi listrik seperti di pabrik kelapa sawit dan gula yang memanfaatkan limbahnya sebagai bahan bakar. Biomassa dapat dibakar dalam bentuk serbuk, briket ataupun batangan yang disesuaikan dengan penggunaan dan kondisi biomassa. Pada penelitian ini proses pembakaran langsung digunakan untuk mengubah biomassa berupa limbah penebangan menjadi arang. Pembakaran langsung menggunakan tungku drum seng sebagai media pembakar menghasilkan kadar abu yang cukup tinggi. Keberadaan abu yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori arang sehingga luas permukaan arang berkurang. Selain itu juga menyebabkan korosi dimana kualitas arang berkurang. Tidak ada pengukuran suhu saat proses pembuatan arang


(49)

menyebabkan suhu di dalam tungku drum seng tidak merata keseluruhan. Dimana di bagian bawah telah menjadi abu, di bagian tengah menjadi arang dan bagian atas belum terbakar sama sekali, hal ini juga mengakibatkan hasil rendemen arang kecil pada akhir pembakaran. Peningkatan suhu akan meningkatkan kadar abu yang disebabkan oleh kenaikan suhu karbonisasi yang memicu teroksidasinya sebagian besar zat mudah menguap termasuk juga karbon.

Faktor-faktor yang juga harus diperhatikan dalam pembuatan arang selain jenis kayu yang digunakan adalah keadaan api serta keadaan tungku. Kondisi api pada saat proses pembakaran dijaga agar api tidak padam, karena jika keadaan api terganggu maka arang yang dihasilkan tidak sempurna (bantat) dan biasa disebut kepala arang. Keadaan tungku arang harus selalu diperhatikan agar tidak terjadi kebocoran pada saat pembakaran arang. Bahan baku dan keadaan tungku harus bersih dari kotoran yaitu berupa tanah, pasir dan benda-benda asing lainnya. Sebelum dilakukan proses pengarangan bahan baku terlebih dahulu dikeringkan atau dijemur pada udara terbuka hingga mencapai kering udara agar proses pengarangan berjalan cepat dan tidak banyak mengeluarkan asap. Dalam proses pembakaran membuat arang juga dipengaruhi oleh waktu. Semakin lama waktu, maka kadar abu juga akan semakin meningkat karena semakin lama proses pembakaran memicu penghilangan karbon. Perbedaan waktu yang dibutuhkan sampai terbentuknya arang tergantung pada kadar air, bentuk dan komposisi kimia limbah penebangan yang digunakan.

5.2.2 Parameter Pertumbuhan Semai Sengon pada Media Tanam Campuran Tanah dan Arang

Penambahan arang pada media tanam dilakukan untuk mendapatkan bukti secara nyata akan fungsi atau manfaat arang tersebut. Arang dapat digunakan untuk membangun kembali kesuburan lahan kritis yang miskin hara. Keuntungan pemberian arang, antara lain memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar dan memberikan habitat untuk pertumbuhan semai tanaman (Gusmalina 1999).

Sengon atau Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen adalah spesies yang dijadikan sebagai indikator keberhasilan dari campuran tanah dan arang sebagai media tanam. Tanaman untuk tumbuh memerlukan media yang mampu


(50)

memberikan tempat tumbuh yang baik dan menyediakan unsur-unsur hara untuk kelangsungan hidup tanaman. Media tanam pada prinsipnya dapat dinilai baik apabila media tanam memiliki empat peranan pokok yaitu mampu menyediakan tunjangan mekanik, memiliki kemampuan menyimpan air, memiliki aerasi yang baik dan mampu menyuplai unsur hara dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman.

Pertumbuhan merupakan suatu aktivitas yang sangat penting bagi tanaman menjadi besar, sel menjadi lebih banyak dan kemampuan untuk berkembang biak. Menurut Gardner et al. (1991) menyebutkan bahwa pertumbuhan merupakan akibat adanya interaksi antara berbagai faktor internal perangsang pertumbuhan yaitu pengendali genetik dan unsur-unsur iklim, tanah dan biologis dari lingkungan. Pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh penyerapan unsur hara oleh tanaman. Tingkat keberhasilan tumbuh ini dapat dilihat dari peningkatan atau penambahan dari tinggi, diameter, berat kering total, kekokohan semai serta dapat dilihat dari nilai rasio pucuk akar semai sengon. Pertumbuhan tanaman yang baik didukung oleh kualitas tanah yang baik juga.

Tinggi merupakan parameter yang paling mudah diukur sebagai indikator pengaruh penambahan arang terhadap pertumbuhan semai sengon. Perubahan tinggi semai sengon menunjukkan adanya pertumbuhan yang nilainya didapat dari perhitungan selisih tinggi semai sengon akhir pengamatan dengan tinggi semai awal pengamatan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan pertumbuhan yang meningkat dari awal pengamatan sampai dengan minggu akhir pengamatan. Pada penambahan arang 10% ke dalam media tanam memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol untuk pertumbuhan tinggi semai sengon dengan rata-rata tinggi 6,35 cm atau menunjukkan kenaikan tinggi sebesar 1,72 cm, nilai persentase untuk peningkatan tersebut adalah sebesar 37,15% dibandingkan dengan kontrol. Hasil uji menunjukkan bahwa penambahan arang ke dalam media tanam sebanyak 20% menunjukkan rata-rata tinggi semai sengon lebih kecil 1,55 cm atau menurun sebesar 33,47% dibandingkan dengan kontrol. Dengan penambahan arang 30% ke dalam media tanam menunjukkan rata-rata tinggi semai sengon lebih kecil sebesar 2,69 cm atau penurunan persentase pertumbuhan sebesar 58,09% dibandingkan dengan kontrol.


(1)

Lampiran 11 Hasil uji parameter berat kering total dengan pengolahan SAS ( Statistical Analysis System)

HASIL ANALISIS PERLAKUAN The GLM Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

perlakuan 4 M0A0 M0A10 M0A20 M0A30

Number of Observations Read 40

Number of Observations Used 40

Dependent Variable: respon

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 3 1,38692750 0,46230917 10,47 <,0001

Error 36 1,58985000 0,04416250

Corrected Total 39 2,97677750

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 0,63600 10 M0A10

B 0,23800 10 M0A20

B 0,21300 10 M0A0


(2)

Lampiran 12 Hasil uji parameter kekokohan semai dengan pengolahan SAS (Statistical Analysis System)

The SAS System The GLM Procedure

Dependent Variable: respon

Source DF Sum of

Squares Mean Square F-Value Pr > F

Model 3 128.094000 40.690160 25.76 0,0001

Error 36 92.643200 1.653200

Corrected Total

39 134.621400

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.715304 14.70378 0.126820 0.862500

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F perlakuan 3 128.094000 40.690160 25.76 0,0001

Duncan Grouping Mean N perlakuan

A 4.90076 10 M0A30

A 10.10924 10 M0A10

B 8.10784 10 M0A20


(3)

Lampiran 13 Hasil uji parameter rasio pucuk akar dengan pengolahan SAS ( Statistical Analysis System)

HASIL ANALISIS PERLAKUAN The GLM Procedure

Class Level Information

Class Levels Values

Perlakuan 4 M0A0 M0A10 M0A20 M0A30

Number of Observations Read 40

Number of Observations Used 40

HASIL ANALISIS PERLAKUAN The GLM Procedure

Dependent Variable: respon

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 3 26,3121675 8,7707225 1,85 0,1555

Error 36 170,5952100 4,7387558 Corrected Total 39 196,9073775

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean

0.133627 43,67494 2,176868 4,984250

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Perlakuan 3 26,31216750 8,77072250 1,85 0,1555


(4)

Lampiran 14 Dokumentasi selama kegiatan penelitian

Pengukuran volume limbah Pemotongan limbah kayu

Limbah batang, cabang dan ranting yang telah dipotong

Proses pembuatan arang dengan tungku drum seng


(5)

Pencampuran tanah dan arang kemudian dimasukkan ke dalam poybag


(6)

Lampiran 15 Hasil uji analisis kimia arang